A. Pendahuluan
Kitab bulughu al-maram merupakan kitab yang menghimpun
hadist-hadist Rasulullah Saw berdasarkan pembahasan fiqh. Kitab ini
dikarang oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Astqalaniy, ia merupakan seorang ahli hadist
yang diakui pada zamanya serta menjadi rujukan bagi generasi setelahnya. Kitab
ini banyak mendapat respon bagi generasi setelahnya yaitu dengan men-syarah-nya.
Diantara ulama yang men-syarah kitab tersebut adalah Imam al-Shan’aniy,
ia merupakan ulama terkemuka yang banyak memberikan sumbangsih keilmuan kepada
umat Islam.
Makalah ini membahas tentang fiqh hadist
Imam al-Shan’aniy dalam men-syarah kitab bulughu al-maram. Disamping
itu, makalah ini juga membahas biografi singkat Imam al-Shan’aniy. Meskipun
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, akan tetapi penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
B. Biografi Singkat Imam al-Shan’ani
1.
Nama dan Nasab Imam al-Shan’ani
Nama
lengkapnya adalah al-Imam al-Mutqin al-Muhaddisth al-Hafiz Abu Ibrahim Muhammad
bin Isma’il bin Shaleh bin Muhammad bin ‘Ali, dikenal dengan nama al-‘Amir
al-Hasani al-Yamani al-Kahlani al-Shan’ani.[1]
2.
Kelahiran dan Wafatnya
Imam
al-Shan’ani dilahirkan malam jum’at
bertepatan pada pertengahan Jumadil Akhir tahun
1099 H di kota Kahlan yaitu sebuah kota yang berada tiga hari perjalanan
dari kota al-Shan’an. Ia wafat pada umur 83 tahun bertepatan pada malam Selasa tanggal 3 Sya’ban
tahun 1182 di kota al-Shan’ani.[2]
3.
Riwayat Hidup Imam al-Shan’ani
Pada usia
kecilnya, Imam al-Shan’ani tumbuh besar di kota Kahlan, kemudian pada tahun
1110 H,[3] kemudian
pada umur sebelas tahun bapaknya pindah ke kota al-Shan’ani. Di kota tersebut
imam al-Shan’ani tumbuh berkembang, bapaknya memerintahkannya untuk belajar dan
menuntut ilmu, ia menyerahkannya kepada ulama-ulama Najjar untuk diberikan
pengetahuan tentang ilmu agama, sampai ia menjadi seorang ulama yang diakui
pada masanya. Imam al-Shan’ani mempunyai banyak guru dalam menuntut ilmu
sebagaimana yang dinukil oleh imam al-Syawkani dalam kitab al-badru
al-thali’ adapun guru-gurunya adalah sebagai berikut:[4]
a. Al-Sa’id al-‘Alamah Zaid bin Muhammad bin al-Hasan bin al-Qasim bin
Muhammad, seorang ulama besar di kota al-Shan’an pada masa itu. Ia dilahirkan
pada tahun 1075 H dan wafat pada tahun 1123 H.
b. Al-Sa’id al-‘Alamah Shalah bin al-Husain al-Akhfasy al-Shan’ani. Ia merupakan
ulama yang zuhud, berani terhadap kemungkaran, tidak makan kecuali dengan usaha
tangannya sendiri, tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah Swt. Ia wafat
pada tahun 1142 H.
c. Al-Said al-‘Alamah Abdullah bin ‘Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah
bin Ahmad bin Ibrahim, seorang ulama terkenal dalam tafsir al-Qur’an. Ia
dilahirkan pada tahun 1074 H dan wafat pada tahun 1147 H, dalam riwayat lain ia
wafat pada tahun 1144 H.
d. Al-Qhadhi al-‘Alamah ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad al-Shan’ani, seorang
ulama terkenal dalam ilmu nahwu, balaghah serta manthiq. Ia wafat
pada tahun 1139 H.
Sementara
dalam kitab Dhaw’u al-Nahar disedutkan bahwasanya Imam al-Shan’ani mempunyai
guru selain yang disebutkan oleh Imam al-Syawkani diantaranya adalah sebagai
berikut:[5]
a. Al-Sayid Shalah bin Husain, yang mana ia belajar darinya kitab Syarhu
al-Azhar sebelum pindah ke kota al-Shan’an.
b. Ia belajar bermacam ilmu dari Syeikh Zaid bin Muhammad bin al-Husain.
c. Al-Said al-Hafiz Hasyim bin Yahya bin Ahmad al-Syami, ia merupakan salah
seorang sastrawan terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1104 H dan meninggal pada
tahun 1157 H.
d. Al-Sayid Abdu al-Khaliq al-Zain al-Zujajial-Hanafi al-Zubaidi. Disamping
itu, ia juag melakukan perjalanan ke
Makkah, Madinah, serta negara lain, disana ia belajar dari beberapa guru
diantaranya: Abdurrahman bin Abdu al-Ghaist seorang imam dan khatib di mesjid
al-Nabawi, Thahir bin Ibrahim bin al-Husain al-Kurdi al-Madini, Muhammad bin
Abdu Al-hadi al-Sanadi, Muhammad bin Ahmad al-Asadi, serta Salim bin Abdullah
al-Bashri seorang ulama al-Haramain, yang wafat pada tahun 1134 H.
Setelah Imam
al-Shan’ani menjadi seorang ulama terkenal maka banyak penuntut ilmu yang
datang kepadanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama diantaranya adalah sebagai
berikut:[6]
a. Abdu al-Qdir bin Muhammad bin Abdul al-Qadir bin al-Nashir seorang Imam
Al-Hafiz al-Mujtahid Muthlak. Ia dilahirkan pada tahun 1135 H dan wafat pada
tahun 1207 H.
b. Ahmad bin Muhammad bin Abdu al-Hadi bin Shalih bin Abdullah bin Ahmad
Qathin seorang Mujtahid dan ulama hadist, ia dilahirkan pada tahun 1118 H dan
wafat pada tahun 1199 H.
c. Ahmad bin Shalih bin Abi al-Rijal, ia lahir pada tahun 1140 H dan wafat
pada tahu 1191 H.
d. Al-Hasan bin Ishaq bin al-Mahdi, ia dilahirkan pada tahun 1093 H dan
wafat pada tahun 1160 H.
e. Muhammad bin Ishaq bin al-Imam al-Mahdi Ahmad bin al-Hasan seorang ulama
terkenal dalam berbagai macam ilmu-ilmu ijtihad, ia dilahirkan pada
tahun 1090
f. Al-Husain bin Abdu al-Qadir bin al-Nashir bin al-Nashir bin Abdu al-Rabbi
bin ‘Ali seorang sastrawan terkenal, ia wafat pada tahun 1112 H.
g. Ibrahim bin Muhammad bin Ismail seorang ulama terkenal dalam berbagai
ilmu terlebih lagi ilmu tafsir dan hadist, ia dilahirkan pada tahun 1141 H dan
wafat pada tahun 1213 H.
h. Abdullah bin Muhammad bin Isma’il seorang ulama terkenal dalam ilmu nahwu,
saraf, bayan, ma’ani, ushul, tafsir dan hadist. Ia dilahirkan pada tahun
1160 H.
i.
Al-Qasim bin Muhammad bin Ismail, seorang
ulama yang ahli dalam bidang ilmu ijtihad dan keilmuan lainnya. Ia
dilahirkan pada tahun 1166 H dan wafat pada tahun 1246 H.
C. Fiqh Hadist Imam al-Shan’ani
Dalam memahami hadist-hadist yang terdapat
dalam kitab bulughu al-maram, Imam al-Shan’ani menggunakan metode tahliliy,
yaitu suatu metode dengan cara memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam
hadist-hadist yang dipahami serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pen-syarah yang
memahami hadist-hadist tersebut.[7]
Dalam memahami hadist secara tahliliy, Imam al-Sha’aniy menggunakan
bermacam metode dan pendekatan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan secara bahasa (lughawi) yaitu dengan cara menerangkan
makna hadist yang susah dipahami oleh orang awam, sebagai contoh adalah hadist
dibawah ini:
وَعَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ - رضي الله عنه - قَالَ : - إِنَّ
رَسُولَ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ دُبُرَ
اَلصَّلَاةِ : " اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْبُخْلِ وَأَعُوذُ
بِكَ مِنْ اَلْجُبْنِ , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ
اَلْعُمُرِ , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ اَلدُّنْيَا , وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
عَذَابِ اَلْقَبْرِ - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ .[8]
Dalam hadist ini Imam al-Shan’ani
menerangkan makna “الجبن“
untuk memudahkan pembaca dalam memahami maknanya. Ia berkata:
والجبن:
هو المهابة للأشياء و التأخر عن فعلها, يقال منه: جبان كسحاب, لمن قام به, و المتعوذ
منه هو المتأخر عن الإقدام بالنفس إلي الجهاد الواجب, و التأخر عن الأمر بالمعروف
و النهي عن المنكر, و نحو ذلك. [9]
2.
Menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan rawi hadist, dengan cara
menyebutkan terjemahan singkat perawi hadist, serta menyebutkan komentar ulama
terhadap kualitas hadist tersebut. Sebagai contoh adalah hadist dibawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِي اَلْبَحْرِ: - هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ,
اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ - أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَاللَّفْظُ لَهُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ[10]
Dalam mensyarah hadist ini, Imam al-Shan’ani menyebutkan terjemahan
singkat tentang Abu Hurairah yang mana ia berkata:
وأبو
هريرة هو الصحابي الجليل الحافط المكثر, و اختُلف في اسمه و اسم أبيه علي نحو من
ثلاثين قولا. قال ابن عبد البر: الذي تسكن النفس إليه من الأقوال أنه عبد الرحمن
بن الصخر, ربه قال ابن إسحق, وقال الحاكم أبو أحمد: ذكر لأبي هريرة في مسند بقي بن
مخلد جمسة الاف حديث وثلاثمائة وأربعة وسبعون حديثا, وهو أكثر الصحابة حديثا, فليس
لأحد من الصحابة هذا القدر ولا يقاربه.[11]
Setelah Imam
al-Shan’ani menyebutkan biografi singkat perawi hadist ini, maka Imam
al-Shan’ani menyebutkan penilaian ulama terhadap hadist tersebut, yang mana ia
berkata:
قال
الذهبي: .... وصححه الترمذي أيضا: فقال عقب سرده: هذا حديث حسن صحيح, وسألت محمد
بن إسماعيل البخاري عن هذا الحديث فقال: حديث صحيح. [12]
3.
Dalam mensyarah hadist Imam al-shan’aniy menyebutkan madlul
hadist tersebut dan hukum yang terdapat dalam hadist tersebut, sebagai contoh
adalah hadist berikut ini:
وَعَنْ جَابِرٍ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ -
صلى الله عليه وسلم - - إِذَا تَغَوَّطَ اَلرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ
وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ, وَلَا يَتَحَدَّثَا. فَإِنَّ اَللَّهَ يَمْقُتُ
عَلَى ذَلِكَ - رَوَاهُ .وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلسَّكَنِ, وَابْنُ اَلْقَطَّانِ, وَهُوَ
مَعْلُول[13]
Imam al-Shan’niy berkata:
والحديث
دليل علي وجوب ستر العورة, والنهي عن التحدث حال قضاء الحاجة, والأصل فيه التحريم,
وتعليله بمقت الله عليه, أي شدة بغصه لفاعل ذلك زيادة في بيان التحريم
Disamping itu Imam al-Shan’aniy juga mengambil faidah atau
pembelajaran dari suatu hadist, sebagai contoh adalah hadist dibawah ini:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه - قَالَ: - جَاءَ
أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ,
فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ
اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ.
- مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dalam men-syarah-kan hadist ini, Imam
al-Shan’aniy menyebutkan beberapa faidah serta pelajaran yang dapat diambil dari
hadist tersebut. Imam al-Shan’aniy berkata:
وفي الحديث فوائد منها: احترام المساجد ( فإنه ص م لما فرغ الأعرابي
من بوله دعاه ثم قال له إن هذه المساجد لا تصلح لشيء من هذا البول و لا الفذر إنما
هي لذكرالله غز وجل وقرءاة القران, ومنها الرفق بالجاهل وعدم التعنيف, ومنها حسن
خلقه ص.م ولطفه بالمتعلم, ومنها أن الإبعاد عند قضاء الحاجة إنما هو لمن يريد
الغائط لاالبول, فإنه كان عرف العرب عدم ذلك, وأقره الشارع, (وقد بال النبي ص. م
وجعل رجلا عند عقبه يستره)
4.
Dalam menjelaskan hadist Imam al-Shan’aniy banyak mengutip pendapat
ulama dari kalangan ahli hadist dan fiqh. Ketika menyebutkan pendapat ulama
tersebut Imam al-Shan’aniy banyak membantah pendapat yang tidak sesuai dengannya
atau bertentangan dengan pendapat jumhur ‘ulama sebagai contah adalah
ketika men-syarah-kan hadist dibawah ini:
وَعَنْ وَائِلِ بْنِ
حُجْرٍ - رضي الله عنه - قَالَ : - صَلَّيْتُ مَعَ اَلنَّبِيِّ - صلى الله عليه
وسلم - فَكَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ : " اَلسَّلَام عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اَللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ " وَعَنْ شِمَالِهِ : " اَلسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اَللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِسَنَدٍ
صَحِيحٍ .[14]
Pada hadist ini, Imam al-Shan’ani berpendapat bahwasanya hadist ini
menunjukkan kewajiban membaca salam kekiri dan kekanan setelah selesai sholat.
Pendapatnya ini berbeda dengan pendapat al-Syafi’iyah, al-Hanafiyah, dan al-Malikiyah.
Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada uraian berikut ini:
وقد
ذهب إلي القول بوجوبه : الهادوية و الشافعية, وقال النووي: إنه قول جمهور العلماء
من الصحابة والتابعين ومن بعدهم. وذهب الحنفية و أخرون إلي أنه سنة, مستدلين علي
ذلك بقوله ص.م في حديث ابن عمر ( إذا رفع
الإمام رأسه من السجدة وقعد ثم أحدث قبل التسليم فقد تمت صلاته ) فدل علي أن
التسليم ليس بركن واجب, و إ لا لوجبت الإعادة, و لحديث المسيئ صلاته, فإنه ص.م لم
يأمره بالسلام.
وأجيب
عنه بأن حديث ابن عمر ضعيف باتفاق الحفاظ, فإنه أخرجه الترمذي, رقال هذا حديث
إسناده ليس بذالك القوي, وقد اضطربوا في إسناده, وحديث المسيئ الصلاة لا ينافي
الوجوب, فإن هذه الزيادة وهي مقبولة....... ودل الحديث علي وجوب التسليم علي
اليمين و اليسار, وإليه ذهبت الهادوية و جماعة. وذهب الشافعية إلي أن الواجب
تسليمة واحدة والثانية مسنونة........ وعند مالك: أن المسنون تسليمة واحدة, وقد
بين ابن عبد البر ضعف الأدلة هذا القول من الأحاديث. واستدل المالكية على كفاية
التسليم الواحدة بعمل أهل المدينة..... وأجيب عنه : بأنه قد تقرر في الأصول أن
عملهم ليس بحجة. [15]
Dalam men-syarah hadist diatas Imam al-Shan’aniy banyak
mengkomentari pendapat ulama yang tidak sesuai dengan pendapatnya, bahkan ia
sendiri tidak memilih dari pendapat mereka. Hal ini terlihat pada contoh diatas
yang mana ia tidak memilih satupun dari pendapat yang ia kemukakan bahkan ia
mengemukakan pendapatnya sendiri.
D. Sikap Imam al-Shan’aniy Terhadap Taqlid Mazhabiy
Imam al-Shan’aniy merupakan seorang ulama
yang selalu teliti dalam menentukan hukum yang diambil dari al-Qur’an dan
hadist. Ia adalah seorang ulama yang selalu berpegang teguh kepada dalil yang
kuat serta menjauhi penakwilan hadist yang jauh dari makna hadist tersebut.
Sebagai contoh adalah ketika mensyarah hadis dibawah ini:[16]
Dalam mensyarah hadist diats Imam
al-Shan’aniy menolak pendapat al-Hadawiyah serta pendapat ulama yang lainnya
karena pendapat tersebut dipandang tidak sesuai dengan makna hadist
tersebut. Disamping itu, ia juga
menjauhi taqlid mazhabiy yang tidak berdasarkan kepada dalil yang kuat. Ketidak
berpegangannya kepada satu mazhab terlihat sekali dalam dalam misinya yang
selalu disampaikannya kepada umat Islam.Adapun misi tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Menghimbau umat Islam untuk tidak membabi buta dalam mengikuti suatu
mazhab.
2. Menghimbau umat Islam untuk tidak fanatik terhadap suatu mazhab, serta
menjadikan mazhab sebagai metode atau jalan untuk memahami hukum-hukum yang
diambil dari al-Qur’an dan hadist.[17]
Dari penjelasan diatas dapatlah kita
ketahui bahwasanya Imam al-Shan’aniy merupakan seorang ulama yang tidak
berpegangkan kapada satu mazhab, akan tetapi ia memilih mazhab
yang mempunyai dalil-dalil yang kuat untuk dijadikan sebagai rujukan dalam
beramal. Maka dari itu, kita tidak bisa mengetahui kecenderungan Imam al-Shan’aniy
dalam mazhab fiqh.
E. Penutup
Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Metode pemahaman Imam al-Shan’aniy dalam kitab subu al-salam
adalah metode tahliliy, yaitu suatu metode dengan cara memaparkan segala aspek yang
terkandung di dalam hadist-hadist yang dipahami serta menerangkan makna-makna
yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan pen-syarah
yang memahami hadist-hadist tersebut.
2.
Imam al-Shna’aniy merupakan seorang ulama
yang berpegang teguh kepada dalil serta menjauhi taqlid yang tidak
berlandasan kepada dalil-dalil yang kuat.
Demikianlah makalah ini penulis sampaiakan,
meskipun masih banyak kekurangan dalam penulisannya, akan tetapi penulis tidak
lupa meminta masukan, saran dari teman-teman serta bimbingan dari dosen
pembimbing. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dalam menambah
kazanah keilmuan kita dalam memahami hadist-hadist Rasulullah Saw.
Daftar Pustaka
Al-Azdiy, Abu Daud Mumammad bin al-Asy’ast
al-Sajistaniy, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Daru Ibnu Hazm, 1997)
Al-Bukhariy, Muhammad bin Isma’il, al-Jami’al-Shahih,
(Kairo: Mathba’ah Salafiyah, 1400 H)
Al-Shan’ani,
al-‘alamah al-Bari’ al-Hujjah al-Mutqin Muhammad bin ‘Ismail al-‘Amir
al-Hasani, Tawdhihu al-Afkar li Ma’ani Tankihu al-Andhzar, (Beirut:
Darul Fikr, t.th)
-----------------, Subulu al-Salam, Syarh
Bulughu al-Maram, (Mansyhurah: Daru al-Yaqin, 2008)
Al-Tirmiziy Abu ‘Isa Muahammad bin ‘Isa, al-Jami’al-Kabir,
(Beirut: Daru al-Gharab al-Islamiy, 1996)
Bukhari, Metode Pemahaman Hadist, Sebuah Kajian
Hermeneutik, (Jakarta: Nuansa Madani, 1999)
[1]. Al-Shan’ani,
al-‘alamah al-Bari’ al-Hujjah al-Mutqin Muhammad bin ‘Ismail al-‘Amir
al-Hasani, Tawdhihu al-Afkar li Ma’ani Tankihu al-Andhzar, (Beirut:
Darul Fikr, t.th), h. 73
[2] . Ibid, h.
75
[3] . Menurut Imam
al-Syawkani dalam kitab “al-Badru Thali’” Bapaknya pindah ke kota
al-Shan’ani pada tahun 1108 H.
[4]. Muhammad bin
‘Isma’il al-Shan’ani, Subulu al-Salam almawshilatu ila Bulughu al-Maram,
(Riyad: Dru Ibnu al-Jauzi, 2001), jil. 1, h. 22
[6] . Al-Shan’ani,
Muhammad bin ‘Isma’il, op.cit, h. 24-25
[7] Bukhari, Metode Pemahaman Hadist, Sebuah Kajian
Hermeneutik, (Jakarta: Nuansa Madani, 1999), hal. 26
[8] Muhammad bin Isma’il al-Bukhariy, al-Jami’al-Shahih,
(Kairo: Mathba’ah Salafiyah, 1400 H), jil. 2, hal. 312
[9] Muhammad Isma’il al-Amir al-Yamani al-Shan’ani, Subulu
al-Salam, Syarh Bulughu al-Maram, (Mansyhurah: Daru al-Yaqin, 2008), jil.
1, hal. 341
[10] Abu ‘Isa Muahammad bin ‘Isa al-Tirmiziy, al-Jami’al-Kabir,
(Beirut: Daru al-Gharab al-Islamiy, 1996), Jil. 1, hal. 111
[14]Abu Daud Mumammad bin al-Asy’ast al-Sajistaniy
al-Azdiy, Sunan Abi Dawud, (Beirut: Daru Ibnu Hazm, 1997), jil. 1, hal. 424
0 Comment