H. Abdullah Ahmad dikenal sebagai seorang pembaharu pendidikan di Minangkabau, disamping sebagai ulama yang tergolong kaum muda. Selain itu nama beliau juga tenar di dunia pers di awal kebangkitannya pada paroh pertama abad XX. Drukkerij Al-Moenir yang didirikannya di Padang, berikut majalah “al-Moenir” yang dipimpinnya membuat nama beliau semakin melambung, hal ini ditambah dengan tulisan- tulisannya
yang dipandang melawan arus, menghebohkan kalangan kaum Tua. Di bidang pendidikan, beliau termasuk salah seorang inovator ulung, hal ini dibuktikan dengan Sekolah Adabiyah (1909) dan PGAI (1918) yang didirikannya, memperoleh nama, dan terbukti tegak meski digerus masa.
H. Abdullah Ahmad lahirkan di Padang Panjang pada tahun 1979. dari segi nasab beliau dikenal sebagai turunan ulama. Ayahnya, meskipun sebagai pedagang kain Bugis merupakan seorang yang kental beragama, begitu pula pamannya Syekh Abdul Halim atau yang lebih dikenal dengan nama Syekh Gapuak, pendiri Mesjid Ganting, merupakan seorang alim . Hal ini
begitu mendorong jejak langkahnya untuk menuntut ilmu. Dari segi pengembaraan intelektualnya. Disamping melalui surau- surau yang saat itu bertebaran, beliau juga menyempatkan diri menuntut ilmu kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Mekkah untuk beberapa waktu. [1]
Beliau mempunyai persinggungan yang kuat dengan ide pembaharuan dari Mesir, yang nampaknya begitu beliau gandrungi semasa menuntut ilmu, sehingga pemikiran-pemikiran Abduh dan Rasyid Ridha benar-benar menjadi pendorong untuk-nya dalam usaha pembaharuan ala-Kaum Muda, yang untuk kemudian, Tim dari Universitas al- Azhar Kairo, memilihnya menjadi
penerima Doktor Honoris
Causa, salah satu alasannya ialah karena pemikirannya yang sejalan dengan
pembaharu Mesir itu.
Sekembalinya dari Mekkah, beliau mulai mengabdikan dirinya untuk dakwah. Pada mulanya dia mengajar di Surau Jembatan Besi Padang Panjang, masih dengan sistem lama, berhalaqah . Tak berapa lama beliau dengan cara lama beliau pindah ke Padang. Oleh karena hangatnya
masalah-masalah perasaan Kaum Tua dan Kaum Muda kala itu, beliau pun ikut andil, dan menjadi tokoh ulama Kaum Muda di Minangkabau, disamping H. Abdul Karim Amarullah, sahabat karibnya. Arena-arena debat yang saat itu mulai menjamur, menjadi
lahan baginya untuk membuat pemikiran pembaharuannya. Salah satunya rapat di Padang yang terjadi
pada tahun 1919, dimana dialah
yang menjadi moderatornya. Disamping dalam arena mudzakarah tersebut, pemikirannya tertuang dalam majalah “al-Moenir”, yang kemudian menjadi harum dikalangan ulama-ulama Muda di Sumatera.
Selain dalam Majalah
tersebut, H. Abdullah
Ahmad, juga menuangkan gagasannya dalam bentuk buku. Berbeda dengan ulama-ulama seangkatannya, buku-bukunya terbilang
modern, dengan penulisannya dengan huruf latin, padahal teman-temannya menulis dengan aksara bahasa Arab bahasa Melayu.
Diantara buku- bukunya yang masih kita temui saat ini ialah :
1. Tadzkiratul Hoedjdjad : Peringetan bagi mereka jang akan naik Hadji
Buku ini berisi tentang tarikh (sejarah) Mekah, berikut tempat-tempat suci di tanah Haram tersebut.
Dalam mukaddimahnya, beliau mengungkapkan alasan penulisan buku ini karena tidak banyaknya
referensi dalam bahasa Melayu yang menjelaskan tentang
sejarah negeri Mekah, berikut keutamaan tempat-tempat bersejarah di tanah suci ini. Tanah Malaya. Tepatnya di Perak, beliau beroleh
kedudukan sebagai Mufti.
Setelah lama bermukim di Perak, beliau kembali ke kampung halamannya, Minangkabau, pada tahun 1955. Atas permintaan murid-muridnya, Syekh Muhammad Zein kemudian bermukim di Pariaman. Dan wafat pada tahun 1957 dalam Suluk dan Khalwatnya. [2]
Sebagai alim dalam agama, Syekh Muhammad Zein juga menulis beberapa risalah.
Diantaranya ada yang menjadi
seri pengetahuan agama pupuler di tengah masyarakat, beberapa karya lainnya
hanya sempat kita dalam catatan catatan tanpa sempat melihat
lagi rupanya. Satu bantuan pekerjaan itu adalah:
2. Risalah Irsyadul Awam ilal
Islam
Risalah ini berisi tentang pedoman ibadah yang cukup populer ditengah-tengah masyarakat, sehingga karya ini sempat dicetak beberapa kali. Selain menguraikan rukun Islam yang lima, dalam karya ini, Syekh Muhammad
Zein juga menambah
keterangan sebagai pengetahuan pembaca dengan mengutip
beberapa riwayat, kemudian ditambah dengan pilihan do'a-do'a dan beberapa fadhail amal. Risalah ini kemudian diiringi dengan pengetahuan untuk menyelenggarakan mayat dan ditutup dengan satu khatimat serta do'a Nifsu Sya'ban dan Do'a Tahlil . Dengan beberapa
tambahan ini, maka karya Syekh Muhammad Zein merupakan satu risalah lengkap
yang menguraikan tentang ibadah.
Karya ini selesai ditulis pada tanggal 25 Rajab 1331 (1911) di Batusangkar. Risalah
ini kemudian di tashih oleh
Syekh Muhammad Thaib bin Umar Sungayang.
Beberapa karya Syekh Muhammad
Zein lainnya yaitu:
1. Sirajul Muairilal Islam (1918), berisi tentang tanya jawab keislaman.
2. Kasyiful Ghummah (1918), berisi polemik tentang Tarikat.
3. Sirajul Ghulam (1918), tentang dasar-dasar Tauhid dan Fiqih.
0 Comment