KEMISKINAN TANTANGAN BARU DAKWAH
Kemiskinan merupakan problem kebangsaan dan keumatan yang sangat serius
di Indonesia. Dengan standar kemiskinan yang hanya Rp. 7.060 pendapatan
perkapita perhari saja, Jumlah penduduk miskin di indonesia pada tahun
2010 mencapai 13,3% atau sekitar 31 juta jiwa. Jika standar pendapatan
tersebut dinaikkan berdasarkan standar Asian Development Bank (ADB),
yakni sebesar Rp. 7.800 perkapita perhari, maka jumlah penduduk miskin
di Indonesia melonjak naik menjadi 43,1 juta jiwa. Jumlah ini yang
paling parah dikawasan ASEAN. Kondisi ini tentu saja ironis karena
paradox dengan kondisi alam Indonesia yang sangat kaya dengan berbagai
sumber daya kehidupan.
Melihat kemiskinan tidak bisa dilepaskan dari penyebabnya, karena dengan
memahami penyebabnya, upaya penanggulangan kemiskinan dapat diurai
Secara umum, kemiskinan dapat disebabkan oleh tiga factor yakni
cultural, structrural dan natural. Kemiskinan cultural disebabkan oleh
adanya budaya negative yang terbangun dimasyarakat serta pemahaman
keagamaan yang salah, seperti sikap malas, etos kerja rendah, tidak
disiplin, pemahaman soal takdir, dll. Seseorang dapat menyatakan
kemiskinan sebagai sebuah takdir, karenanya harus diterima apa adanya
dan tidak perlu dirubah. Keyakinan ini sangat menyulitkan pihak manapun
yang mencoba menyelesaikannya. Karena tantangannya justru berasal dari
diri orang miskin itu sendiri.
Kemiskinan structural lebih disebabkan karena factor kebijakan politik
yang timpang.
Ketimpangan ini bisa terjadi antar daerah, bidang
pembangunan bahkan konstituen politik. Ketimpangan pembangunan berdampak
pada ketidakadilan dalam distribusi pendapatan dan pemerataan.
Akibatnya banyak masyarakat yang tidak tersentuh oleh program
pembangunan. Sedangkan kemiskinan natural lebih disebabkan oleh adanya
factor bawaan sejak lahir. Artinya mereka terlahir dalam kondisi yang
penuh keterbatasan fisik apalagi mental. Itulah tiga hal utama yang
dapat menyebabkan kemiskinan.
Theology Al Maun
Muhammadiyah sebagai organisasi islam modern terbesar di Indonesia,
bahkan dunia, memiliki tanggungjawab yang besar dalam menyelesaikan
problem kemiskinan tersebut. Dilahirkan oleh KH. Ahmad Dahlan pada
tanggal 8 Dzulhizah 1330 H atau 18 November 1912 M, Muhammadiyah telah
tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang modern dan terbesar.
Visionernya sang pendiri sejak 102 tahun (dalam hitungan hijriyah) yang
lalu, telah banyak mempengaruhi dinamika perkembangan masyarakat
Indonesia.
Kebesaran muhammadiyah dapat dilihat dari berbagai amal usaha yang
tersebar luas dari Sabang sampai Meraoke bahkan diluar negeri. Amal
usaha tersebut meliputi bidang pendidikan, kesehatan, sosial keagamaan
serta ekonomi. Ribuan sekolah dan rumah sakit menjadi bukti kebesaran
ormas ini. Dibidang ekonomi, amal usaha muhammadiyah sesungguhnya juga
telah mulai berkembang, sebut saja missal 17 BPR/BPRS, 400 an BMT/BTM
menjadi bukti gerakan ekonomi muhammadiyah. Namun jika dibanding dengan
amal usaha yang lain, bidang ekonomi memang masih jauh tertinggal.
Berbagai amal usaha muhammadiyah tersebut sesungguhnya bagian dari upaya
da’wah amar ma’ruf nahi munkar, yang selama ini telah menjadi ikon
muhammadiyah.
Dalam perspektif da’wah, gerakan muhammadiyah merupakan
gerakan da’wah sosial, karena lebih banyak menyentuh ranah sosial
keagamaan. Inilah yang disebut dengan theology al maun. Namun demikian,
al maun memiliki ranah gerakan yang sangat luas, seluas problem yang
dihadapi oleh masyarakat miskin. Al maun hadir tidak hanya untuk
pendidikan, kesehatan, tetapi juga pada aspek sosial, agama, ekonomi
bahkan kebudayaan.
Istilah al maun berangkat dari ajaran Al Qur’an Surat Al Maun. Surat ini
mengajarkan kepada kita untuk membangun kepedulian social, seperti
peduli dengan nasib orang lain seperti memelihara anak yatim dan
mengentaskan kemiskinan yang disejajrkan dengan perintah sholat.
Theology al maun tentu menjadi tantangan baru bagi muhammadiyah dan
ormas islam yang lain, mengingat problem kemiskinan sesungguhnya masih
sangat serius.
Dakwah untuk Pemberdayaan
Dakwah dapat berarti menyeru atau mengajak, tetapi penulis lebih setuju
memaknai dakwah dengan gerakan penyadaran untuk pembebasan. Penyadaran
akan tanggungjawab individu dan sosial, penyadaran akan pentingnya
perubahan nasib dan penyadaran pentingnya membangun relasi sosial secara
mutual. Makna ini lebih relevan, karena perubahan hanya akan efektif
jika telah terbangun kesadaran. Tujuan dari dakwah itu adalah
pembebasan, yakni pembebasan dari ketergantungan dengan makhluk lain,
pembebasan dari katakutan duniawi, penindasan dan ketidak adilan.
Dakwah akan lebih efektif jika berangkat dari kebutuhan riil yang
dihadapi oleh umat dan bukan keinginan sepihak dari para mubaligh. Oleh
karena itu dakwah hanya menyangkut aspek ibadah ritualistic tetapi juga
menyangkut aspek muamalah secara umum. Ranah ini agaknya masih kurang
difahami oleh para mubaligh/dai. Akibatnya problematika umat seperti
persoalan kemiskinan dan pemberdayaan kurang mendapat perhatian.
Masyarakat lebih sering mendapatkan indoktrinasi seputar fikiyah yang
penuh dengan khilafiah,sehingga kehidupan umat cenderung terkotak-kotak.
Persoalan besar yang mereka hadapi bersama justru sering luput dari
perhatian.
Perlu perubahan paradigma bagi seluruh komponen umat islam dalam rangka
mengembangkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Artinya dakwah harus
didesain sedemikian rupa sehingga mampu menyentuh ranah kebutuhan riil
umat seperti kemiskinan.
Perhatian Nabi Muhammad SAW tentang anjuran
makan malam dahulu sebelum sholat menjadi isyarat bahwa mencukupi
kebutuhan kehidupan harus diutamakan dari pada menyuruh mereka untuk
beribadah lainnya.
Karena persoalan kemiskinan juga menyangkut budaya dan faham keagamaan,
maka diperlukan waktu yang panjang dengan proses yang berkesinambungan
untuk merubahnya. Dari sini peran para mubaligh muhammadiyah
dipertaruhkan. Theology Al Maun yang telah berkembang kedalam berbagai
amal usaha dibidang pendidikan dan kesehatan harus lebih diperluas
sampai kepersoalan pemberdayaan ekonomi jamaah. Memasuki abad ke II,
visi baru gerakan Muhammadiyah dalam pemberdayaan ekonomi umat terus
dinanti oleh jutaan rakyat miskin di Indonesia. Semoga Muhammadiyah
mampu menjawab harapan tersebut
0 Comment