Setelah Ruh Berpisah dari Jasad, Apa yang Membedakan antara satu dan yang Lainnya hingga Dapat Bertemu dan Saling Mengenal? Apakah Ia Akan Membentuk Rupa Tertentu atau Bagaimana dengan Keadaannya?
PERKARA INI HAMPIR tidak pernah didapatkan, baik dalam buku kecil maupun buku besar. Apalagi ada pembahasan yang dilandaskan pada dasar-dasar orang yang mengatakan bahwa ruh itu terlepas dari materi alam dan kaitan-kaitannya, yang katanya tidak masuk dalam alam ini atau di luar alam ini, tidak memiliki bentuk, nilai, dan diri.
Pertanyaan
ini tentu tidak akan bisa terjawab jika dilandaskan pada dasar dasar yang mereka letakkan. Begitu juga
orang-orang yang mengatakan bahwa ruh ini hanya sekadar jiwa yang ada di jasad,
yang bisa dibedakan dengan lainnya berdasarkan ciri-ciri jasad. Adapun setelah mati, tidak ada
perbedaan pada ruh, bahkan tidak ada
wujudnya sama sekali. Ruh itu hilang dan lenyap begitu saja berdasarkan punahnya jasad, seperti
lenyapnya semua sifat kehidupan.
Pertanyaan
ini tidak bisa dijawab, kecuali berlandasakan dasar-dasar Ahlus sunnah wal Jama'ah yang disandarkan pada
dalil-dalil al-Qur'an, sunnah, atsar, i'tibar, dan
akal. Dapat dikatakan bahwa ruh itu dapat berdiri sendiri, naik dan turun, bersatu
dan berpisah, keluar, pergi dan datang, bergerak dan diam. Ada ratusan dalil yang menyebutkan hal ini, seperti yang telah dipaparkan
dalam kitab yang tebal tentang
bagaimana mengenal ruh dan jiwa. Telah dijelaskan tentang kebatilan pendapat
yang tidak sama dengan pendapat ini dari berbagai sisi. Demikian juga, siapa yang mengatakan selainnya,
berarti ia tidak mengenal dirinya.
Allah SWT telah menyifati ruh dengan keluar,
masuk, menggenggam, mati, kembali, naik ke langit, membukakan langit untuknya dan menutup
langit darinya.
Allah SWT berfirman,
"(Alangkah ngerinya)
sekiranya engkau melihat pada waktu
orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratulmaut sedang para
malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata):
'Keluarkanlah nyawam u'. (QS. Al-An'am: 93)
Allah SWT juga berfirman,
"Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku. 11 (QS.
Al-Fajr: 27-30) Ini dikatakan kepada ruh ketika
keluar dari jasadnya.
Allah SWT berfirman,
"Demi jiwa serta
penyempurnaan (ciptaannya) maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. 11 (QS. Asy-Syams: 7-8)
Allah mengabarkan bahwa Dia telah
menyempurnakan ciptaan ruh sebagaimana Dia
telah menyempurnakan ciptaan jasad,
seperti dalam firman-Nya: "Yang
telah menciptakanmu lalu
menyempurnakan kejadianmu dan
menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. 11 (QS. Al-Infithar: 7)
Allah
menyempurnakan penciptaan ruh manusia sebagaimana Dia menyem purnakan
ciptaan jasadnya. Bahkan, Dia menyempurnakan jasad manusia layaknya wadah
bagi jiwanya. Kesempurnaan jasad mengikuti kesempurnaan jiwa. Jasad merupakan
tempat bagi jiwa sebagaimana
wadah menjadi tempat bagi yang ada di dalamnya.
Dari sini, dapat diketahui
bahwa jiwa atau ruh membentuk rupa tertentu di dalam jasad, yang membedakan dengan lainnya. Ia berpengaruh dan berpindah
dari jasad sebagaimana jasad juga
bisa mempengaruhi dan beralih dari ruh itu. Jasad yang baik dan buruk memperoleh hasil dari kebaikan dan keburukan
ruh. Begitu pun ruh yang baik dan buruk memperoleh hasil
dari kebaikan dan keburukan jasad.
Sesuatu yang paling kuat kaitan, kesesuaian, korelasi, dan pengaruhnya terhadap
yang lain adalah
ruh dan jasad.
Oleh karena
itu, dikatakan ketika ruh berpisah dari jasad, "Keluarlah wahai jiwa yang tenang, yang dulunya berada di dalam jiwa yang baik, dan
keluarlah wahai jiwa yang buruk,
yang dulunya ada di jasad pula."
Allah SWT berfirman,
"Allah memegang nyawa
(seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum
mati ketika ia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang
ditentukan." (QS. Az-Zumar: 42)
Allah SWTll memberikan
kepada jiwa sifat ditahan dan dilepas sebagaimana ia diberi sifat dikeluarkan, dimasukkan, dikembalikan, dan disempurnakan.
Nabi bersabda, "Sesungguhnya, pandangan orang yang meninggal itu mengikuti jiwanya ketika ia diwafatkan." (HR. Muslim,
Ahmad, dan lbnu Majah)
Beliau juga bersabda, "Sesungguhnya, seorang malaikat menahannya lalu diambil oleh para malaikat yang lain. Dari ruh itu tercium bau harum seperti embusan kesturi yang ada di muka bumi atau tercium bau busuk seperti bau bangkai yang ada
di muka bumi." (HR. Ahmad)
Nyawa tidak berbau, tidak bisa
dipegang, dan tidak bisa berpindah dari satu
tangan ke tangan lain. Beliau
mengabarkan, "Ruh itu naik ke langit
dan setiap malaikat yang ada di
antara langit dan bumi berdoa kepada Allah untuk ruh itu. Pintu-pintu langit dibukakan bagi jiwa itu lalu ia naik dari satu langit ke langit lain hingga tiba di langit yang
di sana Allah berada. Ruh itu diletakkan di
hadapan-Nya lalu Dia memerintahkan agar namanya ditulis dalam buku
para penghuni Illiyyin atau dalam buku orang-orang yang durhaka kemudian ia dikembalikan ke bumi. Ruh orang kafir itu
dilempar dengan satu kali lemparan
dan ia masuk ke dalam kuburnya bersama jasad
untuk menghadapi pertanyaan." (HR. Ahmad)
Beliau juga mengabarkan bahwa ruh orang mukmin terbang
hingga hinggap di pohon dalam surga lalu dikembalikan Allah
ke jasadnya. Beliau juga mengabarkan bahwa
ruh para syuhada berada di dalam tubuh burung yang berwarna hijau, hilir mudik di sungai-sungai surga dan memakan
buah-buahannya. Rasulullah juga mengabarkan bahwa ruh itu mendapatkan
kenikmatan dan azab di alam barzakh hingga datangnya hari Kiamat.
Allah
SWTll menerangkan tentang
ruh kaum Firaun
bahwa mereka diperlihatkan
neraka
setiap pagi dan petang sebelum tiba hari Kiamat. Adapun ruh para syuhada hidup di sisi Rabb mereka dalam keadaan
mendapatkan rezeki. Itulah kehidupan ruh mereka dan rezeki mereka yang terus mengalir.
Rasulullah menafsirkan kehidupan ini dalam sabdanya: "Sesungguhnya, ruh mereka berada
di dalam seekor burung yang berwarna hijau, yang memilki pelita-pelita, tergantung di Arsy, beterbangan di surga
menurut keadaannya. Kemudian burung itu hingga di pelita-pelita tersebut. Seraya
bertanya: 'Apakah kalian menghendaki sesuatu?'
Mereka menjawab: 'Apalagi yang kami kehendaki sementara kami beterbangan
di surga sesuka kami?' Allah
menanyakan hal ini hingga tiga kali. Ketika mereka menyadari bahwa sekali-kali mereka tidak dibiarkan untuk
meminta, mereka pun berkata: 'Kami ingin agar ruh kami dikembalikan ke jasad kami agar kami bisa
berperang di jalan-Mu
sekali lagi'."
Disebutkan pula di dalam
riwayat sahih bahwa ruh para syuhada
berada di atas seekor burung yang berwarna
hijau, bergantung pada buah surga. Ibnu
Abbas berkata
bahwa Rasulullah bersabda, "Ketika
saudara kalian terbunuh di Uhud, Allah meletakkan ruh mereka dalam tubuh
seekor burung yang berwarna hijau, menempati sungai-sungai surga, memakan
buah-buahannya, hingga di pelita-pelita
dari emas di bawah lindungan Arsy.
Ketika mereka mendapatkan tempat minum, tempat makan, dan tempat tidur yang
bagus, mereka berkata: 'Sekiranya saudara kita mengetahui apa yang telah diperbuat Allah kepada kita, tentulah mereka tidak
akan menghindar dalam jihad dan tidak
melarikan diri dari peperangan.'Allah berfirman: 'Aku menyampaikan kepada
mereka tentang kalian.' Lalu Allah
menurunkan ayat kepada Rasul-Nya: 'Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur
di jalan Allah SWTtu mati; sebenarnya mereka
itu hidup di sisi Tuhannya mendapat
rezeki'. 11 (QS. .A.li-'lmran: 169)
Hadis ini diriwayatkan Ahmad, yang secara jelas menunjukkan bahwa ruh itu makan,
minum, bergerak, berpindah-pindah, dan berbicara. Perkara ini akan dijelaskan lebih lanjut.
Begitulah
keadaan ruh setelah berpisah dari jasad yang perbedaannya lebih nyata daripada perbedaan jasad yang satu
dengan yang lainnya dan kesamaannya lebih
jauh daripada kesamaan jasad yang satu dengan jasad yang lain. Boleh jadi, ada keserupaan di antara beberapa
jasad, tetapi hal ini jarang terjadi pada ruh.
Hal ini
dapat dijelaskan bahwa kita tidak melihat kesamaan jasad para nabi, sahabat, dan imam. Mereka adalah yang
memiliki ilmu jauh lebih hebat dari ilmu kita, dan kelebihan ini tidak sekadar
karena kelebihan jasad mereka semata.
Sebagaimana yang telah disampaikan bahwa jasad di antara mereka pun
memiliki kekhususan
daripada jasad sebagian yang lain. Namun, kelebihan yang kita lihat adalah karena sifat-sifat ruh mereka dan apa yang dilakukan ruh itu. Kelebihan satu ruh dengan ruh yang lain karena
sifat-sifatnya, jauh lebih besar daripada kelebihan satu jasad dengan jasad lainnya karena sifat-sifat yang dimilikinya.
Bukanlah
kita melihat bahwa jasad orang mukmin dengan orang kafir hampir serupa? Namun, ruh antara keduanya sangat
berbeda. Atau mungkin, kita melihat anak
kembar yang sangat sulit untuk dibedakan antara keduanya, tetapi sifat ruh masing-masing sangat berbeda. Apabila ruh
ini sudah berpisah dari ruh masing masing, perbedaannya akan semakin tampak jelas.
Apabila memerhatikan keadaan beberapa jiwa dan jasad, tentu kita akan melihat dengan mata kepala sendiri. Kita
hampir tidak melihat jasad yang buruk dan bentuk yang jelek, melainkan kita melihatnya
juga tersusun dari jiwa yang buruk
pula, sesuai dengan bentuk dan rupanya itu. Jarang sekali kita melihat cacat di jasad, melainkan di dalamnya, ruhnya
juga ada cacat yang serupa. Karena itu, banyak
para peramal yang meramal berdasarkan pada bentuk dan keadaan tubuh dan
ramalannya itu jarang yang meleset. Banyak riwayat yang dikisahkan oleh asy-Syafi'i tentang hal ini.
Sebaliknya, kita jarang melihat bentuk dan rupa yang menawan serta susunan tubuh yang lembut, melainkan kita juga
mendapatkan ruh yang menawan pula
pada susunan tubuh itu, sesuai dengan keadaannya, asalkan hal ini
tidak dibuat menjadi hal yang sebaliknya karena pengaruh pemahaman dan kebiasaan.
0 Comment