GEORGE SIMMEL
1.1 Biografi
George Simmel adalah seorang filsuf Jerman dan salah seorang
pionir dalam menjadikan sosiologi sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri. Ia
lahir pada tahun 1858 dan meninggal pada tahun 1918. Simmel
lahir di Berlin dan belajar di sana
juga. Ia memasuki Universitas Berlin pada tahun
1876. Ia mempelajari psikologi, sejarah, filsafat, dan bahasa Italia. Kemudian ia juga bekerja sebagai dosen di beberapa
universitas. Dalam karier akademisnya sebagai
dosen, Simmel sering dikritik karena
tema-tema pemikirannya yang tidak sesuai dengan gaya yang
lazim. Selain itu, gaya menulis
Simmel juga dipandang tidak sesuai dengan standar yang ada.
Orang tua Georg Simmel adalah orang Yahudi beragama protestan.
Ayahnya adalah pengusaha sukses dari Yahudi yang
beraliran Katolik, sedangkan ibunya mengkonversi ke aliran Protestan. Latar
belakang orangtuanya itu menjadi hambatan
Simmel selama hidupnya dan sebagai guru besar
di Universitas Berlin,
ia memberikan kuliah-kuliah yang sangat popular
dan banyak menulis. Ia menghasilkan karya- karya
yang sangat terkenal pada masa itu walaupun karirnya tidak terlalu berkembang karena latar belakang yang tidak menguntungkan pada waktu itu. Simmel menulis
banyak artikel, misalnya
The Metropolis and Mental
Life dan buku the Philosophy of Money.
Ia terkenal
di kalangan akademisi
Jerman dan mempunyai pengikut internasional, terutama
di Amerika. Di situ karyanya
berpengaruh besar dalam
kelahiran sosiologi.
Kedudukannya
yang serba marginal menyebabkan Simmel sangat peka terhadap masalah
yang ada di sekitarnya. Masalah-masalah itu terlepas dari perhatian orang-orang yang berkedudukan
baik pada saat itu. Pada tahun 1914, Simmel diangkat
menjadi guru besar tetap di Universitas Strassbourg dengan bantuan temannya
yaitu Max Weber. Pusat perhatian
studi Simmel mencakup
ruang lingkup yang sangat luas dimulai dari filsafat, yang kemudian menjadi
ilmu yang sangat
bermanfaat bagi bidang-bidang sosiologi, sejarah, sastra
dan kesenian. Simmel memberikan kuliah mengenai bidang- bidang itu dan menyusun
karya-karya ilmiah.
Di bidang sosiologi, pusat perhatiannya terarah pada proses interaksi sosial yang dianggap sebagai ruang lingkup primer sosiologi dan perkembangannya.
1.2 Pemikiran Georg Simmel
1.2.1 Sosial Interaction (Interaksi Sosial)
1.2.1.1 Munculnya Masyarakat Melalui Interaksi
Simmel memberikan suatu konsep tentang
masyarakat melalui interaksi
timbal balik. Masyarakat dipandang lebih dari pada hanya sebagai suatu kumpulan
individu sebaliknya masyarakat
menunjuk pada pola interaksi timbal balik antara individu. Pendekatan Simmel meliputi pengidentifikasian dari penganalisaan bentuk-bentuk yang berulang
atau pola-pola “sosiasi” (sociation).
Sosiasi adalah terjemahan dari kata “ Vergesellschaftung (Jerman), yang secara
harafiah berarti proses dimana
masyarakat itu terjadi. Dengan demikian jika
individu-individusalingberhubungandansalingmempengaruhi, maka terbentuklah suatu masyarakat. Proses
interaksi timbal balik itu bisa bersifat
sementara dan berlangsung lama.
Syarat-syarat munculnya interaksi ;
a. Emosi identik dengan
kemauan yakni yang mendorong seseorang untuk berinteraksi.
1.2.1.2 Nomos atau Hukum
yang mengikat suatu interaksi.
Bentuk VS Isi dari
Proses Interaksi
Simmel memberikan suatu konsep tentang
masyarakat melalui interaksi
timbal balik. Masyarakat dipandang lebih daripada
hanya sebagai suatu kumpulan individu melainkan masyarakat menunjuk pada pola interaksi timbal balik antar individu. Pokok perhatian Simmel dari interaksi sosial
bukanlan isi melainkan
bentuk dari interaksi sosial itu sendiri. Simmel memiliki pandangan seperti
itu karena menurutnya dunia nyata tersusun
dari tindakan dan interaksi.
Pembedaan bentuk dan isi interaksi dapat dilihat dalam beberapa hal sebagai berikut:
A. Sosiabilita
Sosiasi atau interaksi yang dipisahkan dari isinya menghasilkan sosiabilita, dimana sosiabilita sebagai bentuk yang murni merupakan interaksi yang terjadi demi interaksi itu sendiri dan bukan yang lain. Sebagai contoh, silahturahmi pada waktu lebaran. Sekalipun mempunyai pekerjaan yang sama tetapi ketika mereka bersilahturami, mereka tidak akan membicarakan masalah pekerjaan tetapi mungkin hal yang ringan karena pokok pembicaraan tidak sepenting kenyataan yang menjadi dasar bagi bentuk sosiabilita. Selanjutnya dia menyelidiki masalah solidaritas dan konflik yang dikaitkannya dengan besar kecilnya kelompok.
B. Hubungan Seksual
Contoh lain yang memperlihatkan pembedaan antar bentuk dan isi adalah orang yang berpacaran. Sebagai suatu bentuk yang murni, pacaran tidak mencakup interaksi sosial sosiabel yang mungkin mendahului sosial. Dalam berpacaran masing-masing pihak akan menampilkan perilaku yang merangsang dan memberi kesan daya tarik seksual yang ada pada saat itu, dan sekaligus dengan caranya sendiri menahan untuk berbuat. Dengan cara ini orang yang berpacaran dapat menikmati bentuk hubungan seksual yang menarik tanpa memasukkan isi dari hubungan seperti itu.
C. Pentingnya Bentuk dan Sosiologi
Simmel membedakan antara bentuk dan isi hubungan sosial. Sosiologi dibedakan dari ilmu-ilmu sosial lainnya. Oleh karena fokusnya tertuju pada bentuk sedangkan ilmu- ilmu lainnya dirumuskan oleh isinya. Simmel menyajikan sejumlah sketsa sosiologis dimana bentuk-bentuk tertentu diidentifikasikan, dianalisa, kadang-kadang dibagi menjadi lebih kecil atau dibandingkan secara kontras dengan bentuk- bentuk yang berhubungan.
D. Superordinasi dan Subordinasi
Superordinasi dan subordinasi memiliki
hubungan timbal balik.
Superordinasi tidak ingin sepenuhnya mengarahkan pikiran dan tindakan orang lain, justru superordinasi berharap pihak yang tersubordinasi bereaksi
secara Postitif atau negatif. Bentuk
interaksi ini tidak
mungkin ada tanpa
hubungan timbal balik. Bahkan dalam hubungan sosial yang
eratpun sering terjadi ketegangan-ketegangan atau konflik.
Simmel tetap menjadi tokoh marjinal di dunia akademisi
Jerman sampai ia meninggal pada tahun 1918. Ia tak pernah mendapat karir akademisi yang normal.
Bagaimanapun juga Simmel menarik
perhatian sejumlah besar mahasiswa di zamannya dan kemasyhurannya sebagai
seorang sejarah terpelihara bertahun-tahun.
Tulisan – tulisan Simmel amat beragam, mulai dari etika, filsafat sejarah, pendidikan, agama, dan
juga para filsuf lain, seperti Kant,
Schopenhauer, dan Nietzsche. Ia juga menulis
banyak esay tentang seniman dan penyair, tentang bermacam- macam kota, dan tema-tema seperti cinta, petualangan, rasa malu, dan juga banyak topik-topik sosiologi. Tulisan-tulisannya yang amat terkenal adalah The Metropolis and Mental Life dan buku the Philosophy
of Money yang merupakan analisis Simmel terhadap gaya hidup modern terhadap kesadaran manusia.
Keragaman
tulisan Simmel membuat
pembacanya tidak terkonsetrasi pada satu titik bahasan.
Hal ini mengakibatkan kurangnya
publikasi-publikasi yang ia buat akan tetapi hanya berupa essay-essay saja.
Masyarakat lebih dari pada jumlah individu yang membentuknya lalu ditambah dengan pola interaksi timbal balik dimana mereka saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Akan tetapi masyarakat tidak akan pernah ada sebagai suatu benda objektif yang terlepas dari anggota-anggotanya. Kenyataan itu terdiri dari kenyataan proses interaksi timbal balik. Pendekatan ini mengusahakan keseimbangan antara pandangan nominalis (yang percaya hanya pada individu yang rill) dan pandangan realis atau teori organik (yang mengemukakan bahwa kenyataan sosial itu bersifat independen dari individu yang membentuknya).
Contoh terbentuknya masyarakat menurut Simmel, misalnya sejumlah individu yang terpisah satu sama lain atau berdiri sendiri-sendiri saja, yang sedang menunggu dengan tenang di terminal lapangan udara tidak membentuk jenis masyarakat atau kelompok. Tetapi kalau ada pengumuman yang mengatakan bahwa kapal akan tertunda beberapa jam karena tabrakan, beberapa orang mungkin mulai berbicara dengan orang disampingnya, dan disanalah muncul masyarakat. Dalam hal ini masyarakat (sosietalisasi) yang muncul akan sangat rapuh dan semetara sifatnya, dimana ikatan-ikatan interaksi timbal baliknya itu bersifat sementara saja.
Menurut
hemat saya pembentukan masyarakat harus diikat
oleh beberapa persyaratan antara lain jumlah orang
yang berkumpul dalam satu
lokasi dan berinteraksi dalam waktu yang cukup
lama dan mempunyai tujuan yang sama sehingga terjadi
persekutuan. Pendapat Simmel
dalam contoh yang ia
kemukakan bahwa interaksi yang terjadi di ruang tunggu pesawat sehingga dua orang penumpang
berintraksi dengan mulai
berkomunikasi tentang ketertundaan pemberangkatan belum memenuhi syarat untuk disebut
sebagai suatu masyarakat.
Proses munculnya masyarakat sangat banyak macam-
nya, mulai dari pertemuan sepintas lalu antara orang-orang asing ditempat-tempat umum sampai ke
ikatan persahabatan yang lama dan intim atau hubungan
keluarga. Tanpa memandang tingkat variasinya, proses
sosiasi ini mengubah suatu kumpulan
individu saja menjadi
satu masyarakat (kelompok/sosiasi). Masyarakat ada pada tingkat tertentu
dimana dan apabila
sejumlah individu terjalin
melalui interaksi dan saling
mempengaruhi.
Proses terbentuknya masyarakat, menurut Simmel adalah sangat
simple dan banyak didiskusiksn oleh para sosiolog
karena persyaratannya hanya satu yaitu interaksi sedang persyaratan
terbentuknya masyarakat harus meme- nuhi beberapa
syarat seperti:
Sejumlah
manusia yang hidup bersama dalam waktu yang
relatif lama, Merupakan satu kesatuan dan Merupakan suatu sistem hidup bersama, yaitu hidup bersama
yang menimbulkan kebudayaan dimana
setiap anggota masyarakat merasa dirinya masing-masing terikat dengan kelompoknya. Menurut Weber masyarakat adalah struktur
yang ditentukan oleh harapan
dan nilai dominan
dalam masyarakat .
Lalu apa beda hubungan Diad dan Triad? Bagaimana dengan hubungan kelompok keempatan dan seterusnya? Adapun yang membedakan antara hubungan diad dan triad adalah jumlah orang yang terlibat dalam interaksi tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Simmel begitu jumlah orang yang terlibat dalam interaksi berubah, maka bentuk interaksi merekapun berubah dengan teratur dan dapat diramalkan.
1.2.2 Diad
Bentuk duaan memperlihatkan ciri khas yang unik sifatnya
yang tidak terdapat
dalam satuan sosial
apapun yang lebih besar.
Hal ini muncul dari kenyataan bahwa
masing-masin individu
dikonfrontasikan oleh hanya seorang yang lainnya, tanpa adanya suatu kolektivitas yang bersifat superpersonal (suatu kolektivias yang kelihatannya
mengatasi para anggota individu).
Oleh karena itulah pengaruh yang potensial dari seseorang individu terhadap satuan
sosial lebih besar
daripada dalam tipe satuan
sosial apapun lainnya. Dilain pihak, kalau seseorang
individu memilih untuk keluar dari suatu kelompok duaan maka satuan sosial itu sendiri akan hilang lenyap. Sebaliknya, dalam semua kelompok lainnya,
hilangnya satu orang anggota tidak
ikut menghancurkan keseluruhan satuan sosial itu.
Keunikan
bentuk
duaan yang lain adalah dengan adanya
istilah berdua itu sepasang, bertiga menjadi kerumunan (two is
company, three is a crowd). Semua orang percaya bahwa rahasia dapat dijaga oleh satu orang, dan
tidak lebih dari itu. Karena
setiap orang dalam kelompok duaan
hanya berhadapan dengan satu orang saja, maka kebutuhan
tertentu, keinginan dan karakteristik
pribadi dari teman lain itu dapat ditanggapi
dengan lebih sunguh-sungguh daripada yang mungkin
dapat dibuat dalam kelompok yang lebih besar. Akibatnya, hubungan duaan menjadi intim dan unik
secara emosional yang tidak mungki terjadi
dalam bentuk sosial lainnya. Hal ini
menimbulkan sifat yang ekslusivistik kepercayaan bahwa kehidupan yang dihayati oleh dua orang tidak dapat dihayati bersama orang lain, dan tidak ada hubungan lain yang memiliki
tingkat kekayaan emosional yang sama dengan itu.
Hubungan duaan tidak selalu disertai oleh perasaan- perasaan Postitif. Dalam situasi konflik, apapun masalah dan sebab musababnya, hubungan yang sangat intim seringkali membuat konflik malah menjadi lebih parah. Masalah konflik yang kelihatan nya sepele bagi orang luar, ditanggapi dengan sangat emosional. Sesungguhnya keterbukaan mereka satu sama lain pada tingkat kepribadian yang sangat dalam membuat mereka mudah saling menyerang yang berhubungan dengan masalah kepribadian ini.
1.2.3 Triad
Triad disini diartikan
sebagai pihak ketiga.
Salah satu pokok pikiran
Simmel yang terkenal adalah diskusinya mengenai
berbagai peran yang dapat dilakukan oleh pihak
ketiga. Peran-peran ini yang tak mungkin kita temukan dalam bentuk duaan,
meliputi penengah,
wasit, tertius gaudens
(pihak ketiga yang
menyenangkan) dan orang yang memecah belah
dan menaklukan (divider and conqueror).
Dalam berbagai situasi, peran penengahlah yang muncul karena ikatan antara
kedua anggota dalam bentuk duaan itu didasarkan terutama pada hubungan mereka bersama pada pihak
ketiga. Artinya, ikatan duaan
bersifat tidak langsung. Misalnya, hubungan antara seorang
ibu mertua dengan menantu perempuan
didasarkan pada hubungan
bersamanya dengan anak-
suami yang mempunyai hubungan dengan keduanya secara terpisah.
Namun dalam banyak situasi lainnya, kedua anggota duaan itu langsung berhubungan satu sama lain dan juga dengan pihak ketiga. Atau contoh lain, misalnya suami istri berhubungan satu sama lain, dan juga mempunyai ikatan bersama terhadap anak-anaknya. Karena alasan inilah, anak- anak sering merupakan faktor yang memperkuat perkawinan, artinya mereka memberikan suatu ikatan tambahan lagi pada kedua pasangan itu.
1.2.4 Hubungan Keempatan Atau Lebih
Dengan adanya tambahan orang lebih banyak lagi dalam suatu hubungan yang diperluas seperti hubungan keempatan, merupakan suatu kelompok yang terdiri dari empat orang adalah kelompok yang paling kecil dimana dapat terjadi pembentukan koalisi dengan ukuran yang persis sama. Kelompok yang terdiri dari lima orang adalah kelompok yang paling kecil dimana dapat terjadi pembentukan koalisi dengan ukuran yang tidak sama. Karena kelompok tumbuh menjadi lebih besar, kemungkinan pembentukan sub kelompok internal itu bertambah besar. Kalau hal ini terjadi bentuk-bentuk sosial yang sesuai dengan jumlah yang terdapat dalam berbagai sub kelompok itu akan menjadi dominan.
1.3
Interaksi Sosial (Sosial Interaction)
Adanya kesadaran individu yang dikemukakan oleh Georg Simmel menjadi sumber awal Simmel
dalam mengkaji lebih jauh tentang interaksi
sosial, ia telah melakukan teoretisasi masalah modernitas dengan penekanan pada perkembangan pesat dari ilmu, teknologi, pengetahuan obyektif, berikut diferensiasinya di satu sisi dan erosi budaya subyektif di sisi lain. Konflik dan krisis
kebudayaan modern dilukiskan Simmel dalam bentuk pemiskinan-subyektivitas yang disebutnya endemi atrophy (terhentinya pertumbuhan budaya subyektif) karena hypertrophy
(penyuburan budaya obyektif). Simmel berusaha menjelaskan adanya ketimpangan budaya individu atas manusia sebagai subjeknya dibandingkan dengan
perkembangan media atau sarana kehidupan yang
mengurangi peran aktif manusia dalam
berkarya. Sehubungan dengan fenomena endemi antrophy interaksi
menjadi salah satu pokok
pemikiran dalam teori
Simmel.
Masyarakat, kemudian, dapat didefinisikan sebagai
sejumlah individu yang dihubungkan dengan
interaksi. Interaksi ini dapat menjadi
mengkristal sebagai bidang permanen. Hubungan ini, atau bentuk sociation,
sangat penting karena mereka
menunjukkan bahwa masyarakat bukan merupakan
substansi, tetapi sebuah peristiwa, dan karena bentuk-bentuk sociation mengatasi individu/dualisme
sosial (individu terlibat dengan satu sama lain dan dengan demikian merupakan
sosial). Sedangkan interaksi sosial menurut Georg Simmel memiliki
point-point tersendiri yang menurutnya merupakan hal yang perlu untuk disertakan dalam teori-teorinya, Simmel mengungkap kan bahwa interaksi :
1)
Menurut bentuk, meliputi
:
a.
Subordinasi (ketaatan)
b.
Superordinasi (dominasi)
c.
Hubungan seksual
d. Konflik
e. Sosiabilita (interaksi yang terjadi demi interaksi itu sendiri dan bukan untuk tujuan lain)
2)
Menurut tipe,
meliputi :
a.
interaksi yang terjadi
antar individu-individu
b.
interaksi yang terjadi
antar individu-kelompok
c.
interaksi yang terjadi
antar kelompok-individu
Pada keadaan yang sama yaitu kehidupan dengan interaksi dan komunikasi dapat menumbuhkan kemungkinan- kemungkinan tertentu, dimana memiliki dampak Postitif dan negatif, ada pada suatu saat seseorang merasakan kedekatan, kekompakan, dan kebersamaan baik secara pribadi maupun kelompok. Adanya kontak merupakan faktor yang mendorong terjadinya komunilkasi, kontak tersebut terdiri dari kontak secara langsung maupun secara tidak langsung (melalui media), dan komunikasi itu sendiri adalah gambaran dari adanya interaksi dalam hidupnya dengan orang lain. Simmel juga memusatkan pemikirannya mengenai relasi, khususnya interaksi antar pemeran sadar dan tujuannya adalah melihat besarnya cakupan interaksi yang mungkin sepele namun pada saat lain sangat penting.
Menurut Simmel interaksi timbul karena kepentingan- kepentingan dan dorongan tertentu
(Soerjono Soekanto, 2003). Salah satu bentuk interaksi yang
dibicarakan Simmel adalah gaya (fashion). Gaya adalah bentuk relasi
sosial yang menginginkan orang menyesuaikan diri dengan keinginan
kelompok. Gaya bersifat dialektis yang berarti keberhasilan dan persebaran gaya akan berujung pada
kegagalan. Hal Postitif yang muncul dari adanya interaksi
bisa terjadi melalui terjalinnya solidaritas masyarakat, dan hal negatif
adalah berupa adanya konflik.
Minat Simmel pada bentuk interaksi menuai
banyak kritikan. Ia dituduh memaksa suatu tatanan yang sebenarnya tidak ada dan menghasilkan studi yang tidak saling
terkait yang akhirnya sama sekali tidak menerapkan tatanan yang lebih
baik pada realitas
sosial. Menurut bentuknya terdapat konsep yang disebut
dengan Subordinasi (ketaatan) dan
Superordinasi (dominasi), jika kita ulas lebih
lanjut tentang kedua hal tersebut ada beberapa kata kunci untuk memahaminya
yaitu antara lain :
1) Dominasi merupakan
suatu bentuk interaksi. Bahkan dalam bentuk paling ekstrim
subordinasi, ada beberapa kebebasan pribadi.
2) Otoritas berwibawa
menunjukkan perilaku yang dapat menjadi
tujuan atau supra-individu, serta fakta bahwa
kekuatan supra-individu mungkin
rompi seseorang dengan penuh wibawa. Prestige adalah
individu dan tidak memiliki objektivitas supra-individual.
3) Para pemimpin dan
yang dipimpin saling terkait dalam sociation dengan cara timbal balik, mereka tidak mengecualikan satu sama lain, sebaliknya, mereka
menyiratkan satu sama lain.
4) Interaksi adalah penting bagi gagasan hukum. Tidak akan ada timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai ketika penguasa dipilih berdasarkan kontrak bersama antara yang diperintah. Dalam kasus ini tidak ada timbal balik. Superordinasi dan subordinasi memiliki hubungan timbal balik.
Pemimpin tidak ingin sepenuhnya menginginkan dan mengarahkan tindakan orang lain. Justru pemimpin memberi kesempatan kepada
yang tersubordinasi agar dapat
berprilaku Postitif atau
negatif. Superordinat sering memperhitungkan
kebutuhan dan keinginan
subordinat dengan tujuan untuk mengontrolnya. Simmel menganggap sub
ordinasi dibawah prinsip obyektif
sebagai sesuatu yang paling menyakitkan, mungkin karena hubungan antar manusia dan interaksi sosial
tereliminasi.
Dalam hal mengkritisi gagasan Georg Simmel,
penulis memiliki beberapa pendapat, misalnya bahwa penitik beratannya pada bentuk mengandaikan adanya tatanan yang sebenarnya tidak ada, dan bahwa kelihatannya ia agak kebingungan
ketika melihat struktur sosial, di satu sisi
hanya sebgai bentuk
interaksi dan di sisi lain sebagai sesuatu
yang koersif dan terlepas dari interaksi. Kritiknya
adalah bahwa Simmel tidak
mengusulkan jalan keluar dari tragedi kebudayaan, karena ia memandang
keterasingan sebagai bagian
dari kondisi manusia
bagi Simmel, putusnya
hubungan antara kebudayaan
subyektif dengan kebudayaan obyektif lebih sebagai bagian dari “harkat
manusia”.
Sifat Simmel yang tidak terlalu percaya
diri karena adanya
hambatan dari latar belakang hidupnya
sebagai seorang Yahudi yang
hidup di era Antisemitisme, sehingga karya-karyanya tidak terpublikasi dengan baik.
Tak diragukan lagi kritik kepada Simmel yang paling sering dikutip adalah karakter
karya-karyanya yang terpisah- pisah. Simmel
dituduh tidak mempunyai pendekatan teoritis koheren, namun hanya memiliki
serangkaian pendekatan framentaris atau “impresionistik”. Memang
benar bahwa seperti
kita kemukakan disini, Simmel memfokuskan perhatiannya pada bentuk dan tipe asosiasi, dan hal
tersebut nyaris bukan merupakan
kesatuan teoritis seperti yang dapat ditemukan
pada pemikiran para pendiri sosiologi
lainnya.
Karakter karya Simmel itu sendiri
: berseraknya topik, kegagalannya mengintegrasikan
materi-materi terkait, kekurangan pernyataan
umum koheren, dan sikap ceroboh terhadap tradisi
akademik. Meskipun Simmel memiliki pendekatan unik, namun harus ia akui bahwa di tengah- tengah
keberhasilan keilmuan Simmelian, bagi para pembaca
tetap tersisa pengalaman Simmel yang tak terabaikan sebagai
seorang penulis yang tidak sistematis. Banyak orang menganggap bahwa karyanya
sangat menarik, namun hampir tidak seorang pun yang tahu bagaimana
mempraktikkannya sebagai pendukung mati-matian ilmu sosial
Simmelian.
Meski
sangat sedikit orang yang menganut pemikiran
Simmelian, Simmel acap diakui
sebagai seorang “inovator gagasan
dan tolok ukur teoritis”. Inilah yang benar-benar diinginkan Simmel.
“Aku tahu bahwa aku akan mati tanpa
menjadi pewaris tahta
spiritual (dan itu baik). Lahan yang kutinggalkan seperti halnya uang yang dibagikan kepada begitu
banyak ahli waris, mereka
akan menggunakannya untuk perdagangan yang sesuai dengan
sifatnya masing-masing,namun tidak dapat lagi dipandang berasal dari
lahan tersebut.” Konsekuensinya, Simmel seringkali dipandang
sebagai sumber alami bagi wawasan
yang harus digali bagi hipotesis empiris ketimbang sebagai satu
kerangka kerja koheren bagi analisis teoritis.
Karya
Simmel bersifat fragmentaris.jika hal itu yang
dijadikan untuk menilai Simmel, jelas ia dinilai dari kegagalan gagasannya yang hanya dapat diselamatkan
oleh karya yang dilakukan
oleh para penerus ilmiahnya. Karya
Simmel terdapat “elemen humanisme lebih besar yang tidak
dapat direduksi dan selalu ada kemungkinan
untuk mengambil sesuatu yang penting
darinya secara langsung, yang tidak dapat diserap oleh proPostisi ilmiah yang
impersonal.”
Dengan seluruh teoretisi klasik ini, penting bagi kita untuk membaca tulisan-tulisan aslinya, sekalipun dalam versi terjemahan. Namun hal yang lebih berlaku lagi pada Simmel. Tidak ada pengganti bagi salah satu esai Simmel dan ajarannya tentang bagaimana melihat gaya atau permainan atau orang asing atau kerahasiaan dengan cara yang baru.
1.4 Ekonomi Uang
Simmel mempelajari berbagai cabang ilmu di Universi- tas Berlin. Georg Simmel sezaman
dengan Weber dan bersama-sama mendirikan masyarakat sosiologi
Jerman. Teori utamanya
yakni Interaksionisme Simbolik.
Simmel lebih terkenal
dengan karyanya tentang
masalah - masalah berskala lebih kecil, terutama tindakan dan interaksi individual. Lebih terkenal dengan bentuk- bentuk interaksi (misalnya Konflik) dan
tipe-tipe orang yang berinteraksi
(misalnya orang asing), yang didasarkan pada
filsafat Kant. Dengan berbekal peralatan konseptual, dia dapat menganalisis dan memahami situasi
interaksi yang berbeda. Ia pun juga
menulis topik topik menarik seperti kemiskinan, pelacuran, orang kikir
dan pemboros, dan orang asing.
Dalam orientasi makro tampak lebih jelas dalam Philosphy
of Money. Simmel terutama memusatkan perhatian pada
kemunculan perekonomian uang dalam masyarakat modern yang terpisah
dari individu dan mendominasikan individu.
Menurut Simmel, kultur dalam masyarakat modern dan seluruh
komponennya yang beraneka
ragam itu (termasuk
ekonomi uang) akan berkembang, dan begitu sudah berkembang maka arti penting (peran)
individu mulai menurun. Misalnya,
begitu teknologi industri yang menyertai ekonomi
modern berkembang dan tumbuh makin canggih, maka keterampilan dan kemampuan tenaga kerja secara individual menjadi makin
kurang penting. Akhirnya tenaga kerja dikonfrontasikan dengan mesin - mesin
industri. Akibatnya, pengendalian
tenaga kerja terhadap mesin itu menjadi makin
sedikit. Lebih umum lagi, Simmel berpendapat bahwa dalam kehidupan
modern, perkembangan kultur yang lebih luas menyebabkan peran individu makin merosot.
Pemikiran tentang filosofi uang merupakan tindakan menolak
hegomoni dari kapitalis/pemilik modal khususnya sektor
perindustrian yang pada saat itu mencoba untuk menyingkiran
kaum buruh yang bekerja di dalamnya. Karena
dengan digantikannya tenaga kerja manusia dengan mesin merupakan proses penyisihan manusia
digantikan dengan mesin atau teknologi. Dengan adanya penyisihan
maka akan banyak menimbulkan
konflik (interaksi) yang terjadi karena ketimpangan
sosial tersebut.
Teori interaksionisme simbolik Georg Simmel. Dia berpandangan bahwa “ muncul dan berkembangnya kepribadian seseorang tergantung pada jaringan hubungan sosial yang dimilikinya, yaitu pada
keanggotaan kelompok.” Individual adalah sentrum kegiatan
masyarakat. Georg Simmel (1858 - 1918), Sosiolog
fungsionalis Jerman juga telah
mencoba mendekati teori konflik dengan menunjukkan bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang mendasar yang berkaitan dengan sikap
bekerja sama dalam masyarakat.
Dalam hal ini Simmel mungkin salah seorang sosiolog pertama yang berusaha keras untuk mengkonstruksi sistem formal dalam sosiologi yang diabstraksikan dari sejarah dan detil pengalaman manusia. Analisisnya tentang efek ekonomi uang dalam perilaku manusia merupakan salah satu pekerjaannya yang penting.
1.5 Teori Konflik
Seperti halnya Simmel,
Coser tidak mencoba
menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh
fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh
yang mencakup seluruh fenomena
sosial adalah premature
(sesuatu yang sia- sia). Memang Simmel tidak pernah
menghasilkan risalat sebesar Emile
Durkheim, Max Weber atau Karl
Marx.
Namun,
Simmel
mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep
sosiologi di mana isi dunia empiris
dapat ditempatkan. Penjelasan tentang
teori konflik Simmel sebagai berikut:
a. Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang
tidak mungkin dihindari dalam masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai
proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin
terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.
b. Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proPostisi dan memperluas konsep Simmel
tersebut dalam
menggambarkan kondisi- kondisi
di mana konflik
secara Postitif membantu
struktur sosial dan bila
terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.
1.6
Budaya Objektif (Objective Culture)
Georg Simmel (1858-1918), adalah sosiolog yang terkenal
dengan pendekatannya adalah teori mikro sosiolgist nya yang memegang
peranan dalam suatu grup kecil penelitian. Dasar pendekatannya adalah hubungan faham metodologi
oleh karena ia menggunakannya dalam semua interaksi peristiwa
dimanapun dan pada semua hal yang berkaitan
dengan sosiologi.
Simmel tertarik dengan perkembangan sosiologi formal, misalnya dengan mempelajari sifat orangtua dan dibatasi dalam bentuk interaksi. Dengan kata lain interaksi yang spesifik
menyajikan dasar untuk jenis struktur sosial tertentu. Konsekwesinya Simmel menganjurkan dan mengadakan abstraksi, analisis dan kajian sejarah serta pendekatan perbandingan terhadap fenomena ini.
Ia juga tidak sepaham
dengan sosiolog lain yang memakai atribut khusus misalnya kaum buruh
dan kapitalis dalam struktur
kehidupan masyarakat. Tetapi memakai
cara lain dalam
menganalisis fenomena sosial seperti orang miskin, orang
asing, medioator, remaja,
pria paruh baya,
pelarian dan lain-lain dalam detail yang sangat besar. Analisis seperti ini menyajikan pola asosiasi tertentu yang apa adanya sesuai kebutuhan.
Kriteria yang digunakan oleh Simmen bahwa Individu memiliki
kebebasan tertinggi dibanding
dengan jika dia terikat pada
suatu ikatan yang terdiri dari dua individu.
Demikian pula dua individu memiliki kebebasan yang lebih besar jika berada pada ikatan atau asosiasi
yang terdiri dari tiga individu. Demikian seterusnya pada asosiasi yang lebih besar.
Keadaan ini terjadi
karena semakin banyak individu yang membutuhkan pengerttian.
Kelompok pun membutuhkan individu
sehingga ter- jadi penyerapan yang melibatkan sebuah
struktur otoritas. Kelompok kecil ini
biasanya dihasilkan oleh evolusi siapa yang
paling banyak berperan. Sedangkan
kelompok yang besar biasanya
dihasilkan oleh evolusi yang diatur melalui mekanisme hukum
formal.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin besar suatu masyarakat akan semakin memberi
peranan dan cenderung mengarah
ke industrialisasi. Dengan indus- triliasi
akan mengarah ke tingkat efisiensi yang tinggi karena dengan efisiensi ini masyarakat industrialisasi akan dapat eksis dengan baik. Kondisi seperti
ini akan mengarah
ke masyarakat individualistik artinya kepedulian sosialnya
semakin independen.
Keadaan ini lambat laun mengakibatkan terjadinya dilema baru
ditengah masyarakat karena penguasaan asset atau
sumberdaya sebagai alat pemuas kebutuhan juga akan mengakibatkan terjadinya pelapisan ditengah masyarakat. Bagi
mereka yang mampu meningkatkan pengusaan sumberdaya sebagai alat pemuas kebutuhan dapat
menempati stratifikasi sosial yang lebih tinggi
. Bagi mereka yang kurang
kreatif
,kurang inovasi, motifasi yang lemah, dan kinerja yang kurang produktif dapat turun ke strata sosial yang lebih rendah.
1.7 Kritik Terhadap Simmel
Teori konflik adalah teori yang
memandang bahwa perubahan sosial
tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya
konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori ini didasarkan pada
pemilikan sarana- sarana produksi sebagai
unsur pokok pemisahan
kelas dalam masyarakat.
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional. Pemikiran
yang paling berpengaruh atau menjadi
dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx.] Pada tahun 1950-an
dan 1960-an, teori konflik mulai merebak.
Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori structural fungsional.
Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang
masyarakat kelas dan
perjuangannya. Marx
tidak mendefinisikan kelas secara panjang
lebar tetapi ia menunjukkan
bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di
Eropa di mana dia hidup, terdiri
dari kelas pemilik
modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar.] Kedua
kelas ini berada dalam suatu struktur
sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan
eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar,
yaitu berupa rasa menyerah
diri, menerima keadaan apa adanya tetap
terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan
sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut
terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap
mereka.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik
merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat
pertikaian dan konflik
dalam sistem sosial.
Teori konflik melihat
bahwa di dalam masyarakat
tidak akan selamanya berada pada keteraturan.
Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah
mengalami konflik-konflik
atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik
juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai
otoritas yang berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan
superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik
karena adanya perbedaan kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika
struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial
dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium,
teori konflik melihat perubahan
sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama.
Di dalam konflik, selalu
ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah
suatu konsensus.
Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.
1.8 Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser
1.8.1
Sejarah Awal
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan
tertumpu kepada struktur sosial. Pada
saat yang sama dia menunjukkan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik
sosial. Berbeda dengan
beberapa ahli sosiologi yang
menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik), coser mengungkapkan
komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.
Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisis
konflik sosial, mereka melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok
sosial. Coser memilih untuk
menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial Postitif yaitu membentuk serta mempertahankan
struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik karya ahli sosiologi Jerman George
Simmel.
Seperti halnya Simmel,
Coser tidak mencoba
menghasilkan teori menyeluruh yang mencakup seluruh
fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial menyeluruh
yang mencakup seluruh fenomena
sosial adalah premature
(sesuatu yang sia- sia. Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja
untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep
sosiologi di mana isi dunia empiris
dapat ditempatkan. Penjelasan tentang teori knflik Simmel sebagai berikut:
a.
Simmel memandang
pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari
dalam masyarakat. Struktur
sosial dilihatnya sebagai
gejala yang mencakup
pelbagai proses asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin
terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisis.
b. Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proPostisi dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana konflik secara Postitif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat.
1.8.2 Inti Pemikiran
Konflik dapat merupakan
proses yang bersifat
instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik
dapat menempatkan dan menjaga
garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak
lebur ke dalam dunia sosial
sekelilingnya.
Seluruh fungsi Postitif
konflik tersebut dapat dilihat
dalam ilustrasi suatu
kelompok yang sedang
mengalami konflik dengan
kelompok lain. Misalnya,
pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang mempertahankan praktik-
praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican
II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja
Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). [5]Perang yang terjadi bertahun-
tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas
kelompok Negara Arab dan
Israel.
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. [5] Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. [5] Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur
DAFTAR PUSTAKA
Rudolph H.
Weingartner. 1999. “Simmel, George”. In The Cambridge
Dictionary of Philosophy. Robert Audi, ed. 737. London:
Cambridge University Press.
John Lechte. 2001. 50 Filsuf Kontemporer: Dari Strukturalisme sampai Posttmodernitas. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 337-343.
Lewis Coser (ed), 1965. George Simmel. Eaglewood Cliffts, N.J.: Prentice-Hall.
page. 56-65.
0 Comment