MAX WEBER
3.1
Biografi
Max Weber nama lengapnya Maximilliam weber, berasal dari
keluarga menengah, lahir di Erfurt,
Jerman, 21 April 1864. Weber adalah
seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari Jerman yang dianggap sebagai
salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi
negara modern. Karya utamanya
berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang
ekonomi.
Karyanya yang paling populer adalah esai yang berjudul Etika Protestan
dan Semangat Kapitalisme, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu
alasan utama bagi perkembangan yang
berbeda antara budaya Barat dan Timur.
Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik
sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah
lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern. Perkembangan psikologinya banyak dipengaruhi oleh kondisi kelurganya dimana ayahnya adalah seorang birokrat penting. Ayahnya dalam banyak hal sering menghindar dari
Max Weber karena khwatir akan terancam kedudukannya sebagai seorang birokrat. Ayahnya bertolak belakang dengan
isterinya dan mungkin karena ayahnya sangat mencintai keduniaan.
Ibu
Max Weber adalah seorang Calvinis yang taat,
wanita yang berupaya menjalani kehidupan prihatin (asetic) tanpa kesenangan seperti yang sangat menjadi dambaan
suaminya. Perhatiannya kebanyakan tertuju pada aspek kehidupan akhirat;
ia terganggu oleh ketidak sempurnaan yang dianggapnya menjadi
pertanda bahwa ia terganggu oleh ketidak sempurnaan yang dianggapnya menjadi
pertanda bahwa ia tak ditakdirkan akan mendapat keselamatan di akhirat. Kedua orang tua Weber sangat
mempengaruhinya, terutama pada kondisi ketidak cocokan diantara mereka .
Karya Weber dalam sosiologi
agama bermula dari esai
Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme dan
berlanjut dengan analisis
Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme,
Agama India: Sosiologi Hindu dan Buddha,
dan Yudaisme Kuno. Karyanya
tentang agama-agama lain terhenti oleh
kematiannya yang mendadak
pada 1920, hingga
ia tidak dapat melanjutkan penelitiannya tentang Yudaisme Kuno dengan penelitian-penelitian tentang
Mazmur, Kitab Yakub, Yahudi Talmudi,
Kekristenan awal dan Islam.
Tiga
tema utamanya adalah efek pemikiran agama dalam
kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi sosial dan pemikiran agama, dan pembedaan karakteristik budaya Barat. Tujuannya adalah untuk menemukan
alasan-alasan mengapa budaya
Barat dan Timur berkembang mengikuti jalur yang berbeda.
Dalam analisis terhadap temuannya, Weber berpendapat
bahwa pemikiran agama Puritan (dan lebih luas
lagi, Kristen) memiliki dampak besar dalam perkembangan sistem ekonomi Eropa
dan Amerika Serikat,
tapi juga mencatat bahwa hal-hal tersebut
bukan satu-satunya faktor dalam perkembangan tersebut.
Faktor-faktor penting
lain yang dicatat
oleh Weber termasuk rasionalisme terhadap upaya ilmiah, menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran dan yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha ekonomi.
Pada akhirnya, studi tentang sosiologi
agama, menurut Weber, semata-mata hanyalah
meneliti satu fase emansipasi dari magi, yakni “pembebasan dunia dari pesona”
(“disenchanment of the
world”) yang dianggapnya sebagai aspek pembeda
yang penting dari budaya Barat.
Karena tak mungkin
menyamakan diri terhadap
pembawaan orang tuanya yang bertolak belakang itu, Weber kecil lalu berhadapan dengan suatu
pilihan jelas (Marianne Weber, 1975).
Mula-mula ia memilih orientasi hidup ayahnya,
tetapi kemudian tertarik
makin mendekati orientasi
hidup ibunya. Apapun pilihannya, ketegangan yang dihasilkan oleh kebutuhan memilih
antara pola yang berlawanan itu berpengaruh negatif terhadap kejiwaan
Weber. Ketika berumur 18 tahun Weber minggat dari
rumah, belajar di Universitas Heildelberg. Weber telah
menunjukkan kematangan intelektual, tetapi ketika
masuk universitas ia masih tergolong terbelakang dan pemalu
dalam bergaul.
Sifat ini cepat berubah ketika ia condong pada gaya hidup ayahnya dan bergabung dengan
kelompok mahasiswa saingan kelompok
mahasiswa ayahnya dulu. Secara sosial
ia mulai berkembang, sebagian karena terbiasa
minum bir dengan teman-temannya. Lagipula
ia dengan bangga memamerkan
parutan akibat perkelahian yang menjadi cap kelompok persaudaraan mahasiswa seperti itu. Dalam hal ini
Weber tak hanya menunjukkan jati dirinya sama dengan pandangan hidup ayahnya tetapi juga pada waktu itu memilih karir
bidang hukum seperti ayahnya.
Setelah kuliah tiga semester Weber meninggalkan Heidelberg untuk dinas militer
dan tahun 1884 ia kembali
ke Berlin, ke rumah orang tuanya, dan belajar di Universitas Berlin. Ia tetap disana hampir 8 tahun
untuk menyelesaikan studi hingga
mendapat gelar Ph.D., dan menjadi pengacara dan
mulai mengajar di Universitas Berlin. Dalam proses itu minatnya bergeser ke ekonomi, sejarah dan sosiologi yang menjadi
sasaran perhatiannya selama
sisa hidupnya. Selama 8
tahun di Berlin,
kehidupannya masih tergantung pada ayahnya, suatu keadaan yang segera tak disukainya.
Pada waktu bersamaan
ia beralih lebih mendekati nilai-
nilai ibunya dan antipatinya terhadapnya meningkat. Ia lalu menempuh kehidupan prihatin (ascetic) dan memusatkan perhatian
sepenuhnya untuk studi. Misalnya, selama satu semester sebagai mahasiswa, kebiasaan
kerjanya dilukiskan sebagai berikut
: “Dia terus mempraktikkan disiplin
kerja yang kaku, mengatur hidupnya berdasarkan
pembagian jam-jam kegiatan rutin sehari-hari ke dalam bagian-bagian secara tepat untuk
berbagai hal. Berhemat menurut caranya, makan
malam sendiri dikamarnya dengan 1 pon daging sapi dan 4 buah telur goreng” (Mitzman, 1969/1971;
Marianne Weber, 1975).
Jadi, dengan mengikuti ibunya, Weber menjalani hidup prihatin,
rajin, bersemangat kerja, tinggi dalam istilah modern disebut Workaholic
(gila kerja). Semangat
kerja yang tinggi
ini mengantarkan Weber menjadi
profesor ekonomi di Universitas Heidelberg pada 1896.
Pada 1897,
ketika karir akademis
Weber berkembang, ayahnya
meninggal setelah terjadi
pertengkaran sengit antara
mereka. Tak lama kemudian Weber mulai menunjukkan gejala yang berpuncak pada gangguan saraf.
Sering tak bisa tidur atau bekerja,
dan enam atau tujuh tahun berikutnya dilaluinya dalam keadaan
mendekati kehancuran total.
Setelah masa kosong
yang lama, sebagian
kekuatannya mulai pulih di
tahun 1903, tapi baru pada 1904, ketika ia memberikan
kuliah pertamanya (di Amerika) yang kemudian
berlangsung selama 6,5 tahun, Weber mulai mampu kembali aktif dalam kehidupan akademis tahun 1904
dan 1905 ia menerbitkan salah satu karya terbaiknya. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam karya ini Weber mengumumkan besarnya pengaruh agama ibunya
di tingkat akademis. Weber banyak
menghabiskan waktu untuk belajar agama meski secara pribadi ia tak
religius.
Meski terus diganggu oleh masalah psikologis, setelah 1904 Weber mampu memproduksi beberapa
karya yang sangat penting. Ia menerbitkan hasil
studinya tentang agama dunia dalam perspektif sejarah
dunia (misalnya Cina, India,
dan agama Yahudi kuno). Menjelang kematiannya (14 Juni 1920) ia menulis karya yang sangat penting, Economy and Society.
Meski buku ini diterbitkan, dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, namun sesungguhnya karya ini belum selesai. Selain menulis
berjilid-jilid buku dalam periode ini, Weber
pun melakukan sejumlah kegiatan lain. Ia membantu mendirikan German Sociological Society
di tahun 1910.
Rumahnya dijadikan pusat pertemuan pakar berbagai cabang ilmu termasuk
sosiologi seperti Georg Simmel, Alfred, maupun filsuf dan kritikus sastra
Georg Lukacs (Scaff, 1989). Weberpun
aktif dalam aktivitas
politik dimasa itu. Ada
ketegangan dalam kehidupan Weber dan, yang lebih penting, dalam karyanya, antara pemikiran birokratis seperti yang dicerminkan oleh ayahnya dan rasa keagamaan ibunya. Ketegangan yang tak terselesaikan ini meresapi karya Weber maupun
kehidupan pribadinya.
3.2
Karya Max Weber
3.2.1
Etika Protestan Dan Semangat Kapitalisme
Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus) adalah karya Weber yang paling terkenal.
Dikatakan bahwa tulisannya ini tidak boleh dipandang sebagai
sebuah penelitian mendetail terhadap Protestanisme,
melainkan lebih sebagai perkenalan terhadap karya-karya Weber selanjutnya, terutama penelitiannya tentang interaksi
antara berbagai gagasan
agama dan perilaku
ekonomi.
Dalam Etika Protestan dan Semangant Kapitalisme, Weber mengajukan tesis bahwa etika dan pemikiran Puritan memengaruhi perkembangan kapitalisme. Bakti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk pengejaran ekonomi. Mengapa hal ini tidak terjadi dalam Protestanisme? Weber menjelaskan paradoks tersebut dalam esainya. Ia mendefinisikan “semangat kapitalisme” sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya Barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individual, tetapi bahwa individu-individu seperti itu para wiraswasta yang heroik, begitu Weber menyebut mereka tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru (pelacur).
Di antara kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasikan oleh Weber adalah
keserakahan akan keuntungan dengan
upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah kutuk dan beban yang harus dihindari, khususnya
apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana. “Agar suatu
cara hidup yang teradaptasi dengan
baik dengan ciri-ciri khusus kapitalisme,” demikian
Weber menulis, “dapat mendominasi yang lainnya, hidup itu harus dimulai di suatu tempat, dan bukan dalam diri individu
yang terisolasi semata,
melainkan sebagai suatu cara hidup yang lazim bagi keseluruhan kelompok manusia.”
Setelah
mendefinisikan semangat kapitalisme, Weber berpendapat bahwa ada banyak alasan untuk mencari asal-usulnya di
dalam
gagasan-gagasan keagamaan dari Reformasi. Banyak pengamat seperti
William Petty, Montesquieu, Henry Thomas Buckle, John
Keats, dan lain- lainnya yang telah berkomentar tentang hubungan yang dekat antara
Protestanisme dengan perkembangan semangat perdagangan.
Weber menunjukkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran rasional akan keuntungan ekonomi
dan aktivitas duniawi
yang telah diberikan
arti rohani dan moral yang
Postitif. Ini bukanlah tujuan dari ide- ide
keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan saran yang didasarkan pada pemikiran
mereka yang secara langsung dan tidak
langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan-diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi.
Weber menyatakan dia menghentikan riset tentang
Protestanisme karena koleganya
Ernst Troeltsch, seorang
teolog profesional, telah memulai penulisan buku The Sosial Teachings
of the Christian Churches and Sects. Alasan
lainnya adalah
esai tersebut telah menyediakan perspektif untuk perbandingan
yang luas bagi agama dan masyarakat, yang dilanjutkannya kelak dalam karya-karyanya berikutnya.
Frase “etika kerja” yang digunakan dalam komentar modern adalah turunan dari “etika Protestan” yang dibahas oleh Weber. Istilah ini diambil ketika gagasan tentang etika Protestan digeneralisasikan terhadap orang Jepang, orang Yahudi, dan orang-orang non-Kristen.
3.2.2 Agama Tiongkok: Konfusianisme Dan Taoisme
Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme adalah karya besar Weber yang kedua dalam sosiologi
agama. Weber memusatkan perhatian pada aspek-aspek dari masyarakat Tiongkok
yang berbeda dengan masyarakat Eropa Barat dan khususnya dikontraskan dengan Puritanisme. Weber melontarkan pertanyaan, mengapa
kapitalisme tidak berkembang di tiongkok. Dalam
Seratus Aliran Pemikiran Masa
Peperangan Antar-Negara, ia memusatkan pengkajiannya pada tahap awal sejarah Tiongkok. Pada masa itu aliran-aliran pemikiran Tiongkok yang besar (Konfusianisme dan Taoisme) mengemuka.
Pada tahun 200 SM, negara Tiongkok telah berkembang dari suatu federasi yang kendur dari
negara-negara feodal menjadi suatu kekaisaran yang bersatu dengan
pemerintahan Patrimonial, sebagaimana digambarkan dalam Masa Peperangan Antar-Negara.
Seperti di Eropa, kota-kota
di Tiongkok dibangun
sebagai benteng atau tempat tinggal
para pemimpinnya, dan merupakan pusat perdagangan dan
kerajinan. Namun, mereka tidak pernah mendapatkan otonomi politik, dan para
warganya tidak mempunyai hak-hak politik khusus. Ini disebabkan oleh kekuatan
ikatan-ikatan kekerabatan, yang muncul dari keyakinan keagamaan
terhadap roh-roh leluhur.
Selain itu, gilda-gilda saling bersaing memperebutkan perkenan Kaisar, tidak pernah bersatu untuk memperjuangkan lebih banyak haknya. Karenanya, para warga kota-kota di Tiongkok tidak pernah menjadi suatu kelas
status terpisah seperti para warga kota Eropa.
Weber membahas
pengorganisasian konfederasi awal, sifat-sifat yang unik dari hubungan
umat Israel dengan Yahweh, pengaruh
agama-agama asing, tipe-tipe
ekstasi keagamaan, dan perjuangan para nabi dalam
melawan ekstasi dan penyembahan berhala.
Ia kemudian menggambarkan masa-masa perpecahan Kerajaan Israel, aspek-aspek sosial dari kenabian di zaman Alkitab, orientasi
sosial para nabi, para pemimpin
yang sesat dan penganjur perlawanan, ekstasi dan politik, dan etika serta teodisitas (ajaran
tentang kebaikan Allah
di tengah penderitaan) dari para nabi.
Weber mencatat bahwa Yudaisme tidak hanya melahirkan agama Kristen dan Islam, tetapi
juga memainkan peranan penting
dalam bangkitnya negara Barat modern,
karena pengaruhnya sama pentingnya dengan
pengaruh yang diberikan oleh budaya-budaya Helenistik dan Romawi.
Reinhard Bendix, yang meringkas Yudaisme Kuno, menulis bahwa “bebas dari spekulasi magis dan esoterik, diabdikan kepada pengkajian hukum, gigih dalam upaya melakukan apa yang benar di mata Tuhan dalam pengharapan akan masa depan yang lebih baik, para nabi membangun sebuah agama iman yang menempatkan kehidupan sehari- hari manusia di bawah kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh hukum moral yang telah diberikan Tuhan. Dengan cara ini, Yudaisme kuno ikut membentuk rasionalisme moral dari peradaban Barat.”
3.3
Kritik Terhadap Weber
Penjelasan Weber sangat spesifik
dengan periode
sejarah yang dianalisis. Hal ini membuat lebih sulit untuk generalisasi dari analisis dan memodifikasi teori-teorinya untuk keadaan lainnya.
Banyak sarjana, bagaimanapun, telah setuju dengan klaim tertentu membuat Weber dalam analisis
sejarah. Sebagai contoh,
ekonom Joseph Schumpeter berpendapat bahwa kapitalisme tidak dimulai dengan Revolusi Industri
tetapi dalam 14 abad Italia Di Milan, Venice dan Florence negara kota kecil pemerintah menyebabkan
perkembangan dari bentuk
awal kapitalisme. Pada abad 16 Antwerpen adalah
pusat komersial di Eropa.
Juga, negara mayoritas Calvinis Skotlandia tidak menikmati pertumbuhan ekonomi yang sama dengan Belanda, Inggris dan New England.
Telah menunjukkan bahwa Belanda, yang memiliki mayoritas Calvinis, industri lama kemudian dalam abad ke-19 dari mayoritas Katolik Belgia, yang merupakan salah satu pusat Revolusi Industri di daratan Eropa. Emil Kauder memperluas argumen Schumpeter dengan menyatakan hipotesis bahwa Calvinisme merugikan perkembangan kapitalisme dengan mengarah ke pengembangan dari teori nilai kerja.
3.4
Kesimpulan
1.
Marx mendasarkan karyanya
pada para ekonom
klasik
seperti
Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill dan bahkan Benjamin Franklin.
2.
Teori Marx dikembangkankan dengan melihat perkembangan dan perobahan sosial masyarakat, tamanya
yang disebut
sebagai kaum
bojuis mengeksplotasi
tenaga kerja yang berasal
dari kaum proletar.
3. Akibat dari penerapan
teori Marks telah menimbulkan perbudakan dimana kaum feodal atau pemilik
lahan bertindak sebagai raja,
dan para pekerja (kaum proletar) harus mengabdi untuk mendapatkan upah seadanya.
4. Pengembangan peralatan – peralatan modern untuk berpro-duksi berarti para buruh mulai
terpinggirkan dan upah kerja diturunkan bahkan kaum buruh (proletar) kehilangan kesempatan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony Gidden,
Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern, Cambridge
University Press
Djoyohadikusumo,
Sumitro. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Franz Magniz Suseno,Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisisonisme ,
P.T Gramedia Pustaka, Jakarta 2001.
Freund, Julien, The Sociology of Max Weber. Vintage
Books, New York, 1969
Giddens, Anthony and
David Held , Classes, Power, and Conflict:
Classical and Contemporary Debates , Berkeley,
University of California Press, 1982.
Pressman, Steven.
2000. Lima Puluh Pemikir
Ekonomi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Stanislav Andreski,
1989., Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama. PT. Tiara Wacana
Yogya.
Skousen, Mark. 2005.
Sang Maestro ”Teori-teori Ekonomi Modern”:Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta:
Prenada.
Weber, Max. The
Protestant
Ethic
and
The
Spirit
of Capitalism,
Charles Scribner’s Sons, New York,
1958.
0 Comment