Relevansi Ilmu Komunikasi Islam dengan Ilmu-ilmu Lain
Di Indonesia, ilmu komunikasi diperoleh melalui Keputusan Presiden
(Keppres) No. 107/82 Tahun 1982. Keppres ini membawa penyeragaman nama
dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk komunikasi.
Sebelumnya, di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung dan Universitas
Gajah Mada (UGM) Yogyakarta komunikasi disebut sebagai “publisistik”. Di
Universitas Indonesia (UI) telah lama diganti dari publisistik menjadi
“Ilmu Komunikasi Massa”.
Tokoh-tokoh yang mengembangkan ilmu
komunikasi di Indonesia di antaranya Drs. Marbangun, Sundoro, Prof.
Sujono Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Drs. Mustofo. Dan pada tahun
1960-an muncul tokoh lain seperti Dr. Phil. Astrid S. Susanto alumni
dari Jerman Barat (1964) dan Dr. M. Alwi Dahlan alumni dari Amerika
Serikat (1967).
Sejak awal hingga kini, perkembangan ilmu
komunikasi banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain. Misalnya dapat
ditelusuri latar belakang tokoh-tokoh yang mengembangkannya, terutama di
Amerika Serikat. Harold D. Laswell berlatar belakang ilmu politik; Max
Weber, Daniel Lerner, Everatt M. Rogers berlatar belakang sosiologi;
Carl I. Hovland, Paul Lazarfeld berlatar belakang psikologi; Shannon dan
Weaver berlatar belakang matematika dan teknik; sedangkan Wilbur
Schramm berlatar belakang bahasa (linguistic). Berdasarkan keragaman
ilmu-ilmu lain yang membangun kerangka keilmuan komunikasi itu
menampakkan ilmu ini sangat eklektif. Wilbur Schramm mengibaratkannya
sebagai kota purba yang bernama Babelh Dehre, di mana para musafir
lewat, mampir dan kemudian meneruskan perjalanan. Bekas persinggahan
para musafir itu nampak dalam keluasan ilmu komunikasi. Schramm
menyebutkan: “ilmu komunikasi bagaikan jalan simpang paling ramai dengan
segala disiplin yang melintasinya”.
Ekletisme komunikasi terlihat
dengan konsep-konsep yang berkembang, sebagaimana disederhanakan B.
Aubrey Fisher (1978) yang menjadikan komunikasi ke dalam 4 (empat)
paradigma (perspektif atau teori), yaitu perspektif mekanistis,
psikologis, interaksional, dan pragmatis. Hal ini pun menjadikan ilmu
komunikasi tetap bisa digabungkan atau “dikawinkan” dengan disiplin ilmu
lainnya, sehingga muncullah komunikasi politik, komunikasi pembangunan,
komunikasi lintas budaya, komunikasi pertanian, dan sebagainya.
Terjadinya kompetisi berbagai paradigma untuk merumuskan ilmu komunikasi
bisa disebabkan oleh kompleksitas dan rumitnya kajian ilmu ini. Di
samping itu, ilmu komunikasi juga masih sangat relatif muda dan belum
mempunyai bangunan grand theory yang mantap sehingga memungkinkan banyak
disiplin masuk untuk menangkap realitas komunikasi. Frank Dance melihat
bahwa disiplin ilmu komunikasi tidak mempunyai Grand Theories dan
sejumlah teori yang ada masih parsial dan partikularistik. Beberapa
alasan yang dikemukakan sebagai berikut:
a. Sifat prosesual komunikasi yang menyulitkan prediksi;
b. Sifat komunikasi yang hadir di mana-mana yang membuat penjelasan menjadi sulit;
c. Fakta bahwa komunikasi adalah instrumen dan obyek studi;
d. Kekakuan dan pelecehan yang berasal dari perdebatan paradigmatik;
e. Persaingan antara disiplin-disiplin yang berkaitan.
1. Sosiologi
Sebagaimana dalam perkembangan ilmu alam, ilmu sosial juga berusaha
untuk mensinergikan antara apa yang diamati di lapangan penelitian dan
konstruksi teori sosial tentang hal yang hendak diteliti. Statistika
adalah ilmu yang paling sering digunakan untuk melakukan berbagai hal
yang mungkin diukur dalam sistem sosial. Cara untuk membandingkan
konstruksi teori sosial tersebut dengan apa yang diperoleh di lapangan
adalah dengan membangun model. Pada dasarnya konstruksi teori sosial
dapat secara sederhana disebut sebagai model dari proses sosial yang
diamati.
Namun memodelkan sebuah sistem sosial bukanlah pekerjaan
mudah. Hal ini didasarkan pada dua hal. Pertama, interaksi kompleks yang
terlibat dalam sistem sosial berarti bahwa hasil dari pemodelan
tersebut sulit untuk dianalisis dengan menggunakan pendekatan biasa
(kompleksitas sintaktik). Kedua, karakteristik dari fenomena sosial
seringkali lebih baik didekati dengan representasi semantik alias
pendekatan secara kualitatif biasa. Persoalannya adalah hal ini sangat
sulit untuk diterjemahkan dalam metode formal, sehingga mengakibatkan
kesulitan melakukan pengecekan dengan teori yang sudah ada selama ini.
Menurut
penyunting artikel dalam situs “Wikipedia bebas berbahasa Indonesia”
pokok bahasan sosiologi meliputi beberapa hal, di antaranya sebagai
berikut:
a. Fakta sosial
Fakta sosial adalah cara bertindak,
berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya
kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Contoh, di sekolah
seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam,
dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut
dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika
dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak,
berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang
bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).
b. Tindakan sosial
Tindakan
sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan
perilaku orang lain. Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi
bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk
diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang
lain, merupakan tindakan sosial.
c. Khayalan sosiologis
Khayalan
sosiologis diperlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di
masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia. Menurut Wright Mills,
dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat,
riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Alat untuk
melakukan khayalan sosiologis adalah troubles dan issues. Troubles
adalah permasalahan pribadi individu dan merupakan ancaman terhadap
nilai-nilai pribadi. Issues merupakan hal yang ada di luar jangkauan
kehidupan pribadi individu. Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki
satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah trouble.
Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan
pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang
menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut
merupakan isu, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.
d. Realitas sosial
Seorang
sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai
tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog
tersebut harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian
secara ilmiah dan obyektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan
pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.
Jika dikaitkan dengan berbagai hal dalam kajian ilmu komunikasi, maka
akan nyata terlihat beberapa pokok bahasannya selalu berkaitan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bahagian terdahulu bahwa pokok
bahasan komunikasi adalah manusia dan bahasa yang digunakannya baik yang
bersifat verbal maupun non-verbal. Dengan demikian, fenomena sosial
menjadi persamaan kajian di antara keduanya. Juga sebagaimana yang telah
dikemukakan pada bahagian sebelumnya bahwa pengkajian komunikasi tidak
bisa dilepaskan dari ilmu-ilmu sosial yang mengitarinya. Bahwa sosiologi
merupakan kajian atau disiplin ilmu yang mengitarinya. Sehingga untuk
beberapa lama dalam masa awal perkembangan ilmu komunikasi, justru yang
mengembangkannya adalah tokoh-tokoh dari ilmu yang mengitari ilmu
komunikasi ini. Tokoh-tokoh dalam bidang sosiologi yang turut serta
mengembangkan ilmu komunikasi di antaranya dapat disebutkan nama-nama
seperti Paul F. Lazarsfeld yang semula ahli dalam bidang matematika
kemudian beralih ke bidang sosiologi dan Everett M. Rogers yang
meguasai sosiologi pedesaan.
2. Antropologi
Budaya dan tradisi sering dianggap sebagai penyebab kita berlaku tidak
assertif, atau “nrimo” dalam berkomunikasi. Sering kita dididik untuk
tidak membantah, tidak mau berdebat, tidak boleh menatap muka orang jika
berbicara, dan tidak menunjukkan emosi kita. Sikap demikian dianggap
sebagai sikap hormat seseorang kepada yang lebih tua, yang lebih
dihormati. Sikap agresif juga bisa diwarnai oleh budaya, oleh kebiasaan
dan tradisi, namun sebenarnya dengan pengenalan dan pendidikan yang
benar, sikap agresif itu akan dapat dibenahi untuk menjadi assertif atau
lugas. Perilaku yang lugas atau assertif menunjang prospek karier
karena pola kebiasaan mengacu kepada sikap percaya diri yang sehat,
membangun sikap dan berfikir positif, menghilangkan prasangka buruk,
menanamkan perhargaan dan pengakuan akan prestasi orang lain dan
prestasi kita, dan meningkatkan kemampuan komunikasi secara efektif.
3. Manajemen
Hubungan yang sangat jelas terlihat antara komunikasi dengan manajemen
berada di dalam suatu organisasi. Manajemen seringkali mempunyai masalah
tidak efektifnya komunikasi. Padahal komuniksai yang efektif sangat
penting bagi para manajer. Hal ini terlihat, paling tidak, dalam dua
lasan. Pertama, komunikasi adalah proses melalui mana fungsi-fungsi
manajemen perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
dapat dicapai. Kedua, komunikasi adalah kegiatan untuk mana para manajer
mencurahkan sebagian besar proporsi waktu mereka.
Proses
komunikasi memungkinkan manajer untuk melaksanakan tugas-tugas mereka.
Informasi harus dikomunikasikan kepada para manajer agar mereka
mempunyai dasar perencanaan, rencana-rencana harus dikomunikasikan
kepada pihak lainnya agar dilaksanakan. Demikian juga pengorganisasian
memerlukan komunikasi dengan bawahan tentang penugasan jabatan mereka.
Pengarahan mengharuskan manajer untuk berkomunikasi dengan bawahannya
agar tujuan kelompok dapat dicapai. Komunikasi verbal dan non-verbal
adalah bagian esensi pengawasan. Jadi, manajer dapat melaksanakan
fungsifungsi manajemen mereka hanya melalui interaksi dan komunikasi
dengan pihak lain.
Di samping itu, bagian terbesar dari waktu
manajerial dicurahkan untuk kegiatan komunikasi. Jarang sekali manajer
yang bekerja di belakang meja sendiri. Dalam kenyataannya, waktu
manajerial dihabiskan untuk komunikasi tatap muka atau melalui telepon
dengan bawahan, rekan sejawat, penyelia, penyedia atau langganan.
4. Psikologi
Sebagaimana
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa bangunan ilmu komunikasi juga
mengadopsi metode atau pendekatan dari kajian psikologi. Salah seorang
tokoh yang memiliki keahlian di bidang psikologi dan mengembangkannya ke
dalam perspektif komunikasi adalah Carl I. Hovland.
Hubungan yang
sangat jelas terlihat antara psikologi dan komunikasi adalah pada proses
komunikasi itu sendiri. Proses komunikasi dalam perspektif psikologi
terjadi pada komunikator ketika ia melakukan penyandian (encoding) pesan
dan pada komunikan tatkala ia melakukan peng-awa-sandian (decoding)
pesan yang ia terima dari komunikator tadi.
Komunikasi tidak berdiri
sendiri, bagaimana seseorang berkomunikasi, gaya orang berkomunikasi
sangat tergantung dari pikiran, emosi, dan perilakunya, yaitu
faktor-faktor psikologik bagaimana orang melihat citra dirinya, citra
pihak lain, kondisi fisik, mental, dan suasana hatinya pada saat
berkomunikasi. Oleh karena itu tantangan mengembangkan suatu pola dan
iklim komunikasi dalam suatu lingkungan organisasi, tidak terbatas pada
penguasaan kata-kata, gerak langkah dan perbuatan, ekspresi wajah dan
bahasa tubuh saja. Tantangan yang besar justru datang dari cara
berpikir, keyakinan, emosi, dan perilaku yang tepat untuk suatu budaya
dan lingkungan kerja suatu organisasi atau unit kerja.
Para pakar
psikologi menyederhanakan konsep komunikasi yang dilatarbelakangi gaya
komunikasi ini dengan pembagian: agresif, assertif, dan non-assertif.
Mereka yang tergolong berkomunikasi dengan gaya agresif melakukan
komunikasi dengan terlalu cepat, terlalu aktif, dominan, kasar cenderung
merebut hak orang lain. Sebaliknya mereka yang termasuk non-assertif
berkomunikasi dengan gaya terlalu pasif, terlalu mengalah, sulit
menyatakan “tidak”, sulit mengungkapkan isi hatinya secara jujur dan
lugas, sulit menolak, sulit membantah, dan cenderung direbut hak
perorangannya. Sedangkan di antara mereka, ada gaya berkomunikasi yang
lugas atau assertif, yaitu mereka yang dapat menjewantahkan percaya diri
sehingga berani dan lugas dalam mengungkapkan keyakinan, tabah dalam
mempertahankan pendapatnya, dan sehingga positif dalam berkomunikasi.
5. Ekonomi
Gary
H. Stern dalam tulisannya “Do We Know Enough about Economic?"
menyebutkan bahwa pemahaman ilmu ekonomi adalah pengetahuan yang vital
bagi semua orang terutama orang muda. Sama vitalnya seperti kemampuan
baca-tulis. Majalah Region yang diterbitkan oleh Federal Reserve Bank of
Minneapolis berpendapat bahwa pengertian ekonomi sangat penting dan
perlu disebarluaskan kepada semua orang. Pertama, sangat sedikit yang
memahami pentingnya peranan Bank Sentral (Federal Reserve) dalam
kebijaksanaan moneter yang begitu luas dampaknya bagi kehidupan
masyarakat, serta pengertian mengenai peraturan perbankan dan pelayanan
lembaga-lembaga keuangan. Kedua, yang mungkin lebih penting lagi ialah
bahwa "melek-ekonomi" merupakan tolok ukur seberapa jauh orang menyadari
tentang adanya kekuatan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup
masyarakat.
Tentu saja penyampaian pesan-pesan ekonomi--tidak
bisa tidak—adalah dengan berkomunikasi. Demikian juga dalam penyampaian
pesan-pesan lainnya. Kurt Lewin yang dikenal dengan konsep “gatekeeping”
nya, yakni proses pengendalian arus pesan dalam saluran komunikasi
selama Perang Dunia II pemerintah Amerika Serikat mempropagandakan
makanan yang disebut “sweetbread” (isi organ sapi atau kambing, seperti
hati, usus, limpa, dan sebagainya) untuk dijadikan konsumsi masyarakat.
Lewin dan murid-muridnya melakukan serangkaian penelitian dengan
penduduk kota di Iowa Amerika Serikat sebagai responden. Kepada mereka
diajukan himbauan agar memakan sweetbeard tadi. Hasil eksperimen itu
menunjukkan bahwa para ibu rumah tangga ternyata bertindak sebagai
gatekeeper (penjaga gerbang informasi) mengenai makanan yang tidak
populer itu.
Dari penelitian di atas dapat dikemukakan bahwa dalam
hal ekonomi, seperti mempromosikan sesuatu produk tidak bisa tidak harus
menggunakan komunikasi. Komunikasi begitu penting, bukan saja di dalam
ekonomi rumah tangga, tetapi juga bahkan di atasnya. Promosi
produk-produk suatu daerah atau negara ke daerah lain atau ke negara
lain harus menggunakan diplomasi yang baik. Penggunaan diplomasi berarti
memainkan peran sebagai seorang komunikator.
Jika pada masa Perang
Dunia I dan II propaganda dijadikan sebagai alat untuk menakut-nakuti
musuh, sehingga lebih bersifat koersif, justru pada era modern seperti
sekarang ini propaganda diarahkan sebagai media periklanan,
mempromosikan produk-produk barang maupun jasa yang akan dijual kepada
konsumen. Propaganda sudah menjadi media promosi.
Dari uraian di
atas, jelaslah bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi
dengan ekonomi. Demikian juga hubungan antara komunikasi Islam dengan
ekonomi dapat dilihat sebagaimana penjelasan di atas. Tentu saja
komunikasi Islam berprinsip kepada Alquran dan Hadis Nabi Saw.
Dalam
komunikasi Islam, mempromosikan suatu produk bukan berarti monopoli.
Monopoli sebagai upaya menjatuhkan pebisnis lainnya dengan cara menimbun
atau menumpuk harta sejenis, atau memborong suatu produk untuk tujuan
membuat harga sesukanya, dan praktek lainnya yang tidak sesuai ajaran
Islam tidaklah diperbolehkan. Bahkan komunikasi Islam menghendaki
transparansi yang sejujurnya, sebagaimana praktek Nabi Saw. yang
menunjukkan barang-barang atau produk yang kurang berkualitas dan yang
berkualitas. Demikian juga bahwa Nabi Saw. memberdakan harga yang baik
kualitasnya dengan yang sudah rusak atau cacat, tidak
mencampuradukkannya. Inilah di antara praktek-praktek komunikasi Islam
dalam hubungannya dengan ekonomi.
6. Dakwah
Ada pertanyaan mendasar yang harus dikemukakan sebelum kita melihat
hubungan ilmu komunikasi Islam dengan dakwah, yaitu apakah komunikasi
Islam sama dengan dakwah? Jawaban yang berkembang ada dua pandangan.
Pertama, pandangan yang mengatakan bahwa komunikasi Islam sama dengan
dakwah. Misalnya Toto Tasmara menyebutkan: “Kalau diperhatikan secara
seksama dan mendalam, maka pengertian dakwah itu tidak lain adalah
komunikasi”. Tetapi ia kemudian menyebut, hanya saja yang secara khas
dibedakan dari bentuk komunikasi yang lainnya, terletak pada cara dan
tujuan yang akan dicapai. Tujuan dari komunikasi mengharapkan adanya
partisipasi dari komunikan atas ide-ide atau pesan-pesan yang
disampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkah laku yang di
harapkan. Di dalam dakwah demikian juga.
“Ciri khas yang
membedakannya adalah terletak pada pendekatannya yang dilakukan secara
persuasive, dan juga tujuannya yaitu mengharapkan terjadinya
perubahan/pembentukan sikap dan tingkah laku sesuai dengan ajaran-ajaran
agama Islam. Atas dasar ini dapat kita katakan bahwa dakwah itu adalah
juga merupakan suatu proses komunikasi, tetapi tidak semua proses
komunikasi merupakan proses dawkah. Dengan demikian, dakwah itu
merupakan suatu bentuk komunikasi yang khas yang dapat dibedakan dari
bentuk komunikasi lainnya di dalam beberapa hal sebagai berikut: 1)
Siapakah pelakunya (Komunikator); 2) Apakah pesn-pesannya (Message); 3) Bagaimanakah caranya (Approach); dan 4) Apakah tujuannya (Destination)”.
Di samping itu, ada pendapat yang mengemukakan bahwa komunikasi dengan
dakwah sangat berbeda. Pada periode tahun 1998-1999 di kalangan senat
Omdurman Islamic University (OIU) Sudan terjadi kontroversi seputar
penamaan salah satu fakultasnya, yaitu Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Hingga akhirnya, karena dakwah merupakan bagian dari komunikasi, maka
diganti menjadi Fakultas Komunikasi saja. Perbedaan ini mereka lihat
terletak pada job masing-masing. Dakwah merupakan isi (content) dari
komunikasi, sehingga ia juga merupakan suatu metode atau tipe tersendiri
dari komunikasi, sedangkan komunikasi itu sendiri adalah suatu proses.
Sekalipun keduanya satu sama lain berbeda, namun memiliki hubungan yang
sangat erat. Dakwah merupakan bangunan besar dari komunikasi. Dengan
demikian, dakwah tidak bersinonim dengan komunikasi, melainkan merupakan
bagian dari komunikasi Islam.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut
di atas, penulis lebih cenderung membedakan antara komunikasi Islam
dengan dakwah. Komunikasi Islam merupakan induk dari dakwah. Salah satu
bentuk komunikasi Islam adalah dakwah. Dakwah secara spesifik berbicara
mengenai seruan kepada Islam. Sedangkan komunikasi Islam tidak saja
menyeru kepada Islam, tetapi membingkai komunikasi yang sesuai dengan
ajaran Islam secara lebih luas. Jika boleh dikatakan, tujuannya sangat
jelas berbeda. Komunikasi Islam tidak seluruhnya bertujuan untuk
mengajak orang kepada Islam, tetapi di dalamnya ada bagian tertentu yang
membicarakan itu, yaitu dakwah. Kendati demikian, komunikasi Islam
jelas mengajak orang menyampaikan pesan (message) berdasarkan
prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Islam, yakni berdasarkan Alquran dan
Sunnah Nabi Sw.). Jadi, dengan demikian, dakwah merupakan bagian dari
komunikasi Islam.
Hubungan yang paling jelas terlihat nanti adalah
ketika berbicara mengenai metode keduanya. Satu sama lain tentu saja
saling mengatakan bahwa ini metode komunikasi, bahwa ini metode dakwah.
Hal itu memang akan terjadi, karena keduanya didasarkan pada Alquran dan
Hadis Nabi Saw. Misalnya di dalam komunikasi Islam bahwa metode yang
dikutip adalah dari Qs. An-Nahl, ayat 125, metode dakwah juga
menggunakannya. Dengan demikian, antara dakwah dan komunikasi memang
saling berhubungan satu dengan lainnya. Ketika berbicara mengenai konsep
penyiaran Islam, maka yang dibicarakan adalah dakwah, sekaligus
komunikasi Islam, sebab penyampaian pesan sebenarnya adalah kajian
komunikasi.
Dalam kenyataannya juga terlihat bahwa seorang da’i
(jika diartikan sebagai seorang muballigh) adalah juga sebagai seorang
komunikator Islam. Seorang muballigh karena mengambil prinsip-prinsip
komunikasi dalam menyampaikan pesannya kepada audiens, maka ia disebut
seorang komuniktor. Satu hal yang tentu saja sangat berbeda, yaitu
ketika yang menjadi komunikator bukan seorang Muslim, tetapi karena ia
menggunakan prinsip-prinsip berkomunikasi menurut ketentuan Islam, maka
sebenarnya ia telah mempraktekkan Komunikasi Islam. Ini sangat berbeda
dengan ketika seorang non-Muslim menyampaikan ajaran Islam, sekalipun
itu benar adanya, maka ia tidak akan pernah disebut sebagai da’i atau
muballigh.
Dengan demikian, kendati antara Komunikasi Islam dengan
dakwah saling berhubungan, tetapi perbedaan di antara keduanya tetap
ada, sehingga antara keduanya tidak bisa dikatakan sama.
0 Comment