Hakikat Metode Dakwah Mujadalah Billati Hiya Ahsan
A. Pendahuluan
Dalam
menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya. Suatu pesan
betapa baiknya, tetapi apanila disampaikan dengan metode yang tidak benar, maka
akhirnya pesan terswebut bisa jadi ditolak oleh peneriman pesan, bahkan bisa
mengaburkan maksud materiyang ingin disampaikan. Maka ole karena itu, dalam
menyampaikan pesan (Massage), metode ini sangat perlu diperhatikan agar
pesan yang disampaikan oleh seorang da'i dapat diterima dengan baik oleh mad'u.
Dakwah[1]
merupakan suatu aktivitas yang sangat urgen
dalam penyebaran Agama Islam, karna dakwah dakwah ini merupakan salah satu kegiatan untuk mengajak manusia mengenal Islam secara umum dan
akhirnya masu Islam secara kaffah. Dengan kegiatan dakwah manusia juga dapat
mengetahui apa sebenarnya, kenapa ia dicptakan
tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Islam disyari’atkan melalui
kegiatan dakwah sejak Nabi Muhammad SAW,
sampai pada saat ini dakwah masih dijadikan sebagai pilihan utama dalam rangka
membumikan Ajaran Islam.
Dengan
demikian kegiatan dakwah bukanlah
sebagai kegiatan yang dikerjakan sebagai
kegiatan sambilan namun kegiatan tersebut merupakan kewajiban serta sudah mendarah daging dalam setiap
pribadi muslim serta sudah menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat di
tinggalkan
Didalam
al-Qur'an, metode dakwah yang dipakai
oleh juru dakwah terdapat dalam surat al-Nahl ayat 125:
"Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk".
Kandungan
ayat diatas, berisikan untuk menyeru manusia (kepada Islam) dengan salah satu
metode dakwah yakni hikmah, mau'izhah al-hasanah dan mujadallah bil
allhariq al-ihsan.
Pada pembahasan ini, penulis akan mengupas tentang hakikat dari metode dakwah Mujadalah Al-lati Hiya Ahsan yang meliputi: pengertian, tujuan, fungsi, ruang lingkup dan aplikasinya terhadap umat.
B. Pembahasan
Metode dakwah Mujadalah Al-lati Hiya Ahsan
1.
Pengertian
Dari segi
bahasa (etimologi) kata mujadallah terambil dari kata “jadala”
yang bermakna memintal, melilit. Apabila kata jadala ini ditambah dengan
hurf alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faa ala, “jaa
dala” dapat bermakna berdebat dan “mujadalah” perdebatan. Sebagian
ulama mengartikan kata “jadala” ini sebagai menarik tali dan mengikatnya
guna menguatkan sesuatu. Jadi dalam kata lain orang yang berdebat bagaikan
menarik tali dengan ucapan untuk meyakinkan lawanya dengan menguatkan
pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.[2]
Sedangkan
mujadalah secara istilah, ada beberapa pendapat, antara lain :
1.
Menurut pendapat DR.Sayyid Muhammad Thantawi ialah suatu
upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan
argumentasi dan bukti yang kuat.[3]
2.
Menurut tafsiar an-Nasafi ialah berbantahan dengan cara
yang baik anatar lain denga perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan
ucapan yang kasar atau dengan menggunakan perkataan yang bisa menyadarkan hati,
membangun jiwa dan meneraangi akal pikiran.
Memperhatikan
pengertian diatas maka ditemukan dua bentuk jidal, yaitu jidal yang terpuji dan
yang tercela. Adapun jidal yang bertujuan untuk menegakkan dan membela
kebenaran, dilakukan dengan ushlub yang benar dan relevan dengan masalah yang
dijadikan pokok bahasan. Sedangkan sebaliknya
adalah suatu yang membawa kepada kebatilan, maka jidal seperti ini
adalah tercela. Berhubungan adanya jidal yang tercela, maka Al-Qur'an mengatur
jidal tersebut dengan cara yang lebih baik sejalan dengan pendekatan dakwah
yang ditetapkan oleh nash. Karena cara ini merupakan pendekatan metode akal
yang paling konkrit dan diekspresikan
dalam bentuk diskusi, perbandingan , percakapan dan istilah lain yang
menunjukkan kepada makna tersebut berdasarkan tempatnya.
Metode mujadalah
al-lati hiya ahsan dapat diartikan sebagai tukar pendapat yang dilakukan
oleh dua pihak secara sinerjik, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat
yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Memperhatikan
kondisi social masyarakat diatas sejalan dengan tingkat perkembagan dan
kemajuan manusia bahwa ada dua bentuk mujadalah. Yaitu mujadalah al su’I
dan mujadalah ahsan. Mujadalah ahsan agaknya dapat diterjamahkan
dengan beriskusi dengan baik untuk menemukan kebenaran, melalui tukar fikiran,
atau dalam bahasa komunikasi disebut dengan komukasi dua arah (two way
comunation) yaitu terjadi dua komunikasi antara komunikator dengan komunikan.
Sebagai
bagian dari pelaksanaan dakwah secara lisan, metode mujadalah dilakukan
ketika berhadapan dengan mad’u yang mencoba menghadirkan alasan-alasan logik untuk
membantah agama ini atau mengajukan alasan-alasan lain ketika mempertanyakan
kebenaran agama Islam. Meskipun dalam suasana perdebatan, namun Islam
menganjurkan perdebatan yang baik (al mujadalatu bi al lati hiya ahsan)
Hakikatnya
dari mujadalah al-lati hiya ahsan adalah kemampuan dari seorang dai dalam
mengemas pesan dengan metode diskusi sehingga membawa kepada suatu kebenaran.
Sedangkan dalam memahami kata, mujadalah dalam surat al Nahl 125 adalah dengan arti berbantah-bantahan, sebab jika diambil arti bermusuh-musuhan, bertengkar, memintal dan memilin, tampaknya tidak memenuhi apa yang dimaksud oleh ayat tersebut secara keseluruhan. Agaknya bila diambil dari kata mujadalah tersebut, secara lugas, untuk memahami dakwah, maka pengertian akan menjadi negative akan tetapi setelah dirangkaikan dengan kata hasanah (baik) maka artinya menjadi positif. Dalam hal ini Muhammad Khair Ramadhan Yusuf mengemukakan bahwa mujadalah al lati hiya ahsan Ialah: Ungkapan dari suatu perdebatan antara dua sudut pandangan yang bertentangan untuk menyampaikan kepada kebenaran yang kebenaran tersebut bertujuan membawa kepada jalan Allah SWT .
2.
Tujuan dan fungsi dari metode Mujadalah
Beranjak dari
hakikat metode dakwah mujadalah diatas maka tujannya untuk membawa
kepada petunjuk dan kebenaran yang hakiki. Tujuan dari metode mujadalah al-lati
hiya ahsan yakni untuk membahas dan menemukan pemecahan semua problematika yang
berkaitan dengan dakwah sehingga apa yang menjadi permasalahan dapat ditemukan
jalan keluarnya[4].
Di dalam surat al Nisa’ 107 ayat ini menunjukkan etika mujadalah dengan orang
orang yang berkhianat kepada Islam, karena tujuan mereka bermujadalah adalah
untuk kepentingan hidup dunia semata, bukan untuk mencari kebenaran, sebab
jiwanya akan tetapi mengingkari kebenaran Islam dan membencinya. Maka dalam hal
ini Allah SWT melarang melayaninya . Untuk itu dapat mewujudkan tiga hal polok
, yaitu :
a. Memperbaiki
sasaran dan tujuan dakwa, yaitu memberikan bayan kepadanya
b. Memperbaiki
pendekatan dan bentuk dakwah,
c. Memperbaiki
hasil dakwah yang belum berhasil.
Dengan
demikian mengenai mujadalah terdapat
pada surat an Nahl 125 , para ulama mengeluarkan pendapat sama yaitu
berbantah-bantahan yang tidak membawa kepada pertikaian, kebencian, akan tetapi
membawa kepada kebenaran.
Metode
mujadalah ini pada prinsip diutamakaan kepada objek dakwah yang mempunyai
tipologi antara menerima danmenolak materi dakwah (Islam) yang disampaikan
kepada mereka. Pada mereka yang semacam ini
mujadalah memainkan peranannya, sehingfga ia (objek dakwah) dapat
menerima dengan perasaan mantap dan puas.l mak metode ini memberi isyarat
kepada juru dakwah untuk menmabha wawasan dalam segala aspek, sehingga pada
akhirnya dapat memberikan jawaban/bantahan kepada objek dakwah secara benar dan
baik serta menyenangkan perasan mereka.
Berdasarkan
analisa di atas debat salah satu metode
dakwah, yaitu debat yang baik, dad argumentasi dan tidak tegang serta
memojokkan sampai terjadi pertengkaran. Memang berdebat pada umumnya adalah
mencari kemeneangan dan bukanmencari kebenaran,sehingga tidakjarang terjadi
munculnya permusushan. Maka debat sebagi metode dakwah pada dasarnya mencari
kebenaran dan kehebatan Islam. Kecuali
itu , berdebat efektif dilakuakn hanya kepada orang-orang yang membantah akan kebeneran Islam.Sedangakan
objek dakwah yang masih kurang percaya atu kurang mantap terhadpa kebneran
Islam(tidak membantah) belum diperluakan metode debat sebagai metode dakwah.
Berbeda dengan sesame ulama (intelektual) berdebat adalah rahma. Sedangakn
dikalangan masyarakat awam hanyalah akan menimbulkan permusuhan dan
pertengkaran.
Berdasarkan analisa di atas debat slaah satu metode dakwah, yaitu debat yang baik, adu argumentasi dan idak tegang serta memojokkan samapi terjadi pertengkaran. Fungsi Untuk metode mujadalah al-lati hiya ahsan yakni untuk mencapai kebenaran
3.
Ruang lingkup
a.
Al- Hiwar (Dialog)
Bentuk
Al-Hiwar merupakan btntuk pertama darai turunan metode mujadalah. Lafaz hiwar
ini didalam al-Qur’an ditemukan sebanyak 3 kali. Kata hiwar berasal dari
bahasa arab yang berarti perdebatan yang mememrlukan jawaban. Metode hiwar
ini merupakan metode tanya jawab pada satu objek tertentu yang mendekati kepada
munaqasah dan mubahastah terhadap suatu persoalan dan peristiwa yang terjadi.[5]
Didalam
al-Qur’an persoalan-persoalan yang muncul pada nabi merupakan tanya jawab yang
terjadi dikalangan umat dimana pada ketika itu sekaligus ada solusinya dari
Allah SWT sehingga para penanya langsung menerima keputusan atau jawban pada
saat terjadinya suatu persoalan saat itu.
Landasan
dalam menggunakan hiwar ini yakni :
1.
Dengan kejujuran
Dialog hendaknya dibangun atas
pondasi kejujuran, bertujuan untuk mencapai kebenara, menjauhi kebohongan,
kebatilan dan pengaburan.
2.
Thematik dan objektif
Hematik dan objektif maksudnya tidak
keluar dari tema utam a sebuah dialog supaya arah pembicaraan jelas dan
mencapai sasaran yang diingikan.
3.
Argumentatif dan logis
Diskusi atau dialog adalah bertujuan
akhir agar lawan menyadari atau mengikuti dari apa yang kita inginkan
4.
Bertujuan untuk mencapai kebenaran
Setiap individu atau kelompok harus
mencapai satu tujuan yaitu menampakan dan menjelaskan kebenaran masalah yang
diperselisihkan, meskipun kebenaran itu datang dari pihak lawan.
5.
Tawadhuk
Didalam berdiskusi kadang terjadi
rasa ketidaktawadhuan dalam mengemukakan pendapat atau alasannya, karena merasa
paling benar, paling bisa apalagi paling berkuasa.
6.
Memberikan kesempatan kepada lawan
Memberikan kesempatan untuk meberikan alasan kepada pihak lawan tanpa mengurangi hak bicaranya dan menjelek-jelekan kepribadiannya.
b.
Al-Asilah wa al-Ajwibah (Tanya Jawab)
Bentuk ke dua
dari turunan metode mujadalah yakni Al-Asilah wa al-Ajwibah. Wasilah
dalam bahasa indonesia barati tanya jawab. Kata as’silah merupakan bentuk jamak
darai kata As’al yang berarti pertanyaan-pertanyaan. Begitu juga dengan kata
Ajwibah juga merupakan jama’ dari kata Ijaabah yang artinya jawaban-jawaban.
Maka dari
pengertian diatas M. Munir mengambil sebuh kesimpulan yakni metode As-ilah
wa Ajwibah merupakan perdebatan yang dilakukan oleh dua orang maupun
sekelompok orang untuk berusaha memunculkan sesuatu yang paling bagus atau yang
paling baik dalam bentuk pertanyaan dan jawaban yang merupakan argumennya
masing-masing.[6]
Tanya jawaban ini merupakan bahagian dari metode dialogis untuk menyampaikan
pesan-pesan dakwah.
Metode As-ilah
wa Ajwiba ini suatu bentuk metode yang dipergunakan dalam bentu memberikan
jawaban tentang berbagai hal yang ditanya oleh umat Islam yang belum mereka
ketahui secara pasti hakikat atau penjelasanya.[7]
As-ilah wa Ajwiba ini sangat penting sekali untuk diketahui dan
dipelajari karena bagi juru dakwah / da’I ketika berhadapan dengan mad’u yang
berbeda latar belakang agama, pendidikan, budaya dan sebagainya.
Pesan yang
disampaikan melalui tanya jawab ini lebih baik dibandingkan dengan
berkomunikasi satu arah.[8]
Awal munculnya metode ini ketika pada masa rasulullah, yang mana para sahabat
banyak yang bertanya kepada Nabi tentang berbagai masalah yang dihadapinya
ketika itu dengan harapan sahabat dapat menemukan jawaban dari Nabi.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari para sahabat ialah pertanyaaan yang
benar-benar mereka tidak mengetahui sama sekali, baik hukum, maupun
pelaksanaanya. Jadi bentuk dari metode tanya jawab ini menyatakan hal-hal yang
belum pernah diketahui sebelumnya oleh lawan pembicaranya kepada orang yang
dianggap mengetahui dan sekaligus bisa memberikan jawaban-jawaban yang
memuaskan hati.
Sabjek dari metode As-ilah wa
Ajwiba menurut M. Munir ini yakni :
1. Orang
mukmin kepada rasulullah
Motivasi oang mukmin bertanya pada
rasulullah yakni karena rasa ingin tahu terhadap masalah keagamaan dan kedunian
mereka.
2. Orang
non mukmin kepada
Motivasi orang mukmin bertanya pada rasulullah pertanyaan yang dimotivasi oleh rasa buruk sangka. Bentuk lain dari Metode As-ilah wa Ajwiba yakni:[9]
1. Jawaban
yang lugas, lansung pada apa yang ditanyakan.
2. Dengan
lelucon yang didalamnya dapat diambi pelajaran.
3. Jawabanya
dalam bntuk pertanyaan yang tidak memerlukan
jawaban lisan.
4. Jawaban
yang sama dari pertanyaan yang sama dan berulang-ulang.
5. Jawaban
yang berbeda-beda dari pertanyan yang sama.
6. Jawaban
dikembalikan kepada Allah dan rasulnya
7. Jawaban
tidak selanya harus dijawab dengan lisan, tetapi bisa juga dengan diam atau
dengan gerak tubuh.
8. Jawaban
yang bertingkat-tingkat.
9. Pertanyaan
yang tidak perlu jawabanya.
Ada kalanya masalah yang muncul dapat dijawab dan diselesaikan oleh al-qur’an secara jelas kepada Nabi SAW dan ada pula jawaban itu dijawab dengan wahyu dan adakalanya dijawab dengan hadis ataupun jawab dengan melalui sikap dan tindak tanduk nabi sendiri.
4.
Aplikasi Terhadap Umat
Dakwah
mujadalah al-lati hiya ahsan atau dakwah dengan cara tukar pendapat dengan
memberikanargumentasi dan bukti yang kuat. Ibarat dua insan yang dipisahkan
oleh sebuah sungai yang luas ataupun jurang yang dalam, dan apabila mereka
ingin bertemu maka mereka memerlukan sebuah jembaan. Dalam konteks dua insan
yang berbeda yang ingin mencapai satu kata kesepakatan, jembatan tersebut bisa
berarti dialog “al-Mujadallah. Dan ibarat jembatan, dialog ini harusl;ah
ditopang oleh pondasi yang kokoh agar mampu mengatur para penyeberangan
sehingga sampai pada tujuan kesepakatan dengan selamat.
Ada contoh
menarik yang patut kita teladani dari Rasulullah SAW. Pada suatu ketika beliau
ditanya tentang amal perbuatan yang paling utama, lalu beliau menjawab,
"al-jihad fi sabilillah" (berjuang di jalan Allah), orang kedua
bertanya dengan pertanyaan yang sama, lalu beliau menjawab, "birrul
walidayni" (berbakti kepada kedua orang tua), ada lagi orang ketiga
dengan pertanyaan senada, lalu beliau menjawab, "kafful adza an
al-naas" (tidak menyakiti orang lain). Lalu datang lagi orang keempat
masih dengan pertanyaan yang sama, lalu jawaban beliau, "Afdhalul 'Amal
ashshadaqatul 'alal fuqaraa'i (amal yang paling utama adalah bersedekah kepada
fakir miskin).
Jawaban-jawaban
beliau yang berbeda terhadap pertanyaan yang diajukan oleh empat penanya dengan
pertanyaan yang sama, tak lain dikarenakan situasi dan keadaan si penanya itu
yang berbeda-beda, sehingga muncul jawaban yang berbeda pula.
Di dalam
al-Qur'an aspek mujadalah yang tercantum meliputi 3 aspek,yaitu:
·
Mujadalah yang dapt membawa tukar fikirand mempergunakan argumntasi yang
valid untuk dapt menetapkan keyakinan,hukumagama sebagaimana yang telah
dipraktekkano para rasul dan nabi didasari kepada wahu dengan komukasi yang
benar dan menghindari terjadinya
miskomonikas.
·
Mujadalah dengan pendekatan hiwar (muhwarah) yaitu mendisikusiakn persolaan tersebut dengan cara
yang baik melalui disikusi dan pembahasanf tuntuas, sehinga way outnya tegas
dan jelas. Sebagaiman Allah SWT isayrat suarat al MUjadalah
·
Mujadalah yang muncul daritipolog orang kair yang mereka
berdiskusi dengan cara tidak benar untuk mengalahkan kebernran. Seperti siyarat
Allah SWT pada surat Ghafir (al Mukmin)
Dari uaraian diatas aplikasi dari metode mujadalah al-lati hiya ahsan yakni mengajak umat menuasi kepada Islam dalam bentuk diskusi dan tukar pikiran.
Baca Juga;//.............
👉HAKIKAT METODE DAKWAH BI AL-HIKMAH
👉HAKIKAT METODE DAKWAH
👉PERKEMBANGAN AKTIVITAS DAKWAH DALAM ALQUR’AN
👉KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP DAKWAH DAN FILSAFAT
👉HAKIKAT METODE DAKWAH MAUIZAH AL-HASANAH
👉PANDANGAN FILSAFAT DAKWAH TERHADAP ILMU PENGETAHUAN
👉HAKIKAT TUJUAN DAKWAH
👉Hakikat Metode Dakwah Mujadalah Billati Hiya Ahsan
👉HAKEKAT MEDIA/ ALAT DAKWAH
👉HAKIKAT DAN PESAN DAKWAH
👉HAKIKAT KEPEMIMPINAN UMAT
C. Penutup
Metode mujadalah
al-lati hiya ahsan yakni metode dakwah dengan cara tukar pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinerjik, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat
yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Tujuan dari
metode mujadalah al-lati hiya ahsan yakni untuk membawa kepada petunjuk
dan kebenara. Fungsinya untuk untuk berbantahan dengan argumentasi yang logis
sehingga mencapai suatu kebenaran.
Ruang lingkup dari metode mujadalah al-lati hiya ahsan yaitu As-ilah wa Ajwiba (tanya jawab) dan Al-Hiwar (dialog). Aplikasi dari metode mujadalah al-lati hiya ahsan yakni mengajak umat menuasi kepada Islam dalam bentuk diskusi dan tukar pikiran
Daftar
Pustaka
M.
Munir, Metpde Dakwah,Jakarta: Renada Media, 2003
Qurai
Syihab, Tafsir al- Misbah, Lentera Hati, 2000
Salmadanis,
Filsafat Dakwah, Jakarta: Surau, 2003
Tim
Dosen Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol
Padang, Kapita Selekta Ilmu Dakwah I,
Jakara: Kartika Insan Lestari, 2003
[1]Dakwah dengan segala unsurnya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu denga
yang lainnya, masin-masing unsur dakwah dapat perhatian dan sorotan dalam al-Qur’an secara sistematis dan sesuai dengan kondisi
sosial masyarakat yang mengitarinya,
Lihat Tim Dosen Fakultas Dakwah IAIN
Imam Bonjol Padang, Kapita Selekta Ilmu
Dakwah I, (Jakara: Kartika Insan
Lestari, 2003).
[2] Qurai Syihab, Tafsir al- Misbah,
Lentera Hati, 2000, Cet.Ke-1.h. 553
[3]
M. Munir, Metpde Dakwah,Jakarta:
Renada Media, 2003, h. 18
[4] M. Munir, Metpde Dakwah,Jakarta: Renada Media,
2003, h. 23
[5] Salmadanis, Filsafat Dakwah, Jakarta:
Surau, 2003. h. 182
[6] M. Munir, Metpde Dakwah,Jakarta: Renada Media,
2003, h. 335
[7] Salmadanis, Filsafat Dakwah, Jakarta:
Surau, 2003. h. 181
[8] M. Munir, Metpde Dakwah,Jakarta:
Renada Media, 2003, h. 335
[9] M. Munir, Metpde Dakwah,Jakarta:
Renada Media, 2003, h. 342
0 Comment