Beliau merupakan salah
seorang ulama besar
Minangkabau, seorang pejuang
pendidikan, agama dan kemerdekaan yang dikenal luas. Dalam perjuangan keagamaan di awal abad XX beliau dikenal sebagai
salah satu Ulama muda, namun tidak seperti
temannya Dr. Abdul Karim Amarullah
yang berwatak keras, Syekh Ibrahim
Musa terkemuka sebagai
ulama yang moderat,
tidak terlalu membesar-besarkan khilafiyah . [1] Salah satu cerminan kepribadian beliau itu dapat dilihat dari salah satu ungkapannya, “Matangkan dulu satu-satu, baru ambil yang lain sebagai pembanding” , sebuah ungkapan dalam belajar agama harus belajar satu-satu dulu, misalnya belajar Fiqih Syafi'i saja , setelah matang baru belajar fiqih dari mazhab yang lain sebagai bandingan. Beliau, Syekh Ibrahim Musa, kemudian mendirikan Sumatera Tawalib bersama teman-temannya Inyiak
Rasul dan Syekh Abbas Abdullah. Twalib Parabek, sebuah pesantren yang dimulai dari Halaqah gaya lama itu kemudian terkenal luas, banyak mengeluarkan tokoh-tokoh penting dalam perjalanan sejarah.
Syekh Ibrahim Musa lahir pada tahun 1882 di Parabek, sebuah kampung
yang asri dikaki gunung Merapi dan Singgalang. Dimasa kecilnya beliau telah mulai merantau untuk menimba ilmu agama. Tempat beliau tujuan yang mula sekali adalah Pariaman, tepatnya kepada Syekh Mato Air Pakandangan. Tak kurang dari setahun beliau menimba ilmu Nahwu dan Sharaf kepada Buya Mato Air. Kemudian beliau melanjutkan pengembaraan menuntut ilmunya kepada Tuanku Angin di Batipuah
Baruah. Selang beberapa
lama beliau melanjutkan menuntut ilmu ke Batu Tebal. Kemudian dilanjutkan pula kepada Syekh Abbas Qadhi di Ladang Laweh. Setelah Ladang Laweh, tempat yang dia kunjungi kemudian adalah Biaro, yaitu kepada Syekh Abdus Shamad. Setelah itu beliau melanjutkan kaji kepada Syekh Jalaluddin Sungai
Landai. Selanjutnya kepada Syekh
Abdul Hamid Tanjuang Ipuah Payakumbuh (w. 1923). Setelah dua tahun di Tanjuang Ipuah, beliau kemudian
berangkat ke Mekah, untuk melaksanakan Haji dan menambah ilmu kepada beberapa ulama terkemuka di Tanah Suci tersebut.
Di Mekah beliau melanjutkan pelajaran kepada beberapa ulama besar, seumpama kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Muhammad Jamil Jambek, Syekh Mukhtar al-Jawi
dan Syekh Yusuf al-Hayyat. Syekh Ibrahim Musa bermukim di Mekah selama enam setengah
tahun. Pada tahun 1908 beliau kembali ke kampung beliau, Parabek. Sekembalinya dari Tanah Suci, Syekh Ibrahim Musa kemudian membuka pengajian Halaqah . Beberapa saat membuka pengajian di Parabek, juga telah memiliki murid-murid yang cukup banyak, dia merasa terpanggil kembali untuk berlayar
ke Mekah al-Mukarramah. Maka kembali untuk kedua kalinya dia berangkat ke Mekah bersama dengan anak dia, Thaher Ibrahim. Pada tahun 1917 beliau kembali
ke Parabek, kemudian
lansung membenahi Halaqah yang telah lama ditinggalkan. Halaqah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Sumatera Thawalib Parabek.
Syekh Ibrahim Musa wafat pada tahun 1963 setelah menghabiskan umur beliau untuk berjuang dilapangan agama, pendidikan dan kemerdekaan. Beliau wafat meninggalkan Sumatera Thawalib Parabek,
sebuah Pesantren yang harum namanya
hingga saat ini. selain
itu beliau juga meninggalkan karya tulis yang mempunyai dedikasi
yang cukup tinggi dan mencerminkan kealiman beliau selaku ulama yang mumpuni.
Diantara karya-karya beliau sebagai berikut:
1) Hidayatus
Shibyan ila Risalah
Syekh Syuyukhuna Sayyid
Ahmad Zaini Dahlan
Kitab ini ditulis sebagai komentar
( syarh ) terhadap kitab Sayyid
Ahmad Zaini Dahlan
(Mufti Syafi'i di Mekah pada abad XIX) yang berbicara
tentang ilmu Bayan (Stilistika Bahasa Arab). Sebagai sebuah ilmu yang berkaitan tentang aspek-aspek keindahan bahasa Arab yang begitu urgen untuk
memahami sastra-sastra bahasa Arab, ilmu Bayan menjadi salah satu mata pelajaran penting di sekolah-sekolah agama, apakah itu dari Madrasah-madrasah Perti maupun dari sekolah-sekolah Thawalib
sendiri. Karya Syekh Ibrahim Musa Parabek ini menjadi salah satu referensi yang cukup mumpuni dalam bidang kajian ini. untuk memudahkan para pelajar agama dalam memahami kajian Bayan yang cukup
rumit, Syekh Ibrahim
Musa menulis penjelasan terhadap karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam bidang Bayan.
Perlu diketahui bahwa karya-karya Sayyid Ahmad Zaini sangat dikenal dalam kepustakaan keagamaan di Indonesia. Sang Mufti banyak mengarang risalah-risalah pendek dalam berbagai
bidang keilmuan Islam. Tak jarang karena ringkasnya karya-karya itu membuat pelik bagi sebahagian pelajar
yang baru belajar,
oleh sebab itu memberi ulasan ( syarh )
terhadap karya-karya itu merupakan langkah
yang tepat untuk memudahkan aspirasi belajar
para murid. Inilah salah satu Usaha Syekh Ibrahim Musa Parabek.
Isi kitab ialah ialah tentang aspek-aspek ilmu Bayan, seperti Tasybih, Majaz, Isti'arah dan Kinayah. Penjelasan terhadap topik-topik ini diberikan dengan runtun, dilengkapi dengan contoh-contoh pemakaiannya dalam bahasa Arab, apakah dari kalimat-kalimat atau nazhm-nazhm Arab kuno.
Pada sampul kitab yang dikutip sebuah hadis berupa amar (perintah) Nabi Muhammad SAW. Untuk belajar
bahasa Arab. Terjemahan hadis tersebut berbunyi: “Pelajarilah olehmu Bahasa Arab, karena Bahasa Arab itu ialah Kalam Allah” . [ 2 ] Hal ini mengingatkan pembaca betapa pentingnya mempelajari bahasa Arab . bahasa Arab tak akan mungkin dikuasai tanpa memperlajari fan (vak) Arabiyah,
dan
ilmu Bayan adalah
salah satu dari ilmu Arabiyah tersebut.
2)
Ijabatus Suul fi Syarh Husulul
Ma'mul
Kitab Hushulul Ma'mul merupakan salah satu teks klasik mengenai ilmu Ushul Fiqih. Layaknya teks klasik yang ditulis dengan gaya bahasa yang musykil , sering membuat para pelajar kesulitan dalam memahami karya ini. sedangkan karya ini menjadi salah satu buku daras dalam ilmu ushul, dan ilmu ushul merupakan salah satu prioritas keilmuan dikalangan sekolah-sekolah agama. Melihat
kenyataan
ini, Syekh Ibrahim
Musa sebagai salah satu pendidik
agama merasa perlu untuk mengatasi
kepelikan kitab Hushulul Makmul , agar para pelajar terbantu dalam menelaah kitab ini. Syekh Ibrahim kemudian menulis penjelasan kitab Hushulul Ma'mul dengan judul Ijabatus Suul fi Syarh Hushulul Ma'mul (jawaban soal dalam memberikan pejelasan kitab Hushulul Ma'mul ). Syarh yang ditulis Syekh Ibrahim ini tersidi dari
beberapa jilid terhadap kitab ini.
Ijabatus Suul membuka pembicaraannya dengan memberikan Had (defenisi) Fiqih dan Ushul . Kemudian baru melangkah dalam menjelaskan materi-materi Ushul seperti tentang Amar, Nahi, Mani', Qiyas, Ijma' dan lainnya, lengkap dengan kaidah-kaidah baku dalam bidang keilmuan ini. [3]
Ijabatus Suul dicetak pada Drukkerij Bandezt,
Padang Panjang, pada tahun 1934. Dicetak atas biaya dari Muhammad Thayyib Ibrahim.
Disamping 2 karya diatas,
Syekh Ibrahim Musa juga menulis beberapa kitab lainnya, diantaranya kitab al-Hidayah dalam ilmu Tauhid. Diantara karya-karya itu adapula yang masih berbentuk manuskrip.
[1] Meski beberapa kali Syekh Ibrahim juga terlibat dengan masalah- masalah yang diperdebatkan kaum Muda, seperti soal meniga hari kematian hingga menyeratus hari. Pernah satu kali beliau dijalang oleh seorang ulamabesar di Pariaman , Syekh Sidi Talua Ampalu Tinggi, untuk bermutharahahdalammasalahini. KeterangandariBuyaMuhammadnAngkuPanjangKiambang,26April 2011.
[2] Syekh Ibrahim Musa Parabek,HidayatusShibyan'alaRisalahSyekhSyuyukhinaSayyidAhmadZainiDahlan(FortdeKock:DrukkerijBaroe,t.th)sampulhalaman
[3] Lihat SyekhIbrahim Musa Parabek,Ijabatus Suul fi Syarh Hushulul Ma'mul (Padang Panjang: Drukkerij Bandezt, 1934)
0 Comment