PENDAHULUAN
Latar Belakang Berdirinya Daulah Bani Umayyah
Bani Umayyah ( بنو أميّة ) atau kekhalifahan
Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang
memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756
sampai 1031 di Cordova, Spanyol. [1]
Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh
Umayyah bin 'Abd Al – Syams, Kakek Abu Sofyan Umayyah segenerasi dengan Abdul
Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW dan Ali bin Abi Thalib dengan demikian
segenerasi pula dengan Mu’awiyah bin Abi Sofyan. Ali bin Abi Thalib berasal
dari keturunan Bani Hasyim sedangkan Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani
Umaiyah. Kedua keturunan ini merupakan orang yang berpengaruh dalam suku
Quraisy.[2]
Muawiyah lahir empat tahun menjelang
Nabi Muhammad SAW menjalankan dakwah di kota Mekah pada tahun 610 M. Muawiyah
beriman di kota Mekah dalam usia muda dan turut Hijrah ke Yasrib (Madinah).[3]
SILSILAH
KEKELUARGAAN
Kusshai
(Quraisy)
Abdu
Manaf
Hasyim Abd Syam
Abdul Muthalib
Umayyah
Abbas Abdullah
Abu Thalib Affan Harb
Abdullah Muhammad Ali Jaafar
Utsman Abu
Soufyan
Ali Hassan Hussain Muawiyah
Penjelasan: 1. Turunan
Umayyah membentuk Daulat Umayyah (661-750
M) berkedudukan di Damaskus, kemudian Daulat Umayyah (756-1031 M) berkedudukan di Cordova, Spain.
2. Turunan Abbas membentuk Daulat Abbasiah (750-1256 M) berkedudukan di Baghdad.[4]
Setelah Khalifah Ali meninggal (656-661 M) maka masyarakat di Arabia,
Irak dan Iran memilih dan mengangkat Hassan ibn Ali, putra almarhum Khalifah
Ali (cucu Nabi Muhammad), menjabat sebagai Khalifah. Akan tetapi karena Hassan
ibn Ali seorang yang bersikap damai dan punya pandangan jauh kedepan, merasakan
sedih menyaksikan perpecahan umat Islam. Maka di dalam tahun 661 itu juga,
setelah menduduki jabatan selama tiga bulan, iapun dengan sukarela meletakan
jabatan dan menyerahkan jabatan khalifah itu kepada Muawiyah ibn Abu Sofyan dan
mengakuinya.[5]
SILSILAH DAULAT
UMAYYAH
(661-750 M)
Umayyah
Harb
Abu Sofyan Alh
Akkam
1.Muawiyah I 4.Mirwan I
(661-680
M) (684-685 M)
2.Yazid I
5.Abdul Malik Abdul-Aziz
(682-682
M) (685-705 M)
3.Muawiyah II 6.Walid I 7.Sulaiman 9.Yazid II 10.Hisyam 8.Umar
(683 M) (705-715 M) (715-717 M) (720-724 M) (724-743 M) 717-720
12.Yazid III 13.Ibrahim
11.Walid II Abbas
Sulaiman Muawiyah
(744 M) (744 M) (743-744 M)
14.
Mirwan II ibn Muhammad Abdul Rahman
(744-750 M) Al-Dakhil
Penjelasan: Abdul Rahman Al-Dakhil (756-788 M) adalah pembangun DAULAT UMAYYAH (756—1031 M) di Spain, berkedudukan di Cordova.[6]
Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang
menjadi awal kekuasaan Bani Umaiyah, dimana pemerintahan yang bersifat
Islamiyyah demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun
temurun).[7]
Masa keKhilafahan Bani Umayyah hanya
berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan
Radhiallahuanhu, yaitu setelah al-Hasan bin 'Ali ra menyerahkan jabatan
kekhalifahan kepada Muawiyah Ibn Abu Sufyan ra dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman Ibn
Affan ra, Perang Jamal (Unta) karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang
unta. Ali berhasil mengalahan lawannya, Zubair dan Thalhah terbunuh ketika
hendak melarikandiri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.[8]
Suksesi kepemimpinan secara turun
temurun Dimulai ketika Muawiyah Ibn Abu Sufyan ra mewajibkan seluruh rakyatnya
untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid Ibn Muawiyah. Muawiyah Ibn Abu Sufyan
bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap
menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari
kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya
"khalifah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat
oleh Allah.[9]
Peristiwa itu terjadi setelah Hasan bin
Ali yang dibaiat oleh pengikut setia Ali menjadi khalifah, sebagai penganti
Ali, Hasan mengundurkan diri dari gelanggang politik. Sebab, ia tidak ingin lagi
terjadi pertumpahan darah yang lebih besar, dan menyerahkan kekuasaan
sepenuhnya kepada Muawiyah. Langkah penting Hasan bin Ali ini dapat dikatakan
sebagai usaha rekonsiliasi umat Islam yang terpecah belah.
Karenanya peristiwa itu dalam sejarah Islam dikenal
dengan tahun persatuan (am al-jama’at). Yaitu episode sejarah yang
mempersatukan umat kembali berada dibawah kekuasaan seorang khalifah. Rujuk dan
perdamaian antara Hasan dan Muawiyah setelah Muawiyah bersedia memenuhi
persyaratan yang diajukan oleh Hasan. Yaitu Muawiyah harus menjamin keamanan
dan keselamatan jiwa dan harta keturunan Ali dan pendukungnya. Pernyataan ini
diterima Muawiyah dan dibuat secara tertulis. Persetujuan Muawiyah ini
diimbangi oleh Hasan dengan membaiatnya. Rakyat juga menunjukkan ketaatan dengan
membaiatnya.
Muawiyah dikenal sebagai seorang
politikus dan administrator yang pandai. Umar bin Khattab sendiri pernah
menilainya sebagai seorang yang cakap dalam urusan politik pemerintahan, cerdas
dan jujur. Ia juga dikenal seorang negarawan yang ahli bersiasat, piawai dalam
merancang taktik dan strategi, disamping kegigihan dan keuletan serta
kesediaanya menempuh segala cara dalam berjuang. Untuk mencapai cita-citanya
karena pertimbangan politik dan tuntunan situasi. Dengan kemampuan tersebut dan
bakat kepemimpinan yang dimilikinya, Muawiyah dinilai berhasil merekrut para
pemuka masyarakat, politikus, dan administrator bergabung ke dalam sistemnya
pada zamannya, untuk memperkuat posisinya dipuncak pimpinan. Muawiyah juga
dikenal berwatak keras dan tegas, tetapi juga bisa bersifat toleran dan lapang
dada.
Didalam bidang politik dan kenegaraan,
Muawiyah digambarkan oleh penulis-penulis arab sebagai orang yang mempunyai
sifat hilm yang sempurna yaitu berupa kecerdikan dan kelicinan, maksudnya suatu
kecakapan dalm mengalahkan lawan tanpa kekerasan.[10]
Hal ini dapat dilihat dalam ucapannya yang terkenal sebagai prinsip yang ia terapkan dalam memimpin: “Aku tidak mempergunakan pedangku kalau cambuk saja sudah cukup, dan tidak pula kupergunakan cambukku kalau perkataan saja sudah memadai, andaikata aku dengan orang lain memperebutkan sehelai rambut, tiadalah akan putus rambut itu, karena bila mereka mengencangkannya aku kendorkan, dan bila mereka kendorkannya akan kukencangkan.[11]
Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah
dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah:[12]
-
Muawiyah ibn Abi Sufyan (661 - 680 M)
-
Abd al-Malik ibn Marwan (685 - 705 M)
-
Al-Walid ibn Abdul Malik (705 - 715 M)
-
Umar ibn Abd al-Aziz (717 - 720 M)
-
Hasyim ibn Abd al-Malik (724 - 743 M)
Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan
Islam pada masa Bani Umayyah, Muawiyah selalu mengerahkan segala kekuatan yang
dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar Jazirah Arab, antara lain upayanya
untuk terus merebut kota Konstantinopel.
Ada tiga hal yang menyebabkan Muawiyah
terus berusaha merebut Byzantium. Pertama, karena kota tersebut adalah
merupakan basis kekuatan Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan
perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering melakukan pemberontakan
ke daerah Islam. Ketiga, Byzantium termasuk wilayah yang memiliki kekayaan yang
melimpah. Pada waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam membentang ke berbagai
negara yang berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus
memperluas peta kekuasannya ke daerah Afrika Utara pada masa Khalifah Walid bin
Abdul Malik , dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair yang kemudian ia
diangkat sebagai gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut
daerah Andalusia.
Keberhasilan Thariq memasuki Andalusia, membuat peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan mudah ditaklukan, seperti kota Cordova, Granada dan Toledo. Sehingga, Islam dapat tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya. Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan social, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam.
B.
Kemajuan
Peradaban Islam Masa Daulah Bani Umaiyah
Pada masa Bani Umayah
beberapa kemajuan di berbagai sektor berhasil dicapai.
1. Politik/
Pemerintahan/ Militer
Di zaman ini militer dikelompokkan menjadi 3
angkatan. Yaitu angkatan darat (al-jund), angkatan laut (al-bahiriyah) dan
angkatan kepolisian. pada masa Bani Umayyah jauh lebih berkembang dari masa
sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil
Ijbary).
Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa
Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan pasukan sukarela. Politik
ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang
Arab sendiri atau dari unsur Arab. Pada masa ini juga, telah dibangun Armada
Islam yang hampir sempurna hingga mencapai 17.000 kapal yang dengan mudah dapat
menaklukan Pulau Rhodus dengan panglimanya Laksamana Aqabah bin Amir.
Disamping itu Muawiyah juga telah membentuk “Armada
Musin Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga memungkinkannya untuk bertempur
dalam segala musim. Dan kesemuanya digaji oleh negara dengan tingkat
kesejahteraan yang cukup tinggi.
Menurut analisa penulis, adanya armada musim panas dan musim dingin ini pada masa daulah bani muawiyah, dikarenakan pada masa ini sudah memiliki alat pengatur musim.
2. Ekonomi
dan Perdagangan
Setelah Bani Umayah berhasil menaklukkan bebagai
wilayah, jalur perdangan jadi semakin lancar. Ibu kota Basrah di teluk Persi
pun menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur, begitu pula kota Aden.
Akan tetapi, Baitul Mal yang merupakan kantor
perbendaharaan umat menjadi salah satu institusi yang disalah gunakan. Pada
masa ini Baitul Mal seperti menjadi milik pribadi. Pada masa ini Baitul Mal
dibagi menjadi dua bagian, yaitu umum, dan khusus. Pendapatan Baitul Mal umum
di peruntukan bagi masyarakat umum, sedangkan yang khusus di pruntukan bagi
para sultan dan keluarganya.[13]
3. Sosial
Kemasyarakatan
Khalifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak
memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat)
di setiap kota yang pertama oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga
dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua
mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di
rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang
cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka
berbondong-bondong memeluk Islam.
4. Pendidikan
dan Iptek
Telah berkembang ilmu pengetahuan secara tersendiri
dengan masing-masing tokoh spesialisnya. Antara lain, dalam ilmu Qiro’at (7
Qiro’at) yang terkenal yaitu Ibn Katsir (120 H), Ashim (127 H), dan Ibn Amr
(118 H), Ilmu Tafsir tokohnya ialah Ibnu Abbas (68 H) dan muridnya Mujahid yang
pertama kali menghimpun tafsir dalam sebuah suhuf, Ilmu hadist dikumpulkan oleh
Ibnu Syihab Az-Zuhri atas perintah Umar bin Abdul Aziz, tokohnya ialah Hasan
Al-Basri (110 H), Sa’ad bin Musayyad, Rabi’ah Ar-Ra’iy guru dari Imam Malik,
Ibnu Abi Malikah, Sya’bi Abu Amir bin Syurahbil. Kemudian ilmu kimia dan
kedokteran, ilmu sejarah, ilmu nahwu dan sebagainya.[14]
Perkembangan Iptek tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi
juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu
pasti, ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.[15]
Ilmu-ilmu kedokteran, music, matematika, astronomi,
kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Famas termasyhur
dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan
kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia
dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa
lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak
antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli
dalam bidang obat-obatan. Ummul Hasan binti Abi Ja’far dan saudara perempuan
al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.[16]
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah islam
bagian barat melahirkan bayak pemikir terkenal, Ibn Jubai dari Valencia
(1145-1228 M).
5. Kesenian
Perkembangan seni suara pada zaman pemerintahan
Dinasti Umayyah yang terpenting ialah qiraatul Quran, kasidah, musik, dan
lagu-lagu lainnya yang bertema cinta kasih. Kemajuan seni bahasa sangat erat
kaitannya dengan perkembangan bahasa.[17]
Dinasti Umayyah telah memberi peran dan pengaruh
yang besar dalam arsitektur Masjid. Pada 673 M, Muawiyah pemimpin pertama
Dinasti Umayyah–mulai memperkenalkan menara. Menara masjid pertama dibangun
pada Masjid Amr Ibn-Al-Ash. Di masjid itu, ia membangun empat menara sebagai
tempat untuk mengumandangkan adzan.
Dalam proses pembangunan Masjid Agung Umayyah,
dinasti ini juga mulai memperkenalkan sejumlah teknik arstitektur baru khas
Islam. Salah satunya adalah lengkungan pada arsitektur masjid. Pada era
kekuasaan Dinasti Umayyah yang ditandai dengan kemakmuran juga diperkenalkan
elemen-elemen fungsional dan struktural utama dalam arsitektur masjid, seperti
menara, mihrab, maksurah, dan kubah.
Seni dekorasi juga mulai berkembang menjadi seni
Islami melalui penggunaan kaligrafi dengan tulisan indah kufi. Kaca mozaik juga
mulai diperkenalkan pada masa itu.[18]
6. Pemikiran
dan Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya
yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad
ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada
abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn
Abdurrahman (832-886 M).[19]
Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya
ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova
dengan perspustakaan dan Universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad
sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia islam. Tokoh utama pertama dalam
sejarah Filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih
dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan
Granada. Meninggal karena keracunan di Fezzan tahun 1138 M dalam usia yang
masih muda. Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, Abu Bakr ibn Thufail banyak
menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang
terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.[20]
C.
Kemunduran
dan Keruntuhan Daulah Bani Umaiyah
Dinasti Bani Umayyah
mengalami masa kemunduran, ditandai dengan melemahnya sistem politik dan
kekuasaan karena banyak persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti ini.
Antaranya adalah masalah politik, ekonomi, dan sebagainya.
Seperti
diketahui bahwa setelah Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, para Khalifah Bani
Umayyah tidak ada lagi yang dapat diandalkan untuk mengendalikan pemerintahan
dan keamanan dengan baik, selain itu mereka tidak dapat mengatasi pemberontakan
di dalam negeri secara tuntas. Bahkan mereka tidak mampu lagi menjaga keutuhan
dan persatuan di kalangan keluarga Bani Umayyah. Sehingga sering terjadi
pertikaian di dalam rumah tangga istana. Penyebabnya adalah perebutan
kekuasaan. Siapa yang akan menggantikan kedudukan khalifah dan seterusnya.
Adapun
sebab-sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut :
1. Khalifah memiliki kekuasaan yang absolut. Khalifah tidak
mengenal kompromi. Menentang khalifah berarti mati. Contohnya adalah peristiwa
pembunuhan Husein dan para pengikutnya di Karbala. Peristiwa ini menyimpan
dendam di kalangan para penentang Bani Umayyah, terjadi pergolakan politik yang
menyebabkan situasi dan kondisi dalam negeri dan pemerintahan terganggu.
- Gaya hidup mewah (glamor) para khalifah. Kebiasaan pesta dan
berfoya-foya di kalangan istana, menjadi faktor penyebab rendahnya
moralitas mereka, disamping mengganggu keuangan negara. Contohnya,
Khalifah Abdul Malik bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah yang suka
berfoya-foya dan memboroskan uang negara. Sifat – sifat inilah yang tidak
disukai masyarakat, sehingga lambat-laun mereka melakukan gerakan
pemberontakan untuk menggulingkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
- Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem
pengangkatan khalifah. Hal ini berujung pada perebutan kekuasaan di antara
para calon khalifah.
- Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa
pertengahan hingga akhir pemerintahan Bani Umayyah. Usaha penumpasan para
pemberontak menghabiskan dana yang
tidak sedikit, sehingga kekuatan Bani Umayyah mengendur.
- Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan
Arab Selatan (Arab Himariyah) semakin meruncing, sehingga para penguasa
Bani Umayyah mengalami kesulitan untuk mempertahankan kesatuan dan
persatuan serta keutuhan negara.
- Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijakan
para penguasa Bani Umayyah, karena tidak didasari atas syariat Islam.
Bani Umayyah mengalami kemunduran oleh banyak hal, diantaranya adalah terbaginya kekuasaan Daulah Bani Umayyah ke dalam dua wilayah. Khalifah Marwan bin Muhammad berkuasa di wilayah Semenanjung Tanah Arab, dan Khalifah Yazid bin Umar berkuasa di wilayah Wasit. Namun yang paling kuat di antara kedua wilayah tersebut adalah yang berpusat di Semenanjung Tanah Arab. Sehingga para pendiri kerajaan Daulah Bani Abbasiyah terus menerus mengatur strateginya untuk menumbangkan Khalifah Marwan dengan cara apapun, termasuk menghabisi nyawanya.[21]
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani
Umayyah mengalami kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:[22]
1.
Sistem
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2.
Latar belakang
terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik
politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan
Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa
awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan
Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
3.
Pada masa
kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays)
dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian
besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur
lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada
masa Bani Umayyah.
4.
Lemahnya
pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan agama
banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang.
5.
Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan
baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali
yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
Pertikaian dan pembunuhan ini menimbulkan kekacauan sosial dan politik, sehingga negara menjadi tidak aman dan masyarakat yang pernah merasa tersisih bersatu dengan kelompok Abu Muslim dan Abul Abbas. Bergabungnya masyarakat untuk mengalahkan kekuatan Bani Umayyah, menandai berakhirnya masa masa kejayaan Bani Umayyah, sehingga sekitar tahun 750 M Bani Umayyah tumbang.[23]
PENUTUP
- Kesimpulan
1. Bani
Umayyah adalah dinasti yang pertama sekali menggunakan system monarki
(kekeluargaan).
2. Pada
masa daulah bani umayyah ini, islam berkembang pesat ke seluruh benua Asia,
Eropa dan Afrika Utara.
3. Pada
masa ini banyak karya yang menjadi kebanggan bagi umat islam.
4. Pada
masa ini telah memerintah 14 orang khalifah berdasarkan keturunan.
5. Terjadinya
kemunduran dan kehancuran pada masa ini, disebabkan setelah khalifah Umar bin
Abdul Aziz tidak lagi menjalan kan pemerintahan berdasarkan syariat islam.
- Saran
Demikianlah
hasil penulisan makalah yang telah penulis buat. Penulis merasakan bahwa
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan
masukan atau saran dari dosen pembimbing dan juga teman-teman sekalin untuk
perbaikan makalah penulis kedepannya. Sebelumnya penulis ucapkan terimakasih.
Wassalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmuni, Yusran, DIRASAH ISLAMIYAH II Pengantar Studi Sejarah
Kebudayaan Islam & Pemikiran, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998
Harun, Maidir dan Firdaus, SEJARAH
PERADABAN ISLAM, Padang: IAIN-IB
Press, 2001, cet. ke- 1
HITTI, PHILIP K, DUNIA SEJARAH
RINGKAS, Bandung : SUMUR BANDUNG,2007.
PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI IAIN IMAM
BONJOL PADANG TAHUN 2007, Padang: IAIN
Imam Bonjol Padang, 2007
______________ , Padang: Al-Jami’ah Imam Bonjol, 1992
Sou’yb, Joesoef, Sejarah DAULAT
UMAYYAH I di Damaskus, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, cet. ke- 1
Subagyo, Joko, METODE PENELITIAN
Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1997, cet. ke-2
Yatim, Badri, SEJARAH PERADABAN
ISLAM Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/196503141992031-TATANG/Tarikh_Islam/(3)_Sejarah_Bani_Umayyah.pdf,Download : Kamis/29 September 2011
http://yusrijuliansyah.blogspot.com/2011/07/politik-dan-sistem-pemerintahan-bani.html, Download :Kamis/29 September 2011
http://www.scribd.com/doc/22677510/Sejarah-Peradaban-Islam-Bani-Umayyah-Dan-Abbasiyah, Download : Kamis/29 September 2011
http://adji-anginkilat.blogspot.com/2010/03/faktor-berdiri-dan-runtuhnya-dinasti.html
[1]. http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/196503141992031-TATANG/Tarikh_Islam/(3)_Sejarah_Bani_Umayyah.pdf,Download : Kamis/29 September
2011
[2]. Maidir Harun dan Firdaus.
SEJARAH PERADABAN ISLAM, (Padang :
IAIN IB Press, 2001), cet. ke-1, hlm. 79
[3]. Joesoef Sou’yb, Sejarah DAULAT UMAYYAH I di Damaskus,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1977), cet. k-1, hlm.13
[4]. Joesoef Sou’yb, Op.,cit.,
h.274
[5]. Ibid., h. 274
[6]. Joesoef Sou’yb, Op.,cit.,
h.274
[7]. Badri Yatim, SEJARAH PERADABAN
ISLAM Dirasah Islamiyah II, (Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 2006), cet. 3,
hlm. 42
[8]. http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/196503141992031-TATANG/Tarikh_Islam/(3)_Sejarah_Bani_Umayyah.pdf,Download : Kamis/29 September 2011
[9]. Badri Yatim, Op.,cit., h. 43
[10]. Yusran Asmuni, DIRASAH
ISLAMIYAH II Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam & Pemikiran, (Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 1998), cet. ke-3, h.8
[11]. Philip K.Hitti, DUNIA SEJARAH RINGKAS,
(Bandung : SUMUR BANDUNG, 2007), cet. ket-7, h.80
[12].http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/196503141992031-TATANG/Tarikh_Islam/(3)_Sejarah_Bani_Umayyah.pdf,Download :
Kamis/29 September 2011
[13].http://muanhinata.multiply.com/reviews/item/21?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fiten,Download : Jum’at/ 7 Oktober 2011
[14]. http://www.scribd.com/doc/22677510/Sejarah-Peradaban-Islam-Bani-Umayyah-Dan-Abbasiyah, Download :
Kamis/29 September 2011
[15]. ibid.
[16]. http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah-Al-Andalus, download : Jum’at/ 7 Oktober
2011
[17] http://bataviase.co.id/node/270816,
download :
Jum’at 7 Oktober 2011
[18] http://tonyoke.wordpress.com/category/dunia-islam/arsitektur-di-erak-kekhalifahan-umayyah/, Download : Jum’at/7 Oktober
2011
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21]http://yusrijuliansyah.blogspot.com/2011/07/politik-dan-sistem-pemerintahan-bani.html,
Download
:Kamis/29 September 2011
[22] Ibid.
[23]. http://adji-anginkilat.blogspot.com/2010/03/faktor-berdiri-dan-runtuhnya-dinasti.html, Download : Kamis/29 September 2011
0 Comment