PENDAHULUAN
Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang
pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara budak yang
disebut Mamluk
pada abad ke-9. Dibentuk oleh Al-Ma'mun, tentara-tentara budak ini didominasi oleh
bangsa Turki
tetapi juga banyak diisi oleh bangsa Berber dari Afrika
Utara dan Slav dari Eropa
Timur. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang
digunakan adalah tentara bayaran dari Turki.
Bagaimanapun tentara Mamluk membantu
sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena berbagai kondisi yang ada
di umat muslim
saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara
Mamluk ini, yang kemudian dikenal dengan Bani Mamalik berhasil berkuasa,
yang pada mulanya mengambil inisiatif merebut kekuasaan kerajaan Ayyubiyyah
yang pada masa itu merupakan kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal
ini disebabkan karena para penguasa Ayyubiyyah waktu itu kurang tegas dalam
memimpin kerajaan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana proses terbentuknya Dinasti Mamalik atau Mamluk ini hingga yang pada akhirnya mengalami kehancuran di bawah kerajaan Usmani.
PERADABAN ISLAM MASA MAMLUK DI MESIR
(1250-1517 M)
Dinasti ini secara keseluruhan
dibagi menjadi dua periode; Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak
berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M dan
hampir setengah abad berkuasa di Mesir dan melahirkan 24 Sultan. Kedua periode
kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389
M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani tahun 1517 M dan berhasil
melahirkan 23 sultan.
A.
Dinasti Mamluk Bahri
1.
Latar Belakang
Berdirinya
Kata Mamluk yang berarti budak
sehingga dinasti ini disebut juga dinasti para budak dan memang dinasti ini
didirikan oleh para budak yang secara historis bermula dari para budak yang
direkrut pada masa pemerintahan Al-Ma’mun (813-833 H) dimanfaatkan untuk
kegiatan pemerintahan terutama yang bersifat militeristik (pengamanan negara).
Hal ini dilakukan karena para budak ini dikenal sebagai kelompok yang gagah dan
kuat secara fisik.[1]
Disamping Abbasiyah (Al-Ma’mun),
dinasti lain juga sering menggunakan tenaga para budak ini untuk kepentingan
yang sama, seperti pada masa Dinasti Tulun (254 H / 868M-292H/ 905M), Dinasti
Ikhsyid (323 H/ 935 M-358 H/969M), Dinasti Fatimiyah (901- 1171) dan terakhir
pada Dinasti Ayyubiyah (1174-1252). Dinasti-dinasti tersebut sangat percaya
kepada para budak itu untuk menjadi pengaman kekuasaan karena mereka tidak
mempunyai hubungan khusus dengan golongan bangsawan atau pemerintah lain.
Biasanya tentara-tentara Islam yang tidak berlatar belakang budak selalu setia
kepada syekh, suku dan juga bangsawan mereka. Tentara budak juga golongan asing
dan merupakan lapisan yang terendah dalam masyarakat. Sehingga mereka tidak
akan menentang khalifah dan mudah dijatuhkan hukuman jika menimbulkan masalah.
Oleh karena itu, tentara Mamluk adalah aset terpenting dalam militer.[2]
Oleh penguasa Ayyubiyah yang
terakhir, Sultan al-Malik al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin
kelangsungan kekuasaannya. Pada masa kekuasaannya, mereka mendapat hak-hak
istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material .
Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan Laut Kaspia. Di Mesir
mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan
militer dan keagamaan. Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk
Bahri (bahr artinya laut). Saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu
adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
Pada tahun 1249 M al-Malik al-Salih
meninggal (1249 M), kemudian anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sultan.
Golongan Mamalik (Bahri) merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada
tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan
Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Kemudian Istri al-Malik
al-Salih, Syajarah al-Durr,
seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali
pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu.[3]
Syajarah al-Durr memimpin berlangsung
sekitar tiga bulan. Kemudian ia kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama
Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus
berkuasa di belakang tabir. Tetapi setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr
dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan.
Pada awalnya Aybak mengangkat seorang Sultan dari keturunan penguasa Ayyubiyah yang bernama Musa di samping dirinya tetap bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
Berikut
nama-nama sultan Dinasti Mamluk Bahri di Mesir :
- Aybak (1250-1257)
- Nur al-din ‘Ali (1257-1259)
- Quthuz (1259-1260)
- Baybars (1260-1277)
- Barakah (1277-1279)
- Salamisy (1279)
- Qallawun (1279-1290)
- Khalil al-asyraf (1290-1293)
- Al-Nashir (1293-1294, 1298-1308, 1309-1340)
- Kithbuga (1294-1296)
- Lajin (1296-1298)
- Baybars II (1308-1309)
- Abu Bakar (1340-1341)
- Qujuq (1341-1342)
- Ahmad (1342)
- Ismail (1342-1345)
- Al-Kamil Sa’ban (1345-1346)
- Al-Muzhaffar Hajji (1346-1347)
- Al-Hasan (1347-1351, 1354-1361)
- Al-Shalih (1351-1354)
- Muhammad (1361-1363)
- Al-Asyraf Sa’ban
(1363-1376)
- ‘Ala al-Din ‘Ali (1376-1381)
- Al-Shalih Hajji ibn syaban (1381-1382,1389-1390)[4]
Aybak berkuasa selama tujuh tahun
(1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih
berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan
oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri
ke Syria karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di
awal tahun 1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil
menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut, dan
pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan
Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara
Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan umat
Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan setia kepada
penguasa Mamalik.[5]
Kemudian tidak lama setelah itu
Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan
cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260-1277 M). Ia adalah sultan
terbesar dan termasyhur diantara 47 Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang
sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik.[6]
2.
Kemajuan Peradaban Islam
Masa Mamluk Bahri
a.
Bidang Politik dan Pemerintahan
Dalam sejarah politik Islam, pemerintahan dinasti ini
bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun
(1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun. Anak Qalawun
berkuasa hanya empat tahun karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295-1297
M). system pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir.
Kedudukan amir menjadi sangat penting. Para amir berkompetisi dalam prestasi
karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan ini dicapai dalam
berbagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian dan ilmu
pengetahuan.
Kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di Ayn
Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak
penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk
menjalankan pemerintahan dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer
sebagai elit politik. Di samping itu, untuk memperoleh simpati
darikerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang
berhasil meloloskan diri diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir
sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh
tentara Hulagu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh dinasti ini dengan Kairo
sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam
kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut
Tengah, Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang
Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.[7]
b.
Bidang Ekonomi
Kemajuan di bidang ekonomi diperoleh dari sektor
perdagangan dan pertanian. Dinasti ini membuka hubungan dagang dengan Perancis
dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti
Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat Kairo sebagai jalur
perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo
menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Di samping itu, hasil pertanian
juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan
jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat.
Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
c.
Bidang Sosial Kemasyarakatan
Pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk Bahri ini
didirikan sekolah, mesjd, rumah sakit, museum, perpustakaan, vila, kubah dan
menara-menara mesjid.[8] Kemudian
pada pemerintahan Baybars juga dibangun fasilitas umum, menggali kanal,
memperbaiki pelabuhan, dan mempercantik mesjid.
d.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Mesir menjadi tempat pelarian ilmuan-ilmuan asal Baghdad
dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir,
seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu
sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan
Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir al-Din al-Tusi. Di bidang
matematika, Abu al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru
manusia, Abd al-Mun’im al-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan al-Razi, perintis
psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Salah al-Din ibn Yusuf.
Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Ibn Taimiyah, seorang
pemikir reformis dalam Islam, al-Sayuthi yang menguasai banyak ilmu keagamaan,
Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam ilmu hadits dan lain-lain.
e.
Bidang Kesenian
Pada masa dinasti ini merupakan kemakmuran dan kejayaan
di bidang budaya, hal ini terlihat dari seni dan arsitektur yang mempunyai
warna tersendiri, seperti terlihat dalam hasil karya seni yang ada pada keramik
dan logam.[9] Banyak arsitektur
didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan mesjid-mesjid yang
indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini diantaranya adalah
rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara mesjid.
- Kemunduran dan Kehancuran Mamluk
Bahri
Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh dinasti Mamluk Bahri
ini berkat kepribadian dan wibawa Sultan yang tinggi, solidaritas sesama
militer yang kuat, dan stabilitas Negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi,
ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti ini sedikit demi sedikit
mengalami kemunduran. Apalagi semenjak masuknya budak-budak dari Sikasia yang
kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji yang untuk pertama kalinya dibawa
oleh Qalawun, solidaritas antar sesama militer menurun.
Sistem baru yang diterapkan Qalawun ternyata telah
menimbulkan kericuhan dalam pemerintahan. Pada masa Al-Nasir Muhammad ibnu
Qalawun 1293 M (putra Qalawun) ia mengalami dua kali turun naik tahta karena
adanya usaha perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Kitbugha (Al-Adi Zaenal
Al-Din) dan Najim Al-Mansur Hisamudin. Pada tahun 1382 M Barquk Al-Dzahir Saef
Al-Din dari Mamluk Burji berhasil merebut kekuasaan dari tangan Al-Shalil
Salahudin, sultan terakhir dari keturunan Qalawun. Sejak itulah mulai periode
kekuasaan Mamluk Burji dan tersingkirnya Mamluk Bahri.
B.
Mamluk Burji
1.
Latar Belakang
Berdirinya
Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa kemunduran dari Mamluk Bahri merupakan awal
daripada Dinasti Mamluk Burji yang terdiri atas budak-budak yang di impor
kemudian. Mulanya mereka juga memiliki tugas sama seperti pengawal, tapi
kelompok ini dibentuk oleh Qallawun, raja mamluk bahri (1279-1290). Kebanyakan
mereka berasal dari sirkasius kemudian di tempatkan di menara (bahasa arab:
burj) benteng.[10]
Berikut
nama-nama sultan Dinasti Mamluk Burji di Mesir :
- Al-Zahir sayf
al-din Barquq (1382)
- Al-Nashir Nashir al-
Din al-Faraj (1398)
- Al-Mansur ‘Izz al-din
Farraj (1405,1405)
- Al-Kalifah al-Adil al-Musta’in
(1412)
- Al-Mu’ayyad syaikh
(1412)
- Al-Muzhaffar Ahmad (1421)
- Al-Zhahir Sayf al-Din
Tatar (1421)
- Al-Shalih Nashir al-Din
Muhammad 91421)
- Al-Asyraf Sayf al-Din
Barsbay (1422)
- Al-Azia Jamal al-Din
Yusuf (1438)
- Al-Zhahir Sayf al-Din
Jaqmaq (1438)
- Al-Mansur Fakhr al-Din
Utsman (1453)
- Al-Asyraf Sayf al-Din
‘inal (1453)
- Al-Mu’ayyad Syihab al-Din
Ahmad (1460)
- Al-Zhahir Sayf al-Din
Khusyqadam (1461)
- Al-Zhahir Sayf al-Din
Yalbay (1467)
- Al-Zhahir
Timurbugha (1467)
- Al-Asyraf Sayf al-Din
Qa’itf bay (1468)
- Al-Nashir Muhammad (1495)
- Al-Zhahir Qanshawh (1498)
- Al- Asyraf jan-Balat
(1499)
- Al-Asyraf Qanshawh al-Ghauri
(1500)
- Al- Asyraf Tuman-Bay (1516-1517)
Pada dasarnya pemerintahan pada masa Dinasti Mamluk
Burji hanyalah melanjutkan pemerintahan Dinasti Mamluk Bahri. Akan tetapi
mamluk Burji menalami sedikit perubahan dlam pergantian sultan yang selalu
diselingi perang saudara dalam perebutan kekuasaan, dikarenakan pergantian
sultan secara turun temurun.
2.
Kemajuan Peradaban Islam
Masa mamluk Burji
Tidak begitu banyak kemajuan yang dirasakan pada masa
Mamluk Burji, karena pada pada umumnya kemajuan-kemajuan yang ada pada dinasti
ini merupakan kelanjutan daripada dinasti Mamluk
Bahri. Barangkali yang lebih menonjol adalah di bidang arsitektur. Batu-batu beragam yang berasal dari Romawi dan Byzantium juga
menjadi ciri istimewa arsitektur periode ini. Hal lain yang mengagumkan adalah
pengembangan stalaktif-pendentif (bahasa Arab: muqornas) dan rancangan kubah
yang mampu menahan cahaya, termasuk juga untuk penerangan, semakin terlihat
megah dengan segala dekorasinya. Dan hal tersebut cukup tercermin dari bangunan
Masjid Mu'ayyad, yang terletak di jalan Ahmad Mahir berdampingan dengan Bab
Zuwayla, dan dikenal dengan Masjid Merah (Red Mosque). Masjid ini dibangun oleh
Sultan Muayyad 1415-1420. Pada pintu masuknya terdapat hiasan warna merah
ditambah permata, diatasnya terdapat hiasan pahatan dan lengkungan skalaktit.
Dan di bagian dalam masjid terdapat makam Sultan Muayyad dan putranya, yang
ditutupi batu marmer warna-warni berbentuk pola geometri . Sejatinya, kebiasaan
untuk menghubungkan bangunan makam sang pendiri masjid, bermula pada tahun 1085
M oleh Badr al-Jamali. Bangunan makam yang menyatu dengan masjid di bukit
Muqattam hasil rancangan Badr itulah yang kemudian menjadi semakin menjamur.[11]
3.
Kemunduran dan
Keruntuhan Mamluk Burji
Sama halnya dengan Dinasti mamluk Bahri, Dinasti mamluk
Burji juga mengalami kemunduran dan akhirnya mengakibatkan kehancuran.
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan runtuhnya dinasti ini
adalah karena lemahnya kemampuan para sultan dari Mamalik Burjiyah dalam
mengatur roda pemerintahan, kecuali dalam hal latihan militer. Sedangkan dalam
mempertahankan eksistensi sebuah dinasti tidak cukup hanya kemampuan militer
saja tetapi juga keahlian dalam mengelola dan mengatur pemerintahan yang tentu
saja membutuhkan seorang sultan atau penguasa yang ahli dalam hal itu.
Disamping banyak penguasa mamluk burji yang bermoral
rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan
berfoya-foya di kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya,
semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil. Disamping
itu, ditemukannya Tanjung Harapan oleh kaum eropa tahun 1498 M, menyebabkan
jalur perdagangan Asia-Eropa melalui mesir menurun fungsinya. Kondisi ini
diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.
Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar
muncul sebagai tantangan bagi Dinasti Mamluk, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan
inilah yang mengakhiri riwayat Mamluk di mesir. Dinasti Mamluk kalah melawan
pasukan Usmani dalam pertempuran di luar kota kairo tahun 1517 M. sejak itu
wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani sebagai salah satu propinsinya.
Pada masa pemerintahan sultan al-Ghawri, dinasti Mamluk
lambat laun menjadi lemah disebabkan ketidakmampuan kaum Mamluk (para budak)
itu untuk berkembang dan memanfaatkan peradaban modern yang mulai berkembang di
Eropa. Sebenarnya, Sultan al-Ghawri telah berusaha untuk membentuk
divisi-divisi mamalik baru yang mampu berperang dengan menggunakan meriam.
Namun, para mamalik yang terbiasa berperang mengandalkan pedang dan
benteng-benteng menolak hal itu. Mereka memberontak terhadap Sultan al-Ghawri
sehingga menyerang al-Qal’ah (benteng pusat pemerintahan)dan melakukan
perampasan.akibatnya kekacauan terjadi di seluruh penjuru negeri sehingga tidak
ada lagi keamanan dan kestabilan.
Pemberontakan tersebut melemahkan posisi Sultan
al-ghawri sehingga hal ini memberikan kesempatan kepada pemerintahan Ustmani
yang bertambah kuat setelah mereka meraih kemenangan atas Shafawi di Timur,
untuk menyerang Syam yang dikuasai pemerintahan Mamlik yang berpusat di Mesir.
Pada tanggal 24 Agustus 1516 terjadilah pertempuran
antara pasukan Utsmani dan pasukan Mamalik di Marja Dabik, yang berakhir dengan
kekalahan Mamalik dan terbunuhnya Sultan al-Ghawri. Penyebab kekalahan Mamalik
berawal dari pengkhianatan salah seorang komandannya, Khayir Bik yang mundur
bersama pasukan mamaliknya dengan disaksikan divisi-divisi mamalik yang lain.
Di samping itu, penyebab lain kekalahan tersebut adalah perbedaan teknik perang
antara Mamalik dan Utsmani. Pasukan Mamalik berperang dengan menggunakan pedang
dan tombak, sedangkan pasukan Utsmani menggunakan meriam dan dinamit. Dengan
kemenangan ini, Utsmani dapat menguasai Syam. Namun, di samping itu ia ada
rencana lain untuk mengakhiri Daulah Mamalik, oleh karena itu Salim I, Sultan
Utsmani memutuskan untuk menyerang Mesir.
Setelah Sultan al-Ghawri terbunuh, para panglima Mamalik
yang tersisa berkumpul dan membaiat Thaman Bay yang merupakan orang kepercayaan
al-Ghawri dan yang paling setia kepadanya, disamping sebagai anak pamannya
sendiri.
Mamalik kehilangan sebagian besar pasukannya dalam pertempuran Marj Dabiq. Kas keuangan Mesir telah habis dan semangat rakyat telah menurun akibat kekalahan dan terbunuhnya al-Ghawri. Sementara itu, Salim I mengerahkan pasukannya ke Mesir dan mengutus beberapa utusan untuk menyampaikan ancaman kepada Thuman Bay apabila ia melakukan perlawanan. Namun, Thuman Bay mengabaikan ancaman itu dan memimpin pasukan Mamalik untuk mempertahankan kesultanan Mesir. Kemudian, kedua pasukan itu saling berhadapan di dekat Ridaniyyah. Pasukan Mamalik dikepung dan menjadi sasaran tembakan meriam. Akhirnya, Thuman Bay ditangkap dan digantung di gerbang Zawiyyah, salah satu gerbang masuk ke kota Kairo. Jasadnya dibiarkan tergantung selama tiga hari. Dengan demikian, kekuasaan Mamluk Burji berakhir, lalu wilayahnya dikuasai kesultanan Utsmani.[12]
KESIMPULAN
Dinasti Mamluk secara keseluruhan
dibagi menjadi dua periode; Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak
berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M dan
hampir setengah abad berkuasa di Mesir dan melahirkan 24 Sultan. Kedua periode
kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389
M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani tahun 1517 M dan berhasil
melahirkan 23 sultan.
Kemunduran dari Mamluk
Bahri merupakan awal daripada Dinasti Mamluk Burji yang terdiri atas
budak-budak yang di impor kemudian. Mulanya mereka juga memiliki tugas sama
seperti pengawal, tapi kelompok ini dibentuk oleh Qallawun, raja mamluk bahri
(1279-1290). Kebanyakan mereka berasal dari sirkasius kemudian di tempatkan di
menara (bahasa arab: burj) benteng.
Sedangkan Dinasti
Mamluk Burji mengalami kehancurannya karena kalah melawan kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamluk di mesir. Dinasti
Mamluk kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran di luar kota kairo tahun
1517 M. sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani
sebagai salah satu propinsinya.
Baca Juga;
👉ISLAM PADA MASA KHALIFAH ABU BAKAR SIDDIQ
👉ISLAM PADA MASA KHALIFAH USMAN BIN AFFAN
👉KERAJAAN SAFAWI DI PERSIA
👉ISLAM PADA MASA DAULAH BANI UMAYYAH
👉ISLAM PADA MASA PERIODE AWAL BANI ABBASIYAH (132 H-232H/ 750-847 M)
👉KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DAULAH ABBASIYAH
👉Dinasti di bawah Abbasyiyah Dinasti Ghaznawi, Dinasti Buwaihi dan Dinasti Saljuk
👉Peradaban Islam di Spanyol ( Andalusia )
👉PERADABAN ISLAM DI MESIR MASA DINASTI MAMLUK
👉ISLAM PADA MASA DINASTI FATIMIYYAH MESIR
👉ABAD KEMAJUAN KERAJAAN TURKI USMANI
👉Peradaban Islam Masa Kerajaan Turki Usmani Periode Kemunduran (1517-1924)
👉ISLAM PADA MASA KERAJAAN MUGHAL DI INDIA
👉PERANG SALIB
👉PENJAJAHAN EROPA KE DUNIA ISLAM
👉PENJAJAHAN EROPA KE DUNIA ISLAM
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Afifi, Abdul Hakim, 1000 Peristiwa Dalam Islam, (Terj. Irwan Kurniawan), Judul Asli: Mausu’ah Alf Hudus Islami, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002
Hitty, Philip K., A History Of The Arabs: From The Earliest Times To The Present, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, New York: Palgrave Macmillian, 2002
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002
http://wildanhasan.blogspot.com/2009/05/dinasti-mamalik.html
[2]Ibid
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 124-125
[4]Philip K. Hitty, A History Of The Arabs: From The Earliest Times
To The Present, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (New
York: Palgrave Macmillian, 2002), h. 861
[5]Badri Yatim, Op.cit., h. 125
[6]Ibid, h. 126
[7]Ibid., h. 127
[8]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2008), h. 245
[9]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta:
Logos, 1997), 119
[10]Philip K. Hitti, Op.cit, h. 862
[12]Abdul Hakim al-‘Afifi, 1000 Peristiwa Dalam Islam, (Terj.
Irwan Kurniawan), Judul Asli: Mausu’ah Alf Hudus Islami, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 2002), h. 365
0 Comment