AMALAN BULAN PUASA
Bulan Rhamadhan merupakan bulan yang penuh hikamah. Bulan Ramadhan itu lebih baik dari pada bulan-bulan lainnya karena di dlamnya diurunkannya al-Qur`an dan mewajibkan puasa bagi kaum muslimin sebagai salah satu pondasi Islam. Nabi Muhammad yang telah menyampaikan kepada kita tentang ibadah-ibadah dibulan Ramadhan dan memberikan contoh kepada kita bagaimana sebaiknya menghidupkan bulan bulan yang penuh berkah ini.
Dari Abu Hurairah , ia berkata, Rasulullah memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ, شَهْرٌ مُبَارَكٌ, كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ, فِيْهِ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةُ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ. فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. مَنْ ُحُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ.
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga terdapat dalam bulan ini malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa-apa." HR. Ahmad dan an-Nasa`i.
A. Qiymullaill
1. Pengertian
Tarawih adalah Qiyamul Lail secara berjama’ah di malam Ramadhan. Menurut keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, dinamakan Tarawih –yang
dia merupakan kata jamak dari tarwihah yang bermakna ditebalkan- dikarenakan pada awal kali pelaksanaannya orang-orang memperpanjang berdiri, rukuk dan sujud, apabila telah selesai empat raka’at dengan dua kali salam maka mereka beristirahat kemudian sholat empat raka’at dengan dua kali salam lalu beristirahat kemudian sholat tiga raka’at sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Al-Bukhary dan Muslim:
مَا كَانَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّيَ اَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّيْ أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا
“Rasulullah SAW. tidaklah menambah pada (bulan) Ramadhan dan tidak pula pada selain Ramadhan lebih dari sebelas raka'at. Beliau sholat empat (raka'at) jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya, kemudian beliau sholat empat (raka'at) jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya kemudian beliau sholat tiga (raka'at)”.
2. Shalat Tarawih
a. Sejarah dan Hukumnya
Slalat tarawih hukumnya sunnat untuk laki-laki maupun perempuan. Disunatkan juga mengerajakan shalat tarawih secara berjama’ah, jika ia melakukannya sendiri berarti dia telah kehilangan pahala sunnat berjama’ah.
Hal ini berdasarkan denagan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim:
إِنَّهُ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ لَيَالِى مِنْ رَمَضَانَ وَهِىَ ثَلاَثُ مُتَفَرِّقَةٌ : لَيْلَةُ الثَّالِثِ وَالْخَامِسِ وَالسَّابِعِ وَالْعِسْرِيْنَ وَصَلَّى فِى الْمَسْجِدِ وَصَلَّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيْهَا وَكَانَ يُصَلِّى بِهِمْ ثَمَانَ رَكْعَاتٍ وَيُكَمِّلُوْنَ بَاقِيَهَا فِى بُيُوْ تِهِنَّ فَكَانَ يَسْمَعُ لَهُمْ أَزِيْزَكَأَزِيْزَالنَّحْلِ
”bahwa Nabi saw keluar ditengah malam pada beberapa malam di bulan Ramadhan yaitu tiga malam denagan tidak berturut-turut, pada mlam Ramadhan ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh. Beliau sahlat (tarawih) di masjid dan orang-orang mengikuti shalatnya. Beliau mengambil delapan rakaat bersama mereka, dan mereka menyempurnakan sisanya dirumah mereka masing-masing. Lalu terdengarlah suara mereka seolah-olah seperti lebah”.
Dari riwayat diatas, jelaslah bahwa Nabi SAW menyunnahkan shalat tarawih kepada mereka dan menyunnatkan dengan berjama’ah. Akan tetapi Rasulullah tidak melakukan dengan mereka sebanyak dua puluh rakaat sebagaiman yang dilakukan pada zaman para sahabat dan sekarang. Hal ini merupakan ijma para kaum muslimin atas apa yang telah di lakukan oleh sahabat Ummar dan Khulafa’ ar-Rasyidin. Dan Rasulullah pun telah bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءُ الرَّشِدِيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“ Hendaklah kamu sekalian berpegan kuat kepada sunnahku dan sunnah Al-Khulafa Ar-Rasyiduun”. (HR. Abu Daud)
Abu Hanifah peranah ditanya tentang shalat yang dilakukan oleh Umar ra. Ia menjawab, shalat tarawih itu hukumya sunnah muakad. Ia tidak mencetuskan hal itu atas kemauannya sendiri dan tidak pula berbuat bid’ah denagn apa yang dlakukan, ia tidak memerintahkan dengan apa yang ia lakukan kecuali yang demikian itu diperoleh dari dasar agama yang ia memiliki dan jaminan Rasulullah SAW. Memang jumlah bilangan rakaat pada zaman Umar bin Abdul Aziz mengalami penambahan hingga tiga puluh enam rakaat, akan tetapi maksud dari penambahan itu adlah agar supaya dapat sama dengan orang-orang mekah dalam memperoleh keutamaan, karena orang-orang mekah dapat melakukan tawaf di baitullah sebanyak satu kali pada setiap habis melaksanakan sahlat tarawih emapat rakaat. Lalu Umar bin Adul Aziz berpendapat agar melaksankan shalat tarwih sebanyak tiga puluh enam rakaat sebagai pengganti dari setiap satu kali tawaf.
Namun demikan tidak ada larangan untuk melakukan shalat sunnah sebanyak-banyaknya selagi mampu, baik siang maupun malam, karena hal tersebut merupakan bentuk ibadah yang telah di syari’atkan.
b. Tatacara Shalat Tarawih
Shalat tarawih dilakukan pada malam hari dan dikerjakan selapas shalat isya. Tatacara shalat tarawih tidak jauh berbeda dengan shalat fardu.
Adapun niatnya adalah:
أُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ مَأْمُوْمًا/اِمَامًا ِللهِ تَََََعَالَى
“Aku berniat shalat tarawih dua rakaat seraya menghadap kiblat dan menjadi imam/ma’mum karena Alla ta’ala”.
Setelah itu lakaukan lah shalat sebagaimana shlat fardu Membaca Tasbih Setelah Sholat Tarawih
سُبْحَانَ المَلِكِ القُدُّوْسِ، سُبْحَانَ المَلِكِ المَعْبُوْدِ، سُبْحَانَ المَلِكِ المَلَكُوْتِ، سُبْحَانَ ذِى العِزَّةِ وَالعَظَمَةِ وَالقُدْرَةِ وَالهَيْبَةِ وَالسُّلْطَانِ وَالجَلاَ لِ وَالكَمَالِ وَالضِّيَاءِ وَاْلآلاَءِ وَالكِبْرِيَاءِ وَالجَبَرُوْتِ.سُبْحَانَ المَلِكِ الحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِي لاَ يَنَامُ وَلاَيَمُوْتُ وَلاَيَفُوْتُ هُوَ أَبَداً. سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ المَلاَ ئِكَةِ وَالرُّوْحِ سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ لِلّهِ وَ لاَ إِلهَ إَلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلاَحَوْل وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ.
Do’a Penutup Setelah Sholat Tarawih ( Do’a Kamilin )
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ يَاذَالجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ وَرَضِىَاللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ الصَّحَا بَةِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِاالإِيْمَانِ كَامِلِيْنِ وَلِفَرَائِضِكَ مُؤَدِّيْنَ وَعَلَى الصَّلاَةِ مُحَافِظِيْنَ وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ ولمِاَعِنْدَكَ طَاِلِبِيْنَ وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِى الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِى اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقََضَاءِ رَاضِيْنَ وَبِاالنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ وَعَلَى البَلاَءِ صَابِرِيْنَ. وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ القِيَامَةِ سَائِرِيْنَ وَإِلَى الحَوْضِ وَارِدِيْنَ وَفِىالجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ وَعَلَى سَرِيْرَةِ الكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ وَبِحُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوَجِّيْنَ وَمِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ وَمِنْ طَعَامِ الجَنَّةِ آكِلِيْنَ وَمِنْ لَبَنٍ وَ عَسَلٍ مُصَفَّيْنِ شَارِبِيْنَ بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مٍنْ مَعِيْنٍ. وَاحْشَرْنَا وَإيَّاهُمْ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وًحَسُنَ أُولئِكَ رَفِيْقًَا ذلِكَ الفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا فِى هذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّرِيْفَةِ المُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ المَقْبُوْلِيْنَ وَلاَتَجْعَلْنَا مِنَ الأَشْقِيَاءِ المَرْدُوْدِيْنَ وَصَلَّىاللهُ عَلَى خَيْرِخَلْقِهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِِهِ أَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Do’a Antara Dua Roka’at Shalat Tarawih
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضْوَانَكَ وَالجَنَّةَ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِاللَّهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النَّارِ يَا مُجِيْرُ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
B. Tadarus dan Tahfidz Al-Qur’an
Membaca al-Qur`an sangat dianjurkan bagi setiap muslim di setiap waktu dan kesempatan. Rasulullah saw bersabda:
اِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ.
"Bacalah al-Qur`an, sesungguhnya ia datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi ahlinya (yaitu, orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya). HR. Muslim.
Dan membaca al-Qur`an lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan, karena pada bulan itulah diturunkan al-Qur`an. Firman Allah :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil”. (QS: al-Baqarah:185)
Rasulullah selalu memperbanyak membaca al-Qur`an di hari-hari Ramadhan, seperti diceritakan dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
وَلاَ أَعْلَمُ نَبِيَّ الله ِقَرَأَ الْقُرْآنَ كُلَّهُ فِى لَيْلَةٍ, وَلاَ قَامَ لَيْلَةً حَتَّى يُصْبِحَ وَلاَ صَامَ شَهْرًا كَامِلاً غَيْرَ رَمَضَانَ.
"Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah membaca al-Qur`an semuanya, sembahyang sepanjang malam, dan puasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan." HR. Ahmad.
Dalam hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan al-Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah melakukan tadarus al-Qur`an bersama Jibril di setiap bulan Ramadhan.
C. I’tikaf dan Amlan Lailatul Qodar
I’tikaf di malam-malam Lailatul Qadar. I’tikaf dalam bahasa adalah berdiam diri atau menahan diri pada suatu tempat, tanpa memisahkan diri. Sedang dalam istilah syar’i, I’tikaf berarti berdiam di masjid untuk beribadah kepada Allah dengan cara tertentu sebagaimana telah diatur oleh syari’at.
I’;tikaf merupakan salah satu sunnah yang tidak pernah ditinggal oleh Rasulullah , seperti yang diceritakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتىَّ تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
"Sesungguhnya Nabi selalu I’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sampai meninggal dunia, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudah beliau." Muttafaqun ‘alaih.
Menghidupkan malam-malam Lailatul Qadar: lailatul qadar adalah malam yang lebih baik dari pada seribu bulan yang tidak ada lailatul qadar dan pendapat paling kuat bahwa ia terjadi di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, terlebih lagi pada malam-malam ganjil, yaitu malam 21, 23,25,27, dan 29. Firman Allah :
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌمِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS.al-Qadar :3)
Malam itu adalah pelebur dosa-dosa di masa lalu, Rasulullah bersabda:
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدَرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
"Dan barangsiapa yang beribadah pada malam ‘Lailatul qadar semata-mata karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah , niscaya diampuni dosa-dosanya yang terdahulu." HR. al-Bukhari.
Menghidupkan Lailatul qadar adalah dengan memperbanyak shalat malam, membaca al-Qur`an, zikir, berdo’a, membaca shalawat. Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan lailatul qadar, maka apa yang aku ucapkan? Beliau menjawab, Bacalah:
اَللّهُمًَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَفاَعْفُ عَنِّي
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Yang suka mengampuni, ampunilah aku."
D. Infak dan Sedekah
Rasulullah adalah orang yang paling pemurah, dan beliau lebih pemurah lagi di bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas , ia berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ, وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُوْنُ فِى رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ ...
"Rasulullah adalah manusia yang paling pemurah, dan beliau lebih pemurah lagi di bulan saat Jibril menemui beliau, …HR. al-Bukhari.
0 Comment