2.1 Biografi
Karel Marx dilahirkan pada tahun 1818 di Jerman , berasal dari keluarga Yuhudi dari kelas keluaraga Menengah di Trier. Pendidikannya dilakukan pertaman dilakukan dari orang tuanya di rumah keluarga Baron Von
Westphalen, dia adalag seorang kawan dekat dan tetangga ayahnya.
Pendidikan formilnya di
sekolah menengah di Trier, kemudian dilanjutkan ke universitas Bonn untuk belajar hukum,
kemudian ia merasa
bosan dengan masalah-masalagh hukum kemudian mulai tertarik
dengan bidang filasafat. Untuk lebih mempedalam ilmu filsafat maka ia pindah ke
universitas Berlin, yang saat itu adalah
pusat filsafat Hegelian.
Menurut hegel, kehidupan manusia
selalu dalam perubahan, setiap ide dan setiap kekuatan
muncul dari kekuatan yang saling bertentangan, dan
ketegangan yang muncul dari kekuatan yang saling bertentangan ini pasti akan mengakibatkan perubahan. Mark
melanjutkan gagasan perubahan Hegelian, dan ide-idenya bahwa transformasi radikal
berasal dari fisafat
Hegelin .
Pada tahun 1841, ia menerima gelar Ph. D dalam bidang filsafat dan pada tahun 1843 ia menikah dengan putri Baron Von Westphalen kemudian bekerja sebagai editor pada koran kiri-liberal, Rheinische Zeitung. Mark pindah Jerman karena melihat tidak ada kemungkinan untuk berkembang sehingga dia pindah ke Paris dan bertemu dengan Frederick Engels. Engels adalah anak dari pengusaha pabrik yang kaya dan ahli ekonomi yang terkenal. Karya klasiknya, The Condition Of The Working Class In England (Engels, 1844) yang menggambarkan keadaan yang menyedihkan dari keluarga kelas pekerja di kota-kota industri di Inggris utara. Engels dan Mark kemudian berteman oleh karena Mark mendapat dukungan penuh. Karena radikalismenya, Mark diusir dari Paris setelah tinggal disana beberapa waktu. Ia berusaha hidup di Brussel, tetapi ia juga diusir dari sana. Terakhir ia pindah ke London, dimana ia diterima oleh otoritas politik, meskipun tidak selalu dengan tangan terbuka.
2.2 Karya Ilmiah Karl Mark
Buku communis Manifesto merupakan
buku pertama yang dituluis
bersama dengan Engels pada tahun 1848. yang mem- posisikan material, revolusi
melalui kesadaran bersama.
Marx
membagi tahapan perkembangan masyarakat seba-
gai berikut:
1. Masyarakat tradisional (komunisme primitif) bentuk masyarakat yang paling awal dan sederhana, dimana untuk memenuhi
kebutuhan dan kesenangan hidup harus dihasilkan dengan cara berburu
dan mengumpulkan makan biji-bijian, dengan memancing, semua orang terlibat
dalam aktivitas melalui cara-cara yang berbeda, lambat laun masuk pada suatu pembagian kerja.
Manusia belum menetap, hak milik pribadi
belum dikenal dan semua
usaha untuk memenuhi
kebutuhan bersama anggota kelompok atau suku.
2. Masyarakat feodal, setelah ada gagasan tentang kepe- milikan
pribadi diperkenalkan, mereka mulai saling berinteraksi,
hanya dengan menukar apa yang mereka buat, yakni menjual produksi
kerja mereka. Tak lama kemudian dengan keterampilan, bakat,
kajahatan maupun nasib baik, ada yang mendapatkan harta pribadi yang lebih
banyak dan lebih baik, sementara yang lain betul- betul tak dapat apa-apa. Selain itu ketika cara produksi berubah
dari berburu dan mengumpulkan bahan makanan
ke menanam biji-bijian, mereka yang kebetulan memiliki tanah mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka
tidak hanya memiliki produksi
tetapi juga alat produksi karena yang
lain tidak memilikinya, maka pemilik tanah adalah majikan, orang lain menjadi tanggungannya, pembantu, bahkan budak mereka. Pada jaman masyarakat
ini terjadi eksploitasi oleh tuan tanah
atau pemilik modal.
3. Masyarakat kapitalisme, adalah orang yang memiliki tanah serta harta benda dalam tahap perkembangan kapitalisme modern memperkenalkan suatu cara produksi baru. Dengan memperkenalkan aktivitas komersial dan motif keuntungan dalam skala besar, penghasilan yang besar itu bagi sedikit orang (kaum borjuis) pemilik dan manajer perusahaan. Sementara para pekerja (proletariat) tidak memiliki apa- apa, mereka harus menjual tenaga kerja keseharian mereka kepada para pemilik manajer untuk mendapatkan upah guna sekedar dapat hidup. Keadaan ini diperburuk setelah kaum borjuis menggunakan pabrik (mesin-mesin) untuk memproduksi barang-barang dalam jumlah yang besar yang menggantikan tenaga manusia, yang membawa keuntungan bagi kaum pemiliknya. Untuk memperoleh itu semua kaum proletar harus menemukan jalan revolusi untuk menumbangkan seluruh tatanan sosial ekonomi yang menindas mereka. Sama halnya dengan masyarakat feodalisme, dimana terjadi eksploitasi oleh pemilik tanah atau pemilik modal terhadap kaum buruh atau proletar. Kapitalisme bukanya membawa masyarakat sejahtera, melainkan terjerumus kedalam feodalisme.
Dengan demikian terciptalah krisis dasar manusia
pemisahan kelas oleh kekuasaan dan kekayaan dan dengan
itu muncul konflik sosial.
Ketiga poin diatas penulis beranggapan bahwa pada saat teori Marx dikembangkan dia melihat bahwa dalam masyarakat terjadi perobahan
sosial dari kaum kapitalis dimana kaum bojuis
mengeksplotasi tenaga kerja yang berasal
dari kaum proletar.
Sehingga dengan kondisi seperti
ini bukannya menambah
kesejahteraan masyarakat akan
tetapi berkembang perbudakan, dimana kaum
feodal atau pemilik lahan bertindak sebagai raja, dan para pekerja
(kaum proletar) harus mengabdi untuk mendapatkan upah seadanya. Dikembang-kannya peralatan-peralatan modern
untuk berproduksi berarti
para buruh mulai terpinggirkan dan upah kerja
dapat diturunkan atau tidak dinaikkan
sehingga kaum buruh (proletar) kehilangan kesempatan kerja tau harus bekerja
lebih keras lagi untuk
mendapatkan gaji upah untuk mencukupi keperluan hidupnya.
4. Masyarakat sosialis, untuk menghapus eksploitasi oleh kaum borjuis,
maka diperlukan revolusi
sosial melalui pengorgani-sasian dan penyadaran buruh
untuk bersatu menggulingkan kapitalisme. Penggulingan itu dilakukan
melalui pembentukan dictator
ploretariat dalam rangka
menuju masyarakat sosialis, yaitu suatu
masyarakat dimana distribusi sumber-sumber ekonomi diatur sepenuhnya oleh negara.
5. Masyarakat komunis modern,
sistem sosialis ini hanya merupakan transisi, karena masih menyembunyikan konflik kepentingan antara penguasa dan
rakyat. Negara harus dihapus dengan
sistem komunisnya karena dalam system itu tidak ada lagi kelas (classless
society) dan cara produksi berada dibawah semboyan
sama rasa dan sama rata, begitupun
juga para perempuan sebagai “milik bersama dan hak milik bersama”. Pada saat kaum proletar terbebas dari eksploitasi akan muncul masyarakat komunis modern yang lebih bersifat humanis
2.3 Das Kapital
Das Kapital (Capital, dalam terjemahan bahasa Inggris, atau Modal) adalah suatu pembahasan yang mendalam tentang ekonomi politik yang ditulis oleh Karl Marx dalam bahasa Jerman. Buku ini merupakan suatu analisis kritis terhadap kapitalisme dan aplikasi praktisnya dalam ekonomi dan juga, dalam bagian tertentu, merupakan kritik terhadap teori-teori terkait lainnya. Jilid pertamanya diterbitkan pada 1867.
2.3.1 Tema
Kekuatan
pendorong
utama kapitalisme, menurut
Marx, terdapat dalam
eksploitasi dan alienasi tenaga kerja. Sumber
utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya adalah
bahwa majikan membayar buruh-buruhnya untuk kapasitas kerja mereka menurut nilai pasar, namun
nilai komoditi yang dihasilkan oleh
para buruh itu melampaui nilai pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output)yang baru karena mereka memiliki alat-alat
produksi (kapital) yang produktif. Dengan menghasilkan keluaran
sebagai modal bagi
majikan, para buruh terus-menerus mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.
Namun Marx sangat prihatin dengan aspek-aspek sosial
dari perdagangan, bukunya bukanlah sebuah pembahasan etis, melainkan sebuah upaya (yang tidak selesai)
untuk menjelaskan tujuan dari “hukum
gerak” (“laws of motion”) dari sistem
kapitalis secara keseluruhan, asal-usulnya dan masa depannya. Ia bermaksud mengungkapkan sebab-sebab dan dinamika dari akumulasi modal, pertumbuhan tenaga
kerja bayaran, transformasi tempat kerja, konsentrasi modal, persaingan, sistem bank dan kredit,
kecenderungan tingkat keuntungan untuk menurun, sewa tanah, dan banyak hal lainnya.
Menurut pendapat penulis Marx tidak menerangkan secara tekhnis yang jelas bagaimana
mengatsi masalah- masalah
sosial yang timbul dari masalah
kapital dimana Postisi
buruh dan kaum kapitalisme.
Marx
memandang komoditi sebagai “bentuk
sel” atau satuan bangunan dari
masyarakat kapitalis ini adalah obyek yang berguna bagi orang lain, tetapi
dengan nilai jual bagi si pemilik.
Karena transaksi komersial tidak menyiratkan moralitas tertentu di luar apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
transaksinya, pertumbuhan pasar menyebabkan dunia ekonomi dan dunia moral-legal menjadi terpisah dalam masyarakat:
nilai subyektif moral menjadi terpisah dari nilai obyektif ekonomi
Ekonomi politik, yang mulanya dianggap sebagai “ilmu moral”
yang berkaitan hanya dengan distribusi kekayaan yang adil, atau sebagai suatu “aritmetika politik”
untuk pengumpulan pajak,
dikalahkan oleh disiplin
ilmu ekonomi, hukum
dan etika yang terpisah.
Marx percaya bahwa para ekonom politik dapat mempelajari hukum-hukum kapitalisme dalam cara yang “obyektif”, karena perluasan pasar pada
kenyataannya telah mengobyektifikasikan sebagian
besar hubungan ekonomi:
cash nexus membuang semua ilusi keagamaan
dan politik sebelumnya (namun kemudian menggantikannya dengan ilusi jenis lain ( fetishisme komoditi). Marx juga mengatakan bahaw ia memandang “formasi ekonomi masyarakat sebagai suatu proses sejarah
alam”. Pertumbuhan perdagangan terjadi sebagai suatu proses di mana tak seorangpun dapat menguasai atau mengarahkan, menciptakan
suatu kompleks jaringan yang saling terkait
dengan kondisi sosial
yang sangat besar secara global. Dengan demikian,
suatu “masyarakat” terbentuk
“secara ekonomi” sebelum
orang benar-benar secara
sadar menguasai kapasistas produktif yang sangat
besar dan kesalingterkaitan yang telah mereka
ciptakan, untuk memba- ngunnya secara
kolektif untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jadi, analisis Marx dalam Das Kapital, difokuskan terutama pada kontradiksi-kontradiksi struktural, daripada antagonisme kelas, yang mencirikan masyarakat kapitalis “gerakan kontradiktif” [gegensätzliche Bewegung] berasal pada sifat ganda peker-jaan,” bukannya dalam perjuangan antara tenaga buruh dan modal, atau antara kelas pemilik dan kelas pekerja. Lebih jauh, kontradiksi-kontradiksi ini beroperasi (seperti yang digambarkan oleh Marx dengan menggunakan suatu ungkapan yang dipinjam dari Hegel) “di belakang punggung” kaum kapitalis maupun buruh, artinya, sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas mereka, namun demikian tidak dapat diminimalkan ke dalam kesadaran mereka baik sebagai individu maupun sebagai kelas. Oleh karena itu, Das Kapital, tidak mengusulkan suatu teori revolusi (yang dipimpin oleh kelas buruh dan wakil-wakilnya) melainkan teori tentang krisis sebagai kondisi untuk potensi revolusi, atau apa yang dirujuk oleh Marx dalam Manifesto Komunis sebagai “senjata” potensial, “ditempa” oleh para pemilik modal, “berbalik memukul kaum borjuis sendiri” oleh kelas pekerja. Krisis seperti itu, menurut Marx, berakar dalam sifat komoditi yang kontradiktif, bentuk sosial yang paling dasar dari masyarakat kapitalis. Dalam kapitalisme, perbaikan-perbaikan dalam teknologi dan meningkatnya tingkat produktivitas menambah jumlah kekayaan materi (atau nilai pakai) dalam masyarakat sementara pada saat yang bersamaan mengurangi Nilai (ekonomi) dari kekayaan ini, dan dengan demikian merendahkan tingkat keuntungan – suatu kecenderungan yang membawa kepada situasi tertentu, yaitu ciri khas dalam kapitalisme, yakni “kemiskinan di tengah kelimpahan,” atau lebih tepatnya, krisis produksi yang berlebihan di tengah konsumsi yang terlalu rendah.
2.3.2 Publikasi
Marx menerbitkan jilid pertama dari Das Kapital
pada 1867, tetapi
ia meninggal dunia sebelum sempat
menyelesaikan jilid kedua dan ketigana yang sudah dibuat
naskahnya. Buku- buku ini kemudian
disunting oleh teman dan rekan kerjanya Friedrich
Engels dan diterbitkan 1885 dan 1894; jilid keempat, yang berjudul, yang disebut Theories of Surplus-Value, pertama-tama disunting dan diterbitkan
oleh Karl Kautsky pada 1905-1910. Naskah-naskah persiapan lainnya diterbitkan baru beberapa dasawarsa
kemudian. Pengaruh Marx mendasarkan karyanya pada para ekonom klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, John
Stuart Mill dan bahkan Benjamin
Franklin. Namun, ia mengolah kembali
gagasan- gagasan para
pengarang ini, sehingga bukunya merupakan sintesis
yang tidak mengikuti gagasan
pemikir manapun. Buku ini
juga mencerminkan metodologi dialektis yang diterapkan oleh G.W.F. Hegel dalam bukunya The Science
of Logic dan
The Phenomenology of Mind, dan pengaruh para sosialis Perancis
seperti Charles Fourier, Comte de Saint-Simon, dan Pierre-Joseph Proudhon.
Marx sendiri mengatakan bahwa tujuannya adalah “membawa suatu ilmu [artinya, ekonomi politik] melalui kritik kepata suatu titik di mana ia dapat secara dialektis digambarkan”, dan dalam cara ini “mengungkapkan hukum gerak masyarakat modern”. Dengan memperlihatkan bagaimana perkembangan kapitalis itu adalah pendahulu dari suatu cara produksi sosialis yang baru, ia berusaha memberikan dasar ilmiah bagi gerakan buruh modern. Dalam mempersiapkan bukunya ini, ia mempelajari literatur ekonomi yang tersedia pada masanya selama dua belas tahun, terutama di British Museum di London. Aristoteles, dan filsafat Yunani pada umumnya, merupakan pengaruh penting lainnya (meskipun seringkali diabaikan) dalam analisis Marx terhadap kapitalisme. Pendidikan Marx di Bonn terpusat pada para penyair Yunani dan Romawi. Disertasi yang diselesaikannya di universitas adalah tentang perbandingan antara filsafat alam dalam karya Demokritus dan Epikurus. Lebih dari itu, sejumlah pakar telah mengajukan pendapatnya bahwa rancangan dasar Das Kapital – termasuk kategori-kategori penggunaan dan nilai tukar, serta “silogisme” untuk sirkulasi sederhana dan diperluas (M-C-M dan M-C-M’) – diambil dari Politik (Aristoteles) dan Etika Nikomakea. Lebih dari itu, gambaran Marx tentang mesin di bawah hubungan-hubungan produksi kapitalis sebagai “otomat” yang bertindak sendiri, adalah sebuah rujukan langsung kepada spekulasi Aristoteles kepada alat-alat yang tidak bernyawa yang mampu mengikuti perintah sebagai kondisi untuk penghapusan perbudakan.
2.4 Kapitalis Ekonomi
Pandangan teori sistem dunia yang menganggap dunia sebagai sebuah kesatuan sistem ekonomi kapitalis
mengharuskan negara pinggiran
menjadi tergantung pada negara
pusat. Tansfer surplus dari negara pinggiran menuju negara pusat melalui perdagangan dan
ekspansi modal. Secara
tidak langsung teori ini memang mendukung pernyataan Smith yang memusatkan perhatian pada tatanan
kelas. Kenyataan yang terjadi
dalam proses kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa pertumbuhan ekonomi yang terjadi
karena arus pertukaran barang dan
jasa serta spesialisasi tenaga kerja.
Kerangka pertukaran barang dan jasa serta spesiali- sasi tenaga kerja ini terwujud
dalam bentuk peningkatan produktivitas yang lebih dikenal dengan
konsep maksimalisasi keuntungan dan kompetisi pasar.
Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi
yang memungkinkan beberapa
individu menguasai sumberdaya
vital dan menggunakannnya untuk keuntungan
maksimal. Maksimimalisasi keuntungan menye- babkan eksploitasi tenaga kerja murah,
karena tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling
mudah direkayasa dibandingkan modal
dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana filsafat sosial
misalnya, kapitalisme dipandang
secara luas tak terbatas hanya aspek ekonomi, namun
juga meliputi sisi politik, etika, maupun kultural.
Kapitalisme pada awalnya
berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan
eksploitasi kepada kaum petani
kecil.
Negara terbelakang merupakan penghasil barang mentah
terutama dalam sektor pertanian. Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak adil dimana negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif murah sehingga menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem ekonomi perdagangan telah menyebabkan petani subsisten
menjadi petani komersil yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga
kerja secara tidak langsung.
Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang memerlukan spesialisasi tenaga
kerja. Kapitalisme yang menitikberatkan pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini
sangat sulit terwujud pada negara
pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja kasar pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh negara
pusat. Ketidak berdayaan tenaga
kerja pada negara pinggiran merupakan keuntungan bagi negara pusat untuk melakukan
eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan
teknologi tinggi pada negara
pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja yang murah.
Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang menjadikan struktur sosial
di negara terbelakang juga berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakangyaitukelaspemilikmodal.Berkembangnyaekonomi kapitalis
ini didukung oleh sistem kekerabatan antara mereka. Kelas
borjuis di negara
terbelakang juga dapat dengan mudah memanfaatkan dukungan
politik dari pemerintah. Sebagai sebuah
kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara pusat menjadi hal
yang tidak mungkin terjadi. Kapitalisme telah menciptakan kelompok
sosial borjuis di negara terbelakang yang juga
menggunakan kapitalisme untuk
meningkatkan keuntungan ekonomi mereka, sehingga sangat tidak mungkin mereka melakukan perjuangan kelas. Gagasan
Marx tentang tahapan
revolusi ternyata runtuh.
Marx menyatakan bahwa negara terbelakang akan memerlukan dua tahap revolusi, yaitu revolusi borjuis
dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis dilakukan oleh kelas borjuis nasional untuk melawan penindasan oleh negara maju dan
kemudian baru berlanjut pada revolusi sosialis
oleh kelas proletar.
Asumsi
ini runtuh karena kelas
borjuis nasional ternyata
tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya
sebagai pembebas kelas proletar dari eksploitasi kapitalisme, karena kelas borjuis
nasional sendiri merupakan bentukan dan alat kapitalisme negara maju.
Dari
uraian di atas penulis berpendapat bahwa bah-
wa kapitalisme yang pada awalnya
hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk
dipakai ke produksi
untuk dijual, telah merambah jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya,
bersama-sama juga mengembangkan
individualisme, komersialisme, liberalisasi,
dan pasar bebas.
Kapitalisme tidak hanya
merubah cara-cara produksi
atau sistem ekonomi
saja, namun bahkan memasuki segala
aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara,
bahkan sampai ke tingkat antar
individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak
hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur
masyarakat dan bentuk
negara.
Dapat juga dikemukakan bahwa terbetuknya klasifikasi sosial adalah sebagai
dampak pengaruh kapitalis
yang secara bersamaan diintroduksi teknologi
penggunaan mesin-mesin sehingga tenaga kerja tersekat
menjadi tenaga skill dan tenaga non skill, yang pada akhirnya kaum
borjuis semakin berkuasa terhadap
kaum protelar yang harus tunduk kepada kaum borjuis
untuk mempertahankan pekerjaannya.
Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi sosialis namun dengan kemandirian ekonomi atau swasembada
2.5
Pengertian Kapital (Understanding capital)
Capital atau yang biasa kita sebut modal memiliki beberapa
pengertian.
Pertama, kepentingan pemilik ekuiti dalam bisnis yang merupakan perbedaan antara aktiva dengan kewajiban- kewajiban. Disebut juga ekuiti atau kekayaan neto (net worth).
Dalam suatu perseroan,modal merupakan ekuiti pemegang saham. Saham modalterdiridarisahambiasa
Kedua, barang-barang yang dibeli untuk tujuan produksi.
Ketiga, perbedaan antara aktiva lancar dengan kewajiban/ utang lancar,atau disebut juga modal kerja(working capital).
Keempat, dana-dana jangka panjang dari suatu perusahaan.
Kelima,seluruh item/Post pada sisi kanan neraca perusahaan, kecuali utang lancar. (Kamus Besar Akuntansi) Kapital didalam kamus ilmiah adalah utama atau inti (seperti kata capital city yang berarti kota yang utama).
Kapital dalam pengertian ekonomi sering diidentikkan Wikipedia.com;“Modal memiliki
banyak arti yang berhubungan dalam ekonomi, finansial, dan akunting.
Dalam finansial dan akunting, modal
biasanya menunjuk kepadakekayaanfinansial, terutama dalam penggunaan awal atau
menjaga kelanjutan bisnis. Awalnya,
dianggap bahwa modal lainnya, misal modal fisik,
dapat dicapai dengan uang atau modal finansial. Jadi di bawah kata modal berarti cara produksi”1Namun secara
umum dalam pengertian ini
kata kapital seakan-akan di sejajarkan dengan uang, sedangkan uang dalam pengertiannya merupakan alat untuk mengukur kekayaan dan digunakan untuk kegiatan ekonomi
yaitu transaksi. Artinya
terdapat pergeseran makna dari
kata kapital itu sendiri yaitu, kapital menjadi
modal dan selanjutnya menjadi uang. Hal tersebut terlihat mengaburkan
pengertian kapital itu sendiri.
Dalam
bahasa latin abad pertengahan, kata kapital (capital)
diartikan sebagai
seekor sapi atau hewan ternak yang merupakan sumber kekayaan penting saat
itu 2. Selain biaya perawatannya
rendah, mudah digerakkan, diukur maupun di hitung,
hewan ternak mampu memberikan biaya tambahan
atau nilai tambah,
dengan memanfaatkan untuk industri lain seperti, susu, wol, dan daging.
Selain itu Hewan ternak juga bisa
mereproduksi sendiri. Dengan demikian istilah kapital berawal dari melakukan dua pekerjaan secara bersamaan, yaitu menangkap dimensi fisik dan
aset-aset (seperti hewan ternak)
sebagaimana potensi mereka yang bermanfaat bagi manusia dan untuk menghasilkan
nilai tambah
Dalam finansial dan akunting, modal biasanya menunjuk kepada kekayaan finansial, terutama dalam penggunaan awal atau menjaga kelanjutan bisnis. Awalnya, dianggap bahwa modal lainnya, misal modal fisik, dapat dicapai dengan uang atau modal finansial. Jadi di bawah kata “modal” berarti cara produksi.
2.6 Pemikiran Karl Marx
2.6.1
Konsepsi Tentang Manusia
Pada tahun-tahun sebelumnya Karl Marx lebih con- dong pada hukum-hukum ekonomi dan sejarah,
sejak tahun- tahun ini ia berkutat
dengan konsepsi tentang
manusia. Pada dasarnya manusia
itu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.
Keprihatinan Karl Marx ialah manusia. Dalam beberapa naskah yang ditulisnya sekitar tahun 1932 ada indikasi bahwa Karl Marx muncul sebagai
seorang pemikir humanis sejati.
Pandangan Karl Mark yang secara
teori bagus ini pada kenyataan hidupnya berbeda. Keluarganya miskin dan sepertinya ia tidak
mampu mengaplikasikan teorinya sendiri.
Menurut hemat saya, Karl Marx sebagai
pemikir humanis belum dapat mengaplikasikan teorinya pada keluarganya sendiri oleh karena dia sangat berfikir pada masyarakatnya bukan untuk kepentingan keluarga dirinya sendiri.
Dalam menanggapi masalah-masalah sosial, politik dan ekonomi yang didasari pada pandangan idealisme
filosofis, beliau mengembangkan teori orientasi konflik dari
masyarakat yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap
pemikiran- pemikiran sosiologi kontemporer. Manusia
harus bekerja karena
manusia harus memenuhi
kebutuhannya. Manusia harus merubah alam dan dengannya
manusia baru bisa hidup. Menurut Karl Marx, manusia itu makhluk ganda yang aneh. Di satu pihak ia
makhluk alam seperti binatang
dan dipihak lain ia harus berhadapan dengan
alam sebagai sesuatu yang asing baginya. Manusia tidak tergantung dari lingkungan alam,
tetapi bisa mengolah
seluruh alam demi tujuannya yang macam-macam. Pekerjaan
itu tanda khas yang melekat
pada manusia. Pekerjaan itu tanda bahwa manusia
adalah makhluk yang bebas dan universal.
Sebagai makhluk
yang bebas manusia
tidak hanya melakukan apa yang langsung
menjadi kecondongannya. Manusia
menghadapi kebutuhan-kebutuhannya dengan bebas. Manusia
itu universal karena ia tidak terikat pada lingkungan yang terbatas. Seluruh
alam dapat menjadi
bahan pekerjaannya. Ia
berhadapan dengan alam secara universal. Pendapat
Karl Marx, bahwa manusia yang dapat berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Pekerjaan adalah tanda martabat manusia.
Manusia menganggap bahwa pekerjaan itu tidak lebih dari sekadar alat untuk memenuhi
kebutuhan. Di dalam pe- kerjaan
manusia mengambil dari bentuknya yang alamiah
dan memberikan bentuknya
sendiri kepadanya. Manusia
mengobyektivasikan diri ke dalam alam melalui pekerjaannya. Produk pekerjaannya mencerminkan hakekatnya sendiri. Dalam berbagai pekerjaan manusia melahirkan bakat-bakatnya pada alam dan dengan demikian
manusia merealisasikan dirinya sendiri. Pekerjaan adalah
jembatan antara manusia yang selalu berinteraksi.
Pada
aspek lain, Karl Marx memandang bahwa peker-
jaan merupakan tanda bahwa manusia itu mahkluk sosial. Pengakuan atas hasil kerja
dari orang lain membuat seseorang menjadi bahagia dan merasa diakui.
Pada dasarnya
manusia itu mahkluk
sosial, Karl Marx menolak baik individualisme maupun kolektivisme.
Individualisme keliru karena manusia melalui
bahasa dan pekerjaannya sudah sejak semula dibentuk dan dicetak masyarakat dan tidak dapat hidup tanpa
adanya masyarakat. Kolektivisme juga
keliru karena kolektivisme pada dasarnya memiliki
implikasi menolak manusia dalam seluruh kekayaan hakekatnya yang konkret.
Menurut Marx, sejarah
umat manusia ditentukan oleh materi/benda dalam bentuk alat produksi.
Alat produksi ini untuk menguasai masyarakat. Alat produksi adalah setiap alat yang menghasilkan komoditas. Komoditas
diperlukan oleh masyarakat secara sukarela.
Menurut Marx fakta terpenting adalah materi Ekonomi. Makanya teori Marx ini juga dikenal
dengan determinisme ekonomi yang terbagi dalam lima tahap :
Tahap 1. Masyarakat
Agraris/primitif.
Dalam masyarakat Agraris tanah merupakan alat produksi
. Dalam masyarakat seperti ini penindasan akan terjadi
antara pemilik alat produksi yaitu pemilik tanah
dengan penggarap tanah.
Tahap 2. Masyarakat budak.
Dalam masyarakat seperti budak sebagai
alat produksi tetapi dia tidak memiliki alat produksi. Penindasan terjadi antara majikan
dan budak.
Tahap 3. Dalam masyarakat feodal ditentukan oleh kepemilikan
tanah.
Tahap 4. Masyarakat borjuis.
Alat
Produksi sebagai industri. Konflik terjadi antara kelas borjuis dengan buruh. Perjuangan kelas adalah perjuangan antara borjuis dan proletar.
Tahap 5. Masyarakat komunis.
Dalam masyarakat ini kelas proletar akan menang.
2.6.2 Konsep Alienasi
Hengel membicarakan tentang realitas mutlak sebagai “roh yang absolut” atau “ide yang absolut”
apa yang disebut oleh orang beragama dengan “Tuhan”. Yang absolut ini adalah suatu wujud yang terus menerus
berjuang untuk lebih mengetahui akan
dirinya. Setiap peristiwa yang terjadi dalam
dunia material disebut
“tesis” roh mengadakan peristiwa, sebaliknya
“antitesis” yang mencoba untuk mengoreksinya,
maka ketegangan diantara
keduanya dipecahkan oleh peristiwa ketiga “sintesis” yang mencampurkan elemen
keduanya. Semua yang terjadi di dunia muncul dalam bentuk rangkaian pergantian yang besar yang disebut
“dialektika” memberi dan mengambil roh dalam alam dan sejarah.
Misalnya, kebudayaan lama di sebut suatu tesis, setelah beberapa waktu menimbulkan suatu
kebudayaan baru yang berlawanan
sebagai antitesisnya. Lambat laun keduanya lalu bergabung, membuat suatu peradaban baru dan lebih kaya dan tinggi
yang disebut dengan sintesis.
Marx menolak idealisme Hengel, tetapi tidak menolak konsep tentang alienasi
maupun ide bahwa
sejarah berjalan terus,
melalui suatu proses konflik. Alienasi, adalah
mengeluarkan dari dirinya apa yang ada di dalam dirinya dan merupakan esensinya; dan lalu menganggap yang dikeluarkan itu sebagai sesuatu yang berlainan dengan
hakekat tersebut, sebagai suatu realitas yang sekaligus bersifat
asing dan melawannya.
Alienasi manusia memiliki
empat bentuk utama:
1. Para buruh dalam kapitalisme industri diasingkan
dari produksinya yang ada di luar dirinya,
secara mandiri, sebagai sesuatu yang asing bagi dirinya
kehidupan yang diberikan pada obyek
yang menentang dirinya sebagai sesuatu yang antagonis. Produksi
bukanlah miliknya namun dimanfaatkan oleh orang asing sebagai milik pribadinya.
Dan semakin banyak yang dihasilkan oleh buruh maka semakin berkurang
nilai produktivitasnya. Buruh menjadi suatu komoditas yang makin
lebih murah sehingga semakin
murah pula komoditas
yang dia ciptakan.
Upah para buruh hanya cukup untuk menopang
dirinya dengan apa yang dibutuhkan untuk tetap bekerja.
2. Sistem kapitalis mengasingkan manusia dari aktivitasnya.
Aktivitasnya tidak ditentukan oleh kepentingan pribadi atau aktivitasnya, namun merupakan sesuatu yang dikumpulkan untuk tetap hidup. “Pekerjaannya merupakan buruh paksa”. Hasilnya, menurut Marx, “Buruh hanya merasakan dirinya di luar pekerjaannya, dan dalam pekerjaannya dia merasa di luar dirinya.” Semakin banyak dia bekerja semakin berkuranglah dia. Dia akhirnya hanya merasa tinggal di rumah untuk makan, minum dan berhubungan seksualitas. Persis tabiat binatang.
3.
Masyarakat mengasingkan buruh dari kualitas
penting manusia. Tidak
Menurut Marx, yang memproduksi hanya untuk keperluan
sementara, manusia menghasilkan pengetahuan dan budaya (seperti seni, ilmu, teknologi) untuk semua ras manusia. Manusia
menjadi makhluk universal untuk tujuan universal. Namun
sistem kapitalis mereduksi
kepentingannya manusia itu ke dalam tingkat hewan buruh,
sebagai suatu alat yang semata-mata untuk memuaskan kebutuhan fisik pribadinya.
4.
Alienasi adalah “pemisahan manusia
dari manusia”. Temannya
merupakan seorang asing yang bersaing
dengannya sebagai seorang
buruh dan sebagai
hasil pekerjaan mereka.
Lebih-lebih, keduanya dipisahkan dari “sifat esensial
manusia”.
Analisis Marx, proses
produksi material manusia
berisi
tiga komponen atau faktor. Pertama kondisi
produksi, bahwa kondisi
produksi mempengaruhi produksi
manusia; iklim yang ada, lokasi
fisik geografis masyarakat, pasokan barang
mentah, dan populasi total. Kedua adalah
kekuatan produksi, yaitu pembagian
tipe-tipe kemampuan, peralatan dan
teknologi sebagaimana jenis dan ukuran pasokan buruh yang tersedia di masyarakat. Ketiga
hubungan produksi yaitu hubungan hak milik dalam masyarakat, hubungan
sosial sesuai apa yang telah
diatur masyarakat tentang kondisi dan kekuatan
produksi dan menyalurkan hasil produksi kepada
anggota masyarakat. Karl Marx
mengajukan dua syarat agar masyarakat berkelas
dapat dihapus yaitu: Pertama, cara produksi harus telah berkembang sedemikian rupa sehingga pembagian
pekerjaan tidak perlu lagi. Kedua, harus
telah berkembang suatu
kelas yang berkepentingan untuk tidak hanya menggulingkan kelas yang berkuasa
melainkan untuk menghancurkan sistem masyarakat berkelas itu sendiri dan mendirikan suatu masyarakat yang tidak ada kelasnya
lagi.
2.6.3 Konsep Eksploitasi, Nilai Tukar dan Nilai Guna
Teori ekploitasi, kelas buruh dipaksa diperdagangkan di pasar tenaga kerja untuk nilai upah
yang berlaku; kaum kapitalis
mengeksploitasi buruh dengan menjual produk yang dihasilkan buruh dan bayaran
yang diterimanya melebihi
upah yang dibayarkannya pada buruh. Kapitalisme merupakan sebuah sistem eksploitasi. Kaum kapitalis mengambil
keuntungan secara besar-besaran dengan mengupah buruh secara rata-rata. Namun teori eksploitasi
Marx dikritik secara serius. Marx
dianggap melupakan teori tentang eksploitasi
dari persoalan biaya yang dikeluarkan kaum kapitalis untuk menghasilkan komoditas, hubungan antara biaya-biaya tersebut dan biaya buruh, serta upah yang
harus dibayarkan pada buruh untuk terus
hidup.
Kenyataanya jam kerja lebih itu tidak diperhitungkan kepada
pekerja, malah untuk keuntungan pemilik
modal. Dengan uang surplus
tersebut ia mengembangkan usahanya dengan
membuka pabrik-pabrik baru dengan menggunakan mesin-mesin yang lebih canggih. Sehingga
tenaga kerja semakin tidak digunakan dan kehidupannya
semakin suram. Dorongan produksi
yang besar dari pekerja, akibatnya menimbulkan dilema baru. Produksi kapital yang berlebihan.
Para pekerja dan mesin menghasilkan produksi lebih banyak
dari yang dapat dijual. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan ini para pemilik
menempuh jalan mengurangi produksi dengan demikian
mengakibatkan periode krisis
ekonomi yang ditandai
dengan pemberhentian sementara, menurunnya bisnis dan jumlah
pengangguran yang banyak. Dalam kalangan
kehidupan ekonomi menjadi
landasan konflik sosial dan akhirnya membawa kapitalisme
pada kehancuran sendiri. Ditengah
degradasi dan penderitaan ekonomi para pekerja
terdorong untuk merencanakan, mengorganisasikan, dan akhirnya menentang
seluruh kapitalisme dengan berevolusi.
Konsep nilai lebih, menjelaskan keuntungan kaum kapitalis
dan eksploitasi buruh.
Marx mendefinisikan nilai
lebih sebagai perbedaan antara nilai upah yang diterima
buruh dan nilai dari apa
yang mereka hasilkan. Artinya, perbedaan antara
upah yang harus dibayar kaum kapitalis kepada buruh dan produksi hasil kerja kaum buruh yang bisa dijual kaum kapitalis
untuk keuntungan kaum
kapitalis.
Karl Marx berpandangan bahwa nilai tukar sebuah barang
sangat ditentukan oleh jumlah atau waktu yang diperlukan di dalam mengerjakan barang tersebut. Yang dimaksudkan dengan nilai tukar yaitu nilai
sebuah barang kalau
diperjual-belikan di pasar dan yang biasanya dinilai dalam ukuran jumlah uang. Sementara itu, nilai
guna diukur dari gunanya
suatu barang untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia.
Nilai guna tergantung dari macam barang dan kebutuhan di dalam masyarakat. Nilai guna tidak
ditentukan oleh waktu yang diperlukan
untuk membuatnya. Nilai tukar sebuah barang
sangat ditentukan oleh intensitas pekerjaan
di dalam mengerjakan sebuah barang. Meski demikian, nilai sebuah
barang tidak ditentukan oleh kerja individu,
melainkan oleh apa yang
dinamakan oleh Karl Marx dengan
“waktu kerja sosial yang diperlukan“.
Artinya, waktu yang rata-rata diperlukan
dan dengan kepandaian tertentu untuk membuat
barang tersebut di dalam
masyarakat.
Berkaitan dengan nilai tenaga kerja, Karl Marx melihat bahwa tenaga kerja dalam sistem kapitalis dipandang sebagai barang dagangan. Karena si pemilik pabrik membutuhkan tenaga kerja untuk menjalankan mesin-mesinnya, ia membeli tenaga kerja itu di pasaran dan membayarnya menurut nilainya. Sayang, banyak pemilik pabrik yang membeli tenaga kerja dengan seenaknya. Menurut Karl Marx, nilai tenaga kerja perlu ditentukan oleh nilai semua barang yang dibutuhkan tenaga kerja supaya ia dapat hidup. Nilai tenaga kerja adalah nilai makanan, tempat tinggal dan kebutuhan-kebutuhan lainnya dari si tenaga kerja dan keluarganya. Semua ini juga ditentukan oleh tingkat sosial dan kultural dalam masyarakat tertentu.
2.6.4 Perjuangan Kelas dan Revolusi
Karl Marx melihat bahwa ketegangan antara tenaga- tenaga produksi dan hubungan-hubungan produktif terungkap dalam ketegangan antar kelas dalam masyarakat. Satu kenyataan sosial
yang tak terbantahkan yaitu bahwa di dalam masyarakat terdapat dua kelompok yang
saling berhadapan secara tak terdamaikan yaitu
antara kelas atas dan kelas
yang tertindas.
Pertentangan kelas atas dan kelas yang tertindas tak dapat didamaikan karena bersifat obyektif.
Pertentangan ini ada karena
secara nyata dan tak terhindarkan masing-masing kelas
ambil bagian dalam proses produksi. Di dalam proses produksi masing-masing kelas menempati kedudukannya masing-masing. Kelas atas berkepentingan secara langsung untuk menghisap dan mengeksploitasi kelas
yang tertindas karena ia telah membelinya. Kelas atas menindas
dan menghisap kelas bawah
karena kedudukan dan eksistensi mereka
tergantung dari
cara kerja yang
demikian. Sementara itu kelas yang tertindas berkepentingan untuk membebaskan diri dari penindasan dan bahkan berkepentingan menghancurkan kelas atas.
Perbaikan kelas-kelas tertindas
tidak dapat dicapai
melalui kompromi. Perbaikan tidak dapat diharapkan pula dari perubahan sikap kelas-kelas atas. Bagi
Karl Marx, hanya ada satu jalan saja
yang paling terbuka yaitu perjuangan kelas. “Sejarah semua masyarakat yang ada hingga
sekarang ini adalah
sejarah perjuangan kelas,”
demikian Karl Marx menegaskan dalam bukunya “Manifesto
Komunis”. Sejarah umat manusia
ditentukan oleh perjuangan antara kelas-kelas. Karl Marx menolak pendapat bahwa individu dengan kehendak individualnya dapat menentukan arah
sejarah. Individu hanya melakukan
apa yang merupakan kepentingan kelas mereka masing-masing.
Perjuangan akan sungguh-sungguh apabila bersifat subyektif, yaitu apabila kelas-kelas yang tertindas menyadari keadaan mereka, menentangnya
dan berusaha untuk mematahkan dominasi kelas-kelas yang berkuasa.
Pertentangan antar kelas terjadi karena adanya pertentangan kepentingan-kepentingan kelas-kelas yang ada. Satu jalan perjuangan kelas
yaitu menghancurkan sistem
yang menghasilkan kepentingan-kepentingan kelas atas.
Tetapi, perubahan sistem itu dengan
sendirinya pasti akan ditentang oleh
kelas-kelas atas. Biasanya kelas atas mempertahankan sistem dengan cara memperalat kekuasaan negara. Kelas atas membenarkan kekuasaan negara secara
moral dengan menyebarkan ideologi
yang menunjukkan kesan bahwa negara dan tata-susunan masyarakat itu
suci, tak terjamah dan perlu didukung demi kepentingan masyarakat.
Perubahan sejarah umat manusia dalam masyarakat hanya tercapai dengan jalan kekerasan
yaitu melalui suatu revolusi. Karl
Marx pada dasarnya menentang semua bentuk usaha untuk
memperdamaikan kelas-kelas yang bertentangan. Reformasi pada kelas atas
dan usaha pendamaian
antar kelas hanya akan menguntungkan kelas penindas. Karl Marx menekankan bahwa perjuangan kelas yaitu penghancuran penindasan yang terjadi
dalam masyarakat. Tidak mengherankan, dalam masyarakat kapitalis Karl Marx menekankan
pentingnya revolusi proletariat. Revolusi proletariat yaitu
usaha mencopot hak milik kaum kapitalis atas alat-alat produksi dan
menyerahkannya kepada seluruh rakyat.
Teori Konsentarasi
Teori Konsentarasi menyatakan bahwa dalam perkembangannya, perusahaan-perusahaan individual akan kian besar dan jumlahnya kian sedikit. Bersaingan dengan perusahaan-perusahaan besar itu menyebabkan perusahaan- perusahaan kecil akan lenyap. Produksi akhirnya akan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar tesebut. Dalam fase ini terjadi degradasi yang ditandai oleh jatuh miskinnya para pengusaha kecil dan golongan menengah. Mereka selanjutnya akan menjadi pasukan buruh yang miskin.
2.6.6. Teori Akumulasi
Tersisihnya perusahaan-perusahaan kecil dan golongan menengah menyebabkan kian bertumpuknya kekayaan pada segelintir orang. Sebaliknya, kaum proletar yang berasal dari para produsen kecil kian bertambah.
2.6.7 Teori Pemiskinan
Teori ini menjelaskan bahwa kemakmuran kaum proletar akan sangat terpuruk. Teori pemiskinan mengadakan perbedaan antara kemiskinan mutlak, kemiskinan relatif, dan kemiskinan fiktif-relatif.
1) menurut teori kemiskinan mutlak,
kaum buruh selama
perkembangan kapitalisme akan semakin terpuruk dalam arti mutlak. Artinya, untuk pekerjaan
yang sama kaum buruh itu senantiasa
memperoleh jumlah barang yang semakin
sedikit.
2) menurut teori
kemiskinan relatif, sekalipun jumlah upah mutlak akhirnya akan bertambah juga, namun persentase jumlah upah terhadap pendapatan
nasional total, akan berkurang. Artinya,
kendatipun kaum buruh itu
akhirnya akan memperoleh kemakmuran lebih tinggi, namun persentase kenaikannya lebih daripada kenaikan persentase kemakmuran yang diperoleh
kaum kapitalis.
3) Menurut teori kemiskinan fiktif-relatif, jatah upah tidak akan berkurang, terutama jika semua tenaga produktif dapat digunakan. Namun, jika tidak terjadi seperti itu, maka jatah upah akan menurun. Marxis beranggapan bahwa tidaka akan terdapat kesempatan kerja penuh, dan bahwa tidak akan terdapat kesempatan kerja penuh, dan bahwa akan senantiasa muncul apa yang disebutnya pasukan cadangan industri.
2.6.8 Teori Perkembangan Kapitalisme
Kapitalisme sebagai suatu sistem dapat dikaji dari dua sisi: Proses dan Output. Dari sisi
proses, kapitalisme hanya mengenal
satu hukum yaitu hukum tawar menawar ekonomi
yang bebas dari intervensi penguasa
dan pembatasan tenaga
kerja. Dari sisi output nilai yang dihasilkan oleh kapitalisme adalah nilai tukar bukan nilai pakai.
Artinya orang memproduksi sesuatu untuk dijual.Tujuannya bukan
barang melainkan uang (Magniz).
Kapitalisme sebagai sebuah sistem produksi komoditi tidak hanya terbatas dalam memproduksi untuk kebutuhannya sendiri, melainkan juga untuk kebutuhan pasar pertukaran (Excange Market). Setiap komoditi mempunyai dua nilai: Yaitu nilai pakai (use value) dan Nilai tukar (Excange value). Nilai pakai direalisasikan dalam proses konsumsi, sedang nilai tukar direalisasikan jika produk itu akan ditukarkan dengan barang lain. Nilai tukar mempunyai “Nilai Ekonomi yang Pasti” yang mempunyai kaitan dalam komoditi. Dengan mengambil teori Ricardo dan Smith, Marx berpendapat, bahwa setiap objek akan mempunyai nilai jika melibatkan tenaga kerja manusia untuk memproduksinya. Nilai tukar harus didasarkan kepada ciri khas pekerjaan yang dapat diukur kuantitasnya.
Cara mengukur
kuantitas adalah dengan memperhatikan “Pekerjaan umum yang abstrak”.yang diukur dari jumlah waktu
yang terpakai. “Pekerjaan umum yang abstrak” inilah yang menjadi dasar dari “nilai
tukar”.
Dalam menghitung waktu yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan, Marx mengajukan teori tentang “waktu kerja sosial yang dibutuhkan” (Sosially necessary labor time).
Pengertiannya adalah Jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi komoditi dibawah kondisi produksi yang normal dengan intensitas ketrampilan yang rata–rata. Teroi ini dapat dilakukan dengan penelitian empiris .
2.6.9 Teori Surplus (Nilai Lebih)
Marx tidak menaruh
perhatian terhadap hukum permintaan
pasar yang dikatakan dalam Postisi seimbang.
Permintaan tidak menentukan nilai, meskipun menentukan harga. Permintaan sangat menonjol dalam
alokasi tenaga kerja.
Permintaan bukan variabel
bebas, melainkan ditentukan oleh kelas yang berbeda dan diciptakan dari penghasilan yang dari kelas.
Para kapitalis membeli tenaga kerja dan menjual atas nilai yang sebenarnya, atau para kapitalis
membisniskan tenaga kerja atau
daya kerja di pasaran. Nilai daya kerja ini ditentukan oleh waktu yang secara sosial dipakai
untuk produksi. Daya kerja menyangkut energi fisik yang
dibutuhkan. Untuk memperbaiki daya
buruh harus dipenuhi kebutuhan sandang, pangan,
papan, dan kebutuhan keluarga. Kondisi kerja yang modern dengan adanya mekanisasi memungkinkan seorang buruh untuk memproduksi barang yang lebih banyak dari yang ia gunakan
untuk menutupi biaya hidupnya. Kemampuan untuk memproduksi dengan jumlah yang lebih
banyak ini disebut “nilai surplus”.
Nilai surplus ini sebagai sumber keuntungan atau
keuntungan sebagai permukaan yang tampak dari nilai surplus. Dan nilai surplus ini sebagai sumber
pemerasan.
Dalam kaitannya dengan biaya,
Kapitalis mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja yang disebutnya
sebagai “modal Variabel” dan biaya yang dikeluarkan untuk faktor–faktor produksi yang lain seperti gedung, bahan baku,
mesin yang disebutnya sebagai “modal
konstan”. Hanya modal variabel yang
menciptakan nilai modal konstan yang dalam proses produksi tidak mengalami perubahan. Pola ini ditulis dalam rumus P = S/C + V artinya semakin rendah rasio modal konstan terhadap modal variabel, semakin
tinggi keuntungan.
Teori ini berlaku secara variatif terhadap sektor produksi yang berlainan. Komoditi tidak bisa dijual berdasarkan nilainya melainkan berdasarkan “harga produksi”. Para kapitalis mengambil keuntungan yang dihasilkan dari nilai surplus jauh lebih besar dari nilai surplus yang terbentuk. Sebelum era kapitalisme barang-barang dijual berdasarkan nilainya seperti dalam sistem perdagangan barter, setelah kapitalisme barang ditransaksikan berdasarkan nilai tukar.
2.7 Kekurangan Teori Karl Marx
Kekurangan Karl Marx
dalam bukannya memandang pekerjaan sebagai
tindakan dasar manusia,
melainkan karena ia menganggap sebagai
satu-satunya. Karl Marx tidak melihat
bahwa interaksi yaitu komunikasi antar manusia adalah tindakan
yang penting juga (Jürgen Habermas). Habermas
yakin bahwa keterasingan tidak akan hilang hanya karena perubahan sistem. Faktor komunikasi
memainkan peranan penting
untuk mengurangi keterasingan dengan jalan reformasi di dalam sistem.
Karl Marx berpandangan bahwa suatu pengurangan penindasan didalam sistem yang ada (reformasi) tidaklah mungkin. Baginya,
penindasan hanya dapat dipatahkan dengan sebuah
revolusi.
Kelemahan Karl Marx disini yaitu bahwa buruh-buruh di beberapa negara
kapitalis dapat memperjuangkan kemajuan mereka
tanpa melalui suatu revolusi. Karl Marx tidak bisa melihat kemungkinan ini karena ia berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan
kelas atas dan kelas yang tertindas tidak akan pernah dapat diperdamaikan.
Kekeliruan mendasar Karl Marx yaitu bahwa borjuis sebagai kelas atas tidak mau mencari
damai. Pada kenya- taannya
kelas atas menyadari kerugian kalau ada revolusi. Oleh sebab
itu mereka bersedia untuk mengurangi penghisapan, memperbaiki syarat-syarat kerja, membagi kekuasaan politik dengan kaum buruh dan bahkan memberi hak
kepada kaum buruh untuk ikut menentukan kebijakan perusahaan.
2.7.1 Teori Surplus (Nilai Lebih)
Untuk meramalkan harga dengan menggunakan teori Marx ini sangat sulit, karena teorinya berbelit–belit dan kusut. Marx hanya menggambarkan secara sepintas dan sepotong– potong akan kondisi masyarakat yang akan menggantikan masyarakat kapitalisme, yang unsur -unsurnya juga diambil dari masyarakat kuno.
2.7.2 Kritik
Pandangan Marx tentang pembagian pekerjaan tidak realistis jika dihadapkan dengan kondisi
masyarakat Industri sekarang.
Marx berdalih bahwa Mekanisasi yang terjadi dalam
sektor industri akan menggeser peran buruh dari pelaksana menjadi
pengawas atau Kontrol.
Dalam dunia modern dimana berkembang spesialisasi sulit dibayangkan suatu masyarakat tanpa pembagian. Masyarakat tanpa negara juga akan sulit dibayangkan. Bagaimana suatu proses pembagian kerja
akan dijalankan. Pada kenyataannya, sosialisme cenderung berkembang kearah etatisme. Negara membagi pekerjaan. Elit menjadi kelas baru yang korup. Gagasan
Marx akan masyarakat tanpa kelas tidak realistis, melainkan hanya
khayalan (Utopis).
Revolusi sosialis (proletariat)
tidak benar–benar terjadi karena
gaji buruh kemudian dinaikkan. Dengan naikknya gaji buruh, seluruh tesis Marx akan revolusi proletar gugur. Para musuh–musuh Marx (kapitalis) melakukan bantahan terhadap tesis Marx dengan menaikkan upah buruh (Self denying
Prophecy).
Dalam teori Marx, dengan menghilangnya kelas dan menghilangnya negara akan menghilangkan konflik dalam masyarakat. Faktanya di Uni sovyet, negara hancur karena terjadinya konflik. Dampak dari pemikiran Marx ini adalah terjadinya perubahan di kalangan kapitalis Liberal yang mulai memikirkan nasib buruh dengan memberikan perlindungan– perlindungan dan memberi peran kepada negara untuk mengatur buruh. Selain itu negara–negara kapitalis liberal juga menerapakan progressive taxation dan memberikan suatu jaminan sosial (Sosial security).
Pendapat yang mengatakan bahwa gaji buruh tidak naik, tidak benar. Karena faktanya gaji naik. Jadi revolusi seperti yang digambarkan marx tidak pernah terjadi. Bahkan pada abad ke 20 negara–negara industri mengeluarkan peraturan perburuhan yang melindungi hak-hak buruh. Marx juga tidak mampu menjelaskan “Stratifikasi sosial” atau terlalu menyederhanakan kelas.
2.8 Kesimpulan
1. Marx mendasarkan karyanya pada para ekonom klasik seperti Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill dan bahkan Benjamin Franklin.
2. Teori Marx dikembangkankan dengan melihat perkembangan dan perobahan sosial masyarakat, utamanya yang disebut sebagai kaum bojuis mengeksplotasi tenaga
kerja yang berasal
dari kaum proletar.
3. Akibat dari penerapan teori Marks telah menimbulkan perbudakan dimana kaum feodal atau pemilik
lahan bertindak sebagai raja,
dan para pekerja (kaum proletar) harus mengabdi untuk mendapatkan upah seadanya.
4. Pengembangan peralatan
peralatan modern untuk berproduksi
berarti para buruh mulai terpinggirkan dan upah kerja diturunkan bahkan kaum buruh (proletar) kehilangan kesempatan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony Gidden, Kapitalisme Dan Teori Sosial
Modern,
Cambridge University Press
Djoyohadikusumo,
Sumitro. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Franz Magniz Suseno,Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisisonisme ,
P.T Gramedia Pustaka, Jakarta 2001.
Pressman, Steven.
2000. Lima Puluh Pemikir
Ekonomi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Skousen, Mark. 2005.
Sang Maestro ”Teori-teori Ekonomi Modern”:Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta:
Prenada.
0 Comment