Peradaban
Islam di Andalusia ( Spanyol )
A. Pendahuluan
Sekitar dua abad
sebelum masehi hingga awal abad ke lima, Spanyol berada dibawah imperium
Romawi. Sejak tahun 406 M, Spanyol dikuasai oleh bangsa Vandal, yaitu
bangsa yang berimigrasi dari negeri asal mereka, suatu daerah yang terletak
diantara sungai Oder dan Vistuala. Penguasa daerah ini mendirikan kerajaan di
propinsi wilayah Chartage. Kekuasaan Vandal ini kemudian diambil alih oleh
orang-orang Gothic. Tak lama kemudian, dinasti merovingian dari kerajaan Frank
merebutnya dari orang-orang Gothic, maka didirikanlah kerajaan Visigoth, yang
wilayah itu dikenal dengan Vandalusia. Dan setelah kedatangan orang-orang Islam
pada tahun 92H/711 m, sebutan Vandalusia diubah menjadi Andalusia atau
al-Andalus. Kehadiran orang-orang Islam di Spanyol merupakan awal munculnya
Islam di benua Eropa karena Spanyol merupakan
pintu gerbang bagi benua tersebut. Sebagaimana diinformasikan dalam
buku-buku sejarah, ekspansi Islam ke Wilayah Barat (dalam hal ini benua
Eropa bagian Barat) terjadi pada masa kekhilafahan Bani Umayyah dengan khalifah
(pemimpin) AI-Walidbin Abdul Malik. Pada saat itu Musa bin Nusair sebagai
panglima perang khalifah dan Tariq bin Ziyad sebagai komandan lapangan, dimana
keduanya dianggap sebagai tokoh pelaku utama atas masuknya Islam di Spanyol.
Mereka berhasil mnguasai wilayah Afrika Utara dan kemudian menyebrang ke benua
Eropa. Setelah masuknya Islam di Spanyol maka banyaklah kemajuan-kemajuan yang
diperoleh dan hal ini dapat dilihat dengan banyaknya tokoh-tokoh dan para ilmuwan yang muncul dari
sana. Namun setelah berabad-abad lamanya Islam menguasai Spanyol, mulai
mengalami kemunduran dan kehancuran bahkan kemudian Islam hilang dari bumi tersebut.
Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai Peradaban Islam di Andalusia. Dimulai dari masuknya Islam ke Andalusia, Pemerintahan Islam masa Bani Umayyah II, Pemerintahan Islam Pasca bani Umayyah II, Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia, sampai kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia. Dan nasib Umat Islam di bawah pemerintahan Kristen di Andalusia
B. Pembahasan
1. Latar belakang
masuknya Islam ke Andalusia
Islam pertama
kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Spanyol
sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/ Asbania, kemudian disebut
Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan
Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.[1]
Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayah.[2] Jadi, bisa dikatakan penaklukan Spayol oleh
umat Islam bertitik tolak dari penguasaan afrika Utara ini. Saat itu masyarakat
Spanyol mengalami kemunduran dalam berbagai hal; ekonomi, politik, dan
kepercayaan. Dan pemerintah saat itu yaitu “Ghotic”, seringkali berlaku kejam
terhadap masyarakat.
Sementara itu
terjadi konflik antara Raja Roderic, sebagai penguasa kerajaan Ghotic di
Spanyol dengan penguasa kota Toledo, Witiza. Raja Roderic memindakan ibu kota
kerajaannya dari Seville ke Toledo. Pemindahan ini menyebabkan Wiitiza
tersingkir. Kakak dari Witiza, Oppas dan anaknya Achila mengungsi ke afrika
Utara dan bergabung dengan orang-orang Islam di sana. Hal yang sama juga
dirasakan oleh Pangeran Yulian, penguasa wilayah Septah. Pangeran Yulian juga
lari ke Afrika Utara dan bergabung dengan orang-orang Islam.[3]
Orang-orang spanyol yang terusir tersebut membujuk penguasa Islam di Afrika Utara, Musa bin Nusair supaya mau menaklukkan dan menguasai Spanyol. Bahkan Pangeran Yulian bersedia menyediakan kapal untuk menyeberangkan pasukan Islam dari Afrika Utara ke Spanyol.[4]
2. Pemerintahan Islam di Andalusia masa bani Umayyah II
a. Masa Wali
Pada periode
ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik
negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi,
baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa
perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan
golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di
Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh
karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam
jangka waktu yang amat singkat.[5]
Gangguan dari
luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di
daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan
Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500
tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol. Karena seringnya
terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam
periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang
peradaban dan kebudayaan.[6]
Perbedaan pandangan politik juga menyebabkan seringnya
terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis,
terutama, antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Konflik perang saudara
diantara berbagai kelompok Muslim di Iberia itu berakibat hilangnya kendali
kekhalifahan di wilayah itu, hingga Yusuf Al-Fihri memenangkan perseteruan itu
dan menjadi pemimpin independen di wilayah Andalusia.
b. Masa Ke’amiran
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima
atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika
itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah
Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar
Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah
di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd al-Rahman
al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd al-Rahman al-Ausath, Muhammad ibn Abd
al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.[7]
Pada periode
ini umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik
maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan
sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu
dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol.
Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.
Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman
al-Ausath.[8]
Pada
pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan
Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom).Gangguan politik yang paling
serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di
Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun.
Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang
terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan
anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan
antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[9]
Namun ada
yang berpendapat pada periode ini dibagi menjadi dua yaitu masa KeAmiran
(755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013).[10]
c. Masa Kekhalifahan
Masa ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd. Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya raja-raja kelompok yang dikenal dengan sebutan Muluk al- Thawaif. Pada masa ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah. Penggunaan gelar tersebut bermula dari berita yang sampai kepada abd. Rahman III, bahwa al- Muktadir, Khalifah Bani Abbas meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasyiah sedang berada dalam kemelut. Paling tepat untuk memakai gelar Khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Adapun khalifah-khalifah yang besar yang memerintah saat ini ada tiga orang, yakni abd. Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M). Walaupun masih ada khalifah yang memerintah sampai tahun 1013, namun kekuaasaannya sudah lemah.[11]
3. Pemerintahan Islam di Andalusia pasca bani Umayyah II
a. Muluk Al-Thawaif
Kekhalifahan Cordova runtuh dengan terjadinya perang
saudara antara 1009 hingga 1013, meskipun belum sepenuhnya berakhir hingga
1031. Negeri Andalusia kemudian terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera
kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Muluk Al-Thawaif, yang
berpusat di suatu kota seperti Kerajaan Malaga, Zaragoza, Valencia, Badajoz,
Sevilla, dan Toledo.
Para raja-raja kecil itu digelar Muluk Al-Thawaif
(Raja Lokal) kemudian berseteru dan berperang satu sama lain tanpa sebab yang
jelas. Hanyalah karena ingin saling menguasai. Kisah-kisah pengkhianatan,
kisah-kisah perebutan puteri cantik dan perebutan harta mewarnai semua
perseteruan itu. Mereka tak sadar umat Kristen telah mempersiapkan kekuatan
untuk merebut kembali Spanyol.
Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara
pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para
sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana
lain.[12]
b. Dinasti Murabbithun dan Dinasti Muwahhidun
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah
dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu
kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh
Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan
sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan”
penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan
mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia
dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan
pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf
melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.
Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin
adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir,
baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun.
Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun
1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul
kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun.
Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang
berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad
ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im.
Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan
Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini
mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan
tetapi tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan.
Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh
kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami
Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali
ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah
penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu
bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar.[13]
Yang pertama hancur adalah Toledo yang jatuh pada
tahun 1085 di mana Raja Al Qadir Adzdzunnuniyah menyerah kepada Raja Leon
Alfonso VII. Kemudian Mustansir al-Mudiayah menyerah kepada Ramire II dari
Aragon. Kerajaan Cordova yang terbesar di Andalusia jatuh pada tahun 1236 dan
Kerajaan kedua terbesar Sevilla luluh-lantak dan takluk pada tahun 1248.[14]
c. Dinasti Bani Ahmar
Sisa-sisa umat Islam di Andalusia itu masih dapat
bertahan dan bangun kembali di Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar
(1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman
an-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah
yang kecil. Universitas Granada dan Istana Al Hambra yang termasyhur itu pun
dibangun walau di tengah ancaman tentara musuh.[15]
Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Muhammad Abdullah IX tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Akhirnya keemasan Granda Kerajaan Islam terakhir di Andalusia setelah ratusan tahun memencarkan sinarnya ke seluruh penjuru Eropa hilang dan sirna. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M.[16]
4. Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia
a. Ekonomi dan perdagangan
Masa pemerintahan abdurrahman II merupakan zaman
kegemilangan Islam, karena pertumbuhan ekonomi yang baik terutama di bidang pertanian.
Tanah-tanah gersang diubah menjadi lahan yang
produktif. Guna meningkatkan produktivitas pertanian, Para ahli muslim
melakukan study tentang tanah,
menggunakan alat-alat baru untuk meratakan gunduka-gundukan dan tanah berpasir. Juga menggunakan pupuk untuk
mempersubur tanah serta meningkatkan sistem irigasi. Perkembangan kemajuan di
bidang perdagangan sangat memberikan keuntungan, termasuk bea dan cukai,
ekspor-impor yang dapat menempatkan kerajaan
Islam Spanyol pada tingkat tertinggi penghasilannya. Perkembangan di
bidang ekonomi ini ditopang juga oleh perencanaan pembelanjaan kerajaan yang
terorganisir dengan baik sesuai rencana.[17]
b. Sosial kemasyarakatan
Islam Spanyol adalah campuran multi-budaya dari
orang-orang dari tiga agama monoteistik besar: Islam, Kristen, dan Yahudi. Walaupun
orang-orang Kristen dan Yahudi hidup di bawah pembatasan, namun dalam waktu
yang sangat lama tiga kelompok ini berhasil bersama-sama, dan sampai batas
tertentu, saling mengambil manfaat dari kehadiran satu sama lain. Kenyataan ini
membawa peradaban ke Eropa yang sepadan dengan ketinggian Kekaisaran Romawi dan
Renaissance Italia.[18]
c. Pendidikan dan Iptek
Titik berat ilmu kependidikan yang berkembang pada
masyarakat intelek Islam Spanyol adalah perhatian mereka pada keharusan
seseorang bisa membaca dan menulis yang secara mendasar ditujukan kepada
(kecakapan membaca dan menulis) Al-Qur'an, tata bahasa Arab dan sya'ir. Di
samping itu kegiatan kependidikan juga (dalam hal-hal tertentu) berpusat
pada persoalan-persoalan hukum atau Fiqh
(yang merupakan istilah derivat tidak langsung dari kata syari'ah atau wahyu
dan mengalami penyempitan makna (Watt, 1992:6). Dalam masyarakat Islam Spanyol,
wanita juga memperoleh kedudukan yang tinggi dalam hal penerimaan pendidikan.
Suatu keadaan yang (sedikit berbeda dengan kondisi Geografis dunia Islam pada
umumnya) sangat kontras dengan keadaan umum masyarakat Eropa pada waktu itu.[19]
Dengan kondisi seperti itu pada abad-abad berikutnya
jumlah orang yang belajar ke Spanyol terus bertambah. Universitas-universitas
Cordova, Toledo, Granada, Clan Sevilla-di banjiri para mahasiswa dari bebagai
penjuru Eropa, Africa Utara dan Timur Tengah. Kondisi seperti itulah yang
belakangan dipercayai berjasa mengantar Renaissance dan Reformasi Ilmu
Pengetahuan di Eropa.
Abbas ibn Fama termasyhur dalam ilmu kimia dan
astronomi. Ia orang yang pertama kali menemukan pembuatan kaca dari batu.
Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga
berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya
dan bintang-bintang. Ahad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umi al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidzh
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.[20]
d. Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam
mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab.
Setiap kali diadakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan
kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu
diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada
budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[21]
e. Pemikiran dan Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya
yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad
ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada
abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn
Abd al-Rahman (832-886 M).
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat
Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan
Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli
Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia
lanjut tahun 1185 M.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya
seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam,
yaitu Rusyd dari Cordova.[22]
Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu
Sina (Avicenne) mengenai kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku
Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan lebih tebal dari Al-Qanun.[23]
f.
Pemahaman
Keagamaan
Perkembangan
ilmu agama dilingkungan masyarakat intelek Islam Spanyol, oleh sebagian penulis
sejarah, didentikkan dengan perkembangan hukum Islam (ilmu fiqh) atau ilmu
syari'at yang telah mengalami penyempitan makna. Namun demikian dari
penyempitan makna tadi, dampak positif yang nampak pada masyarakat adalah
adanya suatu tatanan hukum yang pasti dan dipegang sebagai pedaman hidup
sehingga aspek-aspek lahiriyah (sebagai
objek kajian ilmu fiqh) dari masyarakat tersebut (juga tercermin pada
sebagian pandangan para filosof) bisa terkendali dan berada dalam
landasan-landasan normatif agama. (Watt, 1992:61-62).
Sebagai contoh akan disebutkan apa yang telah dikatakan
oleh Ibnu Rusyd dengan mengutip perkataan para filosof, bahwa kehidupan manusia
di dunia dan di akhirat bisa berarti hanya
dengan mengerjakan aktifitas-akti sitas praduktif dan mengutamakan
pemikiran. Kedua hal tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan keutamaan-keutamaan
akhlaq (nisbah untuk akhlak), yang
juga baginya tidak akan terwujud kecuali
dengan ma'rifat kepada Allah Swt dan mengagungkan-Nya melalui peribadatan
ritual yang sesuai dengan syari'at (al-masyru'at) dalam agama (Millat) seperti
Taqarrub, shalat, berdo'a, memuji, dan lain sebagainya.
Di dalam kenyataannya perkembangan ilmu keagamaan dikalangan masyarakat intelektual Islam Spanyol lebih didomonasi oleh madzhab Maliki, meskipun pernah juga madzhab Zhahiri mewarnal masyarakat Islam Spanyol. Hal ini disebabkan oleh dekatnya khilafah Umayyah dengan madzhab tersebut dan secara geografis Spanyol dekat dengan wilayah Afrika Utara, dimana masyarakat sunni-nya banyak yang bermadzhab maliki, sementara Islam masuk ke Spanyol melalui wilayah tersebut.
5. Faktor kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia
Sudah
merupakan hukum alam bahwa suatu negara akan tumbuh, dan berkembang kemudian
mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai puncak kejayaan dan secara perlahan
akan mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Teori perkembangan yang tak
dapat dielakkan oleh manusia karena sudah merupakan hukum alam. Demikian pula
halnya dengan Spanyol yang dikuasai oleh Islam. Setelah Islam memperoleh
kejayaan selama lebih kurang 7 abad, terjadi kemunduran yang membawa kepada
kehancuran. Banyak faktor yang
menyebabkan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini mundur dan kemudian hancur.
Adapun faktor-faktor yang kemunduran dan kehancuran tersebut antara lain
adalah:[24]
1. Terjadinya Pemberontakan
Terjadi
beberapa peristiwa dan pemberontakan dan keharusan yang dilakukan oleh
golongan-golongan tertentu yang merasa tidak puas, tidak senang, dan cemburu
terhadap khalifah yang berkuasa. Pada zaman khalifah Hisyam (788-796 M) terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh saudara-saudaranya sendiri, Abdullah dan
sulaiman. Mereka mempermaklumkan kemerdekaan dan memobilisasi kesatuan-kesatuan
mereka di Teledo, tetapi mereka dapat dikalahkan oleh pasukan Hisyam yang
terdiri dari 20.000 tentara pada tahun 790 M. Disamping itu, terdapat pula
pemberontakanyang dilakukan oleh kaum Yamaniah di Tertosa yang dipimpin oleh
Said Ibnu Husain, tetapi mereka dapat dikalahkan. Pada zaman Khalifah
Abdurrahman (756-788 M) terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang Berber,
Yamaniah dan kepala-kepala suku Arab di Spanyol yang meminta bantuan kepada
pejuang Kristen Prancis bernama Charles, dan mereka dapat dikalahkan oleh
tentara Abdurrahman.
Pada zaman
khalifah Hakam (796-822) terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh kaum faqih
yang berambisi memperoleh kedudukan, mereka menghasut dan mencela hakam sebagai
orang yang tidak beragama, dengan pidato-pidatonya mereka membakar kefanatikan
orang-orang muslim Spanyol. Dan kaum Faqih dapat ditumpas dan mendapat serangan
dari Sulaiman dan Abdullah, paman hakam yang masih hidup ketika dikalahkan oleh
Hisyam, mereka meminta bantuan kepada
Raja Franka, Charlemagne di Aix la Chapella. Akan tetapi mereka dapat dikalahkan, dan
Sulaiman gugur dalam pertempuran, adapun Abdullah diampuni setelah ia menyerah (Mahmudunnasir,
290) Setelah itu terjadi pula pemberontakan penduduk Taledo, yang akhirnya
mereka dibantai dan mayatnya dibuang kedalam parit.
Banyak sekali
pemberontakan-pemberontakan yang muncul pada zaman khalifah-khalifah
selanjutnya, yang pada akhirnya
pemberontakan tersebut dapat diatasi. Sekalipun demikian hal ini merupakan
faktor yang menyebabkan lemah dan mundurnya Dinasti Bani Umayyah di Spanyol.
2. Perubahan Struktur Politis
Di zaman
Hisyam II (976-1013 MO terdapat perubahan struktur politisHisyam II baru
berusia 11 tahun ketika ia menduduki tahta. Karena usianya masih sangat muda,
Ibunya yang bernama Sultanah Subh, dan
sekretarisnya negara yang bernama muhammad Ibnu Abi Amir, mengambil alih tugas
pemerintahan (Mahmudunnasir, 1991:308). Hisyam II tidak mampu mengatasi ambisi
para pembesar istana dalam merebut pengaruh dan kekuasaan.
Menjelang
tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang
ambisius menjadikan dirinya sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya ke
puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini
dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat, ia amengirimkan
tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang berhasil menetapkan keunggulaannya
atas para pangeran Kristen di Utara. Pada tahun itu juga Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur
Billah. la dapat mengharumkan kembali kekuasaan Islam di Spanyol, sekalipun ia
hanya merupakan seorang penguasa bayangan. Kedudukan Hisam II tidak ubahnya
seperti boneka, hal ini menunjukkan bahwa peranan khalifah sangat lemah dalam
memimpin negara, dan ketergantungan
kepada kekuatan orang lain mencerminkan bahwa khalifah dipilih bukan atas dasar
kemampuan yang dimilikinya melainkan atas dasar warisan turun menurun. Hisam II
memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara, tindakannya menimbulkan
kelemahan dalam negeri. la tidak dapat membaca gejala-gejala pergerakan Kristen
yang akan mulai tumbuh dan mengancam kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk
dengan meninggalnya al-Muzaffar pada tahun
1009 M yang dalam kurun waktu 6 tahun masih dapat mempertahankan
kekuasaan Islam di Spanyol.
AI-Muzaffar kemudian digantikan oleh Hajib al-Rahman Sancol. Karena ia tidak berkwalitas dalam memegang jabatannya sehingga dimusuhi penduduk dan kehilangan kesetiaan dari tentaranya. Akibatnya timbul kekacauan, karena tidak ada orang atau kelompok yang dapat mempertahankan ketertiban di seluruh negara. Akhirnya Hisyam II mema'zulkan diri pada tahun 1009 M, yang kemudian dipulihkan kembali tahtanya pada tahun berikutnya. Sejak itu sampai tahun 1013 M, ia dan 6 orang anggota Umayyah lainnya serta tiga orang anggota keluarga setengah Barber masing-masing menjabat khalifah sementara. Dalam masa lebih kurang 22 tahun (1009-1031) M terjadi 9 kali pertukaran khalifah, tiga orang di antaranya dua kali maenduduki jabatan khalifah pada priode tersebut. Pada tahun 1031 M khilafah dihapuskan oleh orang-orang Cordova.
3. Munculnya Raja-raja Kecil
Timbulnya
Perpecahan Dinasti Umayyah di Spanyol ditandai dengan munculnya raja-raja
kecil, di antaranya Dinasti Abbadi.
Dinasti Murabit, Dinasti Mmuwahhid, dan Dinasti Bani Nasr. (Nasution, 1985,
78). Mereka saling beperang dan mengadakan aliansi baik dengan penguasa Muslim
atau dengan penguasa Kristen (Aragon dan Castille) yang dulu tidak dihancurkan
oleh Musa Ibnu Nusair di zaman Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, kesempatan ini tidak
disia-siakan oleh orang-orang Kristen, munculnya dinasti-dinasti kecil ini,
yang menurut W. Montgomery watt, berjumlah sekitar tiga puluh negara kecil
disebabkan penghapusan khilafah.
4. Adanya Permintaan Bantuan terhadap Kekuasaan Luar.
Munculnya
Dinasti Murabit dari Afrika Utara, yang datang ke Spanyol atas permintaan
al-Mu'tamin untuk membantu untuk melawan
Al-fonso, Raja castille. Dengan bantuan ini al-Mu'tamin, Amir Cordova dapat mengalahkan al-Fonso VI.
Tetapi, sayangnya dengan kemenangan ini Yusuf Ibnu Tasyifin, raja Dinasti
Murabit berhasrat hendak menguasai kekayaan Spanyol. Dua tahun kemudian Ibnu
Tasyfin datang ke Spanyol, dan dalam waktu yang singkat Ia dapat menguasai
Spanyol seluruhnya, karena perpecahan antara Arab dengan Arab dan antara Arab
dengan Berber. Dengan demikian berdirilah di Spanyol Dinasti Murabit pada tahun
1090 M - 1147 M. Akibat tindakan Ibnu Tasyfin tersebut timbul perpecahan antara
muslim Spanyol dan Muslim Arab. Orang-orang Arab yang merasa tertekan meminta
bantuan kepada Dinasti Muwahhidin di Moroko. Dinasti ini tidak menyia-nyiakan
permintaan bantuan orang-orang Arab, mereka datang menyerbu Spanyol dan dengan
mudah mereka dapat menguasainya. Hilanglah Dinasti Murabit dan berdirilah
Dinasti Muwahhidin di Spanyol.
5. Melemahnya Kekuatan Militer dan Ekonomi
Disintegrasi
politik yang terjadi pada waktu itu
menyebabkan lemahnya kekuatan militer dan ekonomi, sedangkan faktor ekonomi
sangat memegang peranan penting dalam mempersiapkan biaya perang. Orang-orang
Kristen rupanya tahu tentang keadaan umat Islam yang sudah oyong itu. Oleh
karena itu, pangeran-pangeran Kristen di Utara memperkuat posisi mereka untuk memerangi kaum Muslimin
yang telah berpecah belah. Orang-orang Kristen yang semula pada abad ke-10
membayar upeti kepada orang Islam, tetapi menjelang pertengahan abad ke-II
mereka dengan leluasa menuntut pembayaran upeti dari beberapa penguasa kecil
Islam.
Perbatasan
kekuasaan Kristen makin meluas ke sebelah Selatan. Peristiwa terpenting adalah
tahun 1085 ketika penguasa Teledo yang lemah tidak mampu menahan tekanan raja
Castille sehingga menyerahkan kota tersebut kepadanya. Teledo memiliki
pertahanan yang kuat, karena di jaga di tiga sisinya oleh sungai Tagus, dan
tidak pernah dapat direbut kembali oleh orang-arang Islam.
6. Munculnya Kekuatan Kristen di Spanyol
Bersatunya
dua kerajaan Kristen, Lean dan Castille pada tahun 1230 M, telah meningkatkan
usaha perebutan kekuasaan terhadap kekuasaan Islam di Spanyolsemakin efektif.
Tahun 1236 M. Cordova dapat direbut, dan tahun 1248 M. Seville jatuh pula ke
tangan orang-orang Kristen. Pada waktu yang bersamaan tentara Castille semakin
kuat, dan satu persatu kota-kota
kekuasaan Islam dapat dikuasainya. Kota Malaga pun jatuh satu tahun
kemudian. Kemudian, orang-orang Kristen merencanakan untuk mengambil alih kosta
Granada yang masih bertahan. Penaklukan Granada ini tertunda disebabkan oleh terjadinya
perselisihan antara Castille dengan Aragon. Namun, perselisihan tersebut tidak
berlangsung lama, karena hubungan mereka membaik setelah Ferdinand II dari
Arragon menikah dengan Isabella dari Castille pada tahun 1469 M. Pada tahun
1490 M, Ferdinand membawa pasukan berkuda lebih kurang 10.000 orang, dan
menyerbu Granada sampai la memperoleh kemenagan. Dengan jatuhnya Granada, maka
hancurlah kekuasaan Islam di Spanyol dan negeri itu kembali dikuasai oleh
Kristen. (Hitti, 1970: 555).
Pada tahun
1499 M, Cardinal Ximenes de Cismero melarang beredarnya buku-buku Islam dan ia
membakarnya, bahkan pada tahun 1556 M, Philip II membuat undang-undang bagi
orang-orang Islam yang tinggal di Spanyol untuk meninggalkan kepercayaan, adat
istiadat, bahasa, dan pandangan hidup mereka. Hanya ada dua pilihan bagi
orang-orang Islam, masuk agama Kristen atau meninggalkan Spanyol. Undang-Undang
tersebut di pertegas oleh Philip III, banyak orang Islam yang dibunuh atas
perintah raja Philip III. Nampaknya, kekejaman yang dilakukan itu merupakan
cara untuk melenyapkan Islam sampai ke akar-akarnya.
Adapun
menurut Badri Yatim, sebab-sebab yang menjadikan kemunduran dan kehancuran
Islam Spanyol antara lain disebabkan :
a. Konflik penguasa Islam
dengan penguasa Kristen.
b. Tidak adanya ideologi
pemersatu.
c. Karena kesulitan ekonomi.
d. Tidak jelasnya sistem
peralihan kekuasaan.
e. Karena letaknya yang terpencil dari pusat wilayah dunia Islam yang lain.
6. Nasib umat Islam di bawah pemerintahan Kristen di
Andalusia
Umat Islam
setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal
Spanyol. Umat Islam pun terusir dengan pedihnya dari bumi Andalusia. Hanya yang
mau meninggalkan Islam (murtad) yang boleh tinggal. Yang tetap beriman kepada
Allah bersama Raja Abu Muhammad di persilahkan naik ke kapal dan berlayar
menuju Afrika Utara menyeberangi Selat Gibraltar. Kalau dulu Tariq
menyeberanginya dengan kepala tegak penuh semangat dan optimisme, namun Abu
Muhammad berlayar dengan sedih dan menundukkan kepala dengan penuh keaiban.
Tanggal 2 Januari 1492 itu tercatat sebagai pemurtadan besar-besaran yang
pernah terjadi dalam sejarah. Baik Cordova maupun Granada hancur lebur bersama
kitab-kitabnya berikut peradabannya. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak
ada lagi umat Islam di daerah ini.[25]
C. Kesimpulan
Dari sejumlah
uraian di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa masuknya Islam di Spanyol
berbeda dengan masuknya Islam di daerah lain. Datangnya Islam ke Spanyol atas permintaan
dari pendududk setempat dan kedatangan Islam di Spanyol ternyata memberikan
kontribusi yang tak ternilai, baik kepada dunia Islam, terlebih-lebih kepada
dunia Barat, dalam hal ilmu pengetahuan dan peradaban. Kontribusi tersebut bisa
terlaksana karena sikap ilmiah-konstruktif yang secara umum menyertai para
ilmuan dalam melakukan kajian-kajian ilmiahnya. Sikap toleransi yang
proporsional dalam komposisi masyarakat yang tingkat heterogenitasnya yang
cukup tinggi, ternyata telah menghasilkan efek sinergi positif yang luar biasa
dalam membangun sebuah nilai peradapan yang pluralistik.
Kemajuan yang
dibawa dan diperkenalkan Islam dengan dunia barat ditandai dengan munculnya
tokoh-tokoh ilmuwan dan filosouf dari negeri tersebut. Spanyol pulalah yang
menjadi gerbang utama masuknya Islam ke dunia Barat dan kemudian membangkitkan
Barat dari dunia kegelapan dan memperkenalkan pada kemajuan.
Kekuasaan Islam di
Spanyol yang telah mencapai puncak
kejayaannya kemudian mulai melemah kemudian mundur dan hancur secara perlahan akibat berbagai
faktor. Diantaranya faktor utama penyebab kehancuran tersebut adalah akibat
terjadinya disintegrasi yang menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan kecil yang
berusaha memerdekakan diri. Kekuasaan Islam kemudian digantikan oleh kekuasaan
Kristen dan berusaha menghapus habis seluruh pengaruh Islam dan menghilangkan
Islam dari bumi Spanyol.
👉ISLAM PADA MASA KHALIFAH ABU BAKAR SIDDIQ
👉PERANG SALIB
DAFTAR
PUSTAKA
Perpustakaan Nasional : Katalog
Dalam Terbitan(KDT), Ensiklopedi Mini
Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996).
Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993), hal. 87-88
Maidir Harun, Firdaus, Sejarah
Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2002), hal. 104-105
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur, Penada Media:2003), hal. 119
http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-159.html
http://www.dudung.net/print-artikel/spanyol-mutiara-islam-yang-hilang.html
http://alhijrah.cidensw.net/Yoesoef-Sou'yb-1977-Sejarah-Daulat-Umayyah-di-Cordoba
http://www.bbc.co.uk/religion/religions/islam/history/spain_1.shtml
http://alhijrah.cidensw.net/Watt-Montgomery-dan-Cachia-Pierre-1992/A-History-Islamic-Spain
Dr. Mustafa As-Siba’i, Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok, ( Jakarta, Gema Insani Press: 1993), hal. 49
[1]
http://www.islamuda.com/?id=232&imud=rubrik&kategori=5&menu=baca
[1] http://www.gaulislam.com/jabal-thariq-gerbang-penyebaran-islam-ke-eropa
[1] Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan(KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan
Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996).
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo, 1993), hal. 87-88
[3] Maidir Harun,
Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang:
IAIN-IB Press, 2002), hal. 104-105
[4] Ibid
[5] Badri Yatim, Opcit., hal. 92
[6] Ibid
[7] Ibid, hal. 95
[8] Ibid
[9] Ibid, hal. 96
[10] Musyrifah Sunanto,
Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur, Penada Media:2003), hal. 119
[11] Maidir Harun,
Firdaus, Opcit, hal. 112
[12] Badri Yatim, Opcit., hal. 98
[13] Ibid
[14] http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-159.html
[15]
http://www.dudung.net/print-artikel/spanyol-mutiara-islam-yang-hilang.html
[16] Badri Yatim, Opcit., hal. 99-100
[17] http://alhijrah.cidensw.net/Yoesoef-Sou'yb-1977-Sejarah-Daulat-Umayyah-di-Cordoba
[18] http://www.bbc.co.uk/religion/religions/islam/history/spain_1.shtml
[19] http://alhijrah.cidensw.net/Watt-Montgomery-dan-Cachia-Pierre-1992/A-History-Islamic-Spain
[20] Badri Yatim, Opcit., hal. 102
[21] Ibid, hal. 103
[22] Ibid, hal. 101
[23] Dr. Mustafa As-Siba’i, Peradaban
Islam Dulu, Kini dan Esok, ( Jakarta, Gema Insani Press: 1993), hal. 49
[24] http://www.islamuda.com/?id=232&imud=rubrik&kategori=5&menu=baca
[25] http://www.gaulislam.com/jabal-thariq-gerbang-penyebaran-islam-ke-eropa
0 Comment