PERANG SALIB
Perang Salib bertitik tolak pada pembangunan pesat yang berlaku di Eropa Barat semasa abad pertengahan. Ini sebenarnya berawal dari kedengkian orang-orang Kristen pada Islam dan umat Islam. Karena dalam perjalanan dinasti Islam mengalami sebuah kecemerlangan yang luar biasa. Ini dapat dilihat dengan berhasilnya muslimin merebut wilayah-wilayah yang sangat strategis. Maka bara dendam tersulut dalam dada mereka dan menunggu waktu yang tepat untuk kembali merebut kekuasaan mereka. Mereka menunggu kesempatan untuk membalas dendam tehadap umat yang telah merobek-robek kerajaan Kristen. Maka ketika kesempatan itu datang dan kondisi umat Islam dalam keadaan yang lemah, mereka pun bertubi-tubi menghancurkan Islam dengan segala apa yang muslim miliki.
Pertarungan yang sengit antar dua agama ini adalah awal dari
permusuhan yang sangat berkepanjangan. Perang Salib adalah perang keagamaan
selama hampir dua abad yang terjadi reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat Islam
di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sebenarnya benih-benih ini telah
ada dan lebih tua dari perang itu sendiri. Perang ini terjadi karena sejak
tahun 632 sampai meletusnya perang salib sejumlah kota-kota penting dan tempat
suci umat Kristen telah diduduki oleh umat Islam seperti Syuriah, Palestina,
Asia kecil, Spanyol dan Sicilia.
Pembahasan
dalam makalah ini berkisar topik tentang perang Salib, baik dari faktor-faktor
penyebab, jalan atau
proses perang Salib, dampak perang Salib
bagi peradaban Eropa dan Islam. Mudah-mudahan pembahasan ini bisa menambah
perbendaharaan kita tentang sejarah peradaban Islam khususnya sejarah perang Salib.
PEMBAHASAN
PERANG SALIB
Perang Salib merupakan dimulainya babak baru dalam sejarah tentang
hubungan Kristen dan Islam. Di saat itu timbul kekhawatiran di kalangan orang
Bizantium akan serbuan orang Turki pengembara atas para petani Kristen di
kawasan Yunani, Setelah menyaksikan kebangkitan bangsa Turki di abad sebelas.
Kaisar Bizantium memohon perhatiann Sri Paus, pemimpin agama Katolik sedunia di
Roma agar mau memberi perlindungan atas keselamatan orang Kristen, meskipun
Gereja Ortodoks Yunani, yang berpusat di Bizantium sedang mengalami
perselisihan paham theologi dengan pihak Katolik Roma, sejak 40 tahun terakhir.
Sri Paus Urban segera memenuhi permintaan bantuan dari pemimpin Gereja Ortodoks
tadi, meski dengan alasan sendiri. Terdorong oleh keinginannya menguji kekuatan
Paus dalam bidang duniawi dikalangan umat Kristen segera Sri Paus memanggil
seluruh umat Kristen lewat pidatonya pada tahun 1095, untuk memanggul senjata
melawan kekuatan Islam demi menyelamatkan tanah suci di Yerussalem. Ternyata
panggilan itu menghasilkan perang pertama dari rangkaian perang antara Kristen
melawan Islam, yang dikenal dalam sejarah dengan perang salib.[1]
Terdapat beberapa teori yang
digunakan untuk menggambarkan proses sejarah yang berkaitan dengan perang Salib.
Teori-teori tersebut antara lain teori siklis dan teori linear. Teori yang
pertama menganggap bahwa perkembangan sejaran berjalan secara melingkar yang
berjalan antara zaman keemasan dan kehancuran. Dengan demikian, teori ini
menganggap bahwa pada masa kini atau masa depan merupakan hal yang lumrah.
Sebaliknya, teori linear menganggap bahwa pengulangan sejarah tak pernah
terjadi. Proses sejarah berjalan lurus mengikuti babak baru yang tidak pernah
terjadi pada masa lalu. Terakhir muncul teori
yang mencoba mengislahkan (menggabungkan) kedua teori.tersebut yaitu
bahwa pengulangan sejarah akan terus berulang, namun bukan dalam bentuk yang
sama.[2]
Perang Salib merupakan seri
peperangan yang dilancarkan pemuka-pemuka agama Kristen dan Raja Eropa terhadap
dunia Islam, khususnya kawasan Palestina termasuk Jerussalem, mulai akhir abad
ke-11 sampai akhir abad ke-13. Nama perang Salib adalah berasal dari akar kata
Latin Crux artinya “Salib”, dalam bahasa Perancis disebut dengan “Croissade”,
dalam bahasa Inggris disebut dengan Crusades dan dalam bahasa Jerman
disebut dengan Kreuzzug. Pihak muslim yang berusaha melawan dan
mempertahankan diri atas serangan-serangan tersebut kelihatannya tidak meanggap
perang Salib sebagai sesuatu yang unik sehingga perlu diberikan istilah khusus
baginya dalam mengidentifikasi kejadian tersebut, orang-orang Islam kontemporer
melihat dalam tulisan-tulisan para sejarawan muslim lebih tertarik memberikan
ciri terhadap orang-orang Eropa yang datang menyerang. Mereka disebut sebagai
Frank (al-Franci), berbeda dengan al-Yunan atau ar-Rum yang
digunakan untuk menamakan penduduk Bizantium. Kendati demikian tidak berarti
bahwa para muslim tidak berupaya untuk menggalang kekuatan berdasarkan kesatuan
agama dan ide jihad yang populer. Istilah Arab al-hurb as-alibiyyah adalah
istilah moderen yang merupakan terjemahan dari bahasa Barat.[3] Namun
Philip K.Hitti berpendapat Perang Salib yang pertama pun mulailah peperangan
itu dinamai perang Salib oleh orang-orang yang turut memakai tanda salib pada
pakaiannya sebagai lambang.[4]
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERANG SALIB
Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen
terhadap kekuatan muslim dalam periode 1096 – 2073 M. dikenal sebagai perang Salib.
Hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak Kristen dalam melancarkan
serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan, selain itu mereka
menggunakan simbol Salib. Namun jika dicermati lebih mendalam akan terlihat
adanya beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai perang salib ini. Perang
Salib adalah perang antara umat Islam dan umat Kristen dengan disebabkan
beberapa faktor seperti, faktor agama, politik dan sosial ekonomi
1.
Faktor Agama.
Sejak
Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah pada tahun
1070 M bertepatan pada tahun 471 H, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi
memunaikan ibadah ke sana. Hal ini disebabkan karena para penguasa Seljuk
menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak
melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah
sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang
fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat
berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu
sebelumnya.
Perlu
diketahui, bahwa Dinasti Seljuk ialah dinasti yang pernah memerintah
Kekhilafahan Abbasiyah setelah Dinasti Buwaih pada tahun 1055 M-1194 M. Dinasti
Seljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah
Turkistan. Pada abad kedua, ketiga, dan keempat hijrah mereka pergi ke arah
barat menuju Transoxiana dan Khurasan. Ketika itu mereka belum bersatu, dan
dipersatukan oleh Seljuk ibn Tuqaq, karenanya mereka disebut orang-orang Seljuk.
Termasuk
juga faktor agama yaitu, adanya perasaan keagamaan yang kuat dikalangan umat
Kristen. Mereka meyakini kekuatan gereja dan kemampuannya untuk menghapus dosa
walaupun dosa itu setinggi langit.
2.
Faktor Politik
Kekalahan
Bizantium -sejak 330 disebut Konstantinopel (Istambul)- di Manzikart (Malazkird
atau Malasyird, Armenia) pada tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah
kekuasaan Seljuk, telah mendorong Kaisar Alexius I Commenus (Kaisar Konstantinopel)
untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099; menjadi Paus dari 1088
sampai 1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah
pendudukan Dinasti Seljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Bizantium karena
janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah kekuasaan Paus di Roma dan harapan
untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma (Dewan R. Oleh karena itu Paus
Urbanus II berpidato kepada seluruh umat Kristen Eropa di Clermont pada tahun
1095 M untuk melakukan perang suci. Dia juga mengetahui berbagai kesuksesan
Kristen di Spanyol, yang mencapai puncaknya dengan direbutnya Toledo, dan
penaklukan di Sisilia.
Di
lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah, sehingga
orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang
Salib. Ketika itu Dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan,
Dinasti Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di
Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya
pertentangan segitiga antara Khalifah Fatimiyah di Mesir, Khalifah Abbasiyah di
Baghdad, dan Amir Umayyah di Cordoba yang memproklamasikan dirinya sebagai
Khalifah. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa
untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti
dinasti-dinasti kecil di Edessa (ar-Ruha') dan Baitul Maqdis.
3.
Faktor Sosial Ekonomi
Pedagang-pedagang
besar yang berada di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada dikota
Venezia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang
di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan
dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib
dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila
pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur
Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur
strategis tersebut.[5]
Di
samping itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa itu terdiri dari tiga
kelompok, yaitu kaum gereja, kaum bangsawan serat kesatria, dan rakyat jelata.
Meskipun kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam masyarakat,
tetapi mereka menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan mereka sangat
tertindas dan terhina, mereka harus tunduk kepada para tuan tanah yang sering
bertindak semena-semena dan mereka dibebani berbagai pajak serta sejumlah
kewajiban lainnya. Oleh karena itu, ketika mareka dimobilisasi oleh pihak
gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan
diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila perang dapat
dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secara spontan dengan berduyun-duyun
melibatkan diri dalam perang tersebut.
Disamping faktor di atas, menurut K.Ali faktor lain yang melatar belakangi terjadinya perang salib
adalah :
1.
Bahwa perang salib merupakan
puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat dan negeri timur, jelasnya
antara pihak Kristen dan pihak muslim. Perkembangan dan kemajuan ummat muslim
yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini, menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh Barat
Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka melancarkan serangan
terhadap kekuatan muslim.
2.
Munculnya kekuatan Bani Saljuk
yang berhasil merebut Asia Kecil setelah mengalahkan pasukan Bizantium di
Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan
dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuk di Asia Kecil dan Yerusalem dianggap
sebagai halangan bagi pihak Kristen barat untuk melaksanakan haji ke Bait
al-Maqdis. padahal yang terjadi adalah bahwa pihak Kristen bebas saja
melaksanakan haji secara berbondong-bondong. pihak Kristen menyebarkan
desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuk terhadap jemaah haji Kristen.
Desas-desus ini membakar amarah umat Kristen-Eropa.
3.
Bahwa semenjak abad ke sepuluh
pasukan muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah. Para pedagang
Pisa, Vinesia, dan Cenoa merasa terganggu atas kehadiran pasukan lslam sebagai
penguasa jalur perdagangan di laut tengah ini. Satu-satunya jalan untuk
memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan
muslim dari lautan ini”
4.
Propaganda Alexius Comnenus
kepada Paus Urbanus ll. Untuk membalas kekalahannya dalam peperangan melawan
pasukan Saljuk. Bahwa paus merupakan sumber otoritas tertinggi di barat yang
didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II segera rnengumpulkan
tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di Clermont, sebelah tenggara
Perancis. Dalam pidatonya di Clermont sang Paus memerintahkan kepada pengikut
kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan musim. [6]
Tujuan utama Paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya sehingga
gereja-gereja Romawi akan bernaung di bawah otoritasnya. Dalam propagandanya,
sang Paus Urbanus ll menjanjikan ampunan atas segala dosa bagi mereka yang
bersedia bergabung dalam peperangan ini. Maka isu persatuan umat Kristen segera
bergema menyatukan negeri-negeri Kristen memenuhi seruan sang Paus ini. Dalam
waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong memenuhi
seruang sang Paus, mereka berkumpul di Konstantinopel. Sebagian besar pasukan
ini adalah bangsa Perancis dan bangsa Normandia.
JALAN ATAU PROSES PERANG SALIB
Sebagaimana telah disebutkan, peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun 464 H (1071 M). Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalah tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akhraj, Al-Hajr, Prancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah dinasti Saljuk dapat merebut Bait al-Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Saljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke sana. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk memeperoleh kembali keleluasaan berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib, yang terjadi dalam tiga periode.. [7]
1. Periode Pertama
Pada
musim semi tahun 1095 M., 150.000 orang Eropa sebagian besar bangsa Prancis dan
Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib
yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan
besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun
1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I
dengan Baldawin sebagai Raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai
Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di Timur. Bohemond dilantik menjadi
Rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Bait al-Maqdis (15 Juli 1099 M.) dan
mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukkan Bait
al-Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota
Akka (1104 M.). Tripoli (1109 M.), dan kota Tyree (1124 M.). Di Tripoli mereka
mendirikan kerajaan Latin IV, Rajanya adalah Raymond.[8]
2. Periode Kedua
Imaduddin Zanki, penguasa Moshul,
dan Irak, berhasil menaklukan kembali Alleppo, Hamimah, dan Edssa pada
tahun1144 M. Namun, ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh putranya
Nuruddin Zanki. Nuruddin berhasil merebut kembali Antiochea pada tahun 1149 M
dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali. Kejatuhan Eddessa
ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan perang Salib Kedua. Paus
Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Prancis
Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk
merebut wiliyah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh
Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad
II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Nuruddin wafat tahun 1174 M.
Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil
mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan Shalahuddin
yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem pada tahun 1187 M. Dengan
demikian kerajaan latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun
berakhir.[9]
Pada masa kekuasaannya, Shalahuddin
berhasil meraih sukses gemilang. Shalahuddin merupakan seorang pemimpin yang
dipersiapkan Allah SWT untuk menunaikan tugas besar dan memiliki sifat-sifat
utama sperti tegas, bertekad kuat, ikhlas, tanpa pamrih, ulet berjuang, berani
mati untuk membela kebenaran Allah SWT. Shalahuddin sanggup memimpin secara
baik, mampu mengorganisasi, saleh, tekun beribdah, berjiwa besar dan berbudi
luhur. Dengan sifatnya, Shalahuddin menjadi keajaiban bagi Islam dan menjadi
bukti bahwa peranan Islam tidak akan berakhir peranannya dan tidak akan hilang
daya hidup serta produktivitasnya. Di bawah bendera Shalahuddin, terhimpun kaum
muslimin dari berbagai jenis bangsa, menjadi suatu kekuatan yang sangat kuat.
Sekalipun orang Kristen bergerak serentak dan bersatu dalam menghadapi kaum
muslimin, namun mereka sama sekali tidak dapat menggoyahkan kedudukan
Shalahuddin. Padahal pasukan Shalahuddin sudah terlampau letih akibat
perjuangan yang sangat lama dan banyak menghadapi kesukaran besar.
Bertahun-tahun kaum muslimin berjuang bahu-membahu dan berperang melawan musuh
yang amat kuat. Tak seorang pun dari mereka yang mengeluh, bila telah mendengar
seruan dari Shalahuddin untuk maju bertempur di medan perang, mereka selalu
siap.[10]
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum
muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka pun menyusun rencana
balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Federick Barbarossa, raja Jerman,
RichartbThe Lion Hart, raja Inggris, dan Phillip Augustus, raja Prancis.
Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari
Shalah al-Din, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu
kota kerajaan latin. Akan tetapi, mereka tidak berhasil memasuki Palestina.
Pada tanggal 2 November 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan
Shalah al-Din yang disebut Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini
disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Bait al-Maqdis
tidak akan diganggu.[11]
3. Peride Ketiga
Tentara salib periode ini dipimpin
oleh Raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih
dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen
Qibthi. Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat. Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik
al-Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick
bersedia melepaskan Dimyat, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina,
Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana dan Frederick tidak mengirim
bantuan kepada kaum Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina
dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik
al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti
Mamalik yang menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah pimpinan perang dipegang
oleh Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh
kaum muslimin, tahun 1291 M. Demikianlah, perang salib yang berkobar di Timur.
Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari
sana.[12]
Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena kekurangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian, mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah berpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintah pusat Abbasiyah di Baghdad.
DAMPAK PERANG SALIB BAGI PERADABAN EROPA
Perang
Salib meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Eropa pada masa
selanjutnya. Perubahan nyata yang merupakan akibat dari proses panjang Perang
Salib ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses melaksanakan alih berbagai disiplin
ilmu yang saat itu berkempang pesat di dunia Islam, sehingga turut berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas peradaban bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya.
Mereka belajar dari kaum muslimin berbagai teknologi perindustrian dan
mentransfer berbagai jenis industri yang mengakibatkan terjadinya perubahan
besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban
Islam dan membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan. Apabila diperhatikan
dampak daripada Perang Salib itu adalah lebih banyak menguntungkan dunia Barat dibandingkan dengan dunia Timur khususnya
ummat Islam. Ummat Islam tidak melihat arti penting apapun dalam peristiwa
Perang Salib itu. Pengaruh dari Perang Salib itu hanya sedikit seperti
ornamen-ornamen gereja berpengaruh terhadap seni gaya bangunan masjid
sebagaimana terlihat pada masjid An-Nashr di Kairo. Secara umum bagi ummat Islam
perang Salib adalah merupakan fitnah. Sedangkan bagi orang Kristen yang dalam
hal ini dunia Barat, bisa disebut sebuah rahmat sebab dengan Perang Salib ini
telah membawa dampak yang luar biasa dalam kehidupan dunia Barat pada umumnya.
Dan bahkan Perang Salib ini mengantarkan renaissance di Perancis.[13]
Perang
Salib telah menimbulkan dampak-dampak penting dalam sejarah perkembangan dunia
karena telah membawa Eropa ke dalam kontak langsung dengan dunia Islam yang
telah lebih dahulu maju dan berperadaban, sementara Eropa / Barat berada dalam
abad kegelapan. Melalui inilah hubungan antara Barat dengan Timur terjalin.
Kemajuan orang Tumur yang progresif dan maju pada saat itu menjadi daya dorong
yang besar bagi pertumbuhan intelektual Eropa / Barat. Hal itu memerankan
bagian yang penting bagi timbulnya renaissance di Eropa. [14]
Dampak
positif yang ditimbulkan oleh adanya perang Salib itu bagi dunia Barat dapat
dilihat dalam kenyataan berikut ini :
1. Secara kultural, pasukan Perang Salib di
Timur menjumpai beberapa aspek yang menarik dari kehidupan Islam. Ketika
pasukan tersebut kembali ke tempat asal mereka, mereka berusaha untuk
menirunya. Sejumlah terjemahan bahasa Arab ke bahasa Latin dikerjakan di
wilayah-wilayah di mana perang Salib berlangsung.
2. Gagasan Perang Salib memberi kontribusi
kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada ditemukannya Benua Amerika oleh
Colombus dan ditemukannya rute perjalanan laut ke India dengan mengelilingi
Tanjung Harapan (Cape of Good Hope). Akibatnya orang Barat menyadari bahwa
selain adanya negara-negara Islam dan Barat, ada juga negara-negara lain yang
bukan negara Islam dan bukan negara Barat. [15]
Adapun
dampak positif lainnya bagi dunia barat dengan adanya Perang Salib adalah
menambah keuntungan Eropa di lapangan perniagaan dan perdagangan. Sebagai hasil
dari Prang Salib, orang Eropa dapat mempelajari dan memodifikasi serta
mengaplikasaikan beberapa temuan penting yang telah dihasilkan oleh orang-orang
Islam pada masa sebelumnya. Hal ini lebih banyak terutama berkaitan dengan
masalah-masalah seni, industri, perdagangan dan pertanian.
Dalam
bidang seni, gaya-gaya bangunan dan cara berpakaian Timur mempengaruhi seni
gaya bangunan dan berpakaian orang Barat. Demikian pula halnya dalam bidang
agrikultur, banyak pasukan Perang Salib yang terbiasa dengan produk agrikultur
Timur, dan yang terpenting adalah gula; karena gula telah menjadi makanan
termewah di Barat. Hal ini berkaitan dengan pembentukan pasar Eropa baru untuk
produk-produk agrikultur Timur. Orang-orang Barat mulai menyadari kebutuhan
akan barang-barang Timur. Karena kepentingan ini, berkembanglah perdagangan
antara Timur dan Barat. Bersama-sama dengan keperluan transportasi para
peziarah dan pasukan perang Salib telah merangsang kegiatan maritim dan
perdagangan internasional. Aplikasi kompas terjadi pada kegiatan maritim saat
itu, yang sekalipun jarum magnetik ditemukan orang Cina, namun penemuan jarum
navigasi mulai dikembangkan oleh Islam.[16]
Melihat
kenyataan-kenyataan tersebut di atas, maka sesungguhnya dunia Barat berhutang
budi pada ummat Islam, hanya saja utang budi ini tidak pernah diakui oleh dunia
Barat secara terbuka kepada ummat Islam. Sikap ini berbeda dengan sikap ummat
Islam yang secara terbuka dari dulu mengakui bahwa filsafat dipinjam dari
Yunani, matematika dipinjam dari India, kimia dipinjam dari Cina, dan
seterusnya. Itu semua diakui tanpa ada halangan sama sekali.
Ketidak
mauan mengakui utang ini pada umat Islam menurut Max Dimont, sebagaimana
disebutkan oleh Nur Cholis Madjid, orang Barat menderita narcisime, artinya
mereka mengagumi diri sendiri, dan kurang memiliki kesediaan untuk mengakui
utang budinya kepada bangsa-bangsa lain. Mereka hanya mengatakan, bahwa yang
mereka dapatkan itu adalah warisan dari Yunani dan Romawi. Padahal sesungguhnya
dalam kajian yang lebih objektif dan luas, utang orang Barat kepada Islam luas
biasa besarnya.
DAMPAK PERANG SALIB BAGI PERADABAN ISLAM
Akibat
adanya perang Salib ini, walaupun umat Islam berhasil mempertahankan
daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak
sekali, karena peperangan ini terjadi di wilayah Islam. Di antaranya adalah
kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan
menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang
memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad. Meskipun pihak
Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka telah
mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan
dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Bahkan
kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan
lahirnya renaisans di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama
dalam bidang militer, seni, perindustian, perdagangan, pertanian, astronomi,
kesehatan, dan kepribadian. Dalam bidang
militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yang belum
pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan
peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda,
teknik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan
penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan
militer di medan perang.Dalam bidang perindustrian, mereka menemukan kain tenun
dan peralatannya di dunia Islam, kemudian mereka bawa ke negerinya, seperti
kain muslin, satin, dan damas. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum,
kemenyan, dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan. Sistem pertanian yang
sama sekali baru di dunia Barat mereka temukan di Timur-Islam, seperti model
irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka
macam, termasuk penemuan gula. Hubungan perniagaan dengan Timur-Islam
menyebabkan mereka menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, yang
sebelumnya mereka menggunakan sistem barter. Ilmu astronomi berkembang pada
abad ke-9 di dunia Islam telah pula mempengaruhi lahirnya berbagai observatorium
di dunia Barat. Selain itu juga mereka meniru rumah sakit dan tempat pemandian.
Yang tidak kurang pentingnya adalah bahwa sikap dan kepribadian umat Islam di
Timur pada waktu itu telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai
kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapat perhatian.[17]
Baca Juga;
👉ISLAM PADA MASA KHALIFAH ABU BAKAR SIDDIQ
👉ISLAM PADA MASA KHALIFAH USMAN BIN AFFAN
👉KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA
👉ISLAM PADA MASA DAULAH BANI UMAYYAH
👉ISLAM PADA MASA PERIODE AWAL BANI ABBASIYAH (132 H-232H/ 750-847 M)
👉KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DAULAH ABBASIYAH
👉Dinasti di bawah Abbasyiyah Dinasti Ghaznawi, Dinasti Buwaihi dan Dinasti Saljuk
👉Peradaban Islam di Spanyol ( Andalusia )
👉PERADABAN ISLAM DI MESIR MASA DINASTI MAMLUK
👉ISLAM PADA MASA DINASTI FATIMIYYAH MESIR
👉ABAD KEMAJUAN KERAJAAN TURKI USMANI
👉Peradaban Islam Masa Kerajaan Turki Usmani Periode Kemunduran (1517-1924)
👉ISLAM PADA MASA KERAJAAN MUGHAL DI INDIA
👉PERANG SALIB
👉PENJAJAHAN EROPA KE DUNIA ISLAM
👉PENJAJAHAN EROPA KE DUNIA ISLAM
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
uraian di atas, dapatlah disimpulkan :
1. Perang Salib adalah perang yang terjadi antara
Kristen yang menggunakan salib dengan umat Islam. Yang terjadi selama dua abad.
2. Perang Salib disebabkan bebrapa faktor yaitu agama,
politik, social dan ekonomi
3. Perang Salib telah mendorong orang Eropa / Barat
untuk melakukan renaissance di Eropa, untuk selanjutnya membangun dunia Eropa /
Barat sesuai dengan apa yang mereka lihat dan pelajari di dunia Islam. Eropa /
Barat banyak berutang budi pada dunia Islam dalam hal peradaban dan ilmu
pengetahuan.
4. Walaupun umat Islam berhasil
mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka
derita banyak sekali, karena peperangan ini terjadi di wilayah Islam.
Saran
Melalui forum ini saya mohon saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
An-Nadawi, as-Sayyid Abu Hasan Ali al-Anshari an-Nadawi, Terjemahan
Maadza Khasirat ‘Aal’am Binhithaatil Muslimin, diterjemahkan oleh Abdullah
Zakiy al-Kaff dan Maman Abdul Djalil,”Bahaya Kemunduran Umat Islam”, Bandung :
CV.Pustaka Setia, 2002
Fahmi, Ahmad, Akibat Perang Salib bagi Umat Islam, dalam http://www.surgamakalah.com, diakses tanggal 8 Desember 2011
K. Ali, Terjemahan
study of Islamic History, diterjemahkan oleh Atang Affandi, “Sejarah Islam”, Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 1996
K.Hitti, Philip, The Arabs A Short History, diterjemahkan
oleh Usluddin Hutagalung dan O.D.Sihombing, “Sejarah Ringkas Dunia Arab”, Bandung
: Sumur Bandung, 1991
Munir, Kontak Islam dan Barat Dalam Peradaban Abad Pertengahan,
dalam http://almukmin-ngruki.com/,
diakses tanggal 8 Desember 2011
Nasution, Harun, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta :
Jembatan, 1992
Supardi
Hasibuan, Ahmad, Perang Salib dan Dampak yang Ditimbulkannya, dalam http://riau.kemenag.go.id/, diakses tanggal 8
Desember 2011
Su’ud, Abu, Islamologi : Sejarah, Ajaran dan Perannya dalam
Peradaban Umat Manusia, Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2003
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam :
Melacak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada, 2004
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta
: PT.Raja Grafindo Persada, 2006
[1]Abu
Su’ud, Islamologi : Sejarah, Ajaran dan Perannya dalam Peradaban Umat
Manusia, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2003), h. 100
[2]Ajid
Thohir, Perkembangan Peradaban di
Kawasan Dunia Islam : Melacak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya
Umat Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 133
[3]Harun
Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta : Jembatan, 1992), h.
836
[4]Philip
K.Hitti, The Arabs A Short History, diterjemahkan oleh Usluddin
Hutagalung dan O.D.Sihombing, “Sejarah Ringkas Dunia Islam”, (Bnadung : Sumur Bandung, 1991),
h. 211
[5] Munir, Kontak
Islam dan Barat Dalam Peradaban Abad Pertengahan, dalam http://almukmin-ngruki.com/, diakses tanggal 8 Desember 2011
[6]K Ali, Terjemahan
study of Islamic History, diterjemahkan oleh Atang Affandi, “Sejarah Islam”,(Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 1996). h. 136
[7]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 76
[8]Ibid,
h. 77
[9]Ibid,
h. 78
[10]As-Sayyid
Abu Hasan Ali al-Anshari an-Nadawi, Terjemahan Maadza Khasirat ‘Aal’am
Binhithaatil Muslimin, diterjemahkan oleh Abdullah Zakiy al-Kaff dan Maman
Abdul Djalil,”Bahaya Kemunduran Umat Islam”, (Bandung : CV.Pustaka Setia,
2002), h. 180-181
[11]Badri
Yatim,Op.Cit. h. 79
[12]Ibid
[13]Ahmad Supardi Hasibuan, Perang Salib dan
Dampak yang Ditimbulkannya, dalam http://riau.kemenag.go.id/, diakses tanggal 8
Desember 2011.
[14]Ibid
[15]Ibid
[16]Ibid
[17]Ahmad
Fahmi, Akibat Perang Salib bagi Umat Islam, dalam http://www.surgamakalah.com, diakses
tanggal 8 Desember 2011
0 Comment