Seperti halnya Syekh Ahmad Khatib,
saudara sepupu,[1]Mufti Mekkah itu, Syekh Thaher Jalaluddin lebih betah tinggal
dan meniti karir keulamaannya
di tanah seberang, jauh dari kampung halamannya Minangkabau. Syekh Thaher ialah seorang ulama terkemuka,
masyhur selaku ahli Falaq Asia Tenggara dan Beliau dikenal pula sebagai salah satu tokoh penebar angin pembaharuan setelah
Syekh Ahmad Khatib.
Beliau dilahirkan pada tahun 1869, di Ampek Angkek Bukittinggi. Pada tahun 1880 Syekh Thaher
berangkat ke Mekah untuk menuntut
ilmu. Tak kurang selama 13 tahun beliau menghabiskan
waktu, belajar di Mekah (1880-1893). Tak puas
dengan ilmu yang diperolehnya di Mekah, beliau melanjutkan pengembaraan intelektual beliau ke Mesir, tepatnya di al-Azhar. Disini beliau bermukim
selama 3 tahun. Kemudian beliau
kembali ke Mekah, dan pada tahun 1998, beliau meninggalkan Mekah dan menetap
di Malaya.[2] Karena dedikasinya, beliau
sempat diamanahi sebagai Mufti Perak, tapi tawaran itu kemudian diletakkannya, lalu beliau mendirikan sekolah Agama di Johor.
Dari tanah Malaya itu, tepatnya
Singapura, Syekh Thaher Jalaluddin
menerbitkan Majalah al-Imam. Majalah
ini menjadi terkenal, sebab majalah ini menjadi corong menyuarakan pembaharuan ala Muhammad
Abduh (Mesir).[3] Hal ini menjadi wajar, sebab Syekh Thaher pernah bersinggungan langsung dengan
Muhammad Abduh dan Majalah al-manar-nya
sewaktu di Mesir. Al-Imam kemudian menginspirasi kaum Muda Minangkabau untuk berbuat hal serupa,
yakni menerbitkan al- Moenir di Padang.
Syekh Thaher juga dikenal sebagai seorang ulama yang
produktif. Beberapa karya telah mampu dihasilkannya dalam berbagai bidang, di antaranya Falaq dan
tulisan-tulisan untuk menanggapi isu-isu
agama yang beredar kala itu. Diantara karya beliau yang dapat diidentifikasi ialah:
1)
Perisai Orang
Beriman, Pengisai Mazhab Orang Qadiyan
Karya ini merupakan
satu bantahan keras terhadap Ahmadiyah Qadiyani yang saat itu hangat
diisukan karena mulai masuk ke tanah
Melayu. Menurut keterangan Hamka, Ahmadiyah masuk ke negeri Minangkabau di era-20-an, dibawa oleh beberapa
murid Thawalib Padang
Panjang setelah berguru kepada
juru dakwah Ahmadiyah, Rahmat Ali, di
Tapak Tuan, Aceh. Karena Sumatera gersang untuk faham serupa Ahmadiyah, lalu Rahmat Ali pindah ke Jakarta, sebab disana lebih subur.[4] Kasus Ahmadiyah ini telah menjadi
pembicaan hangat pula di awal abad XX tersebut, para ulama di Minangkabau menyatukan langkah untuk
menolak aliran ini. diantaranya Syekh Thaher dengan risalah Perisai-nya ini.
Risalah ini menjadi menarik, sebab Syekh Thaher merinci
menjelasannya dalam
menjelaskan ajaran Ahmadiyah yang sesat. Dengan mempelajari kitab-kitab Ahmadiyah yang ditulis
imamnya Mirza Ghulam Ahmad, Syekh Thaher lalu
mengoreksi setiap tafsiran
ungkapan yang meleset
dalam karya-karya itu. Mengenai keadaan
ketika Ahmadiyah bertunas
di alam Melayu, Syekh Thaher berujar:
Pada masa ini bangkit pula ribut taufan fitnah kesesatan, dan bertaburan seruan kekarutan, dan berhamburan karang-
karangan dalam surat-surat kabar hari-harian disebelah tanah air yang sangat dikasihi pada perkara al-Qadiyani yang sangat menyalahi
nash agama dan aqa’id ahli Iman.[5]
Risalah ini diterbitkan di Singapura, pada percetakan Setia
Press, tahun 1930.
2)
Natijatul
Umur: Pendapatan kira-kira Pada Taqwim Tarikh Hijri dan Miladi, Hala Qiblat dan
Waktu Sembahyang yang Boleh digunakan
selama Hidup.
Syekh Thaher memang masyhur sebagai
ahli Falaq terkemuka, bahkan beliau pernah membuat
kagum ilmuan- ilmuan astronomi
Inggris dimasanya. Pada tahun 1911 beliau pernah
di undang ke Inggris menghadiri
upacara perayaan mahkota
King George. Ketika itu para ilmuan di negera tersebut
menguji Syekh Thaher untuk menentukan arah perjalanan
bintang dimalam hari. Setelah Beliau kaji, rupanya hasil yang beliau dapati ternyata benar, sehingga membuat ilmuan di daerah itu terpukau. Salah satu
hasil eksakt-nya ialah Risalah ini.
Dalam Natijah
Umur ini Syekh Thahir telah merinci waktu
untuk mengetahui awal-awal bulan, mengenal waktu shalat dan mengetahui arah Kibrat, yang dapat dipakai
seumur hidup. Syekh Thaher
telah merangkum satu rumus sederhana dan sangat berguna dalam Risalah ini. pada halaman pembukanya, Syekh Thahir menjelaskan
betapa pentingnya mengetahui ilmu
ini, dengan mengambil argumen beberapa kaedah Ushul.[6]
Kitab ini dicetak
pada tahun 1936 tanpa mencantumkan penerbitnya. Dicetak dalam format kecil, dengan maksud agar mudah dibawa dan dipergunakan.
Karya-karya Syekh Thaher yang lainnya ialah:[7]
1. Irsyadul Khaidhi
lil ‘Ilmil Fara’id
(pembagian harta pusaka)
2. Huraian yang membakar, taman
persuraian Haji (polemik
Qabliyah Jum’at)
3. Ithaful Murid
fi Ilmit Tajwid (ilmu Tajwid)
4. Ta’yidud Tazkirah
(khilafiyah Qabliyah Jum’at
5. Jadwa’il
Pati Kiraan (tentang Falaq)
6. Nukhbatut Taqrirat
(tentang Falaq)
7. Al-Qiblah fi Nushush Ulama Syafi’iyyah (tentang
Falaq)
8. Kiriman Seni pada Huruf Ma’ani
9. Ke
Tanah Inggris
10. Kamus Bahasa Melayu
11. Kaifiyyatul Amal fil Wasiyat
12. Sya’ir Kelakuan
Jima’ dengan Istri
13. Cerita Perang Paderi
REFERENSI
[1] Ibu Syekh Thaher (Gandam
Urai) dan Ibu Syekh Ahmad Khatib (Limbak
Urai) kakak beradik. Lihat Hamka, Islam
dan Adat…, op. cit., hal. 153- 154
[2] Tim Penulis, Beberapa Ulama…op. cit., hal. 126; Hamka, Ayahku…,
op. cit., hal. 274-275; Hamka, Islam
dan Adat…, op cit., hal. 169- 170; Tim Islamic Centre,
Riwayat Hidup…, op. cit., hal.
94-95
104 Burhanuddin Daya, op. cit.,
hal. 12
[3] Syekh Thaher dalam usaha penerbitan ini bertindak sebagai
pemimpin redaksi, nama-nama
lain yaitu Sayyid Ahmad al-Hadi
sebagai penyumbang tulisan,
H. Abbas bin Muhammad Thaha sebagai pemimpin
redaksi, Muhammad Salim al-Kalali sebagai direktur. Baca Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Bandung: MIZAN, 2002) hal.
187. untuk mengetahui sepak terjang majalah al-Imam ini, baca hal. 186-197
[4] Hamka, Ayahku…, op. cit., hal.
137-141
[5] Syekh Thaher Jalaluddin al-Minangkabawi, Ini Perisai Orang Beriman,
Pengisai Mazhab Orang Qadiyan (Singapura: Setia Press, 1930)
hal. 3
[6] Syekh Thaher Jalaluddin al-Minangkawi, Natijatul Umur: Pendapatan
kira-kira Pada Taqwim Tarikh Hijri dan Miladi, Hala Qiblat dan Waktu Sembahyang yang Boleh digunakan
selama Hidup (t. tp. : t. th, 1936) hal.
3
[7] Tim Islamic, Riwayat Hidup…, op. cit., hal.
104; Tim Penulis,
op. cit., hal.
131-134
0 Comment