Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang mempercayai perkara yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, seperti mitos-mitos, takhayul-takhayul dan lain sebagainya. Orang-orang seperti ini dapat ditemukan di berbagai lapisan masyarakat, si miskin maupun si kaya, si awam ataupun si penyandang gelar sarjana, rakyat biasa ataukah pejabat. Yang demikian ini adalah secerca gambaran dari berkembangbiaknya pseudo-sains, atau ilmu semu. Disamping terdapat pengetahuan yang diperoleh oleh manusia secara sistematis, metodis, yang kemudian menghasilkan kesimpulan universal, terdapat juga pengetahuan yang diperoleh dengan tidak mengguanakan cara sebagaimana tersebut di atas.
Pseudo-sains mempunyai karakteristik-karakteristik yang dapat digunaan
untuk mendeteksi pemikiran seseorang, apakah ia benar-benar telah melaksanakan
amanah ilmu pengetahuan secara rapi, ataukah ia hanya sekedar mengaku-ngaku.
Ciri-ciri Pseudo-sains secara tidak langsung telah merusak tatanan ilmu
pengetahuan. Dari sini, mengetahui karakteristik-karakteristik Pseudo-sains
sangat lah penting dan mendasar bagi setiap akademisi, sehingga ia dapat
mengetahui mana Sains, dan mana Pseudo-sains. Dengan demikian ia akan terhindar
dari ilmu semu dan tetap berpegang pada tatanan-tatanan ilmu pengetahuan.
Kata
kunci: Pseudo-sains, ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan memang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, karena manusia mempunyai akal yang harus digunakan, apabia
manusia tidak mengguanakan akalnya, maka mereka tidak ada bedanya dengan hewan.
Dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan, terdapat berbagai cabang-cabang dibawah
naungannya, dari sinilah dapat dinilai siapa yang menggunakan akalnya
semaksimal mungkin dan siapa yang hanya menggunakan akalnya sekedarnya saja.
Dua istilah yang saling berlawanan dalam wilayah ilmu
pengetahuan adalah Sains (Science) dan Pseudo-sains (Pseudoscience).
Dalam tulisan ini akan dijelaskan pengertian ilmu pengetahuan (science)
dan perbedaannya dengan pengetahuan ‘biasa’ (knowladge), apa saja
dasar-dasar, syarat-syarat dan karakteristik dari ilmu pengetahuan.
Selanjutnya akan diterangkan mengenai pseudo-sains (pseudoscience),
apa pengertian istilah tersebut, apa karakteristik ilmu tersebut, bagaimana
seseorang dapat dikatakan berpolapikirkan pseudo-sains. Kemudian sebagai
pelengkap, penulis akan menghadirkan sebuah contoh, buah dari pola pikir
pseudo-sains.
Ilmu Pengetahuan
A.
Perbedaan antara
pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Sebelum memasukui pembahasan tentang ilmu pengetahuan,
perlu ditekankan disini bahwa terdapat perbedaan yang sangat ‘mencolok’ antara
“pengetahuan” dan “ilmu pengetahuan”. Dua istilah tersebut hendaknya tidak
disamakan pengertiannya. Ketika akan memasuki pembahasan ilmu pengetahuan dalam
bukunya, Endang Saifuddin Anshari berkata[1]:
“pertama-tama janganlah kita kacaukan antara pengetahuan (pengetahuan
biasa, knowlegde) dengan ilmu pengetahuan (science).”
Selanjutnya ia sampai kepada kesimpulan bahwa “pengetahuan” dibagi menjadi
empat macam[2].
Yaitu:
a. pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan tentang hal-hal biasa, yang sehari-hari, yang
selanjutnya kita sebut pengetahuan;
b. pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang mempunyai sistema dan metode tertentu, yang
selanjutnya kita sebut: ilmu pengetahuan;
c. pengetahuan filosofis, yaitu semacam “ilmu” yang istimewa, yang mencoba menjawab
masalah-masalah yang tidak terjawab oleh ilmu-ilmu biasa; yang selanjutnya kita
sebut: filsafat.
d. pengetahuan theologies, yaitu pengetahuan keagamaan, pengetahuan tentang agama, pengetahuan
tentang pemberitahuan dari Tuhan.
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan
biasa (yang bukan ilmu pengetahuan) adalah pengetahuan yang tidak mempunyai
metode dan sistematka yang jelas, hal
ini wajar, mengingat obyek dari pengetahuan biasa hanyalah sekedar
hal-hal biasa yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengetahuan
ilmiah, atau yang lazimnya disebut ilmu pengetahuan, mempunyai
sistematika dan metode yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
B.
Dasar-dasar ilmu
pengetahuan.
a.
Dasar ontology.
Apakah yang ingin diketahui ilmu pengetahuan?, atau
bidang apakah yang akan ditelaah oleh ilmu pengetahuan?. Mengenai hal ini, ilmu
pengetahuan berbeda dengan agama atau yang lainnya, ilmu pengetahuan membatasi
wilayahnya pada kejadian-kejadian yang bersifat empiris, yakni
kejadian-kejadian yang dapat dijangkau oleh fitrah pengalaman manusia pada
umumnya.[3]
b.
Dasar epistemology.
Yang dimaksud dengan dasar epistemology ilmu pengetahuan
(science) adalah jawaban atas pertanyaan bagaimana ilmu pengetahuan
mendapatkan pengetahuan tentang obyek kajiannya.
Metode ilmiah ini lahir dari perpadan antara pendekatan
rasional yang dibawa oleh rasionalisme dan pendekatan empiris yang diusung oleh
empirisme. Dua aliran epistemology yang berkembang dan bersitegang dalam
filsafat barat sebelum abad moderen yang ditandai dengan lahirnya dan
berkembangnya science pada abad 17.[4]
c. Dasar Aksiologi.
Aksiology, secara etimology berasal dari kata axios
yang berarti nilai, dan logos yang berarti teori. Aksiologi diartikan
sebagai teori nlai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh.[5]
Sehingga aksiologi dapat dipahami sebagai ilmu yang menjadikan kodrat, criteria
dan status metafisik dari nilai sebagai problem bahasannya. Nilai yang dimaksud
dalam hal ini adalah “sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai”.[6]
C.
Sumber-sumber ilmu
pengetahuan.
pertama, mendasarkan diri dengan rasio. Kedua,
mendasarkan diri dengan pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan rasionalisme,
dan pengalaman mengembangkan empirisme. Kaum rasionalis mengembangkan metode
deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dari ide yang dianggapnya
jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan pikiran manusia.
Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia memikirkannya (idelisme).
Di samping rasionalisme dan pengalaman masih
ada cara lain, yakni intuisi atau wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang
didapatkan tanpa melalui proses penalaran, bersifat personal dan tak bisa
diramalkan. Sedangkan wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan
kepada manusia.[7]
Jika kita mendasarkan sumber ilmu pengetahuan
pada pemaparan di atas, maka ada beberapa masalah yang muncul, seperti dikotomi
antara ilmu agama dan ilmu umum.
D. Syarat-syarat ilmu pengetahuan.
Berbeda dengan pengetahuan (pengetahuan biasa), ilmu
pengetahuan merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa
penyebab sesuatu dan mengapa.
1. Objektif.
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan
masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari
dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji
keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni
persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif;
bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2. Metodis.
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari
upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian
kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara,
jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya
merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis.
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek,
ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis
sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu ,
mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu
yang ketiga.
4. Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang
bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya
universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial
menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan
ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks
dan tertentu pula.[8]
Pseudo-sains
A. Pengertian Pseudo-sains, pseudo ilmiah atau ilmu semu (Pseudoscience)..
Ilmu semu atau pseudo-sains (Inggris: pseudoscience) adalah
sebuah pengetahuan, metodologi, keyakinan, atau praktek yang diklaim sebagai
ilmiah tapi tidak mengikuti metode ilmiah. Ilmu semu mungkin kelihatan ilmiah,
tapi tidak memenuhi persyaratan metode ilmiah yang dapat diuji dan seringkali
berbenturan dengan kesepakatan/konsensus ilmiah yang umum.[9]
Istilah pseudoscience muncul pertama kali pada tahun 1843 yang
merupakan kombinasi dari akar Bahasa Yunani pseudo, yang berarti palsu atau
semu, serta Bahasa Latin scientia, yang berarti pengetahuan atau bidang
pengetahuan. Istilah tersebut memiliki konotasi negatif, karena dipakai untuk
menunjukkan bahwa subjek yang mendapat label semacam itu digambarkan sebagai
suatu yang tidak akurat atau tidak bisa dipercaya sebagai ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, para pembela serta yang mempraktekkan pseudosains biasanya
menolak klasifikasi ini.[10]
B.
Karakteristik
pseudo-sains.
Setidaknya ada sembilan
karakteristik pseudo-sains[11],
yaitu:
1. Pemikiran
Anakronis, Pemikiran anakronis mewakili cara
berpikir yang ketinggalan jaman.
2.Mencari
misteri, Penelitian pseudo ilmiah biasanya
berhubungan dengan hal-hal yang tidak biasa atau misteri-misteri dalam
pengalaman manusia, seperti UFO, psikologi paranormal, dan lain-lain. Pseudo
ilmu pengetahuan cenderung menolak teori-teori ilmiah yang merugikan yang tidak
mendukung penelitian pseudo ilmiah yang berhubungan dengan teori-teori yang
akan menjelaskan sebuah misteri atau kejadian yang tidak biasa. Penelitian
ilmiah tidak akan mencari keanehan dalam ilmu pengetahuan melainkan membuktikan
fakta dalam ilmu pengetahuan.
3.
Ketertarikan pada Mitos-mitos, Sebuah metode yang
umum untuk mencoba membuktikan sebuah teori pseudo ilmiah adalah
dengan menggunakan mitos-mitos yang memberikan dukungan bukti bagi suatu
teori. Mitos-mitos disajikan sebagai informasi yang faktual. Teori ilmiah
biasanya didasarkan pada fakta-fakta yang teruji dan tervalidasi.
4.
Pendekatan Kuantitatif dalam Bukti,
5.
Hipotesis yang tidak dapat dibuktikan kesalahannya,
6.
Argumen dari kemiripan yang nampak serupa tapi berbeda, Metoda pseudo ilmiah ini mengatakan bahwa prinsip-prinsip yang digunakan
sebagai dasar dalam suatu hipoteses pseudo ilmiah adalah bagian dari ilmu
pengetahuan yang sah, karena teori mereka mirip atau berhubungan dengan
teori yang sudah ada. Meskipun demikian, para ilmuwan, walaupun mereka
bisamelihat kemiripan antara hipotesis yang terbukti dan pengakuan mereka,
tidak mempercayai bahwa hipotesis tersebut konsisten dengan apa yang diyakini
para ilmuwan lain kecuali ada data pembenaran tambahan.
7.
Penjelasan dengan Skenario, Pseudo ilmu pengetahuan
tidak menggunakan ketentuan-ketentuan ilmiah umum untuk
menjelaskan suatu fenomena tetapi kembali pada penggunaan penjelasan teori
dengan menceritakan skenario peristiwa-peristiwa. Ia mengatakan bahwa
suatu hal X menjelaskan hal Y lainnya, tetapi ia tidak merasa perlu mengatakan
kepada kita bagaimana X bisa menjelaskan Y. Ilmu pengetahuan menggunakan
ketentuan-ketentuan ilmiah yang terbukti serta kumpulan data
empiris untuk membuktikan kredibilitas dari pernyataannya.
8.
Penelitian dengan Penjelasan, Penjelasan didefinisikan
sebagai paparan, analisis krits, atau interpretasi sebuah kata.
9.
Penolakan untuk memperbaiki tanpa mempertimbangkan kritik, Pengetahuan dalam pseudo ilmiah tidak statik. Begitu sebuah teori
telah diterangkan dan "fakta-fakta" telah dikumpulkan
untuk membuktikan teori teresbut, para pseudo ilmuwan bersikap diam dan tidak merubah teori mereka meskipun
ada bukti baru. Ilmu pengetahuan bersedia memperbaiki diri sendiri,
sehingga pengetahuan ilmiah terus menerus diperbaharui melalui penelitian
empiris. Penelitian ilmiah humanitas bersifat samar-samar, tidak nyata,
tidak objektif, dan berdasarkan pengalaman. Seringkali peneliti terlibat
secara dekat dengan penelitian tersebut dan mungkin adalah subjek
dari penelitian
tersebut.
Sebab itulah, penting bagi peneliti ilmiah (bukan pseudo ilmuwan) untuk
menjauh dari ciri-ciri penelitian pseudo ilmiah di atas untuk mempertahan kankredibilitas
dan kebenarannya. Penelitian ilmiah
harus terbuka dan dapat menerima analisis kritis dan pembuktian kesalahan oleh
komunitas ilmiah/akademis.
C.
Contoh pseudo-sains.
Salah satu contoh pola pikir yang menganut pseudo-sains dan bukan
mengikuti pola pikir ilmiah adalah isu kiamat 2012. Bahkan isu tersebut menarik
perhatian sutradara film Holywood yang menyutradarai film “The Day after
Tomorror” dan “Independence Day”, ia adalah Rolland Emmerich, untuk
mengangkatnya menjadi film layar lebar. Terlepas dari kontroversi dan
pro-kontra tentang film ini, film yang menghabiskan US$ 200 juta ini tergolong
sukses di pasaran.
Isu kiamat 2012 didasarkan pada ramalan suku Maya yang meramalkan
bahwa kiamat akan datang menyapa umat manusia di bumi pada tahun 2012. Yang
demikian ini disebut pola pikir pseudo-sains, karena sang peramal tidak akan
mampu menjelaskannya dengan ilmiah layaknya ilmu pengetahuan.
Dalam hal ini Thomas Djamaluddin[12]
berkata “Isu kiamat 2012 adalah pseudoscience (tidak mengikuti metode
ilmiah).
Kesimpulan
Dalam pembahasan ilmu pengetahuan terdapat istilah Sains dan
Pseudo-sains.
Daftar Pustaka
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu,
Filsafat dan Agama; Pendahuluan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi.
Suriasumantri, Jujun. Tentang
Hakekat Ilmu; Sebuah Pengantar Edaksi, dalam Jujun Suriasumantri (ed), Ilmu
Dalam Perspektif; Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu.
Russel, Betrand. History of
Sumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu;
Sebuah Pengantar Populer.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu.
http://tiosijimbo.wordpress.com
[1]Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama; Pendahuluan
Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi(
[2]Ibid., 45-46.
[3]Jujun Suriasumantri, Tentang Hakekat Ilmu; Sebuah Pengantar
Edaksi, dalam Jujun Suriasumantri (ed), Ilmu Dalam Perspektif; Sebuah
Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1999), 5.
[4]Betrand russel, History of
[5]Jujun S. Sumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer(
[6]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu(
[7]http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab%201.pdf.
[8]http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu#Syarat-syarat_ilmu.
[9]http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_semu.
[10]Ibid.
[11]http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/7254.
[12]profesor astronomi-astrofisik dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (Lapan).
[13]http://tiosijimbo.wordpress.com/2009/12/23/kiamat-2012-hanya-pseudoscience/.
0 Comment