Apakah
Ruh Orang yang Hidup Bisa Bertemu dengan Ruh Orang yang Sudah Meninggal?
Bukti
dan dalil berkaitan dengan pertanyaan ini sangat banyak hingga tidak dapat
dihitung dan hanya Allah yang tahu jumlahnya. Hal yang dapat dirasakan oleh
indra dan realitas merupakan bukti yang paling kuat tentang hal ini. Ruh
orang-orang yang masih hidup dengan ruh orang-orang yang sudah meninggal bisa
saling bertemu seperti halnya ruh orang-orang yang masih hidup.
Allah
SWT berfirman, "Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan
nyawa (seseorang) yang belum mati ketika tidur; maka Dia tahan nyawa (orang)
yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai
waktu yang ditentukan. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir." (QS. Az-Zumar: 42)
Abu
Abdillah bin Mandah berkata, "Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim telah
menceritakan kepada kami, dari lbnu Abbas, berkaitan dengan ayat ini ia
berkata: 'Telah sampai kabar kepadaku bahwa ruh orang-orang yang masih hidup
dan ruh orang-orang yang sudah meninggal bertemu di dalam mimpi lalu ruh-ruh
itu saling bertanya. Selanjutnya, Allah SWT menahan ruh orang-orang yang sudah
meninggal dan mengirim kembali ruh orang-orang yang masih hidup ke
jasadnya'."
lbnu
Abu Hatim berkata dalam tafsirnya, Abdullah bin Sulaiman telah menceritakan
kepada kami, dari as-Suddi, tentang firman Allah SWT :"Dan nyawa
(seseorang) yang belum mati ketika ia tidur," ia berkata, "Allah
mematikan ruh orang
yang
belum mati itu di dalam tidurnya maka ruh orang yang hidup dan ruh orang yang
mati keduanya saling mengingat dan mengenal."
lbnu
Abu Hatim melanjutkan, "Maka, ruh orang yang hidup kembali ke jasadnya di
dunia hingga batas waktu yang ditentukan dan ruh orang yang sudah meninggal
ingin kembali ke jasadnya, tetapi ditahan."
Ada
dua pendapat tentang makna ayat ini. Menurut pendapat yang pertama bahwa
penahanan ruh itu dilakukan atas orang yang mati, sedangkan pengiriman kembali
ruh ke jasad dilakukan atas orang yang dimatikan dalam tidur. Makna pendapat
ini bahwa ruh orang yang mati itu dimatikan dalam kematian lalu ditahan dan tidak
dikirim lagi ke jasad hingga datangnya hari Kiamat. Adapun ruh orang yang tidur
hanya dimatikan sementara lalu dikirim lagi ke jasadnya hingga waktu ajalnya
tiba dan ia akan mengalami kematian yang sebenarnya.
Menurut
pendapat kedua bahwa penahanan dan pengiriman ruh yang tersebut di dalam ayat,
keduanya bermakna dimatikan dalam kematian tidur. Bagi yang sudah sampai
ajalnya, ruhnya ditahan di sisi Allah
dan tidak dikembalikan lagi ke jasadnya. Adapun bagi yang belum
sampai ajalnya, ruhnya dikembalikan lagi ke jasadnya hingga tiba ajalnya.
Syekhul
Islam lbnu Taimiyyah memilih pendapat ini, ia berkata, "Pendapat ini diperkuat oleh dalil
al-Qur'an dan as-Sunnah." Ia juga mengatakan, "Allah SWT menyebutkan
bahwa penahanan nyawa yang telah Dia tetapkan kematiannya adalah
yang
Dia matikan dalam kematian tidur. Adapun yang dimatikan dalam kematian
sebenarnya, ini tidak dijelaskan dengan adanya penahanan atau pengiriman ruh ke
jasadnya, tetapi ada bentuk yang ketiganya."
Pendapat
yang kuat adalah pendapat pertama karena Allah SWTll telah mengabarkan adanya
dua kematian: kematian besar, yaitu kematian yang sebenarnya dan kematian
kecil, yaitu tidur. Allah juga membagi ruh menjadi dua macam: ruh yang telah
Dia tetapkan kematiannya sehingga Dia menahan di sisi-Nya dan ruh yang belum
tiba ajalnya lalu Dia mengembalikan pada jasadnya hingga sampai tiba batas
waktu (ajal)nya.
Allah
SWTll menjadikan penahanan dan pengiriman ruh sebagai dua hukum dalam dua
kematian yang telah disebutkan. Karena itu, ruh yang sudah ditetapkan kematiannya
ditahan dan ruh yang belum ditetapkan kematiannya dilepaskan untuk kembali ke
jasadnya.
Allah
menjelaskan bahwa ruh yang belum meninggal adalah ruh yang Dia matikan ketika
seseorang dalam keadaan tidur. Sekiranya Dia telah membagi kematian tidur
menjadi dua macam: mati dalam kematian dan mati dalam tidur, Dia tidak akan
berfirman, "dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika ia tidur."
Artinya, semenjak ruh digenggam (di sisi-Nya), berarti ia meninggal, sedangkan
Allah mengabarkan bahwa ruh itu belum mati. Jadi, bagaimana mungkin Allah juga
berfirman setelah itu, "maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya."
Bagi
yang sependapat dengan pendapat ini dapat mengatakan bahwa firman Allah SWT "maka
Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya," yakni,
setelah Allah mematikannya dalam kematian tidur. Yang pertama, Allah
mematikannya pada saat tidur kemudian menetapkan kematiannya setelah itu. Jadi,
ayat ini mengandung dua macam kematian. Allah menyebutkan dua kematian:
kematian pada saat tidur dan kematian yang sebenarnya. Allah juga menyebutkan
adanya penahanan ruh orang yang sudah meninggal berada di sisi-Nya dan
pengiriman kembali ruh orang yang belum meninggal ke jasadnya. Sudah diketahui
bahwa Allah menahan setiap ruh yang mati, baik yang mati pada saat tidur maupun
mati pada saat terjaga. Namun, Dia
mengirim kembali ruh orang yang belum
mati ke jasadnya. Firman-Nya: "Maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya" bisa berarti mati saat terjaga atau mati pada saat
tidur.
Pertemuan
antara ruh orang-orang yang masih hidup dengan ruh orang-orang yang sudah
meninggal menunjukkan bahwa orang yang masih hidup bisa melihat orang yang
sudah meninggal dalam mimpi. Dengan begitu, orang yang hidup bisa bertanya
tentang kabar dari orang yang sudah meninggal dan orang yang sudah meninggal
bisa memberi kabar tentang sesuatu yang tidak diketahui orang yang masih hidup.
Maka, kabarnya pun bisa sesuai, seperti yang dikabarkan tentang perkara pada
masa lampau dan perkara yang akan datang. Terkadang, orang yang meninggal
mengabarkan harta yang pernah dipendam di tempat tertentu, yang tidak diketahui
oleh siapa pun selain dirinya, atau mengabarkan tentang utang yang belum
dilunasinya lalu ia menyebutkan bukti dan alasannya.
Lebih
dari itu, bahwa ruh orang yang sudah meninggal dunia bisa mengabarkan amalan
yang pernah dilakukan, tetapi tidak ada seorang pun di dunia yang mengetahuinya.
Yang lebih menakjubkan bahwa ruh orang yang sudah meninggal bisa mengabarkan kepada
orang yang hidup: 'Engkau akan datang kepada kami pada waktu ini dan itu,' dan
memang terjadi seperti yang dikabarkan. Terkadang, orang yang meninggal
mengabarkan tentang perkara-perkara yang memberikan kepastian kepada orang yang
masih hidup karena tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Telah kami
sampaikan kisah Sha'b bin Jatstsamah dan perkataannya kepada Auf bin Malik. Begitu pula kisah Tsabit bin
Qais bin Syammas yang mengabarkan kepada orang yang mimpi bertemu dengannya,
berkenaan dengan baju besi miliknya dan utangnya yang belum dibayar.
Begitu
pula kisah Shadaqah bin Sulaiman al-Ja'fari dan pengabaran dari ayahnya tentang
apa yang dilakukan sepeninggalnya. Demikian juga kisah Syabib bin Syaibah dan
perkataan ibunya kepadanya setelah meninggal: "jazakallah khairan (semoga
Allah membalas kebaikan kepadamu)". Pasalnya, ia telah menalkin (menuntun)
ibunya dengan kalimat la Ilaha illallah (tiada Tuhan yang berhak disembah
selain Allah) ketika sakratulmaut. Selain itu, juga kisah Fadhl bin Muwaffaq
dengan ayahnya dan pengabaran kepadanya tentang ilmu dan ziarahnya.
Said
bin Musayyab berkata, Abdullah bin Salam bertemu dengan Salman al-Farisi, salah
satu dari keduanya berkata, "Jika kamu meninggal lebih dulu dari aku,
temui aku dan kabarkan kepadaku apa yang kamu jumpai dari sisi Tuhanmu. Namun,
jika aku yang meninggal lebih dulu, aku akan menemuimu dan mengabarkan
kepadamu." Maka yang satunya berkata, "Apakah orang-orang yang sudah
meninggal dapat bertemu dengan orang-orang yang masih hidup?" Yang satunya
menjawab, "Ya, ruh-ruh mereka ada di dalam surga dan bisa pergi.
Abbas
bin Abdul Muththalib berkata, Aku ingin mimpi bertemu Umar. Terakhir kali aku bertemu dengannya
sekitar setahun yang lalu. Aku pun mimpi bertemu dengannya, ia sedang mengusap
keringat yang ada di dahinya seraya berkata, lnilah waktuku yang kosong, hampir
saja singgasanaku berguncang, sekiranya aku tidak bertemu dengan Yang Maha
Penyayang dan Maha Pengasih kepada manusia."
Ketika
Syuraih bin Abid ats-Tsumali sakratulmaut, Ghudhaif bin Harits masuk ke dalam
rumah Syuraih yang sedang merelakan kepergian ruhnya. Maka Ghudhaif berkata,
Wahai Abul Hajjaj, jika engkau bisa menemui kami setelah meninggal dunia lalu
mengabarkan kepada kami apa yang engkau lihat, lakukanlah!" Ia berkata, Kalimat ini diterima menurut ahli fikih."
Waktu
pun berlalu sejak meninggalnya Syuraih, tetapi Ghudhaif belum juga mimpi
bertemu dengannya. Akhirnya, Ghudhaif pun mimpi bertemu dengannya. Dalam mimpi
itu, ia bertanya kepada Syuraih, "Bukankah engkau telah meninggal?"
Syuraih menjawab, "Ya, benar." Ghudhaif bertanya, "Bagaimana
keadaanmu sekarang?" Syuraih menjawab, Tuhan kami telah mengampuni
dosa-dosa kami dan tidak ada seorang pun dari kami yang mendapat siksa, kecuali
al-ah.radh." Ghudhaif bertanya, Siapakah yang dimaksud dengan al-ah.radh itu?"
Syuraih menjawab, Orang-orang yang ditunjuk dengan jari-jari karena suatu (keburukan)."
Abdullah
bin Umar bin Abdul Aziz berkata, '
mimpi bertemu ayahku setelah ia meninggal dunia, seakan-akan ayahku
sedang berada di sebuah kebun. Lalu ia memberiku beberapa buah apel. Pemberian
itu aku maknai sebagai pemberian orang tua kepada anaknya. Aku bertanya: 'Amal
apakah yang paling utama menurut apa yang engkau lihat?' Ia menjawab:
'Istighfar, wahai anakku'."
Maslamah
bin Abdul Malik mimpi bertemu dengan Umar bin Abdul Aziz setelah ia meninggal
dunia. Ia bertanya, Wahai Amirul Mukminin, aku selalu bertanya tentang
keadaanmu setelah kematianmu." Umar bin Abdul Aziz menjawab, Wahai
Maslamah, inilah waktu yang senggang bagiku. Demi Allah, tidak ada waktu
istirahat bagiku, kecuali sekarang." Maslamah pun berkata, Wahai Amirul
Mukminin, di manakah engkau sekarang?" Umar bin Abdul Aziz menjawab, Aku
bersama para imam (pemimpin) yang mendapatkan petunjuk di dalam Surga
'Adn." Shalih al-Barrad berkata, Aku
mimpi bertemu Zurarah bin Aufa setelah ia meninggal dunia. Aku bertanya:
'Semoga Allah merahmatimu, apa yang ditanyakan kepadamu dan apa jawabanmu?'
Zurarah berpaling dariku lalu aku pun bertanya lagi: 'Apa yang diperbuat Allah
terhadap dirimu?' Ia menjawab: 'Aku dimuliakan Allah karena kemurahan dan
kemuliaan-Nya.' Aku bertanya: 'Bagaimana dengan Abul Ala' bin Yazid, saudara
Mutharrif?' Ia menjawab: 'Ia berada di derajat yang al-aflradh adalah
orang-orang yang bermaksiat secara terang-terangan tanpa ditutup-tutupi,' Aku
bertanya: 'Amal apa yang paling utama di sisi kalian?' Ia menjawab: 'Tawakal
dan tidak panjang angan-angan' .
Malik
bin Dinar berkata, "Aku melihat Muslim bin Yasar setelah ia meninggal.
Lalu aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi ia tidak membalas salamku. Maka
aku berkata: 'Apa yang menghalangimu untuk menjawab salamku?' Ia menjawab: 'Aku
sudah meninggal, bagaimana aku bisa menjawab salammu?' Maka aku berkata
kepadanya: 'Apa yang engkau jumpai setelah kematian?' Ia menjawab: 'Demi Allah,
aku menjumpai keadaan seperti gempa dan goncangan yang besar dan dahsyat.'
Malik berkata: 'Lalu ada apa setelah itu?' Ia menjawab: 'Mimpi yang engkau
alami itu terjadi karena Allah Yang Maha Pemurah. Dia menerima kebaikan-kebaikan
kami, mengampuni kesalahan-kesalahankami, dan menjamin kami
kesudahannya'." Lantas Malik pun berteriak keras hingga pingsan. Beberapa
hari ia mengalami sakit, hatinya sakit, dan akhimya meninggal dunia.
Suhail
saudara Hazm berkata, "Aku bermimpi bertemu Malik bin Dinar setelah
kematiannya. Dalam mimpi itu aku berkata kepadanya: 'Wahai Abu Yahya, aku
selalu bertanya, apa yang engkau bawa menghadap kepada Allah?' Ia menjawab:
'Aku datang dengan membawa dosa yang banyak lalu Allah menghapus dosa-dosa itu karena
husnuzhzhan (baik sangka) kepada-Nya."
Ketika
Raja' bin Haywah meninggal, ada seorang wanita ahli ibadah yang bermimpi
bertemu dengannya lalu wanita ahli ibadah itu berkata, "Wahai Abu Miqdam,
ke mana engkau akan pergi?" Ia menjawab, "Kepada kebaikan, tetapi
kami dikejutkan dengan sesuatu setelah kalian, yang kami kira hari Kiamat telah
datang." Wanita itu berkata, "Dengan apa engkau dikejutkan?" Ia
menjawab, "Al Jarrah dan teman-temannya masuk ke surga dengan membawa
beban mereka yang banyak hingga mereka memenuhi pintu surga."
Jamil
bin Murrah berkata, "Muwarriq al-ljli sudah aku anggap saudaraku dan juga
sahabat dekat. Pada suatu hari aku berkata kepadanya: 'Siapa di antara kita
yang meninggal dunia lebih dahulu maka hendaknya ia mendatangi saudaranya dan
mengabarkan kepadanya tentang apa yang dialaminya.' Temyata Muwarriq meninggal
dunia lebih dahulu. Istriku mimpi bertemu dengannya, seakan-akan ia datang
mengetuk pintu seperti halnya dulu ia mengetuk pintu sewaktu masih hidup.
Istriku berkata bahwa ia berdiri dan membukakan pintu untuknya seraya berkata:
'Masuklah, wahai Abu Mu'tamir ke pintu saudaramu!' Ia menjawab: 'Bagaimana aku
masuk sementara aku sudah meninggal dunia. Aku datang kemari untuk
memberitahukan kebaikan yang telah Allah berikan kepadaku. Beritahukanlah
kepadanya bahwa ia yang telah membuatku bertempat bersama al-muqarrabfn
(orang-orang yang dekat dengan Allah)'."
Ketika
Muhammad bin Sirin meninggal dunia, sebagian sahabatnya merasa sangat sedih.
Ada dari sahabatnya yang mimpi bertemu dengannya dan melihatnya dalam keadaan
yang baik. Sahabatnya itu berkata, "Wahai saudaraku, aku telah melihatmu
dalam keadaan yang membuatku senang lalu apa yang terjadi dengan Hasan?"
Muhammad bin Sirin menjawab, "Ia diangkat tujuh puluh derajat di
atasku." Sahabatnya bertanya, "Mengapa bisa seperti itu, padahal aku
melihat engkau lebih utama darinya?" Muhammad bin Sirin menjawab,
"Hal itu karena kesedihan yang terus menerus menimpanya."
Ibnu
Uyainah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan ats-Tsauri di dalam tidurku.
Aku berkata kepadanya: 'Berilah aku nasihat!' Ia menjawab: 'Berusahalah agar
hanya sedikit orang-orang yang mengenalmu'!"
Ammar
bin Saif berkata, "Aku mimpi bertemu dengan Hasan bin Shalih di dalam
tidurku lalu aku bertanya kepadanya: 'Sudah lama aku berharap dapat ber temu
denganmu. Apa yang terjadi dengan dirimu, kabarkanlah kepada kami?'Ia menjawab:
'Bergembiralah karena aku tidak melihat ada balasan yang lebih baik daripada berbaik
sangka kepada Allah'."
Setelah
Dhaigham meninggal dunia-ia dijuluki dengan al-'abid (ahli ibadah), di antara
temannya ada yang mimpi bertemu dengannya. Dalam mimpi itu, Dhaigham bertanya,
"Apakah engkau mendoakan aku?" Temannya itu menyebutkan alasan ia
mendoakannya. Selanjutnya, Dhaigham berkata, "Sekiranya engkau
mendoakanku, engkau akan mendapatkan keuntungan besar."
Setelah
Rabi'ah meninggal dunia, seorang temannya mimpi bertemu dengannya dan
dilihatnya ia sedang mengenakan pakaian sutra halus dan sutra tebal. Padahal,
ketika mati ia dikafani dengan kain jubah dan kain kerudung dari wol. Temannya
itu bertanya, "Apa yang terjadi dengan kain jubah dan kain kerudung wol
yang dulu digunakan sebagai kain kafanmu?"
Rabi'ah
menjawab, "Demi Allah, kain kafan itu dilepaskan dari jasadku lalu diganti
dengan kain sutra yang engkau lihat padaku ini. Kain kafanku itu dilipat dan
diberi tanda lalu dibawa ke illiyyin agar pahalanya menjadi sempurna bagiku
pada hari Kiamat nanti."
Temannya
bertanya, "Untuk itukah engkau beramal selama hari-harimu di dunia?"
Rabi'ah
menjawab, "Hal ini karena aku melihat kemuliaanAllah yang diberikan kepada
para kekasih (wali)-Nya."
Temannya
bertanya, "Apa yang terjadi dengan Abdah binti Kilab?"
Rabi'ah
menjawab, "Jauh sekali, jauh sekali. Demi Allah, ia mengalahkan kami
karena mendapatkan derajat yang tinggi."
Temannya
bertanya, "Mengapa begitu, padahal dalam pandangan manusia, engkau lebih
banyak beribadah daripadanya?"
Rabi'ah
menjawab, "Karena ia tidak peduli seperti apa keadaannya sewaktu di dunia ketika memasuki waktu pagi
atau pun sore."
Temannya
bertanya, "Apa yang terjadi dengan Abu Malik?" Maksudkannya adalah
Dhaigham.
Rabi'ah
menjawab, "Allah selalu mengunjunginya kapan pun dikehendaki-Nya."
Temannya bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bisyr bin Mansyur?"
Rabi'ah
menjawab, "Sungguh bagus, sungguh bagus. Demi Allah, ia telah diberi
balasan lebih baik dari yang diharapkannya."
Temannya
berkata, "Perintahkan kepadaku untuk mengerjakan suatu amal sehingga aku
dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan amal itu!"
Rabi'ah
menjawab, "Hendaklah engkau memperbanyak zikir kepada Allah karena yang
demikian itu lebih cepat mendatangkan kebahagiaan di dalam kuburmu kelak."
Setelah
Abdul Aziz bin Sulaiman meninggal dunia -ia dijuluki dengan al 'abid (ahli
ibadah), di antara temannya ada yang bermimpi bertemu dengannya tengah
mengenakan pakaian warna hijau dan di atas kepalanya ada mahkota dari mutiara.
Temannya itu bertanya, "Bagaimana keadaanmu setelah meninggalkan kami?
Bagaimana engkau merasakan kematian? Bagaimana menurutmu tentang perkara di
sana?" Ia menjawab, "Tentang kematian janganlah engkau tanyakan
tentang berat, susah, dan kesedihannya. Hanya saja, rahmat Allah melingkupi
kami dari aib dan kami tidak mendapatkan sesuatu pun, kecuali berkat karunia-Nya."
Shalih
bin Basyir berkata, "Ketika Atha' as-Salimi meninggal, aku mimpi bertemu
dengannya. Aku berkata kepadanya: 'Wahai Abu Muhammad, bukankah engkau sudah
meninggal dunia?'
Ia
menjawab: 'Ya.'
Aku
kembali tanya: 'Apa yang engkau tuju setelah kematian?'
Ia
menjawab: 'Demi Allah, aku menuju pada kebaikan yang banyak dan Tuhanku Yang
Maha Pengampun dan Maha Mensyukuri.'
Aku
berkata: 'Demi Allah, engkau telah merasakan kesusahan yang panjang sewaktu di
dunia.'
Maka
ia pun tersenyum seraya berkata: 'Demi Allah, keadaan itu telah meng antarkan
aku pada istirahat panjang dan kesenangan yang tiada henti.'
Aku
kembali bertanya: 'Di mana kedudukanmu?'
Ia
menjawab: 'Bersama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para
nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya'."
Ketika
Ashim al-Jahdari meninggal dunia, sebagian anggota keluarganya melihatnya dalam
mimpi. Anggota keluarganya yang mimpi itu bertanya, ''Bukankah engkau sudah
meninggal dunia lebih dulu?"
Ia
menjawab, "Ya, benar."
Anggota
keluarganya itu bertanya, "Di mana engkau berada?"
Ia
menjawab, "Demi Allah, aku berada di salah satu taman surga. Aku bersama
dengan sekelompok temanku. Kami berkumpul pada setiap malam Jumat dan pagi
harinya lalu kami sama-sama menghadap Bakar bin Abdullah al-Muzani untuk
mencari kabar tentang kalian."
Anggota
keluarganya itu bertanya lagi, "Apakah itu jasad kalian ataukah ruh
kalian?"
Ia
menjawab, Sangat tidak mungkin jasad kami. Jasad kami telah hancur.
Hanya
ruh-ruh yang saling bertemu."
Diperlihatkan
kepadaku dalam mimpi, Fudhail bin Iyadh setelah kematiannya, ia berkata, Aku
tidak melihat kebahagiaan hamba (kecuali) dari Rabb-nya."
Murrah
al-Hamdani banyak bersujud (shalat) hingga keningnya terlihat hitam bekas dari
sujudnya. Setelah ia meninggal, ada seseorang dari keluarganya yang mimpi
bertemu dengannya dan bekas sujudnya itu seperti bintang kejora. Keluarganya
itu bertanya, Bekas apakah yang menempel di keningmu itu?" Ia menjawab, Bekas
sujud karena warna hitam bekas sujud itu menjadi cahaya." Keluarganya itu
bertanya, Di mana kedudukanmu di
akhirat?" Ia menjawab, Kedudukan yang terbaik, yaitu tempat yang para
penghuninya tidak berpindah dan juga tidak mati."
Abu
Ya'qub al-Qari berkata, "Ketika tidur, aku mimpi bertemu dengan seorang
laki-laki yang berkulit sawo matang, berperawakan tinggi, dan banyak orang yang
mengikutinya. Maka aku bertanya: 'Siapa orang itu?' Orang-orang menjawab: 'Ia
adalah Uwais al-Qarni.' Aku pun turut mengikutinya. Lalu aku berkata kepadanya:
'Berilah aku nasihat, semoga Allah merahmatimu.' Namun, ia menampakkan wajah
yang kurang senang kepadaku. Aku berkata lagi: 'Aku adalah orang yang
mengharapkan petunjuk maka berilah aku petunjuk, semoga Allah merahmatimu.'
Akhimya, ia memandangku dan berkata: 'Carilah rahmat Allah dengan mencintai
Nya, waspadailah kemurkaan Allah ketika bermaksiat kepada-Nya, dan janganlah
engkau memupuskan harapanmu kepada-Nya di antara dua keadaan itu.' Setelah itu,
ia berpaling dan pergi meninggalkanku."
lbnu
Sammak berkata, Aku bermimpi bertemu Mis'ar di dalam tidur. Aku bertanya
kepadanya: 'Amalan apa yang paling utama menurutmu?' Ia menjawab: 'Majelis
zikir'."
Al-Ajlah
berkata, Aku mimpi bertemu Salamah bin
Kuhail di dalam tidur lalu aku bertanya kepadanya: 'Amalan apa yang paling
utama menurutmu?' Ia menjawab: 'Shalat malam.'
Abu
Bakar bin Abu Maryam berkata: 'Aku mimpi bertemu Wafa' bin Bisyr setelah ia
meninggal dunia. Maka aku bertanya kepadanya: 'Apa yang engkau lakukan, wahai
Wafa '?' Ia menjawab: 'Aku selamat setelah berusaha dengan gigih.' Aku
bertanya: 'Amalan apa yang engkau dapati paling utama?' Ia menjawab: 'Menangis
karena Allah'."
Al-Laits
bin Sa'd menyebutkan dari Musa bin Wardan bahwa ia mimpi bertemu Abdullah bin
Abu Habibah setelah ia meninggal. Ia berkata, Segalakebaikan dan keburukanku
diperlihatkan kepadaku. Aku melihat dalam kebaikanku ada yang berupa biji
delima maka aku mengambilnya lalu memakannya. Aku juga melihat dalam
keburukanku ada dua helai benang sutra dalam kopiahku."
Sunaid
bin Dawud berkata, Keponakanku, Juwairiyah bin Asma' telah menceritakan
kepadaku, ia berkata: 'Suatu saat, ketika kami berada di Abbadan, ada seorang
pemuda dari penduduk Kufah yang tergolong ahli ibadah mendatangi kami. Ia pun
meninggal pada siang hari yang sangat panas di tempat itu. Aku berkata: 'Kita
berteduh dulu hingga cuacanya tidak panas menyengat. Setelah itu, kita urus
jenazahnya.'
Pada
saat itu aku tertidur dan aku mimpi seakan-akan berada di sebuah area pemakaman.
Di dalam makam itu ada kubah dari mutiara yang bercahaya dan sangat indah.
Ketika aku sedang melihatnya, kubah itu terbelah dan dari dalamnya muncul
seorang gadis yang kecantikannya belum pemah aku lihat seperti itu. Gadis itu
menghampiriku seraya berkata: 'Demi Allah, janganlah engkau menahan pemuda itu
dari kami hingga waktu zuhur.'
Seketika
itu aku terbangun kaget dan aku langsung mengurus jenazahnya. Aku gali Hang
lahat di tempat kubah yang aku lihat dalam mimpiku dan jasadnya dimakamkan di
sana."
Abdul
Malik bin Itab al-Laitsi berkata, "Aku mimpi bertemu Amir bin Qais di
dalam tidur. Aku bertanya kepadanya: 'Amal apakah yang menurutmu paling utama?'
Ia menjawab: 'Amal yang dimaksudkan untuk mengharapkan keridhaan Allah'."
Yazib
bin Harun berkata, "Aku mimpi bertemu Abu Ala' Ayub bin Miskin di dalam
tidur maka aku berkata kepadanya: 'Apa yang diperbuat Allah terhadapamu?'
Ia
menjawab: 'Allah telah mengampuni dosaku.' Aku bertanya: 'Dengan apa Dia
mengampunimu.' Ia menjawab: 'Dengan puasa dan shalat.'
Aku
bertanya: 'Apakah engkau melihat Manshur bin Zadzan?'
Ia
menjawab: 'Sama sekali tidak. Namun, kami melihat istananya dari
kejauhan'."
Yazid
bin Na'amah berkata, "Ada gadis yang meninggal dunia karena wabah penyakit
taun (penyakit menular, epidemi) yang sedang mewabah. Ayahnya mimpi bertemu
dengannya. Dalam mimpi itu, sang ayah bertanya kepadanya: 'Wahai putriku,
beritahukanlah kepadaku aku tentang akhirat.' Gadis itu menjawab: 'Wahai
ayahku, aku menghadapi urusan yang besar. Aku mengetahui, tetapi tidak bisa
beramal, sedangkan kalian bisa beramal, tetapi tidak mengetahui. Demi Allah,
satu atau dua kali tasbih dan satu atau dua rakaat shalat dalam lembar amalku,
lebih aku cintai daripada dunia dan isinya'."
Katsir
bin Murrah berkata, "Aku bermimpi seakan-akan masuk tingkatan yang tinggi
di dalam surga lalu aku pun berkeliling di sana dan aku terkagum-kagum melihat
keadaannya. Kemudian aku bertemu dengan sekumpulan wanita yang suka datang ke
masjid, mereka yang berada di pojok masjid. Aku mengucapkan salam kepada mereka
lalu bertanya: 'Dengan apa kalian sampai di tingkatan ini?' Mereka menjawab:
'Dengan banyak sujud dan takbir'."
Muzahim,
pembantu Umar bin Abdul Aziz, meriwayatkan dari Fatimah binti Abdul Malik,
istri Umar bin Abdul Aziz, ia berkata, "Suatu malam Umar bin Abdul Aziz
terbangun lalu ia berkata: 'Aku baru saja mendapat mimpi yang sangat
mengagumkan.' Istrinya berkata: 'Aku menjadi jaminanmu, kabarkanlah mimpi itu
kepadaku.' Umar bin Abdul Aziz berkata: 'Aku tidak akan menceritakan kepadamu,
kecuali setelah tiba waktu pagi.'
Ketika
waktu subuh tiba, Umar bin Abdul Aziz bangun dan keluar untuk mengerjakan
shalat lalu kembali ke tempat duduknya. Istri Umar menuturkan: 'Aku gunakan
kesempatan itu untuk mendekatinya lalu aku berkata: 'Beritahukanlah kepadaku
tentang mimpimu semalam'.'
Umar
bin Abdul Aziz berkata: 'Aku bermimpi seakan-akan diangkat ke tanah hijau yang
luas, seperti permadani yang hijau. Di tempat itu ada istana putih seperti
terbuat dari perak. Selanjutnya, ada seseorang yang keluar dari istana itu
sambil berseru dengan lantang: 'Mana Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muththalib? Mana Rasulullah?' Rasulullah datang lalu masuk ke istana itu.
Kemudian ada orang lain yang keluar dari dalam istana itu lalu berseru dengan
suara lantang: 'Mana Abu Bakar ash-Shiddiq? Mana Abu Qahafah?' Abu Bakar pun
datang lalu masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang yang keluar dari
dalam istana dan berseru: 'Mana Umar bin Khaththab?' Umar bin Khaththab datang
lalu masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang lain yang keluar dari dalam
istana dan berseru: 'Mana Utsman bin Affan?' Utsman bin Affan pun datang lalu
masuk ke dalam istana itu. Kemudian ada orang yang keluar dari dalam istana dan
berseru: 'Mana Ali bin Abi Thalib?' Maka Ali datang lalu masuk ke dalam istana
itu. Kemudian ada orang yang keluar dari dalam istana kemudian berseru: 'Mana
Umar bin Abdul Aziz?' Lalu Umar berkata bahwa ia bangkit hingga aku masuk ke
dalam istana.
Aku
mendekat ke arah Rasulullah dan orang-orang yang disebutkan tadi ada di
sekeliling beliau. Aku pun bertanya-tanya di dalam hati: 'Di sebelah mana aku
harus duduk?' Aku putuskan untuk duduk di sebelah Umar bin Khaththab. Setelah
aku lihat, temyata Abu Bakar ada di sebelah kanan Rasulullah. Dan di sebelah
Abu Bakar ada satu orang lagi. Aku bertanya: 'Siapakah yang ada di antara
Rasulullah dan Abu Bakar itu?' Ada yang menjawab: 'Ia adalah Isa putra Maryam.'
Tiba-tiba ada yang berbisik kepadaku -namun diantara aku dan ia ada pembatas
berupa cahaya: 'Wahai Umar bin Abdul Aziz, peganglah yang ada pada dirimu
selama ini dan teguhkanlah hatimu padanya.' Setelah itu, aku melihat
seakan-akan ia mengizinkanku untuk keluar maka aku pun keluar dari istana. Aku
menoleh ke belakang, temyata Utsman bin Affan juga ikut keluar dari sana seraya
berkata: 'Segala puji bagi Allah yang telah menolongku.' Aku lihat Ali bin Abi
Thalib juga keluar dari istana seraya berkata: 'Segala puji bagi Allah yang
telah mengampuniku' ."
Said
bin Abu Arubah menyebutkan dari Umar bin Abdul Aziz, ia berkata, "Aku
mimpi bertemu dengan Rasulullah sementara Abu Bakar dan Umar keduanya duduk di
sisi beliau. Aku mengucapkan salam lalu aku duduk. Ketika aku sedang duduk,
datang Ali dan Muawiyah. Keduanya dimasukkan ke dalam satu rumah yang pintunya
tetap dibuka sehingga aku bisa melihat. Tidak berapa lama, Ali keluar dari
rumah itu seraya berkata: 'Aku telah diberi keputusan oleh Rabbul Ka'bah.'
Kemudian Muawiyah juga ikut keluar dari rumah itu seraya berkata: 'Aku telah
diampuni Rabbul Ka'bah'."
Hammad
bin Abu Hasyim berkata, "Ada seorang laki-laki menemui Umar bin Abdul Aziz
seraya berkata: 'Aku mimpi bertemu Rasulullah sementara Abu Bakar ada di sisi
kanan beliau dan Umar ada di sisi kiri beliau. Lalu datang dua orang yang
saling bertengkar sementara engkau ada di hadapan dua orang itu sambil duduk
lalu dikatakan kepadamu: 'Wahai Umar, jika engkau berbuat, berbuatlah seperti
dua orang ini.' Maksudnya adalah Abu Bakar dan Umar.
Umar
bin Abdul Aziz meminta orang itu untuk bersumpah atas nama Allah dan bertanya:
'Apakah engkau benar-benar mimpi seperti itu?' Orang itu pun bersumpah dan
setelah itu Umar bin Adul Aziz menangis."
Abdurrahman
bin Ghanm berkata, "Aku mimpi bertemu Muadz bin Jabal tiga hari setelah ia
meninggal. Ia naik di atas punggung kuda yang sangat bagus. Sementara itu, di
belakangnya ada beberapa orang berkulit putih yang mengenakan pakaian wama
hijau. Mereka juga menaiki kuda-kuda yang bagus. Mu'adz berada dibarisan paling
depan dari mereka. Ia membaca ayat: 'Alangah baiknya sekiranya kaumku mengetahui,
apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampunan kepadaku dan menjadikan aku
termasuk orang-orang yang telah dimuliakan.'
Kemudian ia menengok ke arah kanan dan kiri seraya berkata: 'Wahai lbnu
Rawahah, wahai lbnu Mazh'un, segala puji bagi Allah yang telah memenuhi
janji-Nya kepada kami dan telah memberikan tempat ini kepada kami sedang kami
(diperkenankan) menempati surga di mana saja yang kami kehendaki. Maka (surga
itulah) sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.' Kemudian ia
menyalamiku dan mengucapkan salam kepadaku."
Qabishah
bin Uqbah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan ats-Tsauri di dalam tidur
setelah ia meninggal dunia. Aku bertanya kepadanya: 'Apa yang diperbuat Allah
kepadamu?' Ia menjawab: 'Aku melihat Tuhanku dengan mata kepalaku sendiri dan
Dia berfirman kepadaku:
'Selamat
datang, Aku ridha kepadamu wahai Abu Said Engkau selalu mendirikan shalat di
tengah malam dengan ungkapan kata-kata yang sedih dan hati penuh yang
kepasrahan Maka pilihlah istana yang engkau inginkan dan kunjungi Aku karena
Aku tidak jauh darimu'."
Sufyan
bin Uyainah berkata, "Aku mimpi bertemu Sufyan ats-Tsauri setelah ia
meninggal dunia, seakan-akan ia beterbangan di surga dari satu pohon kurma ke
pohon lain dan dari satu pohon ke pohon kurma seraya berkata: 'Untuk
(kemenangan) serupa ini, hendaklah beramal orang-orang yang mampu beramal. Ada
yang bertanya kepadanya: 'Dengan amal apa engkau dimasukkan ke dalam surga?' Ia
menjawab:
'Dengan
bersikap wara' . Ada juga yang bertanya kepadanya: 'Apa yang terjadi dengan Ali
bin Ashim?' Ia menjawab: 'Kami melihatnya laksana bintang'." Syu'bah bin
Al-Hajjaj dan Mis'ar bin Kidam adalah dua orang penghafal al Qur'an dan dua
orang yang mulia. Abu Ahmad al-Buraidi berkata, ''Aku mimpi bertemu keduanya
setelah keduanya meninggal dunia. Lalu aku bertanya: 'Wahai Abu Bustham, apa
yang Allah perbuat terhadapmu?' Ia menjawab: 'Semoga Allah melimpahkan taufik
kepada dirimu karena menjaga apa yang aku ucapkan:
'Tuhanku
telah menempatkan aku di sebuah taman yang memiliki seribu pintu yang terbuat
dari perak dan mutiara. Dia berfirman kepadaku: 'Hai Syu'bah, orang yang haus
mengumpulkan ilmu dan memperbanyaknya.
Kamu
mendapatkan nikmat sehingga bisa berdekatan dengan-Ku dan Aku ridha kepadamu.
Dan
kepada seorang hamba-Ku yang selalu melaksanakan shalat malam adalah Mis'ar Aku
memberi kesempatakan kepada Mis'ar untuk mengunjungi Aku.
Dan
akan Aku buka tirai yang menutup wajah-Ku yang Mulia agar ia dapat
memandangnya.
Inilah
yang Aku lakukan kepada orang-orang yang banyak beribadah dan tidak melakukan
kemungkaran '."
Ahmad
bin Muhammad al-Labidi berkata, ''Aku mimpi bertemu Ahmad bin Hanbal di dalam
tidur lalu aku bertanya kepadanya: 'Wahai Abu Abdillah, apa yang diperbuat
Allah terhadap dirimu?' Ia menjawab: 'Dia mengampuni dosa-dosaku kemudian Allah
6 berfirman: 'Wahai Ahmad, engkau dipukul karena-Ku sebanyak enam puluh kali
cambukan?' 18 Aku menjawab: 'Benar, wahai Tuhanku.' Lalu Allah berfirman:
'Inilah wajah-Ku. Aku telah membukanya bagimu maka pandanglah'!
Abu
Bakar Ahmad bin Muhammad al-Hajjaj berkata, "Seorang laki-laki penduduk
Thursus (Tarsus) telah menceritakan kepadaku, ia berkata: 'Aku berdoa kepada
Allah agar dapat mimpi bertemu orang-orang yang sudah meninggal dunia. Dengan
begitu, aku bisa bertanya kepada mereka tentang Ahmad bin Hanbal, apa yang
diperbuat Allah terhadap dirinya.' Dua puluh tahun kemudian, aku bermimpi dalam
tidurku seakan-akan para penghuni makam berdiri di atas makam mereka
masing-masing. Mereka berkata kepadaku: 'Wahai fulan, engkau berdoa kepada
Allah agar bisa bertemu dengan kami lalu engkau akan bertanya kepada kami
tentang seseorang yang semenjak meninggalkan kalian telah ditempatkan oleh para
malaikat di bawah sebatang pohon thuba'."
Abu
Muhammad Abdul Haq berkata, "Perkataan penghuni makam itu hanya ingin
menggambarkan ketinggian derajat Ahmad bin Hanbal dan keagungan kedudukannya
sehingga mereka pun tidak sanggup menggambarkan keadaannya dan apa yang sedang
dialaminya. Dan seperti itulah yang dimaksudkan."
Abu
Ja'far as-Saqa', teman Bisyr bin Harits berkata, "Aku mimpi bertemu Bisyr
al-Hafi dan Ma'ruf al-Kurkhi, keduanya mendatangiku. Maka aku bertanya: 'Dari
mana kalian berdua? Keduanya menjawab: 'Dari Sungai Firdaus, kami baru saja
mengunjungi Musa kalimullah (orang yang pemah diajak bicara oleh Allah)'."
Ashim al-Jazari bekata, "Aku bermimpi seakan-akan aku bertemu Bisyr bin
Harits. Maka aku bertanya kepadanya: 'Dari mana engkau, wahai Abu Nashr?' Ia
menjawab: 'Dari Illiyyin.' Maka aku berkata: 'Apa yang terjadi dengan Ahmad bin
Hanbal?' Ia menjawab: 'Saat ini aku meninggalkannya bersama Abdul Wahhab al
Warraq ada di hadapan Allah, keduanya sedang makan dan minum.' Aku bertanya
kepadanya: 'Bagaimana dengan dirimu?' Ia menjawab: 'Allah tahu aku memang
kurang suka makanan. Karena itu, Dia memperkenankan aku untuk melihatnya saja'."
Abu
Ja'far as-Saqa berkata, "Aku mimpi bertemu Bisyr bin Harits setelah ia
meninggal. Aku bertanya kepadanya: 'Wahai Abu Nashr, apa yang diperbuat Allah
terhadap dirimu?' Ia menjawab: 'Allah menyayangiku dan merahmatiku. Dia juga
berfirman kepadaku: 'Wahai Bisyr, sekiranya engkau bersujud kepada-Ku di atas
bara api, engkau belum memenuhi rasa syukur atas apa yang Aku masukkan ke dalam
hati para hamba-Ku.' Lalu Allah memperkenankan aku untuk memasuki separuh
surga. Aku pun segera masuk ke sana dari mana pun yang aku kehendaki dan Dia
berjanji untuk mengampuni dosa orang-orang yang mengiringi jenazahku.' Aku
bertanya: 'Bagaimana yang dilakukan Abu Nashr at-Tammar?' Ia menjawab: 'Ia
berada di atas semua manusia karena kesabarannya menerima cobaan yang dialami
dan kemiskinannya'."
Abdul
Haq berkata, "Mungkin saja, yang dimaksud dengan separuh surga adalah
separuh kenikmatan yang ada di dalamnya. Pasalnya, kenikmatan di dalam surga
itu terbagi dua: separuh kenikmatan ruhani dan separuh kenikmatan fisik. Pada
mulanya mereka menikmati kenikmatan ruhani. Jika ruh sudah dikembalikan ke
jasad, kenikmatan ruhani itu ditambah dengan kenikmatan fisik."
Ada
juga yang mengatakan, "Kenikmatan surga berkaitan dengan ilmu dan amal.
Bagian Bisyr yang berasal dari amal lebih sempuma daripada bagiannya yang
berasal dari ilmu dan Allah lebih tahu."
Ada
seorang saleh yang berkata, "Aku mimpi bertemu Abu Bakar asy-Syibli sedang
duduk di sebuah majelis pada musim semi di suatu ternpat yang biasa kita
duduki, ia menemuiku dengan mengenakan pakaian yang amat bagus. Kemudian aku
berdiri menyambutnya dan mengucapkan salam kepadanya. Aku pun duduk di
hadapannya. Aku bertanya: 'Siapa di antara temanmu yang tempatnya dekat dengan
tempatmu?' Ia menjawab: 'Orang yang paling banyak berzikir kepada Allah, yang
paling banyak memenuhi hak Allah, dan yang paling cepat mencari
keridhaan-Nya'."
Abu
Abdurahman as-Sahili berkata, "Aku mimpi bertemu dengan Maisarah bin
Sulaim setelah ia meninggal dunia, aku berkata kepadanya: 'Sudah lama engkau
tiada.' Ia berkata: 'Perjalanan amat jauh.' Aku bertanya kepadanya: 'Lalu bagaimana
kesudahanmu.' Ia menjawab: 'Allah memberikan keringanan kepadaku karena dulu
aku suka memberi fatwa yang meringankan.' Aku bertanya kepadanya: 'Apa yang
bisa engkau perintahkan kepadaku?' Ia menjawab: 'Mengikuti atsar dan berteman
dengan orang-orang yang baik. Keduanya bisa menyelamatkan dari neraka dan
mendekatkan kepada Allah'."
Abu
Ja'far adh-Dharir berkata, "Aku mimpi bertemu Isa bin Zadzan setelah ia
meninggal dunia. Aku bertanya kepadanya: 'Apa yang diperbuat Allah terhadap
dirimu?' Maka ia menjawab:
'Aku
melihat bidadari-bidadari cantik membawa nampan-nampan minuman Bernyanyi sambil
berjalan dan bajunya tergerai.'
Di
antara teman lbnu Juraij ada yang berkata, "Aku bermimpi seakan-akan
mendatangi makam yang ada di Mekah. Aku melihat pada semua makam itu ada
tendanya. Dan aku melihat di atas salah satu makam itu terdapat pagar, tempat
untuk mengadakan pesta, dan pohon bidara. Aku pun datang dan memasukinya sambil
mengucapkan salam dan ternyata di dalamnya adalah Muslim bin Khalid az-Zanji.
Aku mengucapkan salam kepadanya seraya bertanya: 'Wahai Abu Khalid, mengapa di
atas makam-makam itu ada pagarnya, tetapi di atas makammu ada pagar, tempat
untuk mengadakan pesta, dan daun bidara?' Ia menjawab: 'Itu karena aku dulu
banyak berpuasa.' Lalu aku bertanya: 'Di mana makam lbnu Juraij? Tunjukkan aku
kepadanya! Oulu aku suka duduk-duduk dengannya dan kini aku ingin mengucapkan
salam kepadanya.' Ia menjawab sambil memutar-mutar jari telunjuknya: 'Di mana
makam lbnu Juraij? Ia diangkat ke illiyyin'."
Sebagian
teman Hammad bin Salamah mimpi bertemu dengannya. Maka teman Hammad itu
bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat Allah terhadap dirimu?"
Hammad menjawab, "Allah berfirman kepadaku: 'Telah lama engkau merasakan
penderitaanmu sewaktu di dunia dan kini Aku panjangkan ketenangan dan
kenikmatanmu '."
Ini
merupakan pembahasan yang sangat panjang. Jika Anda belum bisa memercayainya
dan Anda mengatakan bahwa semua itu hanyalah mimpi, padahal mimpi itu bukan
sesuatu yang terjamin kebenarannya, renungkanlah tentang seseorang yang mimpi
bertemu temannya, kerabatnya, atau seseorang yang sudah meninggal dunia lalu
orang yang sudah meninggal itu mengabarkan kepadanya tentang sesuatu yang tidak
diketahui oleh siapa pun, kecuali orang yang bermimpi itu. Atau orang yang sudah
meninggal itu memberitahukan harta yang disimpannya atau disimpan orang lain
ketika ia masih hidup. Atau memperingatkan sesuatu yang akan terjadi. Atau
memberikan kabar gembira atas perkara yang akan ditemui lalu apa yang
beritahukan itu benar-benar terjadi. Atau ia mengabarkan ihwal kematiannya atau
kematian keluarganya dan terjadi seperti yang dikabarkannya. Atau ia
mengabarkan sebuah tanah yang subur atau tandus, tentang musuh, musibah, atau
penyakit yang terjadi padanya, dan semua terjadi seperti yang dikabarkannya.
Hal demikian itu banyak terjadi, hanya Allah yang dapat menghitung jumlahnya,
dan hal ini bisa terjadi pada siapa pun. Maka, berkaitan dengan hal ini menurut
kami dan juga yang lainnya merupakan suatu keajaiban.
Adalah
suatu kesalahan bagi yang mengatakan bahwa itu semua merupakan gambaran ilmu
dan keyakian, yang dialami seseorang ketika terbebas dari segala bentuk
kesibukan fisik dengan tidur. Itu semua adalah batil dan mustahil terjadi.
Tidak ada satu jiwa pun yang bisa mengetahui urusan-urusan semacam ini, yang
dikabarkan oleh orang yang sudah meninggal dunia. Tidak pernah terlintas di
dalam benaknya dan tidak ada tanda maupun isyarat tentangnya meskipun kami
tidak mengingkari bahwa sebagian di antaranya memang terjadi.
Sesungguhnya,
di antara mimpi itu ada yang terjadi karena pengaruh bisikan jiwa dan gambaran
keyakinan. Bahkan, kebanyakan orang yang bermimpi hanyalah pengaruh hayalan
jiwanya, baik sesuai maupun yang tidak sesuai dengan kenyataan. Sesungguhnya,
mimpi itu ada tiga macam: (1) mimpi yang datangnya dari setan, (2) mimpi yang
datangnya dari Allah, (3) mimpi yang datangnya dari hayalan jiwa.
Mimpi
yang benar (ru'yah shalihah) itu ada beberapa macam, di antaranya sebagai
berikut.
Ilham
yang Allah sampaikan ke dalam hati seorang hamba. Ini merupakan kalam
(perkataan) yang Alah firmankan kepada hamba-Nya ketika sedang tidur. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan Ubadah bin Shamit dan yang lainnya.
Permisalan
yang disampaikan oleh malaikat penyampai mimpi kepada hamba, yang memang
ditugaskan untuk itu.
Ruh
orang yang sedang tidur bisa bertemu dengan ruh orang yang sudah meninggal
dunia, baik dari keluarga, kerabat, maupun temannya, bahkan orang lain
sebagaimana yang telah kami sampaikan sebelumnya.
Naiknya
ruh ke hadapan Allah lalu Allah berfirman kepadanya.
Masuknya
ruh ke dalam surga lalu melihat segala yang ada di sana dan sebagainya.
Bertemunya
ruh orang yang masih hidup dengan ruh orang yang sudah meninggal dunia termasuk
jenis mimpi yang benar seperti yang dialami banyak orang dan termasuk perkara
yang dapat dirasakan. Hal ini memang termasuk perkara yang masih membingungkan
manusia. Ada yang mengatakan bahwa semua ilmu itu terpendam di dalam jiwa.
Pasalnya, kemampuan ilmu hanya terkait dengan alam nyata maka ia terhalang
untuk mengetahui ruh.
Jika
seseorang terbebas dari segala kesibukan karena tidur, ia bisa bermimpi menurut
kesiapannya. Ketika kebebasannya dari segala kesibukan dengan kematian lebih
sempurna, ilmu dan pengetahuannya dalam hal ini tentu lebih sempurna.
Dalam
hal ini, ada sisi benar dan sisi salahnya sehingga tidak ditolak semuanya dan
tidak juga diterima semuanya. Kebebasan jiwa untuk melihat ilmu dan
pengetahuan, tidak bisa diperoleh tanpa kebebasan itu. Namun, jika jiwa itu
benar-benar bebas, ia tidak bisa melihat ilmu Allah yang disampaikan kepada
rasul-Nya secara rind tentang rasul-rasul dan umat-umat terdahulu, tentang hari
Kiamat, perintah dan larangan, asma dan sifat, dan perkara lainnya yang tidak
bisa diketahui, kecuali melalui wahyu. Akan tetapi, kebebasan jiwa ini bisa
membantu pengetahuan tentang semua itu, yang relatif bisa dipastikan dengan
cara yang mudah, dekat, dan banyak, tanpa harus membawa jiwa pada aktivitas
jasad.
Ada
yang berpendapat bahwa semua ini merupakan ilmu yang disampaikan kepada jiwa
secara spontan, tanpa ada sebabnya. Ini merupakan pendapat orang orang yang
biasa mengingkari sebab, hukum, dan kekuatan. Ini termasuk pendapat yang
bertentangan dengan syariat, akal, dan fitrah.
Adapula
yang berpendapat bahwa mimpi itu merupakan perumpamaan yang disampaikan Allah
kepada hamba-Nya, tergantung pada kesiapannya dan malaikat yang menangani
mimpi. Terkadang, mimpi berupa perumpamaan yang disampaikan seseorang sehingga
sesuai dengan kenyataan, berdasarkan ilmu, dan pengetahuannya.
Pendapat
ini terlihat lebih kuat dari dua pendapat sebelumnya. Namun, mimpi tidak hanya
sebatas itu. Ada sebab-sebab lain seperti yang sudah disebutkan di atas, yaitu
menggambarkan pertemuan beberapa ruh-yang satu menggambarkan kepada yang lain,
adanya bisikan malaikat ke dalam hati hamba, dan pengetahuan ruh tentang segala
sesuatu tanpa adanya sarana apa pun.
Abu
Abdullah bin Mandah al-Hafizh menyebutkan di dalam kitab An-Nafs wa ar-Rub,
dari hadis Muhammad bin Humaid, Abdurrahman bin Maghra' ad-Dausi telah
menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ajlan, dari Salim bin Abdullah, dari
ayahnya, ia berkata, "Umar bin Khaththab bertemu Ali bin Abi Thalib lalu
Umar berkata kepadanya: 'Wahai Abu Hasan, mungkin engkau menyaksikan, sedangkan
kami tidak ada atau kami menyaksikan dan engkau tidak ada. Ada tiga hal yang
akan aku tanyakan kepadamu, mungkin engkau mengetahui sebagian darinya.'
Ali
bin Abi Thalib bertanya: 'Perkara apa yang engkau maksud itu?'
Umar
bin Khaththab menjawab: 'Seseorang mencintai orang lain, padahal orang yang
mencintai itu tidak melihat suatu kebaikan pun dari orang yang dicintainya. Dan
seseorang membenci orang lain, padahal orang yang membencinya itu tidak melihat
satu keburukan pun dari orang yang dibencinya.'
Ali
berkata: 'Benar, aku mendengar Rasulullah bersabda: 'Sesungguhnya, ruh-ruh itu
seperti pasukan berkumpul yang bertemu di udara dan mereka berusaha untuk
saling mengenali seperti kuda yang mengendus temannya. Jika ruh-ruh itu saling
mengenal, ia akan bersatu dan jika ruh-ruh itu tidak saling mengenal, ia akan
berberpisah.'
Umar
berkata: 'Itu yang pertama.'
Lalu
Umar melanjutkan perkataannya: 'Seseorang menyampaikan hadis, padahal ia lupa
dan justru pada saat lupa itulah ia menyebutkan hadis tersebut.
Ali
berkata: 'Benar, aku pemah mendengar Rasulullah bersabda: 'Tidaklah ada di
dalam hati itu selain ada satu hati yang terhalang mendung yang menghalangi rembulan
ketika rembulan itu bersinar. Jika rembulan itu terhalang mendung, keadaan
menjadi gelap. Jika mendung itu menghilang, keadaan menjadi terang. Ketika hati
itu hendak memberitahukan lalu terhalang mendung, ia menjadi lupa. Jika mendung
itu menyingkir, ia menjadi ingat kembali.'
Umar
berkata: 'Itu yang kedua.'
Lalu
Umar melanjutkan perkataannya: 'Seseorang bermimpi di antara mimpinya itu ada
yang benar dan ada pula yang dusta.'
Ali
berkata: 'Benar, aku pemah mendengar Rasulullah bersabda: 'Tidaklah seseorang
tidur lelap, melainkan ruhnya dibawa ke Arsy, yang tidak bangun sebelum tiba di
Arsy maka itulah mimpi yang benar. Adapun yang bangun sebelum tiba di Arsy maka
itulah mimpi yang dusta.'
Umar
berkata: 'Itulah tiga perkara yang selama ini aku cari jawabannya. Segala puji
bagi Allah yang telah membuatku mengetahuinya sebelum aku mati'."
Baqiyyah
bin Walid berkata, "Shafwan bin Amr telah menceritakan kepadaku, dari
Sulaim bin Amir al-Hadrami, ia berkata, "Umar bin Khaththab berkata: 'Aku
heran terhadap mimpi seseorang melihat sesuatu yang tidak pemah terlintas di dalam
pikirannya hingga ia seperti memegang tangan dan melihat sesuatu, padahal
sebenarnya tidak.' Maka Ali bin Abi Thalib berkata: 'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya
Allah e telah berfirman: 'Allah memegang nyawa (seseorang) pada
saat
kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika tidur; maka Dia tahan
nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang
lain sampai waktu yang ditentukan.' (QS. Az-Zumar: 42)
Ali
melanjutkan: 'Ruh-ruh itu dibawa naik (ke langit) ketika tidur dan apa yang
dilihat ketika ia berada di langit maka itu adalah benar. Ketika ruh itu
dikembalkan ke jasadnya, setan bertemu dengan ruh itu di udara lalu
mendustakannya. Maka mimpi yang dilihatnya pada saat itu adalah batil'."
Sulaim bin Amir berkata, "Maka Umar bin Khaththab terkagum atas perkataan
Ali itu." Menu.rut lbnu Mandah, ini adalah kabar yang masyhur dari Shafwan
bin Amr dan lainnya, yang juga diriwayatkan dari Abu Darda'.
Ath-Thabrani
menyebutkan hadis dari Ali bin Thalhah bahwa Abdullah bin Abbas berkata kepada
Umar bin Khaththab, "Wahai Amirul Mukminin, ada beberapa masalah yang
ingin aku tanyakan kepadamu." Umar menjawab, "Bertanyalah
semaumu."
Abdullah
bin Abbas berkata, "Wahai Amirul Mukminin, karena apa seseorang itu
menjadi ingat? Karena apa seseorang lupa? Mengapa mimpi itu benar? Dan mengapa
mimpi itu dusta?"
Maka
Umar berkata kepadanya, "Sesungguhnya, di atas hati itu ada awan, seperti
halnya awan yang menu.tu.pi rembulan. Jika awan ini menu.tu.pi hati, hati anak
Adam menjadi lupa. Jika awan itu hilang, hati yang sebelumnya lupa menjadi
ingat.
Namun, mengapa mimpi itu menjadi benar dan dusta? Sesungguhnya, Allah telah
berfirman: 'Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang)
yang belum mati ketika dia tidur.' (QS. Az-Zumar: 42) Siapa yang ruhnya masuk
ke kerajaan langit maka itu adalah mimpi yang benar dan jika tidak masuk ke
kerajaan langit, itu mimpi yang dusta."
lbnu
Luhai'ah meriwayatkan dari Utsman bin Nu'aim ar-Ru'aini, dari Abu Utsman
al-Asbbahi, dari Abu Darda, ia berkata, "Jika seseorang tidur, ruhnya
dibawa naik hingga sampai ke Arsy. Jika ruh itu sud, diperkenankan untuk sujud
di sana. Adapun jika ruh itu kotor, tidak diperkenankan sujud di sana."
Ja'
far bin Aun meriwayatkan dari Ibrahim al-Hajari, dari Abu Ahwash, dari Abdullah
bin Mas'ud, ia berkata, "Sesungguhnya, ruh-ruh itu seperti pasukan yang
berkumpul (bertemu) dan mengendus untuk mengenali seperti kuda yang mengendus
temannya. Jika ruh-ruh itu saling mengenal, ia akan bersatu dan jika ruh-ruh
itu tidak saling mengenal, ia akan berpisah."
Sejak
dulu hingga sekarang, orang-orang tentu menyadari akan hal ini dan
menyaksikannya. Jamil bin Ma'mar al-Udzri berkata dalam syaimya, "Waktu
siang terus bergolak hingga malamnya Ruhku dalam haribaan yang menyatu dengan
ruhnya."
Adapun
yang berkata, "Orang yang tidur bisa mimpi berbincang-bincang dengan orang
lain yang masih hidup, mungkin jarak antara keduanya cukup jauh. Adapun orang
yang dilihat dalam mimpinya itu dalam keadaan terjaga (tidak tidur) sehingga
ruhnya tidak berpisah dari jasadnya lalu bagaimana ruh keduanya bisa saling
bertemu?'
Hal
ini dapat dijawab, "Mungkin, ini merupakan gambaran yang diberikan
malaikat berupa mimpi kepada orang yang sedang tidur atau khayalan dari orang
yang mimpi itu sendiri, seperti yang dikatakan Habib bin Aus dalam syaimya, 'Waspadai
kepalsuan yang mendatangimu, Karena bisikan-bisikan yang datang dari hatimu.'
Terkadang
ada dua ruh yang selaras dan hubungan antara keduanya sangat erat sehingga
tiap-tiap dari keduanya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh temannya. Jika
tidak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh temannya meski ada kedekatan
hubungan antara mereka berdua, sungguh orang-orang telah menyaksikan pada hal
itu kejadian yang aneh.' Maksudnya, ruh orang-orang yang masih hidup dapat
saling bertemu sebagaimana ruh orang yang hidup dapat bertemu dengan ruh orang
yang sudah meninggal.
Sebagian
ulama salaf mengatakan, "Sesungguhnya, ruh-ruh itu saling bertemu di udara
lalu saling mengenal dan saling mengingat. Kemudian malaikat mimpi mendatangi
ruh itu dengan membawa kabar baik atau kabar buruk. Mereka mengatakan: 'Allah 6
telah mengutus malaikat untuk membawa mimpi yang benar, mengajarkan, dan
mengilhamkan kepadanya pengetahuan tentang setiap ruh, namanya, keadaannya yang
berkaitan dengan agama dan dunianya, tabiat dan pengetahuannya, sehingga tidak
ada yang tersamar dan tidak ada yang salah dalam hal ini.'
Malaikat
itu membawa lembaran ilmu gaib Allah dari Ummul Kitab, tentang apa yang akan
menimpa orang itu meliputi kebaikan dan keburukannya, baik dalam agama maupun
dunianya. Orang itu diberi gambaran dan perumpamaan sesuai dengan kebiasaannya.
Terkadang diberi kabar gembira dengan kebaikan yang telah dilakukannya, diberi
peringatan dari kemaksiatan yang pemah dilakukannya, diberi peringatan terhadap
sesuatu yang tidak disenangi, dan sebab-sebab yang bisa menghindarkan diri
darinya serta hikmah atau kemaslahatan lain yang Allah jadikan di dalam mimpi,
sebagai limpahan nikmat dan rahmat-Nya serta kebaikan dan kemurahan-Nya.Allah
menjadikan salah satu caranya adalah melalui pertemuan ruh-ruh yang kemudian
saling mengingat dan mengenali.
Berapa
banyak orang yang bertobat, menjadi baik, zuhud di dunia, dan ber
sunguh-sungguh pada akhirat hanya karena mimpi yang dialaminya dalam tidur.
Berapa banyak orang yang menjadi kaya, mendapatkan harta simpanan atau harta
terpendam melalui (petunjuk) mimpi."
Dalam
kitab Al-Mujalasah karya Abu Bakar Ahmad bin Marwan al-Maliki disebutkan dari
lbnu Qatadah, dari Abu Hatim, dari al-Ashma'i dari al-Mu'tamir bin Sulaiman,
dari seseorang yang memberitahukan kepadanya, ia berkata: "Suatu ketika,
kami mengadakan perjalanan jauh. Kami berjumlah tiga orang. Ketika salah
seorang di antara kami tidur, kami melihat sesuatu seperti sebuah lampu keluar
dari hidungnya. Selanjutnya, sesuatu yang menyerupai lampu itu masuk ke sebuah
gua yang berada tidak jauh dari tempat kami lalu cahaya seperti lampu itu
keluar lagi dan masuk kembali ke dalam hidung teman kami. Lalu teman kami
terbangun dan mengusap-usap mukanya. Ia berkata: 'Aku baru saja mimpi yang
sangat menakjubkan. Aku melihat di dalam gua itu ada ini dan ini.' Maka, kami
pun masuk ke gua itu dan kami mendapatkan di dalamnya sisa-sisa harta
simpanan."
Abdul
Muththalib juga pemah bermimpi agar dirinya mendatangi air zamzam.
Dan
ia pun mendapatkan harta terpendam di tempat itu.
Umair
bin Wahb pemah bermimpi dan dalam mimpi itu ada yang berkata kepadanya,
"Bangun dan pergilah ke suatu rumah pada bagian ini dan itu lalu galilah
maka engkau akan mendapatkan harta peninggalan ayahmu!" Ayahnya memang
pemah menimbun hartanya yang melimpah dan meninggal dunia sebelum berwasiat
atas harta itu. Maka, Umair pun bangun dari tidurnya dan langsung menggali
tempat-tempat yang ada di rumah tersebut seperti yang dikabarkan dalam mimpinya.
Ia mendapatkan 10.000 dirham dan emas yang sangat banyak. Dengan uang itu, ia
bisa melunasi utangnya. Keadaannya dan keluarganya pun menjadi lebih baik. Hal
itu terjadi tidak lama setelah ia masuk Islam. Maka, putrinya yang paling kecil
berkata kepadanya, "Wahai ayah, Tuhan kita yang telah mencintai kita
dengan agama-Nya, lebih baik daripada Hubal dan Uzza. Kalau tidak karena ayah
masuk Islam, Allah tidak akan mewariskan harta benda ini kepadamu. Ayah hanya
akan menyembah Hubal dan tidak mendapatkan kebaikan."
Ali
bin Abi Thalib al-Qairawani al-Abir berkata, "Apa yang terjadi pada Umair ini
dan ditemukannya harta terpendam melalui petunjuk mimpi merupakan kejadian yang
sangat mengagumkan bagi kami dan kami saksikan pada zaman kami di kota kami,
yang dialami oleh Abu Muhammad Abdullah al-Bughanisi. Ia adalah seorang
laki-laki saleh dan terkenal karena sering mimpi bertemu dengan ruh orang-orang
yang sudah meninggal dan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang gaib. Apa
yang dialaminya itu diceritakan kepada keluarga dan kerabatnya sehingga akhimya
lama menjadi terkenal.
Pada
suatu hari ada seseorang yang datang kepadanya lalu mengadu bahwa teman
dekatnya meninggal dunia tanpa berwasiat apa pun. Padahal, teman dekatnya itu
memiliki harta yang banyak, tetapi tidak diketahui di mana tempatnya. Siapa
tahu hartanya itu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan. Maka pada malam harinya Abu
Muhammad berdoa kepada Allah sehingga ia mimpi bertemu dengan orang yang
ciri-cirinya telah disebutkan. Lalu ia menanyakan perkara yang disampaikan
kepadanya dan orang yang sudah meninggal tersebut memberitahukannya."
Di
antara kelebihan yang dimiliki Abu Muhammad terkait dengan mimpi adalah
sebagaiman yang dikisahkan dalam riwayat berikut. Ada seorang wanita salehah
meninggal dunia. Ia mempunyai uang 7 dinar yang dititipkan. Wanita yang
dititipi hartanya itu datang kepada Abu Muhammad dan mengadu tentang apa yang
menimpa dirinya. Wanita itu memberitahukan namanya dan nama wanita yang telah
meninggal dunia. Keesokan harinya, wanita itu datang lagi kepada Abu Muhammad
dan Abu Muhammad berkata kepadanya, "Fulanah (wanita yang sudah meninggal)
telah berpesan untukmu: 'Hitunglah dari atap rumahku sebanyak tujuh kayu,
engkau akan mendapatkan uang dinar di dalam atap kayu yang ketujuh, yang tersimpan
di dalam sobekan kain wol!' Lalu wanita itu melakukan apa yang diperintahkan
kepadanya dan ia benar-benar mendapatkan uang dinar itu seperti yang dikatakan
temannya yang telah meninggal dunia itu.
Al-Qairawani
juga menceritakan bahwa ia diberitahu seseorang. Orang itu berkata, "Aku
dibayar oleh seorang wanita kaya untuk merobohkan rumahnya. Padahal, rumahnya
itu dibangun dengan biaya yang sangat mahal. Ketika aku akan merobohkan
rumahnya, ia menyuruhku untuk menghentikannya, juga atas persetujuan beberapa
orang yang ada di sekitamya. Aku bertanya: 'Ada apa?' Wanita pemilik rumah itu
menjawab: 'Demi Allah, menurutku tidak perlu merobohkan rumah ini. Ayahku sudah
meninggal dunia. Ia adalah orang yang kaya raya, tetapi kami tidak mendapatkan
harta yang banyak. Suatu saat aku berpikir bahwa hartanya dipendam sehingga aku
akan merobohkan rumah ini, siapa tahu aku mendapatkan harta itu di dalamnya.'
Sebagian
orang yang hadir di tempat itu berkata: 'Mengapa engkau tidak menggunakan cara
yang paling mudah untuk mengetahui harta itu.' Wanita itu bertanya: 'Cara apa
itu?'
Mereka
menjawab: 'Temuilah fulanah dan mintalah tolong kepadanya agar mencarikan jalan
keluar dari kisahmu, siapa tahu ia mimpi bertemu dengan ayahmu sehingga ia bisa
menunjukkan di mana harta ayahmu. Dengan begitu, engkau tidak perlu bersusah
payah dan tidak repot.'
Wanita
pemilik rumah itu menemui orang yang dimaksud dan kembali lagi menemui kami. Ia
mengatakan bahwa ia telah menulis namanya dan nama ayahnya, yang kemudian
diserahkan kepada orang tersebut.
Keesokan
harinya ketika aku hendak memulai kerja, wanita pemilik rumah itu datang dari
rumah orang tersebut seraya berkata: 'Sesungguhnya, orang itu telah berkata
kepadaku: 'Aku mimpi bertemu ayahmu yang mengatakan bahwa harta itu tersimpan
di dalam sebuah celukan tanah'.' Maka kami pun mulai menggali tanah seperti
yang ditunjukkan dan aku mendapatkan sebuah bungkusan kain, temyata bungkusan
itu berisikan banyak harta.
Kami
pun sangat heran dengan kejadian ini. Namun, wanita pemilik rumah itu
menganggap bahwa harta yang ditemukan itu masih terlalu sedikit. Lalu ia
berkata: 'Harta ayahku lebih banyak dari yang kita temukan ini.Aku harus
menemui orang itu lagi.' Maka wanita pemilik rumah itu mendatangi orang
tersebut dan memohonnya sekali lagi.
Pada
keesokan harinya perempuan pemilik rumah itu datang seraya menceritakan bahwa
orang itu berkata kepadany: 'Sesungguhnya, ayahmu telah berkata kepadaku:
'Galilah di bawah kolam besar yang bentuknya empat persegi yang dijadikan
tempat penyimpanan minyak'!' Aku pun menggali tempat itu dan mendapatkan wadah
besar. Lalu wanita pemilik rumah itu mengambilnya. Akan tetapi, wanita itu
belum juga puas dan masih ingin harta yang lain lagi dari peninggalan ayahnya.
Maka ia meminta pertolongan lagi kepada orang tersebut. Namun, ketika datang
dari tempatnya, ia tampak muram dan sedih seraya berkata bahwa orang itu
mengatakan bahwa ia mimpi bertemu ayah dan ayah berkata kepadanya: 'Ia telah
mengambil apa yang telah ditetapkan. Adapun harta lainnya diduduki ifrit dari
jin, yang menjaganya dan hendak diberikan kepada siapa yang berhak'."
Kisah
seperti di atas sangat banyak. Begitu juga penggunaan obat untuk meng obati
penyakit menurut petunjuk mimpi yang dilihat ketika tidur juga sangatlah
banyak.
Aku
(Ibnul Qayyim) diberitahu tidak hanya oleh satu orang yang tidak condong kepada
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah bahwa ia bertemu dengan Ibnu Taimiyyah setelah
beliau meninggal. Dalam mimpinya itu, ia bertanya tentang beberapa masalah
farai'dh dan masalah lainnya yang dianggapnya rumit. Pertanyaannya pun dijawab
dengan benar oleh Syekhul Islam. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
masalah ini bukan termasuk perkara yang diingkari, kecuali oleh orang yang
tidak mengerti masalah ruh, hukum-hukum, dan keadaannya.
0 Comment