PENGERTIAN DAN PROSES BAYI TABUNG
Dalam bahasa Inggris bayi tabung dikenal dengan sebutan In Vitro Festilisation yang dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada th 1977. Jika dilihat dari kata ‘bayi’ & ‘tabung’, bayi tabung berarti bayi dari hasil pembuahan di tabung. Dalam istilah, bayi tabung adalah suatu proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di luar tubuh sang wanita: in vitro ("di dalam gelas kaca").
Bayi tabung pada dasarnya merupakan bayi hasil konspsi (dari pertemuan antara sel telur dan sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium. Didalam laboratorium tabung tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai dengan tempat pembuahannya yang asli yaitu rahim ibu atau wanita. Dibuat sedemikian rupa sehingga temperatur dan situasinya persis sama dengan aslinya.
Prosesnya mula-mula dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi dilakukan pengambilan sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi. Kemudian sel telur yang diambil tersebut dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan dalam tabung yang suasananya dibuat persis seperti dalam rahim.
Setelah pembuahan hasil konsepsi tersebut dipelihara beberapa saat dalam tabung tersebut sampai pada suatu saat tertentu akan dicangkokan ke dalam rahim wanita tersebut. Selanjutnya diharapkan embrio itu akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita. Sudah tentu wanita tersebut akan mengalami kehamilan, perkembangan selama kehamilan seperti biasa.
2.2 TUJUAN BAYI TABUNG
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya mengalami kerusakan yang permanen.
Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Selain itu, beberapa kondisi seperti di bawah ini yang kemungkinan menyebabkan sulit hamil dan disarankan menggunakan prosedur bayi tabung.
Kelainan genetik
Kondisi kesehatan yang tengah menderita penyakit serius seperti kanker
Gangguan pada tuba falopi atau rahim berupa kerusakan atau sumbatan jalur sel telur.
Gangguan ovulasi yang membuat produksi sel telur minimal.
Endometriosis.
Produksi sperma dengan kuantitas yang rendah.
Masalah sistem kekebalan tubuh yang mengganggu sel telur atau sperma.
Sperma yang tidak mampu melewati cairan leher rahim.
Alasan dari masalah ketidaksuburan yang tidak diketahui.
Memiliki risiko penyakit keturunan.
Kelainan kondisi seperti di atas yang membuat istri menjadi sulit hamil, melalui metode IVF, sel telur yang sudah dibuahi dapat diskrining kode genetiknya untuk mencari masalah genetik tertentu. Setelah embrio dinyatakan tidak memiliki risiko penyakit yang dapat diturunkan, dapat ditanam pada rahim. Jadi, melalui metode bayi tabung, istri memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan keberhasilan kehamilan dan memiliki bayi yang sehat.
2.3 DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF KEHADIRAN BAYI TABUNG
Dampak Positif
Anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri (pasutri). Tapi faktanya, tak semua pasutridapat dengan mudah memperoleh keturunan. Data menunjukkan, 11-15 persen pasutri usia subur mengalami kesulitan untuk memperoleh keturunan, baik karena kurang subur (subfertil) atau tidak subur (inferti).
Kemajuan teknologi dan biologi kedokteran telah berhasil membantu pasangan suami istri yang mengalami masalah kesuburan untuk memperoleh buah cinta mereka, bahkan bisa memilih jenis kelamin serta diagnosis gangguan genetik bakal janin. Di Tanah Air, teknologi yang bisa dinikmati baru sampai pada pembuatan bayi tabung. Di Makmal Terpadu FKUI harga ditawarkan cukup terjangkau dengan satu siklus sekitar 30- 40 juta rupiah. Namun yang menjadi masalah keberhasilan bayi tabung di Indonesia masih kecil, sekitar 10%.
Dampak Negatif
Pada program bayi tabung proses pembuahan terjadi secara tidak alami, dilakukan secara buatan. Metode pembuahan buatan ini tidak menutup kemungkinan menimbulkan risiko.
Adanya dugaan cacat bawaan sebagai dampak bayi tabung maupun pembuahan buatan lain.
Merupakan Tindakan Pembunuhan
Secara etika dan moral sebagian masyarakat menolak karena proses pembuahan pada bayi tabung dilakukan dengan menggunakan dengan cawan petri sehingga embrio yang diperlukan yang dimasukkan kembali ke rahim, sedangkan sisanya “dibuang”. Hak hidup embrio yang dibuang inilah yang dipermasalahkan, sebab banyak yang memandang hal ini sebagai tindakan pembunuhan.
Masalah dalam Pendonoran Sperma
Hubungan fundamental antara manusia terutama antara laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri yang sah, kemudian dipertanyakan eksitensinya bila melakukan fertilisasi invitro. Hal ini menjadi lebih buruk lagi bila sel telur dibuahi oleh sperma donor yang bukan dari suami yang sah, misalnya dari bank sperma atau sel telur dari pendonor telur. Hal lainnya ialah bila menggunakan rahim kontrak karena istri tidak dapat memelihara embrio di dalam rahimnya.
Hanya 20% saja kemungkinan program ini akan berhasil.
Adanya Kkemungkinan sang ibu terserang infeksi, rhumatoid arthritis atau lupus, dan alergi.
2.4 HUKUM BAYI TABUNG MENURUT ISLAM
Masalah bayi tabung (Athfaalul Anaabib) ini menurut pandangan islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian Fiqih klasik sekalipun. Oleh karena itu, dalam menyelesaikan masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam dengan menggunakan metode Ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli Ijtihad (Mujtahid), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum islam.
Namun, kajian masalah mengenai bayi tabung ini sebaiknya menggunakan pendekatan multi-disipliner oleh para mujtahid dan cendikiwian muslim dari berbagai ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya menggunakan ahli kedoteran. Peternakan, biologi, hukum, agama, dan etika. Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan.
Dasar Hukum
Al-Qur’an
Surat At-Tin ayat 4
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Pada ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan atau keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Allah lainnya. Dan Allah sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan inseminasi.
Surat Al-Isra ayat 70
Artinya:
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakkan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan dengan berbagai kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Sungguh Allah telah menciptakan manusia dengan sempurna dan memuliakan makhluk ciptan-Nya.
Maka sudah sepantasnya manusia menghormati martabatnya sendiri dan manusia lainnya. Sedangkan telat kita ketahui pada awalnya iseminasi buatan itu awalnya
dilakuka pada hewan atau tumbuhan. Tetapi, karena teknologi dan zaman semakin berkembang inseminasi buatan ini diterapkan pada manusia. Dari segi etika dan moral, jika tidak dalam keadaan yang terpaksa dan benar-benar darurat inseminasi buatan.
Surat Ar-Rum ayat 21
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Jelas diterangkan dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21 tersebut bahwa Allah telah menciptakan isteri-isteri untuk para suami agar merasa tentram dan saling merasakan kasih sayang. Dengan demikian, prinsip bayi tabung yang menyimpan sperma suami di rahim ibu titipan tidak sesuai dengan firman Allah tersebut. Kemudian sperma punya tuan A diminta oleh keluarga B dengan sel telur dari ibu keluarga B dan mengalami fertilisasi diluar setelah menjadi zigot dimasukan ke rahim nyonya C. Kasus tersebut diharamkan dalam islam, karena anak yang dikandung nyonya C tadi tidak akan jelas nasab dan juga ahli warisnya.
Hadits Nabi
Artinya:
“Tidak Halal bagi seseorang yang beriman pada Allah SWT dan hari akhir airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”
(Hadist riwayat Abu Daus, Al-Tirmidzi, dan Hadist ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban).
Hadits di atas dapat dijadikan sebagai dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma ataupun ovum, karena kata ( Ø¡ ما) di dalam bahas arab juga dalam al-Qur’an bisa dipakai untuk pengertian air hujan atau air pada umumnya, seperti tersebut dalam surat Thaha ayat 53, dan juga bisa untuk pengertian benda cair atau sperma seperti yang terdapat dalam surat An-Nur ayat 45 dan Al-Thariq ayat 6.
Kaidah Hukum Fiqh Islam
Bayi tabung/inseminasi buatan bila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri, baik dengan cara pengambilan sperma suami, kemudian disuntikkan kedalam vagina atau uterus istri maupun dengan cara pembuahan diluar rahim. Kemudian ditanam didalam rahim istri, “maka hal ini dibolehkan” asalkan keadaan suami istri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan tersebut memperoleh keturunan.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh islam yang artinya:
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa, padahal darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.
Maka dari itu, untuk memenuhi kebutuhan dalam memperoleh keturunan yang ditempuh dengan jalan inseminasi buatan “dibolehkan” karena terdapat faktor darurat yang ahirnya diberi dispensasi oleh agama, sebagaimana hadits yang mengatakan:
“Tidak boleh mempersulit diri dan menyulitkan orang lain"
(HR. Ibnu Majjah yang bersumber dari Abi Sa’id Al-Hudri)
Hasil Ijtihad Para Ulama
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
MUI dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. Asal keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa. Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehklan melakukan hal-hal yang terlarang”.
Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu.
Lalu bagaimana untuk proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tidak berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina, dan berdasarkan kaidah Sadd Az-Zariah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina yang sesungguhnya.
KESIMPULAN
Bayi tabung merupakan suatu proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di luar tubuh sang wanita: in vitro ("di dalam gelas kaca"). Bayi tabung pada dasarnya merupakan bayi hasil konspsi (dari pertemuan antara sel telur dan sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium.
Proses pembuatan bayi tabung mula-mula dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi dilakukan pengambilan sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi. Kemudian sel telur yang diambil tersebut dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan dalam tabung yang suasananya dibuat persis seperti dalam rahim. Setelah pembuahan hasil konsepsi tersebut dipelihara beberapa saat dalam tabung tersebut sampai pada suatu saat tertentu akan dicangkokan ke dalam rahim wanita tersebut. Selanjutnya diharapkan embrio itu akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan. Melalui metode bayi tabung, istri memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan keberhasilan kehamilan dan memiliki bayi yang sehat.
Dampak positif dari adanya bayi tabung dapat membantu pasangan suami istri yang mengalami masalah kesuburan untuk memperoleh buah cinta mereka, bahkan bisa memilih jenis kelamin serta diagnosis gangguan genetik bakal janin.
Sedangkan untuk dampak negatif dari adanya bayi tabung tidak menutup kemungkinan menimbulkan risiko yaitu adanya dugaan cacat bawaan pada bayi, adanya anggapan sebagai tindakan pembunuhan dari perspektif sebagian masyarakat, masalah dalam pendonoran sperma, kecil kemungkinan adanya keberhasilan dalam proses bayi tabung, dan adanya kemungkinan sang ibu terserang penyakit, alergi maupun infeksi.
Hasil Ijtihad para ulama menetapkan bahwa bayi tabung diperbolehkan asalkan tidak melanggar aturan yang sudah diatur didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dalam keadaan sangat diperlukan karena pasangan suami istri tersebut sulit mendapatkan anak. Hal tersebut termasuk kedalam ikhtiar dan sesuai dengan kaidah fiqih.
Dari hasil Ijtihad Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara garis besar dapat disimpulkan bahwa bayi tabung dapat dilaksanakan dengan memenuhi syarat seperti, sperma dan ovum berasal dari pasangan suami istri yang sah dan tidak berasal dari sperma dan ovum pendonor, bayi tabung tidak dititipkan ke dalam rahim wanita lain (walaupun rahim tersebut istri kedua sang suami), dan bayi tabung tidak menggunakan sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia.
SARAN
Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nuthfah/Sperma dan Bank Ovum untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan harkat manusia dimana sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya perkawinan.
Pemerintah hendaknya mengizinkan, melayani, dan membantu keberhasilan dalam proses serta permintaan bayi tabung dengan sel sperma dan ovum suami istri yang sah (tanpa ditransfer ke dalam rahim wanita lain atau ibu titipan) dan sesuai dengan aturan agama, serta pemerintah hendaknya melarang keras dan juga memberi hukuman terhadap dokter dan siapapun yang melakukan inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dan/atau ovum donor.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. 1984. Kedudukan Islam dan Sistem Hukum Islam. Jakarta: Yayasan Risalah
Hasan, M.Ali. 1998. Masaul Fiqiyah Al-Haditsah. Jakarta: PT. Grafindo Persada
Zuhdi, Masyfuk. 1989. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT. Inti Idayu Press.
Noya, Taufan. Bayi Tabung. https://www.academia.edu/6781789/BAYI_TABUNG
Habieb. Contoh Makalah Bayi Tabung dalam Pandangan Hukum Islam. https://www.academia.edu/19363633/Contoh_makalah_bayi_tabung_dalam_ pandangan_hukum_islam
Ruslan, Heri, 2010. Apa Hukum Bayi Tabung Menurut Islam. https://www.republika. co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/05/08/114856-apa-hukum-bayi-tabung- menurut-islam-
MUI. 1990. Keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang inseminasi buatan/bayi tabung (No. Kep. 952/MUI/ IX/1990). Jakarta.
0 Comment