Bagi umat Islam (dari kalangan sunni),
eksistensi kitab Shahih Muslim sangatlah penting. Alas an pokoknya adalah
karena dalam kitab tersebut terdapat banyak hadis Nabi yang dinilai sahih, yang
nota bene merupakan sumber ajaran Islam
di samping al-Quran. Mengingat pentingnya kitab tersebut, maka sangatlah perlu
khususnya bagi umat Islam untuk mengenalnya secara lebih luas dan rinci agar
dapat lebih memahaminya secara mendalam dan mengamalkannya dengan lebih mantap.
Dari sekian banyak kitab koleksi
hadis, telah sangat dikenal bahwa kitab sahih muslim oleh para ulama hadis
dinilai dan dikategorikan sebagi salah satu kitab rujukan standar. Dikalangan
para ulama hadis dan sebagian masyarakat
muslim banyak yang menempatkan kitab ini ke dalam kelompok enam kitab hadis
(paling) sahih (al-kutub al-sihah al-sittah). Ini artinya menunjukkan bahwa
kitab koleksi hadis ini memiliki keistimewaan atau kelebihan.
IMAM MUSLIM
Biografi Imam Muslim
Nama lengkapnya adalah al-Imam abu
Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi.ia dilahirkan pada tahun
204 hijriah dan meninggal dunia sore hari ahad bulan rajab tahun 261 Hijriah dan
dikuburkan di Naisaburi. Ia juga sudah beljar hadis sejak kecil seperti Imam
Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru al-Bukhari dan ulama lain selain
mereka. Orang yang menerima hadits dari Imam Muslim, termasuk tokoh-tokoh ulama
pada masanya. Ia juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat.
Yang peling bermanfaat adalah kitab
sahihnya yang dikenal dengan shahih Muslim, Kitab ini disusun lebih
sitematika dari Shahih Bukhari. Kedua kitab hadits ini, Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim, biasa disebut dengan asha-Shahihain.
Kedua tokoh hadits ini biasa disebut asy-Syaikhani, yang berarti dua
orang tua, yang maksudnya dua tokoh ulama hadist. Imam muslim belajar hadist
sejak usia dini, yaitu saat ia berusia 16 tahun, yaitu mulai tahun218 H. ia
pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan Negara-negara lainnya. Di Khurasan, ia
berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rawaih, di Ray, ia berguru kepada
Muhammad bin Mahran dan abu ‘Ansan di Irak, ia belajar hadist kepada Imam Ahmad
dan Abdullah bin Maslamah, di Hijaz dia belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar di Mesir, ia berguru
kepada ‘Amr bin Sawad, Harmalah bin yahya dan kepada ulama hadis yang lain.[1]
Ulama-ulama besar, ulama-ulama yang sederajat dengan beliau dan para hafidh, banyak yang berguru kepada beliau, seperti Abu yatim, Musa ibn Haran, Abu Isa al-Tirmidzi, Yahya ibn Sa’id, Ibn Khuzaimah dan Awwanah, Ahmad ibn al-Mubarak.[2]
Sismatika Penyusunan Shahih Muslim
Shahih Muslim ini disusun oleh Imam Muslim dengan sistematis. Kitab
ini diawali dengan muqaddimah (pendahuluan) yang sangat bernilai dan
dapat dikatakan merupakan karya paling dini dalam bidang ushul al-hadis.
Setelah muqaddimah, beliau mengelompokkan hadis-hadis yang berkaitan
dalam suatu tema atau masalah pada suatu tempat. Namun perlu diketahui bahwa
beliau tidak membuat nama atau judul
kitab (dalam artian bagian) dan bab bagi kitabnya secara kongkrit, sebagaimana
kita dapati pada sebagian naskah muslim yang sudah dicetak. Judul-judul kitab
dan bab sebenarnya tidak dibuat oleh Imam Muslim, tetapi dibuat oleh para
pengulas kitab ini pada masa-masa berikutnya. Di antara para pengulas yang dinilai
sangat baik dalam membuat kreasi judul-judul bab dan sistematika bab-babnya
adalah Imam Nawawi dalam kitab Shahih Muslim.[3]
Imam Muslim
melakukan beberapa hal yang agak berbeda dengan sistematika kitab-kitab (model
sunan) koleksi hadis lainnya, yaitu ia memisahkan kitab sifat al-munafiq dari
kita al-iman, kitab al-‘ilm ditempatkan pada posisi akhir,
hadis-hadis tentang ada diperinci menjadi beberapa kitab. Selain kitab al-adab,
ada pula kitab al-salam padahal dapat dimasukkan dala kitab al-adab juga.
Ada pula kitab al-birr wa al-shilah wa al-adab.[4]
\Metode Penulisan Shahih Muslim
Dalam menyusun kitabnya, Imam Muslim
menempuh metode yang bagus sekali. Beliau menghimpun matan-matan hadis yang
senada atau satu tema lengkap dengan sanad-sanadnya pada satu tempat, tidak
memotong atau memisahkannya dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak
mengulang-ulang penyebutan hadis kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya
kepentingan yang mendesak yang menghendaki adanya pengulangan, seperti untuk
menambah manfaat pada sanad atau matan hadis.
Selain itu, Imam Muslim pun selalu
mengunakan kata-kata atau lafal-lafal dalam proses periwayatan hadis secara
cermat. Apabila ada seorang periwayat berbeda dengan periwayat lainnya dalam
menggunakan redaksi yang berbeda padahal makna dan tujuannya sama, maka
beliaupun menjelasakannya. Demikian juga bila seorang periwayat meriwayatkan
hadis dengan kata حدثنا(ia menceritakan kepada kami), dan periwayat lainnya dengan kata
أخبرنا(ia mengkhabarkan kepada kami), maka perbedaan lafal inipun
dijelaskannya. Begitu juga, bila sebuah hadis diriwayatkan oleh orang banyak
dan dalam periwayatannya terdapat perbedaan lafal, beliaupun menerangkannya
bahwa lafal yang disebutkannya itu berasal dari riwayat si fulan, beliau akan
menyatakan dengan واللفظ
لفلان (redaksi ini adalah
redaksi menurut fulan). Setelah selesai membukukan kitabnya, Imam Muslim
memperlihatkan kitabnya kepada para pakar hadis terkemuka yaitu seorang huffaz
Makki bin ‘Abdan dari Naisabur. Imam Muslim sangat berhati-hati dalam memilih
atau menyeleksi hadis. Ia senantiasa berdasar pada argumen yang jelas. Beliau
pernah menuturkan : aku tidak mencantumkan satu hadis pun ke dalam
kitabku ini melainkan ada alasannya, dan aku tidak menggurkan satu hadis pun
karena ada alasannya.[5]
Karya-karya Imam Muslim
1.
Shahih Muslim, karya imam Muslim ini judul aslinya ialah al-Musnad al-Shahih
al-Mukhtasar min al-Sunan bi al-Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasulullah saw.,
namun lebih dikenal dengan nama al-Jami’ al-Shahih atau Shahih Muslim.
Penyusunan kitab ini memakan waktu lima belas tahun. Imam Muslim mengerjakan
karya monumental ini secara terus-menerus. Proses persiapan dan penyusunan
kitabnya itu beliau lakukan baik ketika sedang berada di tempat tinggalnya
maupun dalam perlawatan ke berbagai wilayah. Dalam penggarapannya itu, beliu
menyeleksi ribuan hadis baik dari hafalannya maupun catatannya. Kitab al-Jami’
al-Shahih atau Shahih Muslim ini merupakan hasil seleksi dari sejumlah 300.000
hadis.[6]
Secara eksplisit jumlah hadis dalam Shahih Muslim dengan tidak termasuk yang diulang-ulang
(ghair mukarrar) ada 3.030 hadis, sedangkan jumlah seluruhnya termasuk
yang diulang-ulang atau yang melalui sanad yang berbeda-beda memuat sekitar
10.000 hadis. Perbedaan tersebut terjadi karena ada yang menghitung hadis
dengan berulang-ulang ada yang tidak.[7]
2.
Al- Musnad al- Kabir. Kitab yang menerangkan tentang nama-nama Rijal
al-Hadist
3.
Al- Jami’ al –Kabir
4.
Kitab I’lal wa Kitabu Auhamil Muhadditsin
5.
Kitab al-Tamyiz
6.
Kitabu man Laisa lahu Illa Rawin Wahidun
7.
Kitab al-Thabaqat al-Tabi’in
8.
Kitab Muhadlramin
9.
Kitab lainnya adalah ; al-Asma’ wa al-Kuna, Irfad al-Syamiyyin, al-Aqran,
al-Intifa’ bi Julus al-Shiba’, Aulad al-Sha-habah,, al-Tarikh, Hadist Amr ibn
Syu’aib, Rijal ‘Urwah, Sha-lawatuh Ahmad ibn Hanbal, Masyayikh al-Tsauri,
Masyayikh Malik dan al-Wuhdan.[8]
Dari
sekian banyak karangan Imam Muslim, Shahih Muslim lah yang paling terkenal. Ada
sejumlah kitab syarah yang mengomentari kitab hadist tersebut. Diantara sekian
banyak kitab yang member syarah, yang paling populer adalah kitab Imam Nawawi (
w.676 H), yang diberi judul al-manhaj fi Syarh Shahih Muslim ibn al-Hajjaj.
Penilaian
Terhadap Shahih Muslim dan Nilai Hadis-hadisnya
Penurut
para ulama hadis, kitab koleksi hadis Shahih Muslim ini memiliki
banyak kelebihan, yaitu :
1. Susunan isinya sangat tertib dan
sisitematis
2. Pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat
teliti dan cermat
3. Seleksi dan akumalasi sanandnya sangat
teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang
4. Penempatan dan pengelompokan hadis-hadis
ke dalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan
penyebutan hadis.[9]
Para ulama menilai bahwa Shahih Muslim di samping Shahih Bukhari merupakan dua kitab koleksi hadis yang paling sahih di antara kitab-kitab koleksi hadis lainya.
Reputasi
mengikuti gurunya Imam Bukhari
Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits,
nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju’fy atau lebih dikenal dengan nama Imam
Bukhari. Sejarah Islam sangat berhutang jasa kepadanya, karena prestasinya di
bidang ilmu hadits, serta karya ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan
ajaran Islam, setelah al-Qur’an. Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan
Muslim sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi akidah, syariah dan
tasawwuf dalam dunia Islam. Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad
ash-Shahih, atau al-Jami’ ash-Shahih, selain menempati urutan kedua
setelah Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam,[10]
Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadits merupakan kekuatan
tersendiri, dan amat penting bagi perkembangan intelektualnya. Dalam
pengembaraan ini (tahun 220 H), Imam Muslim bertemu dengan guru-gurunya, dimana
pertama kali bertemu dengan Qa’nabi dan yang lainnya, ketika menuju kota Makkah
dalam rangka perjalanan haji. Perjalanan intelektual lebih serius, barangkali
dilakukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah lainnya, misalnya menuju ke
Irak, Syria, Hijaz dan Mesir. Waktu yang cukup lama dihabiskan bersama gurunya
al-Bukhari. Kepada guru besarnya ini, Imam Muslim menaruh hormat yang luar
biasa. “Biarkan aku mencium kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits,”
pintanya, ketika di sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim. Disamping itu,
Imam Muslim memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana
al-Bukhari yang memiliki kehalusan budi bahasa, Imam Muslim juga memiliki
reputasi, yang kemudian populer namanya sebagaimana disebut oleh Adz-Dzahabi dengan
sebutan muhsin dari Naisabur. Maslamah bin Qasim menegaskan, “Muslim adalah
tsaqqat, agung derajatnya dan merupakan salah seorang pemuka (Imam).” Senada
pula, ungkapan ahli hadits dan fuqaha’ besar, Imam An-Nawawi, “Para ulama
sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan
kepeloporannya dalam dunia hadits.”[11]
Antara Bukhari dan Muslim
Imam Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Mustafa ‘Adzami dalam
bukunya Studies in Hadith Methodology and Literature, mengambil
keuntungan dari Shahih Bukhari, kemudian menyusun karyanya sendiri, yang tentu
saja secara metodologis dipengaruhi karya al-Bukhari. Antara Bukhari dan
Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits,
walaupun hadits al-Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun, kedua
kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as-Shahihain. Sebenarnya para
ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan
Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul,
sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih
Muslim. Hal ini menunjukkan, sebenarnya perbedaannya sangatlah sedikit, dan walaupun
itu terjadi, hanyalah pada sistematika penulisannya saja, serta perbandingan
antara tema dan isinya.[12]
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih
Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua
perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Mu’an’an;
agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap
cukup dengan “kemungkinan” bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya
tadlis. Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat
utama dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits
dari rawi derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih
banyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang
ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.[13]
Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim
beralasan sebagaimana dijelaskan Ibnu
Hajar bahwa Muslim lebih berhati-hati
dalam menyusun kata-kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri
dengan berbagai sumber di masa kehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak
membuat kesimpulan dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan
sejumlah alasan lainnya. Namun prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih
shahih ketimbang hadits Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya keshahihan
hadits riwayat Bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada keshahihan hadits
dalam Shahih Muslim.[14]
Imam Muslim nama lengkapnya adalah
al-Imam abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi.ia dilahirkan
pada tahun 204 hijriah dan meninggal dunia sore hari ahad bulan rajab tahun 261
Hijriah dan dikuburkan di Naisaburi. Ia juga sudah belajar hadis sejak kecil
seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru al-Bukhari dan ulama
lain selain mereka.
Antara Bukhari dan Muslim, dalam
dunia hadits memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits
al-Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits
tersebut mendapatkan gelar sebagai as-Shahihain. Dari sekian banyak karangan Imam Muslim, Shahih Muslim lah yang paling
terkenal. Para ulama menilai bahwa Shahih Muslim di samping Shahih
Bukhari merupakan dua kitab koleksi hadis yang paling sahih di antara
kitab-kitab koleksi hadis lainya.
Penurut
para ulama hadis, kitab koleksi hadis Shahih Muslim ini memiliki
banyak kelebihan, yaitu :
1. Susunan isinya sangat tertib dan
sisitematis
2. Pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat
teliti dan cermat
3. Seleksi dan akumalasi sanandnya sangat
teliti, tidak tertukar-tukar, tidak lebih dan tidak kurang
4. Penempatan dan pengelompokan hadis-hadis
ke dalam tema atau tempat tertentu, sehingga sedikit sekali terjadi pengulangan
penyebutan hadis.
B. Saran
Dari paparan makalah di atas, demi kesempurnaan tulisan ini penulis
mengharapkan saran atau pun kritikan yang bersifat membangun
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung : CV.Pustaka Setia, 2009
Ahmad Musthofa
Bisri, Imam Muslim Perawi Hadis yang Masyhur, dalam http://www.gusmus.net, diakses tanggal 20 Desember 2011
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada, 2006
Musthofa, Sejarah
singkat Imam Muslim,dalam http://bukharimuslim.wordpress.com diakses tanggal 19 Desember 2011
M.Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, Yogyakarta : Teras, 2003
[1]Agus
Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung : CV.Pustaka Setia,
2009), h. 234
[2]Munzier
Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada, 2006), h. 240
[3] M.Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta : Teras,
2003), h.67
[4]Ibid,
h. 70
[5] Ibid, h. 72
[6]Ibid,
h. 65
[7]Ibid,
h. 66
[8]Munzier
Suparta, Op.Cit, h. 241
[9]M.Abdurrahman,
Op.Cit, h. 73
[10]Ahmad Musthofa Bisri, Imam Muslim Perawi Hadis yang Masyhur, dalam http://www.gusmus.net, diakses tanggal 20 Desember 2011
[11]Ibid
[12]Musthofa, Sejarah singkat Imam Muslim,dalam http://bukharimuslim.wordpress.com diakses tanggal 19 Desember 2011
[13] Ibid
[14] Ibid
0 Comment