KERAJAAN TURKI UTSMANI
(Periode 1300-1517M)
A.
Pendahuluan
Sudah menjadi catatan sejarah, bahwa
pada masa Daulah Abbasiyah umat Islam mencapai kemajuan yang luar biasa. Bukan
saja di bidang pemerintahan melainkan diberbagai bidang seperti ilmu
pengetahuan dan kebudayaan, sosial kemasyarakatan dan sebagainya.
Khalifah-khalifah Bani Abbas
mengalami kemunduran atau kehancuran setelah datangnya penyerbuan tentara
Mongol secara besar-besaran pada tahun 656 H / 1258 M. Kemegahan dan kemajuan
Islam lenyap, kota Bghdad yang megah dihancurkan oleh pimpinan penyerang dari
tentara Mongol yang bernama Hulagu Khan. Khalifah dan keluarga serta sebahagian
besar dari penduduk dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga Bani Abbas dapat
melarikan diri dan diantaranya ia menetap di Mesir.[1]
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad
runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami
kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa
kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan
budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol
itu.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Utsamani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Utsmani ini ialah yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Untuk mengetahui lebih jelasnya maka dalam makalah akan kami terangkan lebih lanjut mengenai Turki Utsmani.
B.
Pembahasan
- Asal Usul Kerajaan Turki Utsmani
Turki Utsmani berasal dari kabilah
Oghuz, yang mendiami daerah-daerah sebelah utara dari Tiongkok. Mereka
meninggalkan daerah asal tempat kediaman mereka. Mereka pindah ke Turkistan
berdiam disana sampai abad ke-13 tahun Masehi. Namun karena mengelakkan
serangan bangsa Mongol yang telah menjarahi Asia Tengah dan Asia Barat di bawah
pimpinan rajanya yang masyhur Jangkiz Khan, bangsa Turki terus mengembara
hingga mereka sampai ke tepi sungai Euphart. Di sana pimpinan mereka Sulaiman meninggal
dunia karena hanyut dan terbenam. Kemudian mereka meneruskan perjalanan di bawah
pimpinan Ertoghrul (putra Sulaiman) sehingga sampai ke Asia Kecil. Namun dalam
perjalanan di dekat Angora (kini dikenal dengan sebutan Anatolia), merekapun
mendapati dua pasukan tentara sedang berperang. Maka merekapun ikut berperang
membantu pasukan yang lemah, yaitu pasukan Turki Saljuk yang memerangi pasukan
yang kuat dari Bangsa Mongol.[2]
Berkat pertolongan itu, bangsa Turki
Saljuk menang. Maka mereka diberi hadiah oleh sultan Bani Saijuk Alauddin II
sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Byzantium. Di bawah
pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II. Sejak itu
mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.[3]
Ertoghrul meninggal dunia pada tahun
1289 M., kepemimpinan dilanjutkan oleh putarnya Utsman. Putra Ertoghrul inilah
yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Turki Utsmani. Utsman memerintah pada
tahun 1290M sampai 1326 M. sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan
Alauddin II.
Pada tahun 1300 M., bangsa Mongol
menyerang kerajaan Bani Saljuk dan sultan Alauddin II pun terbunuh. Kerajaan Saljuk
ini terpecah-pecan dalam beberapa kerajaan kecil. Maka Utsman pun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah
kerajaan Turki Utsmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Utsman
yang sering disebut juga dengan Utsman I.[4]
Setelah Utsman I mengumumkan dirinya
sebagai Padisyah al-Utsman (raja besar keluarga Utsman) tahun 699 H /
1300 M., sedikit demi sedikit kerajaan pun dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah
perbatasan dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M., kemudian tahun 1326 M
dijadikan sebagai ibukota kerajaan.[5]
Demikianlah paparan mengenai latar
belakang terbentuknya kerajaan Turki Utsmani, setelah raja pertamanya Utsman I
akan dilanjutkan lagi oleh khalifah-khalifah atau amir-amir yang lain. Umur
kerajaan inipun sangat panjang sampai ke tahun 1924 waktu perang dunia pertama.[6]
- Khalifah
Kerajaan Turki Usmani pada Masa (1299-1571 M
Turki Usmani berkuasa dalam waktu
yang sangat lama yakni sekitar 625 tahun. Dalam sekian lama kekuasaannya itu
berkuasa lebih kurang dari 38 Sultan, yang sejarah kekuasaan mereka dapat
dibagi menjadi lima periode, yaitu:
a.
Periode pertama (1299-1402 M)
1)
Usman I (1299-1326)
2)
Orkhan (Putra Usman I) (1326-1359)
3)
Murad I (Putra Orkhan) (1359-1389)
4) Bayazid I Yuldirim (Putra Murad I) (1389-1402)
b.
Periode kedua
1)
Muhammad I (Putra Biyazid I) (1403-1421)
2)
Murad II (Putra Muhammad I) (1421-1451)
3)
Muhammad II Fatih (Putra Murad
II) (1451-1481)
4)
Bayazid II (Putra Muhammad II) (1481-1512
5)
Salim I Qanuni (Putra Salim I) (1512-1520)
6)
Sulaiman I Qanuni (Putra Salim
I) (1520-1566)
- Perkembangan KerajaanTurki Utsmani
Pada awalnya karajaan Turki Utsmani
hanya memiliki wilayah yang sangat kecil, namun dengan adanya dukungan militer,
tidak beberapa lama Utsmani menjadi Kerajaan yang besar bertahan dalam kurun
waktu yang lama. Setelah Usman meninggal pada 1326, puteranya Orkhan (Urkhan)
naik tahta paas usia 42 tahun.
Pada masa pemerintahan Orkhan (726 H/1326
M-761 H/1359 M), kerajaan Turki Utsmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun
1327 M., Tawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli
(1356 M), daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki
kerajaan Utsmani.[7]
Ketika Murad I. pengganti Orkhan
berkuasa (761 H/1359 M-789H/399 M), ia melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa,
Ia dapat menaklukkan Adrianople (yang kemudian dijadikan sebagai ibu kota yang
baru), Macedonia, Sopia, Salonia dan seluruh wilayah bagian Yunani. Namun,
karena merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini, Paus mengobarkan
semangat perang. Sejumlah besar pasukan Sekutu Eropa disiapkan untuk memukul
mundur Turki Utsmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, Raja Hongaria. Namun,
Sultan Bayazid I (1389 M-1403 M), pengganti Murad I, dapat menghancurkan
pasukan Sekutu Kristen Eropa tersebut.[8]
Ekspansi kerajaan Turki sempai
terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara
Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran
hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Utsmani mengalami
kekalahan. Bayazid I bersama putranya bernama Musao tertawan dan wafat dalam
tawanan tahun 1403 M.[9]
Kekalahan Bayazid di Angkara itu
membawa akibat buruk bagi Turki Utsmani. Penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil
melepaskan diri dari genggaman Turki Utsmani. Wilayah-wilayah Serbia dan
Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Sementara itu, putra-putra Bayazid
saling berebut kekuasaan. Namun hal ini dapat diatasi oleh Sultan Muhammad I
(1403 M-1421 M). Sultan Muhammad berusaha keras untuk menyatukan negaranya dan
mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti semula.
Muhammad l, mampu meredam perang
saudara berkat kemampuannya dan kecerdikan yang Allah karuniakan padanya serta
pandangannya yang demikian jauh. Dengan demikian, dia mampu mengalahkan saudara-saudaranya
satu demi satu hingga akhirnya kekuasaan berada di tangannya. Dalam masa
pemerintahannya yang berlangsung selama 8 tahun dia mampu membangun kembali
pemerintahan Utsmani dalam mengokohkan sendi-sendinya. Sebahagian sejarahwan
menganggap, bahwa dia adalah "pendiri kedua" pemerintahan Utsmani.[10]
Sultan Muhammad I, usahanya adalah
meletakkan keamanan dalam negeri. Lalu perjuangannya ini dilanjutkan oleh Murad
II (1421 - 1451 M). dan puncak kejayaan Turki Utsmani ini dicapai oleh Sultan
Muhammad II yang disebut sebagai Sultan Muhammad Al-Fatih (1451 - 1484 M)[11]
Sultan Muhammad Al-Fatih dapat
mengalahkan Byzantium dan menaklukkan Konstantinopel (1453 M) sebagai benteng
pertahanan terkuat Byzantium. Dengan jatuhnya Konstantinopel, maka usaha
kerajaan Turki Utsmani untuk memperluas pengaruhnya semakin mudah.
Pada masa Sultan Salim I (1512-1520
M), ia memusatkan perhatiannya ke wilayah Timur dengan menaklukkan Persia,
Syiria, dan Dinasti Mamalik di Mesir. Usaha ini kemudian diteruskan oleh Sultan
Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Ia berhasil menduduki Irak, Belgrado, Pulau
Rodhes, Tunis Budapest dan Yaman.
Dengan demikian, luas wilayah Turki
Utsmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak
Syria, Hejaz, dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika;
Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.[12]
- Kemajuan Yang di Capai
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang
dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Utsmani membawa dampak
yang baik sehingga kemajuan-kemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Utsmani
dapat diraihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa
penguasa Turki seperti Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan
meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh
Murad II (1421-1451M) (Yatim, 2003:133134), Sehingga Turki Utsmani mencapai
puncak kejayaan padu masa Muhammad II (1451-1484 M). Usaha ini ditindaklanjuti
oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah
satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Utsmani
itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.[13]
Kemajuan dan perkembangan wilayah
kerajaan Utsmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh
kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya
c.
Bidang Kemiliteran dan
Pemerintahan
Untuk pertama kalinya Kerajaan Turki
Utsmani mulai mengorganisasi taktik, strategi tempur dan kekuatan militer
dengan baik dan teratur. Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan adalah masa pembentukan
kekuatan militer. Perang dengan Byzantium merupakan awal didirikannya pusat
pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang
disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah.
Kekuatan militer kerajaan Turki
Utsmani ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak
dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi militer yang baik,
sehingga kerajaan ini memiliki kekuatan tempur yang hebat. Bangsa-bangsa yang
bukan Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih
kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.[14]
d.
Bidang Ilmu Pengetahuan dan
Budaya
Kebudayaan Turki Utsmani merupakan
perpaduan bermacam-macam kehudayaan diantaranya adalah kebudayaan Persia.
Byzantium dan Arab. Dan kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran
tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan
dan kemiliteran banyak diserap dari Byzantium, dan ajaran tentang
prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf diambil
dari Arab. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan di Turki Utsmani tidak begitu menonjol
karena mereka lebih memfokuskan pada kegiatan militernya, sehingga dalam
khasanah Intelektual Islam tidak ada ilmuan yang terkemuka dari Turki Utsmani.
Pada masa pemerintahan kerajaan Turki
Utsmani, para sultan berkuasa tidak terlalu memperhatikan perkembangan di bidang
ilmu pengetahuan, yang terbanyak perhatian mereka hanya ekspansi wilayah dan
militer. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni
arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan Mesjid yang indah. Seperti Mesjid
Jami' Sultan Muhammad al-Fatib. Mesjid agung Sulaiman dan Mesjid Abu Ayyu
al-Anshaari. Mesjid-mesjid ini dihiasi dengan kaligrafi yang indah, salah satu
Mesjid terindah adalah mesjid Aya Sopia
Pada masa Sultan Sulaiman di kota-kota
besar dan kota-kota kecil dibangun mesjid-mesjid, sekolah-sekolah, rumah sakit,
gedung-gedung, makam, jembatan, saluran air, dan pemandian umum. Disebutkan
bahwa 235 buah dari bangunan di bawah koordinator Sinan seorang arsitek dari
Anatolia.[15]
e.
Bidang keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki
mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat
digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syarat
sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itu, ajaran-ajaran
Tharikat berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Utsmani.
Para Mufti menjadi pejabat tertinggi
dalam urusan agama dan beliau mempunyai wewenang dalam memberi fatwa resmi
terhadap problem keagamaan yang terjadi dalam masyarakat.
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh
kerajaan Turki Utsmani tersebut tidak terlepas dari pada kelebihan-kelebihan
yang dimilikinya, antara lain[16]:
1)
Mereka adalah bangsa yang penuh
semangat, berjiwa besar dan giat.
2)
Mereka memiliki kekuatan
militer yang besar.
3)
Mereka menghuni tempat yang
sangat strategis, yaitu Constantinopel yang berada pada titik temu antara Asia
dan Eropa.
Di samping itu keberanian,
ketangguhan dan kepandaian taktik yang dilakukan oleh para penguasa Turki
Utsmani sangatlah baik, serta terjalinnya hubungan yang baik dengan rakyat
kecil, sehingga hal ini pun juga mendukung dalam memajukan dan mempertahankan
kerajaan Turki Utsmani.
Di sisi lain, kajian-kajian ilmu
keagamaan seperti figh, ilmu kalam, tafsir dan hadits di masa ini tidak
mengalami perkembangan yang berarti. Karena para penguasa lebih cenderung untuk
menegakkan sate paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya.[17]
f.
Bidang Ekonomi
Pada bidang Ekonomi tercatat beberapa
kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya:
1)
Mesir sebagai pusat produksi
kain sutra dan katun.
2)
Anatoli selain sebagai pusat
produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat
perdagangan dunia pada saat itu.[18]
g.
Bidang Seni
Bangsa Turki juga banyak berkiprah
dalam pangembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang
indah, seperti Mesjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami' Sultan Muhammad Al-Fatih,
Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari. Mesjidmesjid tersebut
dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal
dengan keindahan kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia.
Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada
sebelumnya.
Baca Juga; --------------
👉ISLAM PADA MASA KHALIFAH ABU BAKAR SIDDIQ
👉PERANG SALIB
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
a.
Bangsa Turki Utsmani berasal
dari suku Qoyigh, salah satu kabilah Turki yang amat terkenal. Pada abad ke-13
mereka mendapat serangan dari bangsa Mongol. Akhirnya mereka mencari
perlindungan dari saudaranya, yaitu Turki Seljuk. Di bawah pemerintahan
Ortoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin yang sedang melawan
Byzantium. Karena bantuan mereka, Sultan Alauddin dapat mengalahkan Byzantium.
Kemudian Sultan Alaudin memberi imbalan tanah di Asia Kecil yang berbatasan
dengan Byzantium. Setelah Sultan Alaudin wafat (1300 M), orang-orang Turki
segera memproklamirkan kerajaan Turki Utsmani dengan Usman I sebagai sultannya.
b.
Perluasan wilayah kerajaan
Turki terjadi dengan cepat, sehingga membawa kejayaan, di samping itu raja-raja
yang berkuasa sangat mempunyai potensi yang kuat dan baik. Banyak daerah-daerah
yang dapat dikuasai (di Asia Kecil) sehingga memperkuat berdirinya kerajaan
Turki Utsmani.
c.
Dari perkembangan yang sangat
baik itu maka Turki Utsmani mengalami kemajuan-kemajuan yang mendukung sekali
dalam pemerintahannya, diantaranya: dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan.
2.
Saran
Pada penulisan makalah ini pastilah
terdapat banyak kekurangan, baik yang disengaja maupun tidak. Karena manusia
tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itulah kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi terciptanya suasana yang
lebih dinamis.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Edyar, Busman, Ilda Hayati. 2009, Sejarah
Peradaban Islam. Pustaka Asatruss, Jakarta
Muhammad Nurman. 1971. Sejarah
Kebudayaan Islam. Pustaka Sa’adiyah: Bukittinggi). Cet.3
Muhammad, Ali Ash Shalabi. 2004. Bangkit dan
Runtuhnya Khilafah Ursmaniyah Pustaka Al-Kautsar: Jakarta
Nasution, Harun. 1974, Islam
Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Bulan Bintang, Jakarta), Jilid I, cet.I
_______________. 1985. Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya, jilid I. UI Press cetakan kelima: Jakarta
Osman, A. Latif. 1958. Sejarah Peradaban
Islam. Widjaya. Jakarta Jilid II
Syalabi, Ahmad. 1988. Sejarah
dan Kebudayaan Islam: Turki Usmani. Kalam Mulia. Jakarta
Yatim, Badri. 2000, Sejarah
Peradaban Islam. Dirsah Islamiyah II. Raja Grafindo: Jakarta, cet.10
http://hitsuke.blogspor.com/2011/12/kerajaan-turki-usmani.html
[1] Harun Nasution. 1974, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya.
(Bulan Bintang, Jakarta), Jilid I, cet.I. h. 80
[2] A. Latif Osman. 1958. Sejarah Peradaban Islam. (Widjaya.
Jakarta) Jilid II. H. 133
[3] Badri Yatim. 2000, Sejarah Peradaban Islam. Dirsah Islamiyah II.
(Raja Grafindo: Jakarta), cet.10. h. 130 yang dikutip dari Ahmad Syalabi. 1988.
Sejarah dan Kebudayaan Islam: Turki Usmani. (Kalam Mulia. Jakarta), h. 2
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Muhammad Nurman. 1971. Sejarah Kebudayaan Islam. (Pustaka
Sa’adiyah: Bukittinggi). Cet.3. h. 96
[7] Badri Yatim. Op.cit. h. 130-131
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10]Ali Muhammad Ash Shalabi. 2004. Bangkit
dan Runtuhnya Khilafah Ursmaniyah (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta). h. 84
Lihat juga As-Salathin Al-Utsmaniyyun. h. 41
[11] Badri Yatim. Op.cit. h. 132
[12]Harun Nasution. 1985. Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya, jilid I. (UI Press cetakan kelima: Jakarta), h. 84.
[13] http://tisuke.blogspor.com/2011/12/kerajaan-turki-usmani.html
[14] Badri Yatim. Op.cit. h. 134
[15] Ibid h. 136. Lihat juga Philip K.
Hitti. 1970. History of The Arab. (Macmillan Press: London). h. 715
[16] http://hitsuke.blogspor.com/2011/12/kerajaan-turki-usmani.html
[17] Badri Yatim. Op.cit. h. 137
[18] Busman Edyar, Ilda Hayati. 2009, Sejarah Peradaban Islam.
(Pustaka Asatruss, Jakarta), h. 147
0 Comment