AKSIOLOGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN ISLAM
Di dalam Islam satu hal yang harus diyakini kebenarannya adalah bahwa
segala sesuatu diciptakan dengan nilai dan fungsinya masing-masing.
Semua hal, apa pun itu, memiliki peranannya masing-masing, bernilai
guna. Tidak ada satupun yang diciptakan oleh Yang Maha Pencipta, Allah
Swt. untuk hal yang sia-sia. Oleh karena itu, pada tahap ini segala
sesuatu menjadi ”tidak netral”, semua mengambil perannya masing-masing.
Firman Allah Swt.
Artinya:
“(Yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.” (Q.S. Ali ‘Imran/3, ayat 191).
Sejalan dengan hal tersebut,
ternyata dalam kajian kelimuan, salah satu yang menjadi pembangunan
kerangka keilmuan (body of knowledge) adalah “aksiologi”. Konsep ini
secara umum dapat disebut sebagai kajian tentang nilai guna dari sesuatu
ilmu. Jika kajian ontologi dan epistemologi berbicara tentang apa yang
dikaji dan bagaimana mengkajinya, maka aksiologi membahas tentang nilai
guna kajian tersebut, untuk apa sesuatu itu ada.
Penulis akan
melakukan tinjauan terhadap ”Aksilogi Komunikasi Pembangunan Islam”
dengan menitikberatkan pembahasan pada pengertian aksiologi dan
komunikasi pembangunan, serta nilai guna atau tujuan dan fungsi
komunikasi pembangunan menurut perspektif Islam.
Pengertian
1. Aksiologi
Berbicara
mengenai aksiologi berarti membicarakan tentang “nilai”. Aksiologi
adalah asas mengenai cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang
secara epistemologis diperoleh dan disusun itu. Dengan demikian,
tanggung jawab ilmiah (intelektual) adalah sejauh mana ilmu pengetahuan
melalui pendekatan, metode dan sistem yang dipergunakan itu mampu
memperoleh kebenaran obyektif, baik secara koheren-idealistik,
koresponden-realistik maupun secara pragmatik-empirik. Jadi, berdasarkan
tanggung jawab ini, ilmu pengetahuan tidak dibenarkan untuk mengajarkan
kebohongan, mengembangkan penelitian-penelitian semu dan bersikap
saling menutup diri atau tidak terbuka bagi adanya kritik. Sedangkan
tanggung jawab moral adalah—dengan berpangkal pokok bahwa ilmu
pengetahuan adalah dari, oleh dan untuk manusia—untuk mengetahuai sejauh
mana kebenaran obyektif itu dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia. Sejalan dengannya, menurut Dr. Mahdi
Ghulsyani, ada beberapa alasan perlunya mempelajari ilmu-ilmu lain,
selain ilmu-ilmu agama, yaitu:
Jika dengan ilmu itu diharapkan
mencapai tujuan-tujuan Islam, maka mencarinya merupakan suatu kewajiban.
Kewajiban di sini tentu saja bukan wajib ‘ain, tetapi wajib kifayah.
Misalnya tentang ilmu kesehatan dan obat-obatan.
Alquran menghendaki
kaum Muslimin tidak tergantung kepada orang-orang kafir, oleh karena
itu ia harus mememiliki kemerdekaan kulturan, politik, dan ekonomi (QS
4: 141). Dengan demikian, kaum Muslimin harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan di bidang tersebut (QS 8: 60).
Alquran menyuruh manusia
mempelajari dan merenungkan penciptaan, kejadian, hubungan kausalitas,
kondisi-kondisi, dan tanda-tanda alam semesta (QS 50: 6-8; 88: 17-20;
29: 20; 51: 20-21; 3: 190-191; 2: 164; 20: 50, 53; 71: 5-20; 35: 27-28;
29: 43; 29: 49; 67: 3-4; 41: 53).
Alasan lain untuk mempelajari
fenomena-fenomena alam dan skema penciptaan adalah bahwa ilmu tentang
hukum-hukum alam dan karakteristik-karakteristik benda-benda serta
organisme-organisme dapat berguna bagi perbaikan kondisi hidup manusia
(QS 16: 12-16; 31: 20; 45: 13; 43: 12-13; 6: 165; 2: 31).
Setiap ilmu
yang didapatkan hendaklah bermuara kepada tujuan eksistensi manusia itu
sendiri. Allah swt. menjelaskan bahwa tujuan penciptaan atau eksistensi
manusia di muka ini adalah untuk mengabdi kepada-Nya (QS 51: 56; 98:
5), oleh karena itu semua urusan harus dikembalikan kepada-Nya juga (QS
42: 53). Demikianlah halnya dengan perolehan ilmu pengetahuan, suatu
ilmu akan dikatakan berguna apabila dijadikan sebagai alat untuk
mendapatkan pengetahuan tentang Allah, keridhaan dan kedekatan
kepada-Nya. Jika tidak ilmu itu sendiri akan menjadi penghalang yang
besar untuk pencapaian tujuan tersebut.
Berkaitan dengan
pernyataan-pernyataan di atas, Ghulsyani mengemukakan beberapa hal yang
harus diperhatikan agar ilmu memiliki kriteria yang berguna, yaitu:
1. Ilmu itu harus dapat meningkatkan pengetahuannya akan Allah.
2. Ilmu itu harus secara efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuannya.
3. Ilmu yang dimiliki seseorang itu harus dapat membimbing orang lain.
4. Ilmu itu harus dapat memecahkan berbagai problem masyarakat manusia.
Sayyid
Quthb ketika menafsirkan QS 35: 16 mengatakan bahwa ayat ini tidak
mengemukakan secara spesifik menunjuk bentuk atau pokok masalah ilmu
tertentu, tetapi ia bersifat umum. Dengan demikian, semua bentuk ilmu
dianggap pemberian Allah, dan seorang manusia terdidik harus menyadari
asal ilmunya dan menghadapkan wajahnya kepada Allah untuk bersyukur.
Ilmu itu harus digunakan untuk meraih ridha Allah. Oleh karena itu, ilmu
tak boleh menghalangi hubungan manusia dan Allah, karena Dia-lah yang
memberinya. Ilmu yang memisahkan hati manusia dan Allah, tidak berarti
apa-apa kecuali penyimpangan dan penyelewengan dari asalnya dan akan
melupakan tujuannya. Dia tidak akan membawa kebahagiaan baik kepada
pemiliknya maupun kepada orang lain, dan hanya menjadi sebab kekejaman,
ketakutan, kecemasan dan kehancuran, karena ia telah tersesat arah,
hilang arah, dan kehilangan jalannya menuju Allah.
2. Komunikasi Pembangunan
Komunikasi
dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat.
Kedudukan komunikasi dalam konteks pembangunan adalah “as an integral
part of development, and communication as a set of variables
instrumental in bringing about development“. Siebert, Peterson dan
Schramm (1956) menyatakan bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi
manusia, seseorang harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi
dasar yang dianut suatu masyarakat tentang asal usul manusia, masyarakat
dan negara.
Strategi pembangunan menentukan strategi komunikasi,
maka makna komunikasi pembangunan pun bergantung pada modal atau
paradigma pembangunan yang dipilih oleh suatu negara. Peranan komunikasi
pembangunan telah banyak dibicarakan oleh para ahli, pada umumnya
mereka sepakat bahwa komunikasi mempunyai andil penting dalam
pembangunan. Everett M. Rogers (1985) menyatakan bahwa, secara sederhana
pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial
dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Pada
bagian lain Rogers menyatakan bahwa komunikasi merupakan dasar dari
perubahan sosial.
Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan
tentunya perubahan ke arah yang lebih baik atau lebih maju keadaan
sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi dalam pembangunan harus
dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya kegiatan komunikasi
harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan.
Dikatakan bahwa
pembangunan adalah merupakan proses, yang penekanannya pada keselarasan
antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari
segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses
penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap,
pendapat dan perilakunya. Dengan demikian pembangunan pada dasarnya
melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa
aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan yang berisi
ide-ide atau pun program-program pembangunan, dan komunikan pembangunan,
yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi
sasaran pembangunan.
Konsep komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit, yaitu:
Dalam
arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi
(sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di antara
semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan; terutama antara
masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian
pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan.
Dalam arti sempit,
komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik
penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang
berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada
masyarakat luas. Kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju
dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan
gagasan-gagasan yang disampaikan.
Dalam pembangunan, komunikasi ialah
proses yang memungkinkan komponen-komponen suatu sistem sosial atau
sistem itu sendiri memperoleh dan bertukar informasi yang dibutuhkan
pihak lain. Sistem sosial itu memerlukan berbagai macam informasi untuk
menyesuaikan diri dan menjaga keseimbangan dengan lingkungannya yang
mungkin berubah setiap saat. Penyesuaian diri sistem sosial tersebut
dengan lingkungannya yang telah berubah itu yang biasanya.
Kedua
pengertian tadi merupakan acuan dari konsep komunikasi pembangunan pada
umumnya. Sedangkan konsep komunikasi pembangunan khas Indonesia dapat
didefinisikan sebagi berikut :
“ Komunikasi pembangunan adalah proses
penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak
guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan
kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya
dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat”.
Agar komunikasi
pembangunan lebih berhasil mencapai sasarannya, serta dapat
menghindarkan kemungkinan efek-efek yang tidak diinginkan. Kesenjangan
efek ditimbulkan oleh kekeliruan cara-cara komunikasi, hal ini bisa
diperkecil bila memakai strategi komunikasi pembangunan yang dirumuskan
sedemikian rupa, yang mencakup prinsip-prinsip berikut:
a. Pengunaan pesan yang dirancang secara khusus (tailored message) untuk khalayak yang spesifik.
b.
Pendekatan “ceiling effect” yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan
yang bagi golongan yang dituju (katakanlah golongan atas) merupakan
redudansi (tidak lagi begitu berguna karena sudah dilampaui mereka atau
kecil manfaatnya, namun tetap berfaedah bagi golongan khalayak yang
hendak dicapai.
c. Penggunaan pendekatan “narrow casting” atau melokalisir penyampaian pesan bagi kepentingan khalayak .
d.
Pemanfaatan saluran tradisional, yaitu berbagai bentuk pertunjukkan
rakyat yang sejak lama berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab dengan
masyarakat setempat.
e. Pengenalan para pemimpin opini di kalangan
lapisan masyarakat yang berkekurangan (disadvantage), dan meminta
bantuan mereka untuk menolong mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan.
f. Mengaktifkan keikutsertaan agen-agen perubahan yang berasal
dari kalangan masyarakat sendiri sebagai petugas lembaga pembangunan
yang beroperasi di kalangan rekan sejawat mereka sendiri.
g.
Diciptakan dan dibina cara-cara atau mekanisme keikutsertaan khalayak
(sebagai pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri) dalam proses
pembangunan, yaitu sejak tahap perencanaan sampai evaluasinya.
Peran Komunikasi Pembangunan
Sebagaimana
dikutip Zulkarimen Nasution dari pendapat Hedebro memuat 12 peran yang
dapat dilakukan komunikasi dalam pembangunan, yakni:
1. Komunikasi
dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai,
sikap mental, dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi.
2.
Komunikasi dapat mengajarkan skill-skil baru, mulai dari baca-tulis ke
pertanian, hingga ke keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.
3. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.
4.
Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah
dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk
menciptakan kepribadian yang mobile.
5. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang untuk bertindak nyata.
6. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan dari masa transisi.
7. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan masyarakat.
8.
Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang
bercirikan tradisional, dengan membawa pengetahuan kepada massa. Mereka
yang beroleh informasi akan menjadi orang yang berarti, dan para
pemimpin tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada
orang-orang lain yang juga mempunyai kelebihan dalam hal memiliki
informasi.
9. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
10.
Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi menyadari pentingnya arti
mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan
aktivitas politik.
11. Komunikasi memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.
12.
Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik
menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri (self-perpetuating).
Untuk
mewujudkan peran komunikasi pembangunan sebagaimana di atas, diperlukan
strategi atau planned multimedia strategy. Onong Uchjana Effendy
mengatakan strategi baik secara makro (planned multimedia strategy)
mempunyai fungsi ganda yaitu:
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi
yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematik
kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.
2. Menjembatani
”cultural gap” akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan
dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan
akan merusak nilai-nilai budaya.
Strategi pada hakekatnya adalah
perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi
untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta
jalan yang menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana
taktik operasionalnya. Dengan demikian strategi komunikasi merupakan
paduan dari perencanaan komunikasi (communication management) untuk
mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi
komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara
taktis harus dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan (approach) bisa
berbeda tergantung pada situasi dan kondisi.
Setiap strategi dalam
bidang apa pun harus didukung oleh teori, demikian juga dalam strategi
komunikasi. Teori merupakan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman
yang telah diuji kebenarannya. Untuk strategi komunikasi, teori yang
barangkali tepat untuk dijadikan sebagai ”pisau analisis” adalah
paradigma yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell.
Untuk mantapnya
strategi komunikasi, maka segalanya harus dipertautkan dengan
komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang
dirumuskan, yaitu who says what in which channel to whom with what
effect.
Dalam strategi komunikasi peranan komunikator sangatlah
penting. Dalam hal ini ada beberapa aspek yang harus diperhatikan. Para
ahli komunikasi cenderung sependapat bahwa dalam melancarkan komunikasi
lebih baik mempergunakan pendekatan yang disebut A-A Procedure atau from
Attention to Action Procedure. A-A Procedure adalah penyederhanaan dari
suatu proses yang disingkat AIDDA (Attention, Interest, Desire,
Decision, Action). Jadi proses perubahan sebagai efek komunikasi melalui
tahapan yang dimulai dengan membangkitkan perhatian.
Apabila
perhatian komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya
menumbuhkan minat, yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari
perhatian. Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik
tolak bagi timbulnya hasrat untuk melakukan suatu kegiatan yang
diharapkan komunikator. Hanya ada hasrat saja pada diri komunikan, bagi
komunikator belum berarti apa-apa sebab harus dilanjutkan dengan
datangnya keputusan, yakni keputusan untuk melakukan tindakan.
Dalam
karyanya, Schramm (1964) merumuskan tugas pokok komunikasi dalam suatu
perubahan sosial dalam rangka pembangunan nasional, yaitu : 1)
menyampaikan kepada masyarakat, informasi tentang pembangunan nasional,
agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan,
kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, dan
membangkitkan aspirasi nasional; 2) memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan
keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang membuat
keputusan mengenai perubahan, memberi kesempatan kepada para pemimpin
masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan
menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas; 3)
mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan, sejak orang dewasa,
hingga anak-anak, sejak pelajaran baca tulis, hingga keterampilan teknis
yang mengubah hidup masyarakat.
Gambaran pemikiran Schramm mengenai peranan komunikasi dalam pembangunan sebagai berikut :
• Untuk meningkatkan kehidupan masyarakat perlu pembangunan
• Pembangunan memerlukan keaktifan masyarakat.
• Supaya Masyarakat berpartisipasi
• Pembangunan di informasikan
• Perlu Sarana Informasi
• Perlu pembangunan komunikasi
Konsep
komunikasi pembangunan sangat membuka peluang untuk mendorong
komunikasi intensif melalui dialog dengan kelompok-kelompok strategis
dalam rangka membangun kemitraan untuk mempengaruhi kebijakan publik
sebelum diputuskan. Berbagai kelompok yang perlu dilibatkan dalam
kemitraan antara lain Perguruan Tinggi, LSM, pers dan berbagai elemen
pendukung pembangunan lainnya. Agar komunikasi pembangunan berjalan
dengan efektif, maka diperlukan suatu pusat komunikasi yang menjadi
rujukan dari pelaku-pelaku pembangunan maupun pihak-pihak yang
berkompeten dalam penyelenggaraan pembangunan untuk memperoleh informasi
dan koordinasi pembangunan secara terpadu.
Bagi Islam, pembangunan
mestilah berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah sebagai sumber dari segala
sumber inspirasi dan perilaku manusia. Pembangunan haruslah dilihat
secara lebih komperehensif baik pembangunan yang bersifat fisik,
terlebih-lebih pembangunan mental atau rohaniah umat Islam atau manusia
secara menyeluruh. Islam datang untuk membawa rahmat bagi sekalian alam.
Bagi pembangunan harus dimulai dari pembangunan umat manusia yang
menjadi tonggak kepada pembangunan diri, keluarga, material, rohani,
masyarakat, ilmu, akhlak dan negara. Tujuan utama pembangunan insan
(manusia) adalah untuk mencapai al-Falah (kejayaan, kemenangan,
kesejahteraan) di dunia dan di akhirat. Kejayaan ini dimanifestasikan
dalam pendidikan, pembentukan diri, keluarga dan masyarakat bertaqwa
yang menjurus ke arah keridhaan Allah Swt. (mardatillah). Oleh karena
itu, tuntutan-tuntutan dalam konsep menyuruh berbuat kebaikan dan
mencegah dari kemungkaran mestilah diaplikasikan dalam segenap aspek
kehidupan demi untuk mencapai tujuan tadi. Sebenarnya prasyarat untuk
menuju al-Falah mestilah disertai dengan sikap proaktif, berdaya tahan,
disiplin, beradab, berakhlak dan memilik motivasi yang tinggi. Ini akan
melahirkan generasi yang tahan uji dan mempunyai jati diri menghadapi
kehidupan dalam era globalisasi ini.
Pembangunan insan yang
bercirikan holistik (menyeluruh) adalah pembangunan yang menseimbangkan
material dan spiritual dan juga mental. Ini akan melahirkan pribadi yang
sadar akan tanggungjawab duniawi dan ukhrawinya. Pembangunan insan
mestilah meletakkan pembangunan akhlak dan pembinaan pribadi Muslim
sebagai agenda utama. Peranannya bukan hanya terletak di bahu ulama,
ustadz, da’i, muballigh atau golongan tertentu saja melainkan haruslah
dimainkan secara aktif oleh setiap individu, keluarga, masyarakat dan
bahkan negara. Kepentingan pembangunan emosi, intelektual, ekonomi dan
jasmani janganlah pula diabaikan. Ringkasnya, kualitas insan dalam
aspek-aspek ini perlu ditingkatkan untuk melahirkan masyarakat yang
sejahtera hidupnya di dunia dan akhirat. Suasana yang kondusif
diperlukan untuk melahirkan insan yang shaleh dan berkualitas.
Penutup
Konsep pembangunan dalam Islam bersifat menyeluruh. Berbeda dengan
konsep-konsep pembangunan lain yang lebih mengarah pada pengertian fisik
dan materi, tujuan pembangunan dalam Islam lebih dari itu. Bagi Islam
pembangunan yang dilakukan oleh manusia seharusnya hanya mengejar satu
tujuan utama, yaitu: kesejahteraan ummah. Oleh karenanya, konsep
pembangunan dalam Islam dapat dikatakan sebagai usaha pembangunan oleh
seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan adanya manusia seutuhnya.
Paling
tidak empat landasan yang mendasari pemikiran mengenai konsep
pembangunan menurut Islam yaitu: a) Tauhid (keesaan dan kedaulatan Allah
s.w.t.) Ajaran ini merupakan landasan dari aturan aturan tentang
hubungan Allah dengan manusia dan hubungan manusia dengan sesamanya; b)
Rububyyah (ketentuan-ketentuan Allah s.w.t.. tentang rizki, rachmat dan
petunjuk-Nya untuk menyempurnakan segala pemberian-Nya itu). Ajaran ini
merupakan ketentuan Allah s.w.t. mengenai alam semesta, pemanfaatan dan
pengembangan sumber-sumber didalamnya untuk kesejahteraan dan
kelestarian kehidupan bersama; c) Khilafah (fungsi manusia sebagai
khalifah Allah dimuka bumi). Ajaran ini menetapkan kedudukan dan peranan
manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, sebagai
pengemban jabatan khilafah itu. Disini kelebihan konsep pembangunan
Islam dari konsep-konsep lainnya, dengan mendudukkan peranan manusia
pada tempat yang tinggi dan terhormat, tetapi sangat bertanggung jawab;
dan d) Tazkiyah (penyucian dan pengembangan). Tugas yang dibebankan
kepundak para rasul Allah adalah melakukan tazkiyah (penyucian) manusia
dalam segala hubungan dan pergaulannya dengan Allah, dengan manusia
sesamanya, dengan lingkungan alamnya, dan dengan masyarakat serta bangsa
dan negaranya.
Pesan-pesan nilai, peran,dan fungsi pembangunan di
atas haruslah dikomunikasikan secara baik dan benar, agar bisa mencapai
sasaran yang tepat pula. Di sinilah peran komunikasi. Inilah tinjauan
umum aksiologi komunikasi pembangunan dalam perspektif Islam.
Referensi
Risieri Frondizi, Pengantar Filsafat Nilai (terj.) Cuk Ananta Wijaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 1.
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 326.
Suparlan Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004), h., h. 158.
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut Al-Quran (terj.) Agus Effendi (Bandung: Mizan, 1998), h. 49-53.
Ghulsyani, Filsafat Sains, h. 55-56.
Sayyid Quthb, Fī Zilāl al-Qur`an, Jilid VI, h. 262-263.
Mukti Sitompul, Konsep-Konsep Komunikasi Pembangunan (Medan: Fisip USU, 2002), h. 5
Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004:163-164).
Ibid, h. 102-103.
Onong Uchjana Effendy, Komunikasi dan Modernisasi (Bandung: Alumni, 1987), h. 25.
Sitompul, Konsep-Konsep, h. 10.
Gumilar, Gumgum. Peranan Komunikasi Dalam Pembangunan dalam www.gumilarcenter.com
Pernyataan tentang tujuan pembangunan dalam Islam adalah al-falah
dikemukakan oleh Dr. Amini Amir Abdullah, dari Pusat Islam, Universiti
Putra Malaysia sebagaimana dikutip dari
http://www.pic.upm.edu.my/artk/pimpih.pdf
0 Comment