Pendahuluan
Telah menjadi titah, manusia oleh penciptanya dibekali berbagai
kemampuan, yakni kemampuan untuk penyempurnaan hidup, sehingga manusia
merupakan makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia disertai harapan untuk
selalu dapat berbuat baik mencegah kemungkaran dan yang mendasar selalu
percaya pada pembuatnya. Kesempurnaan manusia sebagai makhluk individu, makhluk
sosial dan makhluk Tuhan menuntut untuk bertindak mencari jalan yang terbaik
serta sejauh mungkin menghindari kesesatan.[1]
filsafat telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan
menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang
secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang
mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri. Dengan demikian
perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya
ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan
baru ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi spesialisasi.
Oleh karena itu tepatlah dikatakan bahwa ilmu pengetahuan dapat
dilihat sebagai suatu sistem yang jalin menjalin. Dapat disinyalir bahwa
peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia baik individual maupun
sosial menjadi sangat menentukan.
Bicara pengetahuan maka kita akan bicara tentang penalaran,
kemampuan penalaran manusia menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan
yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Binatang hanya terbatas
mempunyai pengetahuan untuk kelangsungan hidupnya saja (survival).[2]
Ini juga yang mengantar para tokoh Muslim berusaha mencari dan mengembangkan
ilmu pengetahuan.
Dunia Islam pernah mengalami masa kejayaannya dan zaman keemasan,
dengan melahirkan banyak tokoh ilmuwan serta cendikiawan yang telah menunjukkan
kaya besarnya kepada dunia, pada sa’at dunia, khususnya Eropa dalam keaadaan
gelap gulita. Para tokoh telah melahirkan berbagai ilmu, baik itu ilmu
Astronomi, Kedokteran, Kimia, Fisika, Biologi, ilmu politik, dan lain-lain.
Masa kejayaan umat Islam berakhir atau mengalami kemunduran
terutama setelah perang Salib, dan dihancurkannya pusat ilmu atau perpustakan
Cordova. Sejak itu umat Islam mengalami ketertinggalan dari bangsa lainnya.
Dalam makalah ini, penulis akan berusaha mengemukakan tentang ilmu
pengetahuan di Dunia Muslim. Pertama-tama akan dibahas tentang kemunculan ilmu
pengetahuan di Dunia Muslim, kemudian akan dikemukakan tentang tokoh-tokohnya,
serta kemundurannya.
Kemunculan Ilmu
Pengetahuan di Dunia Muslim
Politik selalu menjadi hal penting
bagi Islam. Sejak zaman Muhammad Saw,, umat muslim pertama telah beradu dengan
mereka yang memiliki kekuatan politis, awalnya karena mereka tidak diizinkan
berdakwah secara terbuka, dan kelak karena mempertahankan diri dari serangan
penduduk Mekkah. Namun sepuluh tahun setelah turunnya wahyu pertama,
Islam telah menjadi sumber kekuatan yang besar.
Aspek Politik Islam juga mendorong
mereka untuk meraih kesuksesan dalam sains. Sebagaimana di kekaisaran lainnya,
sains di kekaisaran Islam menjadi bagian kekuatan politik. Pada masa
pemerintahan Umayyah, yaitu pada masa khalifah al-Walid 1, dia membangun
sebuah mesjid yang menjadi dalah satu banguna terbesar yang pernah dibangun.
Seiring perkembangan sains, mesjid itu menyera arsitektur klasik terbaru,
kemudian mengembangkannya lebih jauh.
Dari Andalusia, umat Muslim Irak telah
menemukan dan mengembangkan rotasi tanaman. Sebelumnya mereka hanya mengalami
satu masa panen setiap tahunnya di musim dingin. Dengan rotasi tanaman, mereka
hanya mengalami beberapa kali setiap tahunnya. Untuk kelancaran pertanian ini,
mereka mengembangkan berbagai teknik irigasi. Pada waktu itu dikenalkan sistem
irigasi yang terkenal berupa terowongan air atau qanat dari Iran.[3]
Bahkan yang lebih mengesankan adalah teknik pengangkatan air, dan khususnya naura,
atau kincir air.[4]
Walaupun ekonomi berkembang stabil di bawah dinasti Umayyah,
namun tidak demikian halnya dengan aspek politik. Mereka yangmenetap di Persia,
baik Muslim maupun non-Muslim, tidak menyukai kekuasaan yang dipegang
oleh-orang dinasti ini. Beberapa di antaranya karena rasa ketidak puasan karena
mereka merasa bahwa keluarga Muhammad Saw,, telah disingkirkan oleh bani
Umayyah.
Banyak yang bisa mengeksploitasi ketidak puasan ini, tetapi bani
Abbasiyah-lah yang melakukannya. Dengan datangnya dinasti Abbasiyah,
tirai diangkat untuk menyajikan zaman yang disebut-sebut sebagai zaman keemasan
ilmu pengetahuan Islam-kota Baghdad.
Pada masa ini dilakukan penerjemahan salah satu karya pertama
Aristoteles ke dalam bahasa Arab, Topica, yang memuat nasihat tentang
mempertahakan pemikiran.[5]
Pergerakan penerjemahan dimulai dengan perlahan di zaman khalifah al-Mahdi
(775-806M), dan Harun al-Rashid (786-809M), tetapi meningkat pesat dibawah masa
al-Ma’mun. Kebanyakan berbahasa Yunani, tetapi ada juga yang datang dari
Persia, India , dan bahkan Cina. Semua karya-karya itu langsung membanjiri
Baghdad. Sesepuh dunia penerjemahan Abbasiyah pada masa awal adalah Ya’kub ibn
Ishak al-Kindi yang merupakan kepala kelompok penerjemah yang bekerja untuk
khalifah.[6]
Pergerakan penerjemahan itu berlangsung lebih dari dua dasawarsa, kemudian
sepetinya perlaha menghilang. Sebagian besar karena semakin sedikit buku
menarik untuk iterjemahkan. Mereka mulai memikirkan tentang apa yang mereka
baca dan membuat kontribusinya sendiri. Banyak perkembangan sains setelah itu
yang tidak hanya terjadi di Baghdad, tetapi di seluruh penjuru kekhalifahan.
Seperti peradaban-peradaban yang tinggi dunia lainnya, kta Baghdad
dihiasi oleh puluhan perpustakaan yang besar. Istana khalifah adalh lambang
kemegahan yang tiada duanya di Dunia.Ilmu pengatahuan berkembang pesat. Ilmu
kedokteran juga telah berkembang pesat. Ketika orang-orang Eropa masih
mempecayakan keehatannya kepada dukun, do’a-do’a ajaib, dan benda-benda
keramat, Baghdad telah mempunyai banyak rumah sakit dengan ilmu dan sistem
kedokterannya.[7]
Ilmu anatomi, gizi, bakteri, optik bahkan pembedahan telah dikembangkan melalui
sains.
Dalam sudut pandangan tradisional sains Islam, awal dan mungkin
masa puncak zaman keemasan adalah sa’at pemerintahan Harun al-Rashid dan
al-Ma’mun yang sering disebut dengan The Golden of Science. Di samping
haus kekuasaan, al-Ma’mun juga sering dikenal sebagai sa’at sains mencapai
puncaknya. Dia dikenal sebagai khalifah yang sangat mendukung pengetahuan.
Pernah dikatakan, sa’at al-ma’mun meraih kemenangan dari Bizantium, dia meminta
ganti rugi dari lawannya bukan berupa emasa atau harta karun yang duniawi
melainkan salinan buku agung astronomi karya ptolemeus yaitu Almagest.[8]
Dia juga mendirikan pusat pembelajaran yang megah bernama Bayt
al-Hikmah atau gedung kebijaksanaan. Para intelektual Muslim memberikan
sumbangan yang sangat besar pada kemajuan ilmu-ilmu modern seperti matematika,
astronomi, kedokteran, dan filsafat. Algebra dalam bahasa Inggris
berasal dari judul buku seorang genius matematika Muslim al-Khawarizmi, Hisab
al-Jabr wa al-Muqabalat.[9]
Buku astronomi dan geografi milik
orang Muslim adalah yang paling akuratdi dunia sa’at itu dan digunakan hingga
pada era penjelajahan bangsa Eropa abad ke-16. Salah satu hasil teknologinya
adalah astrolobe, alat nvigasi kapal berdasarkan posisi bintang dan
matahari yang sangat penting dalam penjajahan samudera.[10]
Para Tokoh
Ilmuwan Islam
Adapun di antara para ilmuwan Muslim yang telah berhasil menorehkan
tinta emas dala catatan sejarah ilmu pengetahuan di Dunia Muslim adalah:
1.
Al-Kindi dan
al-Khawarizmi
Al-Kindi dan al-Khawarizmi merupakan intelektual besar Islam yang
paling awal pada masa al-Ma’mun. Mereka juga menjadi Ilmuwan penting di Bayt
al-Hikkmah. Al-Kindi adalah termasuk orang yang paling awal mempopulerkan
ide-ide pemikiran Yunani dari Aristoteles dan Plato. Pemikiran Aritmatiknyaakan
mempengaruhi al-Khawarizmi, ilmu filsafatnya akan mempengaruhi tokoh-tokoh
besar, seperti al-Farabi, Ibn Sina, dan al-Ghazali.
Dalam ilmu
kedokteran, al-Kindi memberikan sumbangan besar dalam mengembangkan pemikiran
pentingnyadalam penentuan dosis yang optimal dalam pemberian obat kepada pasien.
Selama hidupnya, dia telah menulis buku dalam jumlah yang luar biasa, yaitu 250
buah dalam subjek yang begitu beragam, mulai dari Aritmatika, Geometri,
Kedokteran, Logika, Filsafat, Astronomi bahkan Musik.[11]
2.
Ibn Sina
Dalam bidang kedokteran, para ahli kedokteran Muslim adalah yang
pertama menerapkan metode dan sistem pengobatanyang moden yang saintfik,
melakukan diagnosis penyakit, kesehatan lingkungan, meneliti anatomi manusia,
juga mengembangkan ilmu Psikologi. Ibn Sina oleh banyak orang termasuk para
ahli dari Barat, dianggap sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran Modern”. Buku
kedokterannya, al-Qanun al-Tibb (The Canon of Medicine) dibawa ke
Eropa dan kemudian diakai selama 700 tahun di Universitas-universitas di sana
pada zaman pertengahan. Ibn Sina di Eropa dikenal dengan nama Avicenna.
3.
Al-Razi
(864-925M)
Al-Razi adalah salah seorang ahli kedokteran Islam yang terbesar.
Dia mengasai penuh ilmu-ilmu kedokteran Yunani dan Persia. Al-Razi yang dikenal
di Barat sebagai Rhazes, adalah orang pertama di Dunia yang melakukan
eksperimen serta menujukkan perbedaan antara penyakit campak dan cacar,
sekaligus menemunkan cara untuk mengobatinya. Karya ini nantinya diterjemahkan
dalam bahasa Inggris dan Perancis, On Small-pox and Measles (De la Variole
et De Rougeule).[12]
Prestasinya memang sangat banyak. Dia juga telah berhasil menganalisis
sebab-sebab alergi, demam dan bahan kimia seperti sulfuric acid dan ethanol
(ethil alcohol).
4.
Ibn Haitam
(965-1040M)
Ibn Haitam dikenal sebagai “Bapak Ilmu Optik” karena berhasil
merumuskan secara sains sistem penglihatan manusia. Sebelumnya, para ilmuwan
Yunani seperti Ptolemy dan Euclid, percaya bahwa manusia bisa melihat karena
mata mengirimkan cahaya ke benda. Haitam membuktikan lewat eksperimen bahwa
bendalah yang memantulkan cahaya yang lalu ditangkap oleh mata.[13]
Ini adalah kebenaran sesungguhnya yang berlaku hingga sekarang. Dia juga
meneliti tentang refraksi atau pemantulan cahaya oleh air, udara, dan cermin.
5.
Ibn al-Nafis
Ibn al-Nafis menjadi ilmuwan pertama yang berhasil secara rinci
menggambarkan sistem sirkulasi darah, urat nadi, dan arteri manusia pada
pertengahan abad ke-13 di Andalusia Spanyol. Banyak orang-orang Barat yang
sempat mengagungkan ilmuwan Inggris bernama William Harvey yang baru
menggambarkan sistem peredaran darah pada abad ke-17, hinnga akhirnya karya Ibn
al-Nafis ditemukan di Berlin pada 1924.[14]
6.
Al-Battani
(850-923M)
Al-Battani dikenal sebagai orang pertama yang berhasil menghitung
panjang satu tahun matahari, yaitu 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik.[15]
Dia adalah salah seorang matematikawan Muslim.
7.
Ibn Batuta
(1304-1377M)
Ibn Batuta adalah seorang penjelajah sampai sejauh 120.000 km
bahkan lebih panjang dibandingkan Marcopolo.
Sebenarnya
masih banyak para tokoh ilmuwan Muslim lain yang telah menorehkan catatan
sejarah keemasan bagi ilmu pengetahuan di Dunia Muslim, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu di sini.
Kemunduran Ilmu
Pengetahuan di Dunia Muslim
Semua kenikmatan dunia itu,
benar-benar kenikmatan yang nyaris tiada batas. Akan tetapi masalah segera
timbul. Semakin dahsyat kenikmatan, semakin besar juga keinginan orang untuk
mendapatkannya.
Pada masa al-Mu’tasim (833-852M),
kebanyakan rakyat Baghdad yang sudah makmur tidak lagi bersemangat untuk
berperang. Mereka lebih suka berdagang dan menikmati hidup. Untuk itu masalah
keamanan dan kemiliteran diberikan kepada kelompok baru, orang-orang Turki.
Mereka menyerahkan urusan otot, yang bukan otak kepada orang Turki.
Kerusakan besar mulai terjadi di
masa al-Mutawakkil. Khalifah ini terlalu bergantung kepada tentara-tentara
Turki, walaupun dia masih mampi mengendalikannya. Akan tetapi, dia tidak mampu
menangani orang-orang Turki dengan bijaksana. Dia bahkan membunuh seorang
panglima Turki yang tidak disukainya. Tentu saja akhirnya orang-orang Turki
mencari jalan untuk menyingkirkannya. Menurut W. Montgomery, salah satu
penyebab hancurnya Abbasiyah adalah ketergantungan khalifah yang sangat
tinggi kepada angkatan bersenjata.[16]
Akhirnya, pada Desember 861M, dia dibunuh oleh seorang tentara Turki yang
berkomplot yang ingin merebut kekuasaannya.
Akan tetapi, menurut Badri Yatim,
salah satu yang menyebabkan kehancuran daulah ini adalah perang salib.[17]
Perang salib merupakan sebab eksternal dari umat Islam, perang salib yang
berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Perhatian dan konsentrasi
daulah ini menjadi terpecah. Baghdad sempat direbut kembali oleh orang Persia Bani
Buwaih. Mereka adalah orang-orang yang mengutamakan ilmu. Sedangkan di
Turki juga terdapat Bani Saljuk, yang pemimpinnya juga memajukan ilmu
yaitu Nizam al-Mulk dengan mendirikan Madrasah Nizamiyah, yang pada masa
ini hidup al-Ghazali. Sementara kemajuan peradaban Islam juga terlihat di
Spanyol yang ditunjukkan dengan kemajuan intelektual.
Masa gelap umat Islam dirangsang
terjadinya perang salib yang dalam sejarahnya pernah dimenangkan oleh umat
Islam di bawah kepemimpinan Salahuddin al-Ayyubi sehingga Yerussalem berhasil direbut
kembali. Pada abad ke-10 ilmu Islam mulai ditiru Barat. Baghdad dan Andalusia
adalah pusat ekonomi dan eradaban yang terbaik di Dunia. Banyak orang datang
dari seluruh penjuru dunia ke sana. Banyak di antara mereka berasal dari Eropa.
Pada abad ke-10 ini, ada pendeta
yang bernama Gertbert d’Aurillac yang mulai belajar ilmu matemetika, astronomi,
logika, dan filsafat di Andalusia. Dia kemudian menjadi Paus. Lalu ada Adelard
of Bath yang dianggap pelopor gerakan scientific di Inggris. Dia
menerjemahkan karya-karya al-Khwarizmi. Di Italia, ada Gerard of Cremona, yang
belajar bahasa Arab di Toledo dan mulai menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab
itu seperti karya al-Zarqaly, yang dianggap karya astronomi terbesar.
Pada masa itu, Eropa tidak hanya
mengimpor habis-habis ilmu-ilmu Islam, tetapi juga menyerap pemikiran rasional Ibn
Rushd. Di Eropa muncul gerakan besar yang bernama Averroisme, yang di dalamnya
pemekiran-pemikiran rasional Ibn Rushd berkembang.
Sayangnya, Andalusia akhiranya juga
sama halnya dengan Baghdad. Para penguasa Kristen Eropa tentu saja melihat
semua itu, Akhirnya wilayah Islam satu persatu mulai direbut di sana. Mulai
dari direbutnya Toledo tahun 1085M, Cordova tahun 1236M, yang terus berlanjut
dengan kehilangan kota-kota lain.[18]
Untuk menghabisi pengaruh Arab, diceritakan bahwa lebih dari satu buku umat
Islam dibakar habis di lapangan Granada. Ini adalah akhir peradaban Islam di
Spanyol.
Sementara itu, Baghdad dihancurkan
oleh tentara Mongol yang berjumlah 500-800 orang. Pasukan-pasukan Muslim yang
emnjaga perbatasan telah dibabat habis. Pertempuran besar pun terjadi. Ribuan
tentara saling menghujamkan senjata. Akhirnya pasukan berakhir dengan kekalahan
di tangan tentara Muslim.
Kemunduran bangsa-bangsa Islam terus
berlanjut hingga sekarang. Keterbelakangan intelektual an karakter manusianya
terus berlanjut sampai sekarang. Sikap mental ketimuran yang dipengaruhi oleh
faham fatalisme dan rasa benci pada perubahan harus dihilangkan.[19]
Penutup
Peradaban Islam pada awalnya mempunyai energi yang begitu dahsyat
yang bahkan mampu mengatassi tantangan Dunia, dan menjadi yang terunggul.
Sekarang bukan sa’atnya untuk menangisi sejarah. Jadikan pengetahuan tentang
sejarah kesuksesan Islam ini menjadi motivasi untuk kebangkitan umat Islam itu
sendiri. Pendidikan harus diseimbangkan antara pendidikan Agama dan pendidikan
umum karena ajaran Agama juga menekankan pendidikan umum.
Manusia diberikan kemampuan yang luar biasa oleh Tuhan yaitu kemampuan untuk belajar dan berubah. Kita bisa berbuat baik dan menjadi lebih baik. Ketika seseorang belajar dengan sungguh-sungguh, maka sesuatu yang besar akan terjadi. Tuhan juga pada waktunya akan memberi sedikit ujian untuk mendorongmanusia supaya berubah demi kebaikan. ‘Ala Kulli hal, wa Allahu a’lam bi al-Shawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin,
Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: AMZAH, 2009.
Laksono,
Eko Laksono. Imperium III, Zaman Kebangkitan Besar. Jakarta: PT Mizan
Pulia, 2006.
Masood,
Ehsan. Ilmuwan-ilmuwan Muslim. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Suriasumantri,
Jujun S. Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1993.
Watt,
W. Montgomer. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1990.
Wijoyo,
Kunto. Muslim Tanpa Masjid, Bandung: Mizan, 2001.
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grfindo, 2008.
[1] Kunto
Wijoyo, Muslim
Tanpa Masjid,
(Bandung: Mizan, 2001), 106
[2]Jujun S
Suriasumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer,
(Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1993), 39.
[3]Ehsan
Masood, Ilmuwan-ilmuwan Muslim, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2009), 28.
[4]Ibid.
[5]Ibid.,
36.
[6]Ibid.,
41.
[7]
Eko Laksono, Imperium III, Zaman Kebangkitan Besar, (Jakarta: PT Mizan
Pulia, 2006), 81.
[8]Ehsan
Masood, Ilmuwan, 47.
[9]Eko
Laksono, Imperium, 97.
[10]Ibid.
[11]Ibid.,96.
[12]Ibid.,
98.
[13]Ibid.
[14]Ibid.,
99.
[15]Ibid.
[16]W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh
Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), 165.
[17]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja
Grfindo, 2008), 80.
[18]Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: AMZAH, 2009), 185.
[19]Harun
Nasution, Islam Ditinjau Dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press,
1985), 88.
0 Comment