Berdasarkan berjalannya waktu, banyak
pemikir barat intelektual yang mengkaji ilmu keislaman pada para ulama yang
berada di Timur Tengah seperti Ignaz Goldzihe dan Joseph Schacht. Ignaz Goldziher adalah salah satu
dari sekian banyak pemikir Barat yang
mengkaji Islam namun memandang Islam dari segi kacamata Barat. Ignaz Goldziher mempelajari
tentang hadist pada sejumlah. ulama Al-Azhar. Goldziher membuat buku
yang berjudul Muharninedanische Studen (Studi Tentang Hadis-hadis Nabi
Muhammad). Goldziher mengkritik bahwa hadist
yang dikatakan bersumber dari nabi adalah tidak benar, tokoh hadist Ibnu Syihab Al-Zuhri merupakan orang yang diperalat
atau dimanfaatkan oleh khalifah Umawiyyah yakni Abdul Malik bin Marwan
untuk membuat hadist palsu yang secara politik berpihak kepada penguasa
Umawiyyah, Goldziher juga tidak mempercayai kebenaran metodologi dan cara
penulisan pembukuan hadis yang menurut ulama sudah dilakukan sejak abad ke dua
hijriyah oleh Umar bin Abdul Aziz.
Disamping itu
juga muncul tokoh orientalis kedua yaitu Joseph Schacht yang pada usia 21 tahun telah memperoleh gelar
doktor di Universitas Berslaw. Karya nya yang terkenal
yaitu The Origin of Muhammad Yurisprudence yang terbit pada tahun 1960.
Di dalam buku ini Schact mengkritik hadist Nabi diantaranya yaitu, isnad
atau pemakaian sanad pada hadist merupakan findakan yang tidak akademis karena
dibuat berdasarkan kemauan belaka (semena-mena), menurut penelitiannya terhadap
kitab “al-muwwattha'” Imam Malik tidak ditemukan sanad pada
buku tersebut dan masih banyak lagi yang akan penulis bahas pada Bab Pembahasan
mengenai kritikan Schacht terhadap hadist Nabi SAW.
Kritikan hadist dari dua orang
orientalis ini ditanggapi oleh ulama Hadis, yakninya tuduhan Ignaz bahwa bagian
terbesar dari hadist adalah catatan ulama pada abad kedua hijriah. Tuduhan itu
muncul karena Ignaz melihat kodifikasi hadist baru terjadi di akhir abad
pertama pada awal abad kedua di masa khalifah Abdul Aziz. Dia beranggapan
apa yang dibukukan ketikan itu adalah
catatan sejarah yang dibuat sahabat. Kemudian tanggapan Ulama terhadap
Schacht adalah tuduhan Schacht terhadap naskah kuno kitab "al-muwattha' " itu
merupakan naskah asli dari kitab tersebut, tidak ada dasarnya sama sekali,
sebab kita tidak dapat memastikan bahwa Schacht pernah menemukan kitab "al muwattha' " yang langsung
ditulis oleh Imam Malik.
Kekeliruan besar yang dialami Goldziher dan orang-orang yang sepaham dengannya ialah karena mereka menganalogikan kehidupan manusia Barat pada kehidupan ulama-ulama islam.2
B. Pembahasan
1. pengertian
Orientalis
Orientalisme, adalah kata majemuk yang terdiri dari
kata: oriental dan istne. Menurut
etimologi, kata oriental berasal dari bahasa Romawi orient,
yang secara literal berarti "timur", secara
geografis bermakna "dunia belahan timur", dan secara etnologis bermakna "bangsa-bangsa
timur". Selanjutnya kata orient diserap dari bahasa Inggris
dan Belanda, dengan ejaan yang sama. Tambahan al di belakangnya,
menunjukkan kata tersebut berfungsi sebagai adjective. Dalam hal ini, artinya
adalah hal-hal yang bersifat Timur, berkaitan
dengan bangsa dan negara yang terletak di Timur. Kata isme, secara etimologis
berasal dari bahasa Belanda, artinya “suatu paham, ajaran, aliran atau
sikap".[1]
Dengan demikian kata orientalisme dapat
diartikan, suatu paham, ajaran atau aliran
yang membicarakan hal-hal berkaitan dengan negara-negara dan bangsa-bangsa Timur,
dengan segenap aspeknya. Secara geografis dan etnografis, pengertian Timur adalah negara-negara dan bangsa-bangsa yang berada
di Benua Asia (Asia Barat Daya, Asia
Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur) dan Afrika (Afrika Utara, Tengah dan.
Selatan).[2]
Orientalis adalah istilah yang
digunakan untuk seseorang yang ahli tentang halhal yang berkaitan dengan tirnur atau
yang Bering disebut dengan ahli ketimuran.[3]
Orientalisme secara umum (luas)
adalah suatu paham, ajaran atau penelitian orang-orang Barat tentang dunia
Timur, yang meliputi semua bahasa, agama, kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi
dan aspek lainnya dari kehidupan bangsa- bangsa Timur.
Orientalisme
secara khusus (sernpit), adalah suatu paham ajaran atau penelitian orang-orang Barat tentang dunia Timur yang Islam, yang
meliputi bahasa, agama (iktikad dan syari'at),
kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi dan aspek-aspek lainnya dari
kehidupan umat islam.
Secara literal, kata orientalis menunjukkan subjek,
pelaku atau orang yang ahli tentang hal-hal yang berkaitan dengan
"Timur", biasanya disingkat dengan "ahli ketimuran". Akan
tetapi karena berdasarkan sejarah munculnya disiplin ilmu ini lebih ditekankan kepada penyelidikan atau studi
orang-orang Barat,, pengertiannya ditambahkan menjadi, sarjana-sarjana
Barat yang ahli tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia Timur.
Untuk mendapatkan pengertian yang agak lengkap, berikut dikutipkan defenisi dari Ali Husni al-Kharboutly, dalam bukunya Al-Isytisyroqfi Tarikh al-Islan2y sperti dikutii) H. Abidin Ja'far mengatakan
Orientalis
yaitu sarjana Barat yang mementingkan studi soal-soal ketimuran
Dalam terminology yang umum, kata orientalis ditekankan pemahamannya kepada orang-orang Barat yang mempelajari agama dunia Timur. Akan tetapi dalarn perkembangan dewasa ini, penekanan kepada orang-orang Barat Baja sudah sukar dipertahankan, karena orang-orang Timur yang non islam pun dewasa ini juga
mencurahkan perhatian dan waktunya
untuk studi Islam seperti orang-orang Jepang, Filiphina
dan sebagainya. Oleh sebab itu sebagian ilmuan yang moderat menggolongkan orang-orang Asia non Islam yang ahli
dan mencurahkan perhatiannya kepada masalah keislaman tersebut, juga
dikategorikan dengan orientalis. Akan tetapi halos diakui, sebutan orientalis
bagi kelompok ini tidaklah populer.
Sarnpai disini dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan orientalis ialah orang-orang barat non muslim yang
melakukan kajian penelitian terhadap, sosial kehidupan
orang-orang Timor yang meliputi kehidupan beragama, berpolitik, berbudaya
dan lain-lain. Lebih khusus lagi dalam hal hadist Nabi yang diyakini oleh umat
islam, sebagai dasar penetapan hukum.
Banyaknya pare ilmuan barat yang mengkaji tentang
kehidupan orang-orang timur meliputi hadist Nabi, make pada kesempatan kali ini
penulis hanya membahas due orang orientalis dalam memandang hadist yang pada
akhirnya men.akritik hadist Nabi SAW,
2. Pandangan
Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht Terhadap Hadits
a. Ignaz Goldziher (1850-1921 M)
Ignaz adalah tokoh orientalis Yahudi
dari Hungaria yang dilahirkan, pada tahun 1850 M. la belajar di Budhapest,
Berlin dan Leipzig. Dalam usia 12 ia telah menunjukkan kekuatan intelekLualnya
dengan keberhasilannya menulis risalah mengenai asal usul dan Nvaktu yang tepat
untuk sembahyang bagi umat Yahudi. Dan dalam usia 19 tahun ia telah mendapatkan
gelar doctor. Tahun 1873 ia pergi ke
Syiria dan belajar bersama Syekh Thahir al-Jaziri. Kemudian ia pergi ke Palestine dan Mesir juga
dalam rangka belajar.
Di Mesir ia belajar kepada sejumlah ulama al-Azhar,
dan beberapa tahun kemudian ia pulang dan
diangkat sebagai guru besar di Budhapest. Hasil penelitiannya di bidang keislaman banyak yang dipublikasikan
dalam bahasa Jerman, Inggris dan Perancis, balikan ada yang
dipublikasikan dalam bahasa Arab. Hasil karyanya di bidang hadis yang
dipublikasikan pada tahun 1890 ialah yang berjudul
"Muhammedanische Studen" (Studi tentang hadis-hadis Nabi Muhammad).
Buku ini berisi kritikannya terhadap hadis Rasulullah dan menjadi rujukan bagi
peneliti orientalis sesudahnya. Di antara kritikannya terhadap, hadis ialah:
a) Bahagian terbesar dari hadis yang dikatakan bersumber dari
Nabi adalah tidak benar.
Catatan-catatan itu hanya merupakan jerih payah umat islam pada mesa keemasan sebagai dolcumen atas kemajuan yang dicapai di bidang agama, sejarah dan sosial. Pada seat sesudahnya terjadi ketegangan antara Dinasti Umawiyyah dengan Ahlul Bait di Madinah (ulama yang takwa). Mereka ini memerangi kelompok pemberontak Umawiyah dengan membuat hadis sebanyak-banyaknya yang memojokkan dinasti pengacau. Sebaliknya Umawiyyah pun melakukan hal yang same. Oleh karena itu hadis-hadis yang
Janganlah kamu melakukan perjalanan
kecuali menuju tiga mesjid: Masjidil Hot-am, jVfasjidku
('Vabawi) dan Masjid Magdis (al-Aqsa)" (HR.al-Bukhari).
Kata Goldziher, 'Abdul al-Malik
bin Marwan merasa khawatir apabila orang-orang Syam yang pergi haji ke Makkah itu
melakukan baiat kepada 'Abdullah bin al-Zubair. Karena itu is berusaha agar
orang-orang dapat melakukan haji di Oubbah al Shakhra di Qudus
(Jerusalem) sebagai ganti dari pergi haji ke Makkah.
Tuduhan Ignaz tersebut
berdasarkan kepada kenyataan bahwa alzuhri itu adalah teman baik Abdul Malik
bin Marwan dan tergolong ulania yang dekat dengan penguasa, dan hadis yang
berasal dari sanad al-Zuhri tentang keutamaan Baitul Maqdis itu hanya berasal
dari al-Zuhri, tidak ada sanad lain yang dilalui hadis tersebut.
c) Goldziher
tidak mempercayai kebenaran metodologi dan cara penulisan atau pembukuan
hadis yang menurut ulama sudah dilakukan sejak abad ke dua hijriyah oleh Urnai
bin Abdul Aziz. Hal ini di ungkapkannya dalam bukunya "Saudi Islam" dengan
alasan bahwa somber hadisnya ditemukan beredar di kalangan umat Islam tidak
dapat diyakini sebagai yang bersumber dari Nabi. "'
Maksudnya, menurut Goldziher,
"Pada fase awal di mana ketegangan memuncak terjadi antara
Umawiyah dan kelompok ulama yang takwa maka untuk memerangi
kebejatan dan kebobrokan yang merajalela, para ulama yang takwa itu
membuat hadits-hadits yang mernuj a ahlul bait. Ini secara tidak langsung bertujuan untuk
memukul Umawiyah.
Dalam waktu yang sama,
pemerintahan Umawiyah menurut Goldziher tidak mau tinggal diarn bahkan melakukan
hal serupa dengan terra yang berlainan untuk mendukung pendirian
mereka. Untuk tujuan ini penguasa berhasil
merangkul sekelompok ulama untuk memenuhi keinginan mereka. Bahkan
menurut islamolog asal yahudi ini, praktik memalsukan hadits (wadh'id-hadist)
ini tidak hanya terbatas dalam linglcup politik saja, bahkan juga me-masuki
"kawasan" religi, seperti melakukan perubahan-perubahan dalam ibadah
sehingga tidak sesuai dengan praktik penduduk Madinah."
b) Tokoh hadis Ibnu Syihab al-Zuhri merupakan orang yang diperalat atau dimanfaatkan oleh kalifah Umawiyyah, Abdul Malik bin Marwan, untuk membuat hadis palsu yang secara politik berpihak kepada penguasa Umawiyah.
dari hafalan, sebab hadist tidak ada
yang ditulis di masa Rasul dan Sahabat. Ia tidak percaya terhadap keakuratan
hafalan sahabat terhadap hadis.
Ketidakpercayaannya dibuktikan dengan
banyaknya hadis yang redaksinya berbeda beda bahkan bertentangan. Pertentangan
juga terjadi pada maknanya yang sulit untuk dipertemukan kecuali mengorbankan sebagian yang dianggap tidak dari Nabi. Hal ini
nienunjukk-an bahwa hadist itu
merupakan karya sahabat dan tabiin yang mereka boat untuk kepentingan
fatwa, politik dan lain-lain.
b. Joseph
Schacht (1902-1969 M)
Joseph Schacht lahir di Silisie
Jerman pada 15 Maret 1902. la memperoleh gelar
sarjana tingkat pertama di Universitas Prusia. Pada tahun 1923 dalam usia 21 tahun
ia telah memperoleh gelar Doktor di Universitas Berslaw. Ia pernah belajar bahasa Arab di Universitas Fuad Awal (sekarang
sudah menjadi Universitas Kairo) dan tinggal disana sampai tahun 1939.
Setelah itu ia pindah ke Universitas Leiden Belanda, tahun 1959 pindah ke New
York.
Ia memiliki beberapa bidang kajian, tetapi yang lebih
menonjol di bidang hulcum dengan karyanya
yang berjudul "The Origin of Muhammad Yurisprudence"
yang terbit pada tahun 1960. Dalam buku ini ia menulis beberapa kritikan terhadap hadist Nabi, di antaranya bahwa
isnad atau pemakaian sanad pada hadist merupakan tindakan yang tidak
akademis karena dibuat berdasarkan kemauan belaka (semena-mena) terhadap hadist
Nabi yang digerakkan oleh kelompok Islam
yang menghubungkan teorinya kepada tokoh-tokoh (sahabat atau tabi'in masa lalu) dengan
harapan teorinya dipercaya dan diterima. Menunitnya, berdasarkan penelitiannya terhadap kitab al-Muwattha' Imam Malik,
alMuwattha' Syaiban dan kitab al-Umm Imam Syafi'i,
tidak ditemukan sanad pada ketika buku tersebut. Padahal buku-buku itu
merupakan rujukan bagi peneliti hokum dan hadis.
Menurut
Schacht, dalam kitab al Muwattha ada hadist yang putus sanadnya,
yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Malik dari Hisyam bin Urwah, dari Ayahnya,
bahwa Umar bin Khatab ketika berada di mimbar pada waktu khutbah jum'at, membaca ayat sajadah (ayat dimana pembaca
dan pendengarnya disunahkan sujud), maka beliau turun dari mimbar dan
sujud, kemudian orangorang ikut sujud juga.
Pada hari jum'at yang lain, beliau juga membaca ayat seperti itu, sehingga
orang-orang pun bersiap-siap untuk sujud. Namun ketika melihat hal itu beliau berkata, "Tenanglah, karena Allah tidak
mewajibkan bersujud dalam ayat sajadah kecuali apabila kits matf.
Berdasar hal itu, beliaupun mencegah mereka bersujud.
Sedangkan, menurut Schacht dalam kitab sbahih al-Bukhari
terdapat sanad yang bersambung, dan dalam naskah kuno kitab
al-muwattha' terdapat kata-kata "dan
kami bersujud bersama Umar", dan kata-kata ini tidak pernah diucapkan urwah,
hanya dianggap bahwa itu ucapannya. Kenyataannya, inilah teks asli kitab
al-muwattha'. Keadaan ini adalah bukti bahwa "pembuatan" teks hadist sudah ada
lebih dahulu, kemudian bare dibuatkan sanadnya, sehingga hadits itu disebut berasal dari masa Silam.
3. Kritik Terhadap Pandangan Ignaz Goldziher dan Josep Schacht Menurut Para Ulama
1) Tanggapan
Ulama terhadap Ignaz Goldziher
Goldziher menuduh bahwa sebagian terbesar dari hadist
adalah catatan sejarah tentang hasil kemajuan yang dicapai Islam di bidang
agama, politik, dan social pada dua abad
pertama hijriah. Tuduhan ini secara historis dan de facto tidak beralasan.
Tuduhan itu muncul karena. Ignaz melihat kodifikasi
hadits bare terjadi di akhir abad pertama dan awal abad kedua di masa Khalifah
Abdul Aziz. Dia beranggapan apa yang dibukukan ketikan itu adalah catatan
sejarah yang dibuat sahabat. Di masa Nabi
hadist tidak ada. yang dibuk-ukan karena ada larangan dari Rasul, sehingga tidak diterima akal kalau yang
mereka tulis seabad kemudian adalah hadist yang bersumber dari Nabi.
Secara historis tuduhan itu palsu tidak ada bukti yang kuat
untuk membenarkannya, sebab:
1.
1. Rasulullah wafat setelah bangunan
agama Islam benar-benar sempurna, dengan selesainya Kitabullah dan
sunnah Nabi saw. sebagaimana ditegaskan dalam
al-Qur'an dalam surat al-Madinah ayat 3:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu aganiamu dan telah Ku cukupkan
kepadfanm nikmat-Ku, dan kelak Ku-redai Islam
itu agamanw. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan
tanpa sengaja herbuot dosa, sesungguhnya A Hah Mafia Pengampunan lagi Mafia
Penyayang". 19
2.1. Pelarangan menulis hadits di
Masa Rasulullah dapat dibenarlan, tetapi Rasulullah juga
menyuruh sebagian sahabat tertentu untuk memelihara hadist melalui catatan. Para sahabat
pernah memberikan laporan kepada Rasulullah bahwa Amar menulis semua ucapan
Rasul ketika Marah padahal tidak ada hubungannya dengan syara' dan
pembelajaran.
Mendengar
laporan itu, Rasul berkata:
Hadist ini bukti bahwa Nabi juga menyuruh sahabat yang pandai menulis supaya menulis hadist itu. Bagi sahabat yang tidak ahli dalam menulis dilarang melak-ukannya, karena khawatir banyak kesalahan yang merubah makna. Oleh karena itu banyak sahabat yang memiliki catatan hadist yang mereka dengar dari Rasulullah, seperti Jabir bin Abdillah bin Amr al-Anshari (w.78 M). la memiliki catatan hadist tentang manasik haji dan kemudian diriwayatkan oleh Muslim, Abu Hurairah al-Dausi (w.59
H). la memiliki
catatan hadist yang dikenal dengan al-shahifiah alshahihah.
Hasil catatannya diwariskan kepada anaknya bernama Hammam.
3.1. Sahabat diketahui memiliki
kemampuan hafalan yang kuat. Mereka mampu menghafal ribuan hadits yang mereka terima dari
Nabi. Kegiatan menghafal sudah merupakan
budaya orang Arab yang mereka wariskan dari
dulu- Bangsa Arab sebelum Islam Bering melakukan perlombaan baca syair
tanpa teks, karenanya mereka telah terbiasa dan terlatih mengahafal termasuk kemudian menghafal hadist. Mereka Bering
berdiskusi mernbetulkan hapalan hadist yang meraka terima, karena
khawatir terjadi kesalahan dalam meriwayatkan.
Golziher mengatakan,
" maka untuk memerangi kebejatan
dan kebobrokan yang merajalela, para ulama yang takwa itu membuat hadist yang
memuji ahlul bait. ,
Ungakapan semacam ini hanya
muncul dari orang-orang yang belum mengetahui kepribadian ulama kita. Jangankan berdusta
terhadap Rasul SAW, dalam kehidupan mereka sehari-hari pun sang-at
keras dalam membasi dusta. Saking tegasnya
mereka terhadap dusta ini, sebagian mereka berpendapat bahwa orang yang
berbuat dusta adalah kafir hares dibunuh dan tidak diterima tobamya.
Tuduhan bahwa al-Zuhri sengaja
membuat hadist tentang perjalanan ke tiga masjid untuk memperkuat kekuasaan
Khalifah Abdul Malik dengan alasan bahwa
al-Zuhri dekat dengan Abdul Malik adalah KELIRU disebabkan:
a)
Pada waktu itu al-Zuhri berumur antara 10 sampai 18 tahun.
Rasanya tidak logic apabila seorang anak semuda itu sudah populer dikalangan
ilmuwan di luar lingkungannya sendiri, sehingga mereka tunduk hanya karena is mampu meniadakan kewajiban ibadah haji
yang sudah diterangkan berates-rates
kali baik dalam Al-Qur'an maupun hadisthadist Nabi SAW.
b) Sulit diterima jika al-zuhri yang tact kepada agamanya mau
menjual agamanya untuk kepentingan politik penguasa.
c) Tuduhannya
yang mengatakan bahwa hadits tentang perjalanan menuju tiga masjid itu
hanya dari sanad al-zuhri, juga tidak benar karena ternyata selain
al-zuhri terdapat 19 perawi yang meriwayatkan hadis itu. Diantaranya
yaitu"Abd al-Malik bin 'Umair, Qasim, Qatadah, Ibrahim bin Sahl,
Qushaim, Mujalid, 'Abd al-Hamid, Laits, 'Abd alMalik bin 'Umair, Aban bin Tsa'labah,
'Abd al-Malik, Yazid bin Abu Habib, Hisyam,
Salamah bin Kuhail, Yazid bin Abu Maryam, Muhammad bin Ibrahim, Muhammad
bin `Amr, al-Zuhri.
d) Tuduhannya abdul malik
memerintahkan haji di Quba al-syakhra' di camping masjid al-Maqdis Yerusalem
sebagai pengganti Ka'bah di Mekkah sangat
sukar dipahami, karena Qubah itu selesai dibangun tahun 1972, sedangkan
tahun itu Mekkah sudah sepenuhnya berada dibawah kekuasaan bani Umaiyah dan
Zuber pemimpinan di Mekkah telah wafat tahun
itu juga. Matra kekhawatiran terjadi bai'at umat jamaah haji kepada
Zuber di Makkah sangat tidak beralasan.
2) Tanggapan AM Hadist terhadap Joseph Schacht
Sanggahan
terhadap kritikan ini adalah, bahwa bagaimanapun juga, tuduhan Schacht terhadap naskah kuno
kitab al-muivattha' itu merupakan naskah asli dari kitab tersebut, tidak
ada dasarnya sama sekali, sebab kita tidak dapat memastikan bahwa Schacht
pernah menemukan kitab al-mznvattha'yang Ian.-sung ditulis oleh
Imam Malik. Sebenarnya, orang yang mengetahui bahasa dan tulisan Arab kuno akan
segera mengetahui bahwa kekeliruan itu berasal atas kesalahan penulis naskah dimana is lupa menulis huruf
"sin" dalam kalimat sehingga kalimat itu akhirnya berbunyi
Selanjutnya, apabila masalah ini
seperti yang dituduh Schacht, yaitu ada pemalsuan teks hadis lebih dahulu
diiringi pemalsuan sanad kemudian, kalau itu benar, maka siapa yang memalsukan?
Apakah Malik atau Hisyam bin Urwah? Sedangkan
menurut penilaian umum, kedua orang itu adalah orang yang cerdas dan
tidak logic jika hal itu mereka lakukan.
Menurut Schacht, contoh lain pemalsuan sanad terdapat
dalam kitab al- uhint karya Imam Syafi'i. Kata Schacht, ada tiga riwayat
dari Ali tentang masalah shalat di atas
kubur termasuk bid'ah yang muncul di Iraq. Tetapi hal itu justru tidak
tersebar di Iraq, begitu juga di Madinah. Meskipun dalam hal itu, ada hadist Nabi dimana dalam sanadnya terdapat nama.
putera-putera Sahl yang sengaja dipakai
untuk kepentingan tersebut. Hadist itu adalah mursal. Kemudian pada masa
belakangan, sanad tersebut diperbaiki dan disempurnakan, yaitu dengan
memasukkan nama sahl di dalamnya dan dengan membuat sanad-sanad lain yang berasal dari sahabat-sahabat lain. Sanggahan
terhadap kesimpulan Schacht ini adalah:
a)
Disini jelas bahwa Schacht telah
melakukan kekeliruan, karena riwayat dari Ali itu hanya ada satu, bukan tiga
sebagaimana dikatakan Schacht.
b)
Apabila
shalat di atas kubur merupakan bid'ah yang terjadi di Iraq, kemudian untuk mendukung itu, orang-orang membuat hadist
palsu baik di Iraq maupun di Madinah,
maka kenapa hal itu justru tidak tersebar di Iraq maupun di Madinah.
c)
Bagaimana mungkin orang-orang di Iraq membujuk
orang-orang di Madinah untuk
sama-sama membuat hadis palsu, padahal rang-orang Madinah wring berbeda
pendapat dari orang-orang Iraq, bahkan melawannya.
d)
Penelitian Schacht terhadap tiga buku yang menurutnya
adalah buku tentang Hadis
Nabi (al-muwattha' Imam Malik la-muwattha' Syaibani dan al-Umm Imam Syafi'i)
adalah tidak tepat bila dijadikan objek penelitian hadis, karena.
ketiga buku ini
bukan buku hadis melainkan buku. fiqh. Kebanyakan buku Fiqh saat
itu tidak menuliskan sanad pada hadis yang mereka kutip untuk mempersingkat bahasan
karena yang menjadi fokus mereka adalah matannya yang mengandung hukum.
Berdasarkan sanggahan di atas, para ulama sebenarnya
sudah melakukan penelitian terhadap hadis
diatas, dan mereka menemukan kesalahannya. Dari jalur sanad itu sendiri mereka
menilai hadis itu mursal, bukan muttashil. Oleh karena itu dapat
dipahami bahwa para u.lama dalam menemukan suatu masalah adalah berdasarkan keadaan masalah itu sendiri. Apabila
mereka menemukan matan hadis yang shahih, sedang sanadnya tidak shahih,
maka mereka tidak akan menerima matan hadis tersebut berdasarkan sanadnya.
Namun mereka dapat saja menerima matan hadis itu melalui jalur sanad lain, dan
ini tentu sangat rumit.
Tuduhan Schacht bahwa Ibnu Sirin mengatakan penelitian hadis baru mulai tahun 126 H, sangat tidak masuk akal karena Ibnu. Sirin sudah wafat tahun 110 sehingga tidak mungkin ia mengomentari hal-hal yang terjadi pada tahun 126 H. Menurut sejarah fitnah dalam islam baru terjadi masa Ali bin Abi Thalib bukan masa al-Walid bin Zaid.
Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
1. Goldziher mengkritik hadist pada matan hadist, sedangkan
Schacht mengkritik hadist pada sanadnya. Goldzidiher mengkritik hadist Nabi
SAW, bahwa bahagian
terbesar dari hadis yang dikatakan bersumber dari Nabi adalah tidak benar. Bagian terbesar dari riwayat hadits tidak
benar dikatakan sebagai catatan tentang fase awal islam.
2. Tokoh
hadist Ibnu Syihab al-Zuhri merupakan orang yang diperalat atau dimanfaatkan oleh kalifah Umawiyyah, Abdul Malik
bin Marwan, untuk membuat hadist
palsu yang secara politik berpihak kepada penguasa Umawwiyah.
3. Menurut Schacht dalam buku nya ia menulis beberapa kritikan terhadap hadist Nabi, di antaranya bahwa isnad atau pemakaian sanad pada hadist merupakan tindakan yang tidak akademis karena dibuat berdasarkan kemauan belaka (semena-mena) terhadap hadist Nabi yang digerakkan oleh kelompok Islam yang menghubungkan teorinya kepada tokoh-tokoh (sahabat atau tabi'in masa lalu) dengan harapan teorinya dipercaya dan diterima. Schacht mengatakan bahwa di dalam kitab al Muwattha ada hadist yang putus sanadnya, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Malik dari Hisyam bin Urwah.
4. Para ulama hadis yang mengkritisi pandangan Ignaz dan Schact bahwa, pemikiran-pemikran mereka mengenai hadist adalah tidak benar.
b. Saran
Menurut penulis Goldziher dan
Schacht adalah dua orang intelektual barat yang mengkaji
Islam dari segi kacamata barat. Dimana dua orang orientalis ini inemberikan
pandangan-pandangan yang dapat merusak pemahaman bagi masyarakat Islam
khususnya. Untuk itu kita sebagai umat Islam, wajib menuntut ilmu khususnya
mengenai hadist. Karma tanpa kita sadari, Islam telah banyak di fitnah oleh orang-orang
barat yang sebenarnya mereka sangat membenci Islam.
Dalam penulisan makalah ini, penulis masili kekurangan referensi sehingga dalam penyampaian tulisan pun masih banyak kekarangannya. Untuk itu, penulis berharap semoga kita semua secara bersama-sama mencari kebenaran yang hakiki dalam menyikapi pandangan-pandangan orientalis pads umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Azami Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi Dan Sejarah
Kodifikasinya, (PT Pustaka Firdaus: Jakarta, 1994)
Hamzah Alirman, Orientalisme: Citra Islam Di Alfala
Barat, (JAIN IB Press: Padang, 2003)
Rasyid
Daud, Pembaruan Islam dan Orientalisme &dam Sorotan, (Syaamil:
Bandung, 2006)
Ritongga Rahman, Studi 11mu-11inu Hadis, (Interpena: Yogyakarta, 2011)
0 Comment