LANDASAN, PRINSIP DAN ASAS-ASAS DAKWAH DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ISLAM
A. Landasan Dakwah & Pemberdayaan Masyarakat Islam
Proses pemberdayaan yang yang ditawarkan dan diibaratkan sebuah pendidikan melalui 2 hal yaitu:
a. Pembebasan
Pendidikan haruslah
berorientasi kepada pengenalan realitas hidup manusia dan dirinya sendiri.Yaitu
pendidikan yang membuat manusia berani membicarakan masalah-masalah
lingkungannya dan turun tangan dalam lingkungan tersebut. Dan bukan pendidikan
yang menjadikan manusia patuh kepada keputusan-keputusan orang lain.
Oleh karena itu,
pendidikan harus melibatkan 3 (tiga) unsure yaitu guru, murid dan realitas
dunia. Guru dan murid adalah merupakan subyek yang sadar (cognitive) dan yang
realitas dunia adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable).
Proses pendidikan
merupakan suatu daur bertindak dan berfikir yang berlangsung terus menerus.
Dengan daur belajar seperti ini, setiap anak didik secara langsung dilibatkan
dalan masalah-masalah realitas dunia dan keberadaan mereka didalamnya. Karena itu pendidikan ini juga disebut pendidikan
terhadap masalah. Anak didik menjadi subyek yang belajar, subyek yang bertindak
dan berfikir, dan pada saat bersamaan berbicara menyatakan hasil tindakan dan
buah pikirannya.
Begitu juga sang
guru. Jadi murid dan guru saling belajar satu sama lain dan saling
memanusiakan. Dalam hal ini guru mengajukan bahan untuk pertimbangan oleh murid
dan didiskusikan bersama sang guru. Hubungan keduanya pun menjadi subyek-subyek, bukan
sunyek-obyek. Obyeknya adalah realitas
yang ada. Sehingga terciptanya suasana
dialogis yang bersifat inter subyek
untuk memahami suatu onyek bersama.
Model pembebasan tersebut, implikasinya
terhadap pengembang masyarakat adalah pengembang masyarakat tidak membuat program begitu saja tanpa mengajak bicara
dengan warga masyarakat. Oleh
karena itu, kalau banyak proyek yang tidak bisa dirasakan oleh masyarakat maka
program itu hanya dirumuskan oleh pengembang tanpa memperhatikan kebutuhan
masyarakat tetapi hanya mementingkan kebutuhannya sendiri.
b. Penyadaran
Pembebasan dan
pemanusiaan manusia, hanya bisa dilaksanakan, jika seseorang telah menyadari
realitas dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Seseorang yang tidak
menyadari realitas dirinya dan dunia
sekitarnya, tidak akan pernah mampu mengenli apa yang sesungguhnya ingin
dicapai. Memahami realitas diri dan dunia sekitar adalah merupakan fitrah kemanusiaan dan pemahaman itu sendiri
adalah penting baginya.
Proses asal yang dianggap paling penting
adalah “penyadaran” (konsientisasi) seseorang pada realitas dirinya dan dunia
sekitarnya. Oleh karena itu pendidikan Freire disebut juga pendidikan
penyadaran, atau metode konsientisasi.
Karena pendidikan
adalah suatu proses yang terus menerus mulai dan mulai lagi, maka proses
penyadaran merupakan proses yang inheren dalam keseluruhan proses pendidikan
itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti dan mandeg,
ia mesti berproses terus, berkembang dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat kesadaran naif
sampai ke tingkat kesadaran kritis.
Dalam teori disebutkan macam-macam tingkat kesadaran, yaitu:
1. Tingkat
kesadaran terendah disebut intransitive consciosness. Yaitu perhatiannya
terikat pada kebutuhan pokok, terikat pada kebutuhan jasmani dan tidak sadar
akan sejarah, tenggelam dalam masa kini yang menindas.
2. Semi
intrasitivy atau magical consciosness. Dalam level ini orang
meninternalisasikan nilai-nilai negatif dan sangat terpengaruh oleh emosi.
3. Naive
consciosness dimana orang mulai mempertanyakan tentang situasi hidup tetapi
naif dan primitive.
4. Critical
consciosness yaitu merupakan tahap yang dicapai melalui proses penyadaran yang
ditandai dengan kedalaman menafsirkan masalah-masalah, percaya diri dalam
diskusi-diskusi, kemampuan menerima dan menolak untuk mengelak dari tanggung
jawab.
Hal ini karena
belajar adalah proses dimana orang bergerak maju dari tingkat kesadaran yang
lebih rendah menuju tingkat kesadaran yang lebih tinggi
1 Landasan Normatif dalam Pemberdayaan Masyarakat
Norma adalah untuk
memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang harus bertindak dalam
masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankannya, dan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari. Landasan normative sama dengan
landasan ilmiah atau dasar yang digunakan sebagai dasar dalam pengembangan
masyarakat yang mengarah kepada perubahan dan perbaikan atau peningkatan
kesejahteraan yang telah lama ada. Adapun landasan normative yang digunakan
dalam pemberdayaan masyarakat adalah Al-Qur’an dan Hadits. Dengan tokoh pembaharuannya adalah Nabi Muhammad
Shallallahu’alaihi Wasalam.
Adapun pokok-pokok pengembangan masyarakat yang diajarkan
beliau adalah Perubahan itu dimulai dari diri pribadi. Perubahan itu mengarah
kepada perbaikan hidup Perubahan itu memerlukan waktu “musyawarah” sebagai cara
untuk mencapai perubahan kabar gembira (kesejahteraan hidup yang baik) dan
penyadaran adalah materi pengembangan
2 Landasan Filosofis dalam Pemberdayaan Masyarakat
Landasan atau dasar pengembangan masyarakat
yang ditinjau dari segi filosofisnya. Sehingga paradigma pengembangan
masyarakat yang kurang berorientasi pada potensi dan kemandirian sumber daya
manusia akan menyebabkan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan masyarakat.
Untuk mengangkat masyarakat dari derajat yang
paling rendah tersebut, maka model pengembangan masyarakat harus diubah yakni
model yang dapat memberi
peluang besar bagi masyarakat untuk berkreasi dalam rangka mengaktualisasikan
diri dalam membangun dirinya sendiri.[1]
Secara filosofis,
model pengembangan masyarakat semestinya diarahkan pada memandang
manusia/masyarakat sebagai focus dan sumber utama pengembangan yaitu menjadikan musyawarah sebagai metode
kerjanya, penyadaran
dan pembebasan sebagai proses, kesejahteraan
hidup sebagai tujuan akhir.
3 Landasan
Teoritis dalam Pengembangan Masyarakat
Landasan/dasar pengembangan masyarakat yang
ditinjau secara teoritis para pakar pengembangan masyarakat. Oleh karena itu,
secara garis besar teori perubahan sosial dalam pengembangan masyarakat
diklarifikasi menjadi 3 (tiga) kelompok, antara lain; Teori-teori yang memandang perubahan sosial
dan pengembangan masyarakat sebagai suatu proses diferensiasi dan
integrasi,Teori-teori perubahan sosial yang memandang perubahan dan
pengembangan masyarakat sebagai suatu proses perubahan dan pembentukan
nilai-nilai modern,Teori perubahan sosial yang melihat perubahan dan pengembangan
masyarakat terjadi secara radikal
Kebijakan
pengentasan kemiskinan di Indonesia dilaksanakan berdasarkan landasan filosofis
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila, yang
merupakan cita-cita dan semangat bangsa Indonesia mengandung lima sila, yang
salah satunya (sila kelima) bertekad untuk mewujudkan“keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Cita-cita tersebut
kemudian diterjemahkan lagi ke dalam Pembukaan UUD 1945, yang antara lain
mencantumkan bahwa “.... Pemerintah Negara
Indonesia merdeka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa.....”.
Dengan
demikian maka landasan filosofis bangsa Indonesia mencita-citakan bangsa dan
negara Indonesia yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan
menciptakan kesejahteraan umum. Dengan perkataan lain, negara bertanggung-jawab
atas terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Landasan
sosiologis merupakan gambaran bahwa peraturan yang dibentuk adalah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Landasan sosiologis merupakan gambaran fakta
empiris mengenai perkembangan masalah, kebutuhan masyarakat serta negara.
Pemerintah
sampai saat ini membagi penanggulangan kemiskinan menjadi 3 (tiga) kluster:
Kluster
pertama meliputi program bantuan dan perlindungan sosial. Program layanan dasar
bagi kluster ini yakni penyaluran beras subsidi (raskin), jaminan kesehatan
(jamkesmas), pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, komunitas adat
terpencil, penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya, bantuan sosial
untuk masyarakat rentan, korban bencana alam dan sosial; bantuan tunai bagi
rumah tangga sangat miskin.
Kluster
kedua, adalah Pemberdayaan Masyarakat melalui
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Kluster ini ditujukan
pada golongan masyarakat yang sudah lepas dari kluster pertama. PNPM
meliputi Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Kompensasi Pengurangan Subsidi
Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Pengembangan Infrastruktur
Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) dan lain-lain. Pada kluster ini, bantuan
diberikan seperti pemberian “kail” bukan ikan, bagi kelompok masyarakat miskin
dan hampir miskin agar masyarakat bisa mandiri.
Masyarakat
miskin yang sudah keluar atau tidak masuk dari kluster pertama dan kedua,
dikategorikan kluster ketiga. Mereka memiliki mata pencaharian atau usaha
yang cukup untuk membiayai kebutuhan dasar tetapi perlu ditingkatkan.
Program-program pada kluster ini adalah program-program bantuan bagi
pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro dan kecil berupa modal atau
peningkatan kapasitas dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Landasan
yuridis dapat dilihat pada pasal-pasal dalam konstitusi mengamanatkan bahwa
setiap warga negara berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan
pemerintah wajib melindungi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia dan
berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi setiap warga Negara
Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dapat dilihat pada pasal
27 ayat (2), pasal 28 huruf H ayat (3), serta pasal 34 ayat (1) dan (2), diatur
mengenai hak-hak warga Negara dalam memperoleh kesejahteraan sosial. Berbagai peraturan perundang-undangan yang
melandasi kegiatan di bidang kesejahteraan sosial diantaranya: 1) Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, 2)
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, 3)
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan lain sebagainya.
Selain
peraturan-perundang-undangan di atas, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, juga merupakan landasan yuridis yang penting, khususnya yang
tertuang dalam Pasal 5 ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 41 ayat (1), yang
mencantumkan:
Pasal
5 ayat (3): “Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perbandingan lebih berkenan dengan kekhususannya..”
Pasal
8: “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak azasi manusia merupakan
tanggung jawab pemerintah disamping juga masyarakat.”
Pasal
41 ayat (1): “Setiap warga Negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan
untuk hidup layak, serta perkembangan pribadinya secara utuh.”
Di
samping itu, terdapat juga komitmen global dan regional dalam rangka
pembangunan kesejahteraan sosial, konvensi-konvensi tentang HAM, hak anak, hak
wanita, hak penyandang
cacat/orang yang memiliki kemampuan yang berbeda, pelayanan sosial bagi korban
NAPZA(Narkotika, Aids, Psikotropika, dan Zat Aditif).
Pemberdayaan
Masyarakat secara umum dikenal sebagai “pengalihan kekuatan” kepada mereka yang tidak berdaya
agar mampu untuk secara mandiri membuat keputusan atau tindakan terbaik untuk
kehidupan mereka di masa depan. Pemberdayaan Masyarakat dalam
pembangunan secara praktis diartikan sebagai upaya untuk memampukan,
melibatkan, dan memberikan tanggung-jawab yang jelas kepada masyarakat dalam
pengelolaan pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan mereka.
Bantuan
teknis jelas mereka perlukan, akan tetapi bantuan tersebut harus mampu
membangkitkan prakarsa masyarakat untuk membangun kemandirian, dalam mengatasi
permasalahan kemiskinannya yang mereka hadapi. Untuk itu diperlukan sentuhan
menyeluruh (pandangan dan penanganan holistic) dan
terdesentralisasi, karena setiap kawasan mempunyai kakrakteristik yang sangat
lokal pemecahannya.
B. Prinsip-prinsip Dakwah & Pemberdayaan Masyarakat
Islam
1. Partisipasi.
Partisipasi adalah suatu gejala
demokrasi dimana orang diikutsertakan atau mereka benar-benar
berpartisipasi dari mulai suatu
perencanaan, pelaksanaan sampai dengan monitoring serta evaluasi program tersebut,
sehingga masyarakat memiliki
tanggung jawab yang besar karena sejak awal
sudah terlibat dalam program tersebut.
Tujuan utama dari partisipasi masyarakat
adalah:
a. Melibatkan
masyarakat dalam mendesain proses pengambilan keputusan dan dapat
meningkatkan kepercayaan diri mereka.
b. Menyalurkan masyarakat
dalam meningkatkan mutu atau kualitas dari perencanaan tersebut untuk tujuan
bersama.
Ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama
bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu: 1)
partisipasi politik (Political
Participation), 2)
partisipasi sosial (Social
Participation) dan
3) partisipasi warga (Citizen
Participation/Citizenship), ke
tiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1). Partisipasi Politik, political
participation lebih berorientasi pada ”mempengaruhi”dan ”mendudukkan wakil-wakil rakyat” dalam lembaga
pemerintahan ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahan itu
sendiri.
2). Partisipasi Sosial, social
Participation partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat
terutama yang dipandang sebagai beneficiary
atau pihak di luar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan
keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan
sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi. Partisipasi sosial
sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi
sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses partisipasi sosial
sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan
komunitas dalam dunia kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana
pembelajaran dan mobilisasi sosial.
3). Partisipasi Warga, citizen
participation/citizenship menekankan pada partisipasi langsung warga
dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Partisipasi
warga telah mengalihkan konsep partisipasi “dari sekedar kepedulian terhadap
‘penerima derma’ atau ‘kaum tersisih’ menuju ke suatu kepedulian dengan
berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan
keputusan di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka”.
Maka berbeda dengan partisipasi sosial, partisipasi warga memang lebih
berorientasi pada agenda penentuan kebijakan publik oleh warga ketimbang
menjadikan arena kebijakan publik sebagai wahana pembelajaran. Adapun
tahap-tahap partisipati yaitu:
a. Tahap
Perencanaan
Partisipasi dalam tahap perencanaan
merupakan tahapan yang paling tinggi tingkatannya di ukur dari derajat
keterlibatannya. Dalam
tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut membuat keputusan yang mencakup
merumuskan
tujuan, maksud dan target.
b. Tahap
Pelaksanaan
Pada tahap ini, anggota masyarakat
adalah ikut serta dalam pelaksanaan program yang telah direncanakan sebelumnya.Warga
masyarakat aktif sebagai pelaksana maupun pemanfaat program.
c. Tahap
Pelembagaan Program
Anggota masyarakat ikut serta merumuskan
keberlanjutan programnya, agar mereka dapat berbuat, berkarya, dan bekerja bagi
kesinambungan program itu.
d. Tahap
Monitoring dan Evaluasi
Masyarakat ikut serta mengawasi
pelaksanaan program agar program pemberdayaan tersebut dapat memiliki kinerja
yang baik secara administratif maupun substantif.
2. Akuntabilitas dan Transparansi.
Akuntabilitas dimaknai sebagai
pertanggung jawaban suatu lembaga kepada publik atas keberhasilan maupun
kegagalan melaksanaan misi atau tugas yang telah di embannya. Prinsip akuntabilitas menjadi penting dalam
pemberdayaan masyarakat, hal ini di maksudkan agar dampak dari kegiatan
tersebut dapat dirasakan oleh mereka yang menjadi kelompok sasaran yang
diberdayakan.
Transparansi adalah prinsip yang
menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi
tentang penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi
berarti terbukanya akses bagi seluruh masyarakat terhadap semua informasi yang
terkait dengan kegiatan.
3. Demokratis dan Sensitive Gender.
Demokrasi
merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik
dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara
perjuangan kompetitif atas secara rakyat. Prinsip demokrasi dalam pemberdayaan
berarti pelaksanaannya harus dapat mendengarkan aspirasi dari seluruh stakeholder dalam
kegiatan tersebut.
Keterwakilan perempuan dalam kegiatan
tersebut menjadi penting karena perempuan diposisikan sebagai pelaku atau
subyek dari program. Dimana
pemberdayaan itu menyangkut di dalamnya adalah juga memberdayakan kaum
perempuan. Perlibatan perempuan
dimaksudkan untuk membangun keseimbangan dari segi hak maupun kewajiban sebagai
warga. Di sisi lain, pengabaian
terhadap hak-hak perempuan merupakan bentuk pengingkaran terhadap demokrasi.
4. Keberlanjutan (Sustainability) atau Kemandirian
Kemandirian
adalah kemampuan masyarakat untuk tetap berjalan dengan baik melaksanakan berbagai programnya tanpa
harus bergantung kepada berbagai pihak lain di luar dirinya. Sedangkan yang
dimaksud dengan keberlanjutan lembaga disini adalah kemampuan masyarakat untuk tetap
bertahan terus menerus melaksanakan seluruh programnya. Untuk meningkatkan kemandirian dan keberlanjutan lembaga
perlu dikembangkan sistem pendanaan yang lebih mandiri dan berkelanjutan,
meningkatkan kemampuan lembaga dalam melakukan inovasi-inovasi program,
membangun system manajemen yang baik, melakukan pelatihan dan pengembangan
personalia yang baik dan melakukan kaderisasi kepemimpinan.
Pengembangan masyarakat (community
development) sebagai sebuah perencaan sosial perlu berlandaskan pada
asas-asas. Asas-asas yang digunakan dalam pengembangan masyarakat, yaitu (1)
komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan; (2)
mensinergikan strategi komperhensif pemerintah, pihak-pihak terkait (related
parties) dan partisipasi warga; (3) membuka akses warga atas bantuan
profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan
partisipasi warga; (4) dan mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada
kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas.
Prinsip-prinsip
pengembangan masyarakat berdasarkan PBB:
a. Kegiatan
yang dilaksanakan harus berhubungan dengan kebutuhan dasar dari masyarakat.
b. Kemajuan
lokal dapat dicapai melalui upaya-upaya program multi tujuan.
c. Perubahan
sikap orang-orang sama pentingnya dengan kemajuan material dari program
masyarakat.
d. Pengembangan
masyarakat mengarah pada partisipasi orang-orang yang meningkat dan lebih baik
dalam masalah-masalah masyarakat, revitalisasi bentuk yang ada dari pemerintah
lokal yang efektif apabila hal tersebut belum berfungsi.
e. Identifikasi,
dorongan semangat, dan pelatihan pemimpin lokal harus menjadi tujuan dasar
setiap program.
f. Kepercayaan
terhadap wanita dan kaum muda akan memperkuat program pembangunan.
g. Proyek
swadaya masyarakat memerlukan dukungan intensif dan ekstensif dari pemerintah.
h. Penerapan
program dalam skala nasional membutuhkan pengadopsian kebijakan yang konsisten.
i. Sumberdaya
dalam bentuk organisasi non-pemerintah harus dimanfaatkan penuh dalam
program-program pengembangan masyarakat pada tingkat lokal, nasional, dan
internasional.
j. Kemajuan
ekonomi dan sosial pada tingkat lokal mensyaratkan pembangunan yang paralel di
tingkat nasional.
Pengembangan masyarakat bertujuan untuk
meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat melalui keterlibatan warga masyarakat
dan didasarkan kepada kekuatan yang dimiliki warga masyarakat. Oleh karena itu,
ada 9 prinsip dalam pengembangan
masyarakat, beberapa prinsip yang mendasar yaitu:
1. Integrated Development
Kegiatan pengembangan masyarakat harus merupakan sebuah pembangunan yang terintegrasi, yang dapat mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, yaitu sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan, dan spiritual. Dengan kata lain, ketika kegiatan pengembangan masyarakat difokuskan pada satu aspek, maka kegiatan tersebut harus memperhatikan dan memperhitungkan keterkaitan dengan aspek lainnya.
2. Human Right
Kegiatan pengembangan
harus dapat menjamin adanya pemenuhan hak bagi setiap manusia untuk hidup
secara layak dan baik.
3. Sustainability
Kegiatan pengembangan
masyarakat harus memperhatikan keberlangsungan lingkungan, sehingga penggunaan
bahan-bahan yang non-renewable harus diminimalisir. Hasil kegiatan pengembangan masyarakat pun
tidak menimbulkan
dampak buruk bagi lingkungan hidup manusia.
Sustainability ini
mengandung pengertian pula bahwa kegiatan pengembangan tidak hanya untuk
kepentingan sesaat, namun harus memperhatikan sifat keberlanjutan dari kegiatan
yang direncanakan.
4. Empowerment
Pemberdayaan
merupakan tujuan dari pengembangan masyarakat. Pemberdayaan mengandung arti menyediakan sumber-sumber,
kesempatan, pengetahuan dan keterampilan kepada warga masyarakat untuk
meningkatkan kapasitasnya agar dapat menentukan masa depannya, dan dapat
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Termasuk di dalamnya menghilangkan berbagai hambatan yang
akan menghalangi perkembangan masyarakat. Hal ini juga berarti bahwa
pengembangan masyarakat menjadi proses belajar bagi masyarakat untuk
meningkatkan dirinya, sehingga kegiatan pengembangan masyaakat dapat
berkelanjutan.
5. Self-reliance
Kegiatan pengembangan
masyarakat sedapat mungkin memanfaatkan berbagai sumber yang dimiliki oleh
masyarakat daripada menggantungkan kepada dukungan dari luar. Adapun sumber yang berasal dari luar haruslah
hanya sebagai pendukung saja.
6. Organic Development
Kegiatan pengembangan
merupakan proses yang kompleks dan dinamis. Selain itu, masyarakat sendiri
mempunyai sifat organis. Oleh
karena itu, untuk bisa berkembang membutuhkan lingkungan dan kondisi yang
sesuai dengan keadaan masyarakat yang unik. Untuk
itu percapatan perkembangan masyarakat hanya bisa ditentukan oleh masyarakat
itu sendiri, dalam pengertian ditentukan oleh kondisi dan situasi pada
masyarakat.
7. The Integrity of Process
Pengembangan
masyarakat tidak hanya mementingkan hasil, namun juga prosesnya itu sendiri.
Proses di dalam pengembangan masyarakat akan melibatkan berbagai pihak,
berbagai teknik, berbagai strategi, yang kesemuanya harus terintegrasi dan
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk belajar.
8. Co-operation
Pengembangan
masyarakat lebih membutuhkan struktur yang kooperatif, mengingat proses
pengembangan masyarakat dilakukan untuk dalam kondisi yang harmonis dan tanpa
kekerasan. Kerjasama akan dapat lebih menguntungkan, karena dalam prosesnya
terjadi saling melengkapi dan saling belajar.
9. Participation
Pengembangan
masyarakat sedapat mungkin memaksimalkan partisipasi masyarakat, dengan tujuan
agar setiap orang dapat terlibat secara aktif dalam aktivitas dan proses masyarakat.
Partisipasi ini juga harus didasarkan kepada kesanggupan masing-masing. Artinya
bahwa setiap orang akan berpartisipasi dengan cara yang berbeda-beda. Dengan
demikian perlu diperhatikan adanya upaya-upaya yang dapat menjamin partisipasi
dari berbagai kelompok masyarakat.
Langkah yang perlu dilakukan agar proses
pengembangan masyarakat berjalan
efektif,
yaitu sebagai berikut:
1. Mengindentifikasi,
menamai masalah dan isu-isu.
2. Menganalisis
masalah dan mengidentifikasi pelaku (analisis masalah)
3. Mengidentifikasi
tujuan umum dan khusus.
4. Menyiapkan
rencana tindakan yang secara rinci berisi taktik, program, tugas dan proses
mencapai tindakan.
5. Melaksanakan
rencana tindakan.
6. Mengevaluasi
seluruh proses dan rencana tindakan dalam rangka membandingkan hasil yang
ditetapkan dan hasil yang nyata.
7. Melaksanakan
evaluasi dan pengendalian.[2]
Ada beberapa prinsip
dasar untuk mewujudkan masyarakat yang berdaya atau mandiri.
1. Penyadaran
Untuk dapat maju atau melakukan sesuatu,
orang harus dibangunkan dari tidurnya. Demikian masyarakat juga harus dibangunkan dari “tidur” keterbelakangannya, dari kehidupannya sehari-hari yang tidak memikirkan
masa depannya. Orang yang pikirannya tertidur merasa tidak
mempunyai masalah, karena mereka tidak memiliki aspirasi dan tujuan-tujuan yang harus diperjuangkan.
Penyadaran berarti bahwa masyarakat
secara keseluruhan menjadi sadar bahwa mereka mempunyai tujuan-tujuan dan
masalah-masalah. Masyarakat
yang sadar juga mulai menemukan peluang-peluang dan memanfaatkannya, menemukan sumber daya-sumber daya
yang ada ditempat itu yang barangkali sampai saat ini tak pernah dipikirkan
orang.
Masyarakat yang sadar menjadi semakin
tajam dalam mengetahui apa yang sedang terjadi baik di dalam maupun diluar
masyarakatnya. Masyarakat menjadi mampu merumuskan kebutuhan-kebutuhan dan
aspirasinya.
2. Pelatihan
Pelatihan disini bukan hanya belajar membaca, menulis dan berhitung, tetapi juga
meningkatkan ketrampilan-ketrampilan bertani, kerumahtanggaan, industri dan cara menggunakan
pupuk. Juga belajar dari sumber-sumber yang dapat diperoleh untuk mengetahui
bagaimana memakai jasa bank, bagaimana membuka rekening dan memperoleh Pinjaman. Belajar tidak hanya dapat dilakukan melalui
sekolah, tapi juga melalui pertemuan-pertemuan informal dan diskusi-diskusi
kelompok tempat mereka membicarakan masalah-masalah mereka.
Melalui pelatihan, kesadaran masyarakat akan terus
berkembang. Perlu ditekankan bahwa setiap orang dalam masyarakat harus mendapatkan pelatihan, termasuk orangtua dan kaum
wanita. Ide besar yang
terkandung dibalik pelatihan
kaum miskin adalah bahwa pelatihan menganggarkan kekuatan
3. Pengorganisasian
Agar menjadi kuat dan dapat menentukan
nasibnya sendiri, suatu masyarakat tidak cukup hanya disadarkan dan dilatih
ketrampilan, tapi juga harus diorganisir. Organisasi berarti bahwa segala
hal dikerjakan dengan cara yang teratur, ada pembagian tugas diantara
individu-individu yang akan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas
masing-masing dan ada kepemimpinan yang tidak hanya terdiri dari beberapa
gelintir orang tapi kepemimpinan diberbagai tingkatan.
Masyarakat tidak mungkin diorganisir
tanpa pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan secara rutin
untuk mengambil keputusan-keputusan dan melihat apakah keputusan-keputusan tersebut
dilaksanakan. Wakil-wakil dari semua kelompok harus berpartisipasi dalam proses Pembuatan
keputusan. Selain pertemuan-pertemuan rutin, catatlah
keputusan-keputusan yang telah diambil. Notulen itu akan dibacakan dalam
pertemuan berikutnya untuk mengetahui apakah orang-orang yang bertanggungjawab
terhadap keputusan tersebut sudah melaksanakan tugasnya atau belum.
Tugas-tugas
harus dibagikan pada berbagai kelompok, termasuk kaum muda, kaum wanita, dan
orangtua. Pembukuan yang sehat juga sangat penting. Semua orang harus
mengetahui penggunaan uang dan berapa sisanya. Pembukuan harus dikontrol secara
rutin misalnya setiap bulan untuk menghindari adanya penyelewengan.
4. Pengembangan
kekuatan
Kekuasaan berarti kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain. Bila dalam suatu masyarakat tidak ada Penyadaran,
Latihan atau organisasi, orang-orangnya akan merasa tak berdaya dan tak
berkekuatan. Mereka berkata “kami tidak bisa, kami tidak punya kekuatan”.
Pada saat masyarakat merasa memiliki Potensi atau kekuatan, mereka tidak akan
mengatakan lagi, “kami tidak bisa”, tetapi mereka akan berkata “kami mampu!”. Masyarakat menjadi percaya diri. Nasib mereka berada di tangan mereka
sendiri. Pada kondisi seperti ini bantuan yang bersifat fisik, uang, teknologi
dsb. Hanya sebagai sarana perubahan sikap.
Bila
masyarakat mempunyai kekuatan, setengah perjuangan untuk Pembangunan sudah dimenangkan. Tetapi perlu ditekankan kekuatan itu
benar-benar dari masyarakat bukan dari satu atau dua orang pemimpin saja. Kekuatan masyarakat harus
mengontrol kekuasaan para pemimpin.
5. Membangun
Dinamika
Dinamika orang miskin berarti bahwa
masyarakat itu sendiri yang memutuskan dan melaksanakan program-programnya
sesuai dengan rencana yang sudah digariskan dan diputuskan sendiri. Dalam konteks ini keputusan-keputusan sedapat
mungkin harus diambil di dalam masyarakat sendiri, bukan diluar masyarakat
tersebut.
Lebih jauh lagi,
keputusan-keputusan harus diambil dari dalam masyarakat sendiri. Semakin berkurangnya kontrol
dari masyarakat terhadap
keputusan-keputusan itu, semakin besarlah bahaya bahwa orang-orang tidak
mengetahui keputusan-keputusan tersebut atau bahkan keputusan-keputusan itu
keliru. Hal prinsip bahwa keputusan harus diambil sedekat mungkin dengan tempat
pelaksanaan atau sasaran.
Prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan pada pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut :
1.
Belajar dari
Masyarakat
Prinsip dasar pada pembelajaran masyarakat adalah prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat. Prinsip ini merupakan pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah mereka sendiri.
2. Pendamping
sebagai Fasilitator
Masyarakat sebagai Pelaku Pendamping harus sangat menyadari bahwa pendamping
tidak sebagai pelaku atau guru, namun
hanya sebagai fasilitator sehingga masyarakat merupakan nara sumber utama dalam
memahami keadaan masyarakat itu. Bahkan
dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Jikapun pada
awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan agar secara
bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan
pada warga masyarakat itu sendiri.
3. Saling
Belajar, Saling Berbagi Pengalaman
Konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan masyarakat
beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Menghidupkan kembali berbagai
pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi
kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan.
Ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata
sosial dan ekonomi yang ada
didalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat. Perilaku efisien artinya berpikir dan
bertindak serta menggunakan sarana produksi secara tepat gunaatau berdaya guna. Berperilaku modern artinya mengikuti dan
terbuka terhadap perkembangan dan inovasi
serta perubahan yang ada.
Sedangkan
berdaya saing tinggi yaitu mampu berpikir dan bertindak serta menggunakan sarana produksi
atas dasar memperhatikan mutu hasil kerjanya dan kepuasan konsumen yang
dilayaninya.[3]
Adapun Prinsip-prinsip dalam pengembangan masyarakat Islam,
sebagai berikut;
a. Partisipasi.
Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan
pembangunan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan;
b. Kesetaraan dan keadilan gender. Laki-laki
dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap
pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan;
c. Demokratis.
Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyarawah
dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin;
d. Transparansi
dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai
terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan
kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung gugatkan baik
secara moral, teknis, legal, maupun administrative;
e. Keberlanjutan.
Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan
peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa
depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Adapun prinsip-prinsip
pengembangan masyarakat dalam prespektif surat Aḍ-ḍuḥā adalah :
1. Proses
penyadaran perlu dikedepankan. Membangun
kesadaran dalam segala hal. Sadar akan peran dan tugas yang dia emban. Sadar
akan kebutuhan yang butuhkan untuk memenuhinya. Sadar melakukan dan mengambil
suatu keputusan tanpa ada desakan dari luar, sehingga tindakan tersebut murni
dari dalam dirinya.
2. Partisipasi. Setelah kesadaran terbangun, barulah klien
diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Partisipasi dalam pelaksanaan penting dilakukan agar si klien merasa
memiliki atas lingkungan dia tinggal.
3. Memperhatikan
waktu. Waktu mengandung
pelajaran disini adalah mengajarkan akan keteraturan dalam hidup, bekerja tepat
waktu, dan sebagainya. Management waktu diperlukan agar seorang pengembang
masyarakat paham karakter dan kondisi masyarakat di waktu-waktu tersebut. Akan
tetapi, hal ini bukan berarti dilarang mengadakan program di siang hari. Boleh
saja mengadakan acara kapanpun, asalkan sesuai dengan kebiasaan
masyarakat setempat dan tidak mengganggu yang lain serta sesuai dengan situasi
dan kondisi masyarakat.
4. Pembangunan
personal dan spiritual merupakan prioritas utama dalam proses awal pengembangan
masyarakat. Pembangunan personal adalah upaya yang perlu dilakukan dalam
kaitannya dengan membangun karakter. Karakter yang penuh dengan optimisme
menatap masa depan. Disisi lain, dia juga mempunyai kepribadian yang religius,
yakin bahwa Tuhan pasti membantu dirinya karena Tuhan sangat dekat dengan
hambanya. Inilah poin dari pembangunan spiritual.
5. Memihak
kaum lemah (mustaḍ’afīn). Dua golongan, yatim dan pengemis (sāil) merupakan
pekerjaan rumah pertama yang perlu segera diselesaikan dalam masa awal pengembangan masyarakat. Anak
adalah calon generasi penerus bangsa. Anak adalah potensi masa depan yang belum
terlihat di masa kini. Mereka saat ini masih dalam keadaan lemah dan belum bisa
melakukan banyak hal, akan tetapi potensi yang tertanam dalam diri mereka
sangatlah besar. Jika anak ini dirawat, dijaga, dan dicukupi gizinya dengan
baik, maka tidak menutup kemungkinan bahwa akan lahir generasi brilliant sehingga dapat memajukan negara ini.
Disamping masalah anak, hal lain yang perlu diselesaikan adalah kemiskinan.
Kemiskinan telah melahirkan ‘profesi baru’, seperti pengemis (sāil).
6. Sharing
atas nikmat yang telah dianugerahkan. Berbagi
pengalaman baik ataupun buruk dengan tujuan masing-masing. Pengalaman baik
semoga ditiru, pengalaman buruk semoga tidak terjadi pada dirinya dan mampu
mengambil hikmah dari pengalaman jelek tersebut.
7. Metode
top-down digunakan diawal. Metode
top-down adalah metode perencanaan yang dilakukan dari atasan kepada bawahan
dengan atasan sebagai pengambil keputusan dan bawahan sebagai pelaksana. Metode
ini banyak dipakai ketika periode masa awal Islam dengan turunnya surat
Makiyah. Ketika kesadaran telah tumbuh maka metode yang dipakai berbeda. Metode
buttom-up dipakai pada periode Madaniyah.[4]
Prinsip-prinsip
tersebut, apabila ditelaah satu persatu, akan memberikan keyakinan mendasar bagi mereka yang bekerja secara
profesional dalam program-program pengembangan masyarakat. Mereka “belajar”
bahwa suatu program pengembangan masyarakat tak dapat dipaksakan penerapannya
dan apabila ingin “berakar” harus bersifat lokalitas. Bagi kebanyakan warga
dari negara-negara maju, tekanan pada prinsip no. 7 (prinsip dari PBB) mengenai
bantuan pemerintah mungkin akan dirasakan terlalu kuat. Akan tetapi mereka akan
terkejut jika memahami besarnya “bantuan” dari pemerintahan pusat dan daerah yang diberikan kepada
masyarakat lokal. Artinya, di negara-negara maju program pengembangan
masyarakat menekankan pada aspek non-pemerintah. Oleh karena itu, di negara-negara yang kaya
sumber daya ekonomi dan memiliki pemimpin yang terlatih, pendekatan perorangan
dan sukarela dalam pengembangan masyarakat adalah sangat dimungkinkan. Akan
tetapi di banyak negara-negara berkembang, perlu waktu yang relatif lama
melakukan pengembangan masyarakat dengan peranan pemerintah yang semakin
berkurang.
1. Asas-asas Dakwah & Pemberdayaan Masyarakat Islam
Dalam
pengembangan masyarakat terdapat prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran dari
perspektif ekologi dan keadilan sosial. Prinsip-prinsip ini saling terkait dalam
pelaksanaannya. Sulit
sekali menjalankan satu prinsip tanpa mengaitkan dengan prinsip yang lainnya. Pemahaman terhadap prinsip ini perlu dilakukan agar dalam penerapan
pengembangan masyarakat, seorang community worker mempunyai
orientasi yang tidak hanya bersifat fragmatis tetapi juga mempunyai visi jangka
panjang. Dalam prakteknya di
lapangan, sering kali ditemukan suatu proyek dinamakan sebagai proyek
pengembangan masyarakat namun setelah dipelajari ternyata tidak menganut
prinsip-prinsip pengembangan masyarakat.
Pengembangan
masyarakat (community development) sebagai suatu perencanaan
sosial perlu berlandaskan pada asas-asas :
a) Komunitas
dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan
b) Mensinergikan
strategi komprehensif pemerintah, pihak-pihak terkait dan partisipasi warga.
c) Membuka
akses warga atau bantuan profesional, teknis, fasilitas, serta intensif lainnya agar meningkatkan
partisipasi warga, dan
d) Mengubah
perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian dan gagasan
warga komunitas.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sebuah laporannya mengenai konsep dari
prinsip-prinsip pengembangan masyarakat, menerapkan sepuluh prinsip yang
dianggap dapat diterapkan di seluruh dunia. Sepuluh prinsip tersebut adalah:
a) Kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan harus berhubungan dengan kebutuhan dasar dari masyarakat,
program-program pertama harus dimulai sebagai jawaban atas kebutuhan yang
dirasakan orang-orang.
b) Kemajuan
lokal dapat dicapai melalui
upaya-upaya tak saling terkait dalam setiap bidang dasar, akan tetapi
pengembangan masyarakat yang penuh dan seimbang menuntut tindakan bersama dan
penyusunan program-program multi tujuan.
c) Perubahan
sikap seseorang adalah sama pentingnya dengan pencapaian kemajuan material dan
program-program masyarakat selama tahap-tahap awal pembangunan.
d) Pengembangan
masyarakat mengarah pada partisipasi orang-orang yang meningkat dan lebih baik
dalam masalah-masalah masyarakat, revitalisasi bentuk-bentuk yang ada dari
pemerintahan lokal yang efektif apabila hal tersebut belum berfungsi.
e) Identifikasi,
dorongan semangat, dan pelatihan pemimpin lokal harus menjadi tujuan dasar
setiap program.
f) Kepercayaan
yang lebih besar pada partisipasi wanita dan kaum muda dalam proyek-proyek
pembangunan masyakat akan memperkuat program-program pembangunan, memapankannya
dalam basis yang luas dan menjamin ekspansi jangka panjang.
g) Agar
sepenuhnya efektif, proyek-proyek swadaya masyarakat memerlukan dukungan
intensif dan ekstensif dari pemerintah.
h) Penerapan
program-program pengembangan masyarakat dalam skala nasional memerlukan
pengadopsian kebijakan yang konsisten, pengaturan administrasi yang spesifik,
perekrutan dan pelatihan personil, mobilisasi sumber daya lokal dan nasional,
dan organisasi penelitian, eksperimen, dan evaluasi.
i) Sumber
daya dalam bentuk organisasi-organisasi pemerintahan harus dimanfaatkan penuh
dalam program-program pembangunan masyarakat dalam bentuk lokal, nasional, dan
internasional.
[1]Aziz Muslim. “Pendekatan
Partisipatif dalam Pemberdayaan Masyarakat”, Aplikasia. Jumal Aplikasi
llmu-ilmu Agama. Vol. VIII, No. 2 Desember 2007: 26
[2]
Kenny, S. Developing Communities For The Future Development The Australia.
(Australia : Nelson Australia Prelimited, Canbera. 1994.) h.13-115.
[3] Sumardjo. 1999. ”Transformasi
Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani: Kasus di
Propinsi Jawa Barat”. Disertasi Doktor. Bogor: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
[4] Baruri
Ahmad, Prinsip Pengembangan Masyarakat Menururt Al-Qur’an Studi Atas Surat
Adh-Duha (Skripsi), Yogyakarta
0 Comment