Al-Qur`an dan sunnah
merupakan sumber dan dalil dalam penerapan ajaran Islam yang telah disepakati
oleh umat Islam dan merupakan dua sepadan yang tidak dapat dipisahkan
Dalam hubungan keduanya,
hadis (sunnah) berfungsi sebagai penjelas al-Qur`an.Interpretasi terhadap
petunjuk Allah ini diwujudkan dalam bentuk nyata dalam kehidupan Nabi. Sabda,
perilaku dan sikapnya terhadap segala sesuatu, terkadang menjadi hukum
tersendiri yang tidak ditemukan dalam al-Qur`an. Jadi al-Qur`an merupakan garis
besar syari`at Islam yang menyeluruh dan sunnah merupakan penjabaran
bagian-bagianya, boleh juga disebut al-Qur`an sumber ajaran Islam pertama dan
sunnah sebagai sumber ajaran Islam kedua.
Dalam perkembangan sejarah Islam, sunnah sebagai sumber kedua
setelah al-Qur’an mendapat tantangan, ada yang memalsukan dan ada pula yang
menolak otoritas sunnah sebagai sumber hukum Islam baik secara total,
sebahagian maupun sebahagian kecil. Kelompok yang mengingkari sunnah ini disebut dengan inkar al- sunnah.
Untuk lebih jelasnya penulis akan membahas
perkembangan ingkar sunnah ini baik dizaman klasik maupun dizaman modern.dan
didalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian, perkembangan
dan argumen para ahli terhadap ingkar sunnah
B. Pengertian Inkar al- Sunnah
Kata
ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu inkar dan sunnah. Menurut bahasa inkar berasal dari bahasa
Arab إنكار أنكر- ينكر- yang mempunyai beberapa
arti diantaranya tidak mengakui dan tidak menerima baik dilisan dan dihati,
bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonym kata al-irfan, dan menolak apa
yang tidak tergambarkan dalam hati ).[1]
Menurut Ragif al Isfahani, inkar berarti
“penolakan hati terhadap hal-hal yang tidak tergambar olehnya, baik berupa penolakan
dengan lidah sebagai
ungkapan hati ( kebodohan ),
maupun penolakan dengan lidah sedangkan hati mengakui.”[2]
Sedangkan secara terminology inkar al-sunnah antara
lain disebut dalam Ensiklopedi Islam yaitu
“orang-orang yang menolak sunnah atau hadits Rasulullah SAW sebagai
hujjah dan sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.”[3]
Menurut Harun Nasution, inkar al-sunnah adalah
paham yang menolak sunnah atau hadits sebagai ajaran Islam di samping
al-Qur`an.[4] Dan pendapat lain dikemukakan oleh Mustafa
al- Siba`i yang dimaksud inkar al-sunnah ialah
pengingkaran karena adanya keraguan tentang metodologi kodifikasi sunnah
yang menyangkut kemungkinan bahwa para perawi melakukan kesalahan atau
kelalaian atau muncul dari kalangan para pemalsu dan pembohong.[5]
Sementara itu Lukmanul Hakim mendefenisikan bahwa ingkar al-sunnah adalah
gerakan dari kelompok- kelompok umat Islam sendiri yang menolak otoritas sunnah
sebagai hukum atau sumber ajaran agama Islam yang wajib dipedomani dan
diamalkan.[6]
Berdasarkan defenisi di atas maka dapat
disimpulkan bahwa inkar al-sunnah adalah kelompok yang menolak eksistensi
sunnah sebagai sumber hukum Islam atau
hujjah yang wajib ditaati dan diamalkan umat Islam. Maksudnya keraguan yang lahir menjadi penolakan terhadap keberadaan sunnah atau
hadits sebagai sumber hukum kedua setelah Al- Qur`an.
C. Sejarah (awal kemunculan,
latar belakang) dan perkembanganya
Sejarah perkembangan ingkar
sunnah hanya terjadi dua masa,yaitu masa klasik dan masa modern. Menurut
Prof.Dr.M.Mushthafa al-Azhami, sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa
Asy-syafi`i abad ke-2 h/7 M, bibit munculnya ingkar sunnah ini sudah ditemukan
pada masa sahabat di Irak kemudian hilang dari peredaranya selama 11 abad.[7] Dan
baru muncul kembali pada abad ke 13H, sebagai akibat adanya kolonialisme Barat
yang melanda negara-negara Islam, selanjutnya disebut ingkar sunnah periode
modern.
Agar lebih memudahkan kita
dalam memahami masalah ini, maka sejarah munculnya gerakan ingkar sunnah ini
dibagi kepada dua periode yaitu periode klasik dan perode modern.
1.
Ingkar sunnah klasik
Adapun para pengikar sunnah yang muncul pada masa Imam
al-Syafi`i sangat sulit untuk diidentifikasi, karena Imam al-Syafi`i sendiri
tidak menjelaskan siapa pengingkar sunnah yang ia hadapi, akan tetapi
ia mengisyaratkan bahwa mereka kebanyakan berada di Basrah (Irak). Kelompok inilah yang ditentang Imam Syafi’i dengan gigih
memperjuangkan sunnah sehingga ia dijuluki Nashir
al-Sunnah (pembela sunnah). Karena kesungguhan Imam Syafi’i memperjuangkan
sunnah dengan berbagai argument akhirnya ia berhasil menyadarkan para penginkar
sunnah dan membendung gerakan inkar al-sunnah dalam waktu yang sangat panjang. [8]
Dan juga menurut M.M Azhami bibit munculnya paham ingkar sunnah sudah ditemukan
pada masa sahabat di Irak.Pada amasa itu da sahabat yang hanya berpegang kepada
alqur`an saja karena kurang memahami fungsi sunnah dan mengangap bahwa
al-qur`an telah mencakup seluruh masalah kehidupan beserta rincianya. Namun
ketidakpahaman sahabat tentang kedudukan sunnah yang dijelaskan dalam suatu
riwayat cukup memberikan sedikit penjelasan bahwa mereka ingkar terhadap sunnah
karena kurang memahami kedukan sunnah sebagai hujjah.
2.
Ingkar sunnah modern
Munculnya para pengingkar sunnah di abad modern ini
terjadi pada masa peralihan abad XIX memasuki abad XX. Pada abad ini
negara-negara barat telah mulai berdatangan menjelajah negara-negara Islam,
sehinga menyadarkan umat Islam akan pentingya merubah cara berfikir terhadap
ajaran Islam.[9] Sedangkan tokoh-tokoh pengingkar sunnah pada
abad modern ini terus berusaha untuk melumpuhkan dunia Islam melalui pelemahan
terhadap hadis atau sunnah sebagai salah satu sumber ajaran dalam
Islam,diantara mereka adalah Di Mesir (dr.Taufiq Shidqi w.1920) yang menyerukan bahwa sumber ajaran
Islam hanya al-Qur’an.Pendapat seperti ini sebagaimana yang dikutip oleh
al-Siba`i yang dipublikasikan oleh majalah al-Manar abad ke IX dengan judul al Islam huwa al-Qur’an
wahdah. Ia berpendapat bahwa hadis tidak perlu dalam hukum Islam.[10]
Pengikut setia Taufiq Shidqi adalah Gulam Ahmad Pervez (lahir tahun 1920) di
India. Ia berpendapat bahwa bagaimana pelaksanaan cara shalat terserah pada
pemimpin untuk menentukan secara musyawarah sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat dan tidak perlu hadits-hadits Nabi untuk itu. Selain itu, Rasyad
Khalifa di Amerika yang menilai bahwa al-Qur'an satu-satunya sumber ajaran
Islam dan berkeyakinan bahwa hadits merupakan buatan iblis yang dibisikkan
kepada Muhammad SAW. Selain itu, Kassim
Ahmad di Malaysia ysang menilai bahwa hadits adalah ajaran-ajaran palsu yang
dikaitkan dengan Rasulullah SAW dan hadits menurutnya merupakan penyebab
terjadinya perpecahan dan kemunduran umat Islam[11].
Demikianlah seiring dengan berjalanya waktu gerakan ini juga berkembang di
Indonesia.
D. Klasifikasi Ingkar
al-sunnah dan argumennya
Muhammad Abu Zahw berpendapat bahwa paham atau gerakan ingkar al-sunnah terdiri dari tiga kelompok dengan sikap yang berbeda yaitu:
1.
Menolak sunnah secara umum
2.
Menolak
Sunnah yang Tidak Terdapat Prinsipnya dalam al- Qur`an
3.
Menolak
Hadits Ahad saja
Ketiga kelompok pengingkar sunnah tersebut dalam
mendukung dan mempertahankan pendapatnya, mereka mengajukan dalil dan
argumentasi sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
diturunkan Allah SWT dalam bahasa Arab. Sebagaimana Firman Allah dalam surat
al-`Asyu`ara 195:
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ
”Al- Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab yang
jelas”
Dengan
penguasaan bahasa Arab yang baik maka al-Qur`an dapat dipahami dengan baik pula
tanpa memerlukan dalil-dalil. Atas argument ini maka menurut mereka tidak
diperlukan lagi hadist Rasulullah untuk menjelaskan al-Qur`an.
2. Al-Qur’an
adalah sebagai penjelas atas segala sesuatu. Mereka mengutip beberapa ayat antara lain surat an-Nahl dan surat al-An’am:
...وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَة بُشْرَىلِلْمُسْلِمِين
…dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al-Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS.16:89)
... مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْءٍ ثُمَّ
إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُون
…Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan (QS:6:38)
Ayat-ayat al-qur`an diatas yang dipakai
oleh para pengingkar sunnah, baik klasik maupun modern sebagai dalil bahwa
sunnah tidak dibutuhkan sebagai sumber ajaran dalam Islam. Mereka berpendapat
bahawa al-qur`an saja sudah cukup karena didalamnya terdapat berbagai
penjelasan.[12]
3. Allah telah menjamin
terpeliharanya al-qur`an, sementara keterpeliharaan hadis Nabi Muhammad saw,
tidak diungkapkan oleh Allah SWT.dasar mereka surat al-Hijr ayat 9
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَوَإِنَّا
لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memelirakannya. (QS. 15:9)
Mereka berpendapat, jika sunnah Nabi tersebut juga
sumber ajaran Islam sebagaimana halnya al-Qur`an, tentu Allah juga menjamin
keterpeliharaanya. Karena hal itu tidak dinyatakan dalam al-qur`an, maka
sesuatu yang
tidak autentik tidak layak dijadikan sebagai sumber ajaran agama .[13]
4. Mereka menyatakan bahwa Nabi
Muhammad sendiri melarang sahabat untuk menulis hadis.jika benar hadis itu bisa
dijadikan sumber ajaran Islam tentu saja Nabi tidak melarangnya untuk dicatat
dan memeliharanya dari kesalahan.
Alasan-alasan
yang tertera merupakan alasan para pengingkar sunnah golongan pertama dan kedua.
Pada dasarnya argumen tersebut menolak kehujjahan Sunnah Rasul sebagai sumber
ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan bagi mereka hanya al-qur`an lah
satu-satunya sumber ajaran Islam.
Sementara
golongan ketiga yang menolak hadis ahad sebagai sumber ajaran Islam dengan
alasan bahwa menurut mereka hadis ahad bernilai zhani artinya proses
penukilanya tidak dapat diyakini kebenaranya bahwa ia bersumber lansung dari
Nabi tidak dapat diyakini sebagaimana halnya hadis mutawatir.
Sebagai argumennya mereka merujuk kepada Firman
Allah al- Isra` :
...
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
” Janganlah kamu mengikuti apa- apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”.(QS: al- Isra`:36)
Disamping ayat tersebut diatas mereka juga
mengemukakan ayat 28 dari surat An-am
an mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”
Indonesia
sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Islam ternyata sempat dihebohkan
dengan munculnya paham inkar al- sunnah. Inkar al-sunnah muncul di Indonesia
pada pertengahan tahun 1983 yang berpusat di Jakarta . Adapun tokoh pendirinya
adalah Moch. Irham Sutarto yang dibantu oleh Abdurrahman dan Lukman Saad dalam penyebarannya,
Mereka ini bukanlah orang yang termasuk
ahli dalam Islam melainkan hanya sebagai pemerhati terhadap Islam di Indonesia.
Dalam
mengembangkan ajaranya,mereka selalu melakukan pendekatan-pendekatan kepada
umat Islam terutama para remaja dan masyarakat yang awam tentang ajaran agama
yang dianutnya. Bahkan sampai mereka membentuk suatu kelompok yang dikenal dengan
kelomponk ingkar sunnah yang berpusat di Jakarta pada pertengahan tahun
1983.Aliran ini bahkan bermunculan diberbagai daerah di Jawa dan bahkan sampai
keluar Jawa seperti Sumatra Barat.Sutarto sebagai pencetus aliran ini,
menerbitkan sebuah buku untuk dijadikan pedoman bagi angotanya, yang berisi
ajaran tentang penolakan terhadap sunnah Nabi saw. Sebagai sumber ajaran Islam.
Ajaran
ini mendapat respon dari pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan surat
pelarangan dari kejaksaan Agung No.Kep.169/J.A/1983 tertangal 30 september 1983
tentang pelarangan ajaran ingkar sunnah diseluruh wilayah Indonesia. Kusus
untuk Sumatra Barat ajaran ingkar sunnah ini dikembangkan oleh Dalimi Lubis
(mantan guru agama dan pensiunan pegawai Departemen Agama kota Padang Panjang)
ia tidak hanya penganut paham sesat tapi juga ikut menyebarkannya. Walaupun
telah berulang kali dipanggil dan di nasehati oleh kepala kantor kementrian
Agama Propinsi Sumatra Barat, Dalimi tetap pada pendirianya, bahkan ia mencetak
dan mempuplikasikan sebuah buku dengan judul Mempertanyakan Eksistensi
Hadis-Sunnah dalam Ajara Islam.[14]
F.
Kritik Ahli Terhadap Penginkar al-
Sunnah
Pada
umumnya ulama tidak menerima pendapat para pengingkar sunnah, baik ulama fiqh
apalagi ulama hadis. Oleh karena itu para ulama dengan gencar
menolak argumentasi mereka tidak logis dan terkesan dibuat-buat, karena nash-nash
yang mereka gunakan itu dipahami secara sempit. Salah seorang ulama yang paling
gigih mempertahankan otentitas kehujjahan sunnah sebagai sumber ajaran Islam
setelah al-Qur`an adalah Imam Syafi’i sehingga ia dikenal sebagai Pembela
Sunnah.
Menurut
Imam Syafi’i, dengan menguasai bahasa Arab maka orang lebih mengetahui bahwa al-Qur’anlah
yang memerintahkan untuk mengikuti Rasulullah SAW. Mengikuti Rasulullah sama
halnya dengan perintah mengikuti al-Qur’an. Untuk mendukung argument Imam
Syafi’i, ia mengemukakan dalil al-Qur`an al-Jum`ah:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي
الْأُمِّيِّينَرَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِم
وَيُعَلِّمُهُ لْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي
ضَلَالٍ مُّبِين
”Dia-lah yang mengutus
kepada kaum yang buta huruf seoran Rasul diantara mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan
Hikmah (As-Sunnah) dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” (QS.62:2)”
Di samping ayat diatas juga dikemukakan surat al-Ahzab :
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ ومِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا
“ Dan ingatlah apa yang dibacakan di
rumahmu dari ayat-ayat Allah dan Hikmah
(sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha Mengetahui.”
Menurut Imam Syafi`i, kedua ayat di atas harus difahami dengan dua
hal yang berbeda. Jika yang dimaksud dengan al- Kitab adalah al- Qur`an , maka
al- Hikmah harus difahami sebagai ajaran- ajaran yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW. Sedangkan ayat ke dua terkandung perintah Allah kepada dan isteri- isteri Rasulullah agar mereka
menyampaikan dua hal yang diajarkan Rasulullah
ketika berada di rumah mereka. Ke dua
hal tersebut adalah ayat- ayat Allah dalam al-Qur`an dan al- Hikmah yakni Hadits Rasulullah.[15]
Berdasarkan pendapat imam Syafi`i tersebut, jelas bahwa Penginkar
sunnah tidak pintar dalam memahami bahasa Arab , dan tidak dapat membedakan
makna- makna yang terdapat dalam al- Qur`an. Nampaknya mereka menafsirkan ayat
al- Qur`an hanya sesuai selera dan hawa nafsu semata. Alasan mereka bahwa al-
Qur`an tidak membutuhkan sunnah atau hadits, karena al- Qur`an sudah memuat
segala sesuatu secara terperinci tentang ajaran Islam. Pendapat mereka ini
sangat bertentangan dengan pendapat imam Syafi`i. Dimana menurut imam
Syafi`i al- Qur`an hanya mengandung
ajaran yang bersifat global, serta banyak ajaran al- Qur`an yang bersifat umum
yang tata cara pelaksanaannya dibutuhkan penjelasan dari hadits – hadits Rasulullah
untuk memahami petunjuk- petunjuk Allah.
Menurut Argumen yang dikemukakan oleh paham inkar al- sunnah bahwa
hadits- hadits nabi tidak dapat dijadikan sebagai hujjah karena tidak
terpelihara keautentikannya. Imam Syafi`i memberikan penolakan bahwa pandangan
mereka keliru dan tidak tepat karena kata “Azzikru” dalam surat al- Hijjr ayat
9 mencakup semua yang diturunkan Allah kepada Nabi baik al- Qur`an maupun
sunnah untuk menjelaskan al- Qur`an.[16]
Dari pendapat di atas jelas bahwa tidak diragukan lagi bahwa
Allah menjamin sunnah Rasulullah
sebagaimana Allah menjamin kitabNya. Bukti sejarah juga menunjukkan dari
perjuangan ulama yang telah menghabiskan usianya untuk mempelajari dan meneliti
serta menghafal dan menuliskan al-
Qur`an dan sunnah.
G.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian penulis sebelumnya dapat disimpulkan bahwa paham
inkar al- sunnah adalah golongan yang menolak sunnah atau hadis nabi sebagai
hujjah atau sumber ajaran Islam setelah al- Qur`an yang wajib diikuti dan
diamalkan oleh umat Islam.
Kapan dan dimana pertama kali munculnya kelompok ingkar sunnah ini
tidak diketahui secara pasti. Ada yang mengatakan bibit munculnya paham ingkar
sunnah sudah ditemukan pada masa sahabat di daerah Irak.pada masa sahabat sudah
ada orang yang kurang memperhatikan kedudukan sunnah, namun mereka masih
bersifat perorangan. Setelah itu pada masa modern kelompok ingkar sunnah muncul
kembali seperti di India, Mesir, Indonesia dan lain-lain
Menurut imam al-Syafi`i dipenghujung abad kedua para penganut paham
ingkar sunnah telah menampakan diri sebagai suatu kelompok tertentu dan telah
melengkapi diri dengan berbagai argument untuk mendukung paham dan pendirian
mereka, yakni menolak otoritas hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran Islam
yang wajib dipegang dan diamalkan. Tetapi hal ini tidak dibiarkan oleh para
ulama begitu saja, mereka memberikan bantahan untuk membela sunnah Nabi dari
para pengingkar sunnah diantaranya adalah imam al-Syafi`i.
Demikian
makalah inkar al- sunnah penulis paparkan, kepada pembaca penulis
harapkan konstribusinya untuk kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis
mengaturkan terima kasih.
Abdul Majid Khon,
Ulumul Hadits,(Jakarta:Amzah,2009),h.27
Al- Ragif al- Isfhani, Mu`jam Mufradat al-
Fath al- Qur`an al- Karim Tahqiq Nadim
al- Marasyli, Beirut: Dar al-Fkr, Tth, hal. 526
Dewan Redaksi Ensiklopedi
Islam , Ensiklopedi Islam , Jilid.II, Jakarta: PT.Ikhtiar baru Van
Houve, 1994, Cet. Ke 2, hal.225
Harun Nasution, Ensiklopedi
Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992, hal.428
Musthafa
al- Shiba`i, Inkar Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam,
Terj. Nurcholish Madjid, Judul Asli, al- Sunnah wa Makanatuha fi al- Tsyri
al- Islami, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991, Cet. Ke 1, hal.116
Lukmanul hakim, Inkar Sunnah Priode Klasik,
Jakarta: Hayfa Press, 2004, Cet. Ke 1, hal. 57
M.ushthafa
al-Azhami,Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya.Terj.ali Mustafa
Ya`kub, (Jakarta:Pustaka firdaus, 1994),h.42
Muhammad
abu Zahw, al- Hadits wa al- Muhaddisun aw Inayat al- Ummat al- Islamiyat abi
al- Sunnah al- Nabawiyat, TK. Al- Maktabat al- Taufiqiyat,Tth, hal. 282
A.Rahman Ritonga,Studi
ilmu- ilmu Hadis(Yogyakarta: interpena,2011), h.290
[1] Ibid
[1] Mustafa al- Shiba`i , Al- Hadits sebagai Sumber
Hukum, Terj.Djan`far abd. Muchit, Judul Asli, Assunnah wa Makanatuhi fi
al- Tasyri` al- Islam, (Bandung:, Diponegoro, 1993), Cet.ke 4, hal.138
[1] A.Rahman Ritonga, op.cit.h.292
[1] Musthafa al- Shiba`i, al-Hadits , Op.Cit.
, Hal.224
[1] A.Rahman Ritonga.op.cit.h.295
[1] Muhammad bin Idris al- Syafi`i, al- Umm,
Jild.VII, Beirut: Dar al- Fkr, Tth Hal. 228
[1] Ibid.
[1]
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits,(Jakarta:Amzah,2009),h.27
[2] Al-
Ragif al- Isfhani, Mu`jam Mufradat al- Fath al- Qur`an al- Karim Tahqiq
Nadim al- Marasyli, Beirut: Dar
al-Fkr, Tth, hal. 526
[3] Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , Jilid.II, Jakarta:
PT.Ikhtiar baru Van Houve, 1994, Cet. Ke 2, hal.225
[4]
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992,
hal.428
[5] Musthafa al- Shiba`i, Inkar Sunnah dan
Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, Terj. Nurcholish Madjid, Judul Asli,
al- Sunnah wa Makanatuha fi al- Tsyri al- Islami, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1991, Cet. Ke 1, hal.116
[6] Lukmanul hakim,
Inkar Sunnah Priode Klasik, Jakarta: Hayfa Press, 2004, Cet. Ke 1, hal.
57
[7] M.ushthafa al-Azhami,Hadis Nabawi dan Sejarah
Kodifikasinya.Terj.ali Mustafa Ya`kub, (Jakarta:Pustaka firdaus, 1994),h.42
[8] Muhammad abu Zahw, al- Hadits wa al-
Muhaddisun aw Inayat al- Ummat al- Islamiyat abi al- Sunnah al- Nabawiyat,
TK. Al- Maktabat al- Taufiqiyat,Tth, hal. 282
[9] A.Rahman
Ritonga,Studi ilmu- ilmu Hadis(Yogyakarta: interpena,2011), h.290
[10] Ibid
[11] Mustafa al- Shiba`i , Al-
Hadits sebagai Sumber Hukum, Terj.Djan`far abd. Muchit, Judul Asli, Assunnah
wa Makanatuhi fi al- Tasyri` al- Islam, (Bandung:, Diponegoro, 1993),
Cet.ke 4, hal.138
[12] A.Rahman Ritonga, op.cit.h.292
[13] Musthafa al- Shiba`i, al-Hadits , Op.Cit. , Hal.224
[14] A.Rahman Ritonga.op.cit.h.295
[15] Muhammad bin Idris al- Syafi`i, al- Umm, Jild.VII, Beirut: Dar al-
Fkr, Tth Hal. 228
[16] Ibid.
0 Comment