A.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an
memandang manusia adalah makhluk biologis, psikologis dan sosial. Manusia
sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama dengan makhluk lain.
Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan ilahi
atau roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau
menentang takdir Allah.[1]
Manusia
adalah sosok makhluk yang sangat sulit untuk dipahamai. Tidak sedikit ayat
Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan wahyu yang pertama turun di
Gua Hira’ manusia merupakan makhluk pertama yang disebut sebanyak dua kali.
Namun manusia tetap Man the Uknown. Mengetahui hakikat manusia bukanlah
pekerjaan yang mudah. Kita tidak mengetahui manusia secara utuh, yang kita
ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, akan tetapi
perlu kita ketahui manusia tidak sesederhana itu. Manusia banyak mempunyai
keistimewaan di banding makhluk lainnya, diantaranya adalah potensi untuk
menerima dan mengembangkan ilmu dan ajaran Islam.
Upaya
untuk mengetahui hakikat manusia secara utuh telah banyak pendapat para pakar,
baik dikalangan filosof, ilmuan, pakar agama mereka kesulitan untuk
mengungkapkannya. Kesulitan mengungkap hakikat manusia tersebut terungkap dalam
temuan Alexis Carrel, bahwa manusia adalah makhluk unik dan misterius yang tak
mampu ditelusuri secara keseluruhan.[2]
Menurut
Quraish Shihab[3]
keterbatasan manusia dalam substansi dirinya secara sempurna disebabkan oleh
tiga faktor pertama manusia itu lebih tertarik meneliti tentang alam
materi yang kongkrit dibanding hal-hal yang bersifat immateri, kedua
keterbatasan akal manusia yang hanya mampu memikirkan hal-hal yang bersifat
instrument dan ketiga manusia tidak mampu memikirkan yang bersifat
subsantsial dan komplek, Ketika multi komplek dan uniknya masalah manusia
artinya banyaknya masalah manusia tersebut. Manusia juga terdiri dari jiwa dan
raga. Apa yang dituntut oleh raga dan apa yang dituntut oleh jiwa, dua-duanya
harus dipenuhi agar manusia dapat hidup selamat di dunia ini.
Dalam
memahami hakikat manusia sebagai pemberi dan penerima ajaran Islam, itu berbeda
di pandang dari berbagai aspek, oleh karena itu lebih lanjutnya pada makalah
ini akan dibahas bagaimana hakikat manusia sebagai subjek dan objek dakwah
yaitu hakikat manusia dalam perspektif filosof dan Al-Qur’an.
B. Manusia Dalam
Perspektif Filosof
Manusia dalam jagad raya ini adalah makhluk
yang unik. Keunikannya sangat menarik dimata manusia sendiri, sehingga banyak
kajian-kajian tentang manusia terus berkembang karena memang pengetahuan
manusia tentang dirinya terbatas.
Beberapa
pendapat para filosof tentang manusia diantaranya[4]:
1.
Protagoras (481-411 SM)
Manusia adalah ukuran segala-galanya, baik dan buruk, benar dan
salah ditentukan oleh manusia itu sendiri (man is measure of all things),
artinya segala sesuatu untuk menuju kebaikan dan keburukan ditentukan oleh
manusia sendiri, oleh karena konsep kebenaran baginya bersifat sama, bahkan
cendrung tidak ada yakni bersifat relatif.
2.
Socrates (w. 399 SM)
Socrates berpendapat bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu
unsur materi yakni badan kasar dan non materi disebut juga jiwa sebagai jati
diri dari kepribadian manusia. Dapat di pahami bahwa manusia itu terdiri dari
jasmani dan rohani. Yang mana tujuan hidup manusia adalah untuk mencari
kebahagiaan, kebahagiaan itu dapat dicapai dengan mempotensikan jiwa dengan
sifat-sifat utama, keutamaan tersebut terletak pada pengetahuan.
3.
Plato (428-348 SM)
Pemikiran Plato bersifat dualistis, dimana ia membagi seluruh yang
realitas ini kepada dua bagian, yaitu jasmani (dunia realitas) dan bentuk
abstrak (dunia ide). Ide yang dimaksudkan tidak sama dengan “pemahaman”
atau “pandangan”, akan tetapi sebagai bentuk riil dan merupakan hakikat
dari segala yang ada. Kemudian Plato membagi manusia kepada tiga bagian yaitu:
-
Bagian rasional (mere logistikon)
-
Bagian keberanian (mere thymoeidos)
-
Bagian keinginan (mere apithymetikon).[5]
Dari tiga
komponen diatas saling berkaitan satu sama lainnya. Rasioanal adalah digunakan
sebagai alat untuk membedakan yang benar dan yang salah. Keberanian merupakan
hal untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan sedangkan keinginan merupakan
nafsu untuk mendapatkan segala-galanya.
4.
Aristoteles
Manusia adalah hewan yang berbicara. Dia membagi jiwa kepada tiga
golongan menurut kenyataan yang ada pada makhluk hidup di alam wujud ini yakni
jiwa tumbuh-tumbuhan, jiwa kehewanan dan jiwa berakal.[6]
Para ahli pikir filsafat mencoba memaknai hakikat
manusia. Mereka mencoba manamai manusia sesuai dengan potensi yang ada pada
manusia itu. Berdasarkan potensi yang
ada, para ahli pikir dan ahli filsafat tersebut memberi nama pada diri manusia
di muka bumi ini, yaitu dengan sebutan-sebutan sebagai berikut:
a.
Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi.
b.
Animal Rational, artinya binatang yang berpikir.
c.
Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan
bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang
tersusun.
d.
Homo Faber, yaitu makhluk yang terampil, pandai membuat
perkakas, atau disebut juga tool making animal, yaitu binatang yang pandai
membuat alat.
e.
Aoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama,
bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
f.
Homo Economicus, yaitu makhluk yang tunduk pada
prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
g.
Homo Religius, yaitu makhluk yang beragama.
Dalam perspektif filsafat, konsep manusia menurut Jalaluddin juga mencakup ruang lingkup kosmologi (bagian dari alam semester), antologi (pengabdi penciptanya), philosophy of mind (potensi), epistemology (proses pertumbuhan dan perkembangan potensi) dan aksiologi (terikat nilai-nilai).[7]
Dalam perspektif filsafat, konsep manusia menurut Jalaluddin juga mencakup ruang lingkup kosmologi (bagian dari alam semester), antologi (pengabdi penciptanya), philosophy of mind (potensi), epistemology (proses pertumbuhan dan perkembangan potensi) dan aksiologi (terikat nilai-nilai).[7]
Berbicara mengenai pandangan filsafat tentang
hakikat manusia, ada 4 aliran yang ditawarkan oleh para ahli filsafat. Adapun
keempat aliran tersebut, seperti yang dikutip Jalaluddin dan Abdullah
(1997:107-108) dan Zuhairini (1995:71-74) adalah sebagai berikut:
-
Aliran Serba Zat
Aliran ini menyatakan bahwa yang sungguh-sunguh ada
hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat sesuatu. Alam ini
adalah zat atau materi, dan manusia adalah unsur alam. Oleh karena itu, hakikat
manusia adalah zat atau materi.
-
Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpandangan bahwa hakikat segala sesuatu yang
ada di dunia ini ialah ruh, termasuk juga hakikat manusia. Adapun zat atau
materi adalah manifestasi ruh di atas dunia ini. Dengan demikian, jasad atau
badan manusia hanyalah manifestasi atau penjelmaan ruh.
-
Aliran Dualisme
Aliran ini menggabungkan pendapat kedua aliran di atas.
Aliran ini berpandangan bahwa hakikatnya manusia terdiri dari dua substansi,
yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini merupakan unsur asal, tidak
tergantung satu sama lain. Jadi, badan tidak berasal dari ruh, dan sebaliknya,
ruh tidak berasal dari badan. Dalam perwujudannya, manusia tidak serba dua,
melainkan jadi hubungan sebab akibat yang keduanya saling mempengaruhi.
-
Aliran Eksistensialisme
Aliran ini memandang manusia dari segi eksistensinya.
Menurut aliran ini, hakikat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan
sesungguhnya dari manusia. intinya, hakikat manusia adalah apa yang menguasai
manusia secara menyeluruh.[8]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam perspektif filsafat, manusia dinamai berdasarkan fungsi dan potensinya.
Dan manusia juga dipandang dalam bentuk aliran-aliran oleh para ahli filsafat.
C. Manusia dalam
Perspektif Al-Qur’an
Berbicara
tentang manusia berarti kita berbicara tentang dan pada diri kita sendiri
makhluk yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang telah
disampaikan lewat wahyu yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling
istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lain.
Menurur M.
Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan
Al-Qur’an dijelaskan bahwa ada tiga kata istilah manusia dalam Al-Qur’an
yakni:
1.
Kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin seperti
insan, ins,nas atau unas.
2.
Kata Basyar
3.
Kata Bani Adam dan Zuriyat Adam.[9] Adapun istilah Bani Adam dan Zuriyah
Adam maksudnya ialah manusia itu turunan Adam.
Sementara menurut Salamadanis bahwasanya secara garis
besar dalam Al-Qur’an makna manusia itu adalah Al-Basyar, Al-Insan dan
Annas. Walaupun demikian secara
khsus mempunyai penekanan makna yang berbeda. Kata Al-Basyar di
ungkapkan dalam Al-Qur’an sebanyak 38 kali yang terdapat dalam 26 surat, yang
menurut bahasa berarti kepala wajah dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut. Indikasinya menunjukan bahwa secara biologis yang dominan pada manusia
adalah kulitnya dibanding rambut atau bulunya. Kata Al-Basyar juga dapat
diartikan persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan. Artinya manusia
mempunya sifat makhluk biologis yang memiliki segala sifat kemanusiaan seperti
makan, minum dan seks.
Menurut Quraish Shihab, kata basyar
terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan
baik dan indah. Dari akar kata yang sama muncul kata basyarah yang
berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan
berbeda dengan kulit binatang. Di bagian lain dari Al Qur’an disebutkan bahwa
kata basyar digunakan untuk menunjukkan proses kejadian manusia sebagai
basyar melalui tahap-tahap sehingga mencapai kedewasaan. Disini tampak bahwa
kata basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia yang
menjadikannya mampu memikul tanggung jawab, sebab itu pula tugas kekhalifahan
dipikulkan kepada basyar seperti dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Hijr ayat
28.
Ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kata Al-Basyar adalah:
1. Al-Qur’an surat Al-Kahfi : 110
قُل إِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
فَمَن كَانَ
يَرْجُو لِقَاء
رَبِّهِ فَليَعْمَل عَمَلاً صَالِحاً وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
Artinya: Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal
mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang
anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu
menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan
diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka. (Q.S
Al-Kahfi : 110) [10]
2.
Surat Al-Hijir : 28
وَإِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلمَلاَئِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَراً مِّن صَلصَالٍ مِّنْ حَمَإٍ
مَّسْنُونٍ
Artinya: Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk. (Q.S Al-Hijir :28)[11]
3.
Surat Ar-Rum : 20
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنتُم بَشَرٌ تَنتَشِرُون
Artinya: Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah,
kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.(QS. Ar-Rum
: 20)[12]
Kata al-Insan/al ins, diungkapkan dalam Al-Qur’an oleh Allah
sebanyak 88 kali yang terdapat pada 43 surat. Secara bahasa arti al-Insan
adalah harmonis, jinak (lemah lembut), tampak atau pelupa. Kata ini dijelaskan
oleh Tuhan bahwasanya manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Kedua
unsur tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk istimewa, sempurna dan
memiliki ketergantungan antara individual antara satu dengan yang lainnya.
Perpaduan aspek fisik dan psikis menjadikan manusia menjadi makhluk yang
berbudaya, yang memiliki kemampuan bicara dan akal untuk dapat mengetahui
antara yang benar dengan yang salah dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.
Kata
Al-Insan juga digunakan untuk menunjukkan proses
kejadian manusia setelah Adam As dalam rahim yang mempunyai pengertian yaitu
proses biologis yang berasal dari saripati tanah melalui makanan. Maknanya
bahwa proses kehidupan manusia itu tidak terlepas dari alam dan isinya seperti
tumbuhan yang diberikan oleh Allah sebagai kebutuhan untuk kelangsungan hidup
manusia. Kemudian juga mempunyai arti psikologis (spiritual) yakni proses
ditiupkannya ruh pada diri manusia. Maknanya mengisyaratkan bahwa selain
kebutuhan materi, ia juga tak lepas dari kebutuhan immateri yang senantiasa
tunduk dan patuh kepada Allah SWT tanpa ada batasnya, tanpa ilat dan tanpa
akhir. Sikap tersebut berhubungan dengan kebaikan dan kesetiaannya terhadap
sang Khaliknya.[13]
Istilah insan terambil dari kata uns
yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Istilah ini , menurut Quraish Shihab
lebih tepat dibandingkan dengan pendapat yang mengatakan bahwa insan terambil
dari kata nasiya yang berarti lupa atau nasa yang berarti
guncang. Dalam Al Qur’an kata insan sering juga dihadapkan dengan kata
jin atau jan, yaitu makhluk yang tidak tampak. Kata insan, demikian Quraish
Shihab, dalam Al Qur’an digunakan untuk menunjuk manusia sebagi totalitas (jiwa
dan raga).
Selanjutnya
kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat,
mengetahui, dan minta izin. Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk
adanya kaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya. Manusia
dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat mengetahui apa
yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin ketika akan menggunakan
sesuatu yang bukan miliknya. Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa manusia
mampunyai potensi untuk memberi dan diberi pengajaran yang baik.
Dalam kitab
Ta’rifat bahwa manusia itu adalahالاثسان هو الحيوان
ا النا طق artinya
“manusia adalah hewan yang berfikir”.[14]
Manusia adalah maujud yang memiliki dua sisi , berada diantara alam fisik dan
metafisik, memiliki ruh dan jasad. Dari satu sisi ia sangatlah tinggi,
tangannya menggapai langit. Di sisi lain ia menukik ke bawah meraih bumi.[15]
Artinya setelah Al-Qur’an menyifati jenjang-jenjang penciptaan manusia, sejak
periode janin,spritualitas membawanya ketempat yang jauh lebih tinggi dari alam
materi, saat itu di tiupkan roh yang sangat mulia kepadanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa potensi manusia
menurut konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk
berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat
menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian,
ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia
mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian
manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
Ayat menjelaskan
tentang kata Al-Insan adalah
1.
Q.S At-Thariq : 5-7
فَليَنظُرِ
الإِنسَانُ مِمَّ خُلِقَ خُلِقَ مِن
مَّاء دَافِقٍ يَخْرُجُ مِن
بَيْنِ الصُّلبِ وَالتَّرَائِ
Artinya: Maka
hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang
keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan (Q.S
Ath-Thariq:5-7)[16]
2.
Q.S An-Nahl :78
وَاللّهُ
أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئاً وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. (Q.S An-Nahl : 78)
3. Q.S Al-Mu’minun:
12-14
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الإِنسَانَ مِن سُلاَلَةٍ مِّن طِينٍز.
ثُمَّ
جَعَلنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَّكِينٍ
ثُمَّ
خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا العَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
المُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا العِظَامَ لَحْماً ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلقاً
آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الخَالِقِينَ
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S Al-Mukminun : 12-14)[17]
Menurut Ismail Rajfi manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting,
karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan. Manusia
mempunyai kelebihan yang luar biasa. Kelebihan itu adalah dikaruniainya akal.
Dengan dikarunia akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang
dimilikinya serta mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah
sebagai amanah.Selain itu manusia juga dilengakapi unsur lain yaitu qolbu
(hati)[18].
Dengan qolbunya manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral,
merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual
sesuai dengan konsep dalam
Al-Qur’an. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling
mulia dibandingkan dengan makhluk yang lain, dengan memiliki potensi akal,
qolbu dan potensi-potensi lain untuk digunakan sebagai modal mengembangkan
kehidupan. Agaknya
perlu kita mengetahui (untuk keperluan pendidikan) bahwa manusia itu,
menurut Tuhan memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara
kelebihan manusia ialah :
1. .Dijadikan
Allah sebagai khalifah (wakil) di bumi (Surat 2:30; surat 6:122). Tentu
penunjukkan ini menjelaskan bahwa manusia itu memiliki kelebihan yang banyak.
Surat Al-Baqarah : 30
وَإِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ.
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak
z menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
2.
Dimuliakan
Allah dan diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain (Surat 17:70).
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلنَاهُمْ فِي البَرِّ وَالبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم
مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
3.
Diberi alat
indera dan akal (Surat 16:78; surat 30:8). Karena diberi akal itulah maka manusia
harus mempertanggungjawabkan segala keputusannya. Firman allah SWT Q.S An-Nahl:
78
وَاللّهُ
أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئاً وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.
- Tempat tinggal yang lebih baik
dibandingkan dengan makhluk lain dan diberi rezeki (Surat 70:10). Firman
Allah Q.S Al-Ma’arij : 10
وَلاَ يَسْأَلُ
حَمِيمٌ حَمِيما
. Dan
tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan temannya,
- Memiliki proses regenerasi yang teratur
melalui perkawinan. Lembaga perkawinan tidak diberikan kepada selain
manusia.
- Diberi daya berusaha dan usahanya dihargai
(Surat 53:79).[19]
Adapun
kelemahan manusia ialah :
1.
Manusia adalah
makhluk yang lemah (Surat 4:28). HAMKA menambahkan bahwa kelemahan manusia itu
terutama ialah lemah dalam mengendalikan hawa nafsu syahwat dan oleh karena itu
Allah memberikan jalan keluar boleh poligami sampai empat asal sanggup adil.
Firman Allah Q.S An-Nisa’: 28
يُرِيدُ اللّهُ
أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفاً
Artinya: Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
2.
Manusia
memiliki kecenderungan nakal. Allah melukiskan kenakalan manusia itu di dalam
Al Qur’an. Apabila manusia ditimpa bahaya maka ia berdo’a kepada Allah, tetapi
bila ia lepas dari bahaya itu ia kembali ke jalan sesat seolah-oleah dia tidak
pernah berdo’a kepada Allah (Surat 10:12; surat 39:8) dan bila manusia
memperoleh nikmat ia berkata bahwa nikmat itu berasal dari usaha dan
kepintarannya sendiri (Surat 39:49). Firman Allah SWT Q.S Yunus : 10
عَنْهُ ضُرَّهُ
مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَّسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ
لِلمُسْرِفِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ
دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِداً أَوْ قَآئِماً فَلَمَّا كَشَفْنَا
Artinya: Dan
apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring,
duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia
(kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa
kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah
orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka
kerjakan.
3.
Manusia itu
sombong, tidak mau berterima kasih dan mudah putus asa. Tatkala manusia itu
memperoleh nikmat dari Allah, ia berpaling dari Allah dengan sikap sombong,
bila ditimpa kesusahan ia mudah putus asa (Surat 17:67; surat 22:66; surat
100:06; surat 11:09, surat 41:51). Sifat ini akan mempersulit mendidik manusia.
Firman Allah SWT Q.S Al-Isra’: 67
وَإِذَا
مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي البَحْرِ ضَلَّ مَن تَدْعُونَ إِلاَّ إِيَّاهُ فَلَمَّا
نَجَّاكُمْ إِلَى البَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإِنْسَانُ كَفُوراً
Artinya: Dan apabila
kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali
Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan
manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.
4.
Manusia itu
senang membantah (Surat 16:4; surat 18:54).
خَلَقَ
الإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ
Artinya: Dia
telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.
5.
Manusia itu
bersifat tergesa-gesa. Ini sering membahayakan dirinya. Bila ia berdo’a kepada
Allah ia ingin segera dijabah (Surat 21:37; surat 17:11). Allah mengingatkan
agar manusia tidak tergesa-gesa dalam menyelesaikan urusannya (Surat 75:20).
Banyak kegagalan dan penyesalan disebabkan oleh ketergesaan manusia. Firman
allah SWT Q.S Al-Anbiya’ : 37
خُلِقَ
الإِنسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ آيَاتِي فَلاَ تَسْتَعْجِلُونِ
Artinya: Manusia
telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu
tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan
segera.
6.
Manusia itu
pelit. Allah melukiskan sifat pelit atau kikir manusia bahwa seandainya seluruh
dunia dan isinya diberikan kepada manusia, manusia tetap akan pelit
membelanjakan hartanya, manusia itu kikir (Surat 17:100). Firman Allah SWT Q.S
Al-Isra’: 100
قُل لَّوْ
أَنتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَآئِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذاً لَّأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ
الإِنفَاقِ وَكَانَ الإنسَانُ قَتُوراً
Artinya:
Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan
rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut
membelanjakannya." Dan adalah manusia itu sangat kikir.
7.
Manusia itu
adalah makhluk suka mengeluh. Mengeluh itu adalah sifat negative dari pandangan
psikologi dan permasalahannya tidak pernah terselesaikan dengan mengeluh bahkan
seringkali mengeluh itu menambah rumitnya masalah yang dihadapi. Al Qur’an
menjelaskan bahwa manusia suka mengeluh (Surat 70:20), Firman Allah SWT Q.S
Al-Ma’aarij: 20
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعاً
Artinya:
Apabila ia ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah
8.
Manusia
mempunyai kecenderungan untuk berbuat maksiat terus menerus dan bertindak
melampaui batas (Surat 75:05). Ia memilki nafsu, nafsu itu mudah dipengaruhi
hawa. Nafsu yang dikendalikan hawa, yang disebut hawa nafsu, akan selalu
mengajak manusia melakukan kejahatan (Surat 12:35). Bila ia melihat dirinya
serba cukup maka manusia itu cenderung berbuat melampaui batas (Surat 96:6~7).[20]
D. Kesimpulan
Kajian
mengenai manusia sangat luar biasa sekali uniknya. Sangatlah pantas manusia itu
dikatakan makhluk yang paling mulia. Dilihat dari proses penciptaan sampai
kepada fungsinya, sudah menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang
terpilih oleh Allah.
Dalam uraian singkat makalah di atas,
terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi berkaitan tentang manusia,
yaitu:
1.
Hakikat manusia itu sangat beragam sekali, mulai dari
hakikatnya sebagai makhluk Allah SWT dan hakikatnya sebagai makhluk social
2.
Pandangan tentang
manusia itu dapat dilihat dari dua perspektif.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,(Jakarta:Darus Sunnah, 2002)
Assegaf Rahman
Abd.,Studi Islam Kontekstual, (Yokyakarta: gama Media, 2005)
Al-Ahwani Fuad
Ahmad, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1997)
Hanafi Jarjani
Husaini Ali bin Muhammad bin Ali Hasan Abu, Kitab Ta’arif, (Beirut : Darul Kutub, 2002)
Http, Internet
Ma’rifat Adi.
M, Sejarah lengkap Al-Qur’an, (Jakarta: Al-Huda, 2010)
Salmadanis, Filsafat
Dakwah, (Jakarta: Surau, 2003)
Shihab
Quraish.M, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997)
[1] Abd. Rachman
Assegaf,Studi Islam Kontekstual, (Yokyakarta:Gama Media, 2005), hal 57
[2] Salmadanis, Filsafat
Dakwah, (Jakarta: Surau, 2003),hal. 62
[3] M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), hal 277-278
[5] Salmadanis, Ibid,
hal.62-63
[6] Ahmad Fuad
Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1997),hal.158
[7] Http, Internet,
[8] Http, Internet
[9]M. Quraish
Shihab, Ibid, hal. 278-280
[10] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,(Jakarta:Darus Sunnah, 2002), hal. 305
[11] Ibid, hal.
264
[12] Ibid,
hal, 407
[13] Salmadanis,Ibid,
hal.65
[14] Abu Hasan Ali
bin Muhammad bin Ali Husaini Jarjani hanafi, Kitab Ta’rifat,
(Beirut:Darul Kutub, 2002), hal.41
[15] M. Adi
Ma’rifat, Sejarah Lengkap Al-Qur’an, (Jakarta:Al-Huda, 2010), hal. 17
[16] Departemen
Agama RI, Ibid, hal. 592
[17] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2000),
hal.273
[18] Http Internet
[19] Http, Internet
[20] Ibid
0 Comment