Sifat Shalat Rasulullah
Di antara syarat-syarat shalat yaitu suci dari najis
(baik yang ada):
- di badan
- pakaian
- tempat
- dan sesuatu yang dibawa bersamanya (seperti
botol yang berada di sakunya).
Jika
seseorang terkena najis atau sesuatu yang dibawanya terkena najis maka
batal shalatnya kecuali jika ia lemparkan seketika itu dan najis
tersebut padat atau termasuk najis yang dimaafkan seperti darah dari
luka di tubuhnya.
Dan wajib
bagi seseorang untuk menghilangkan najis yang tidak dimaafkan dengan
membersihkan bendanya (najis) ; rasa, warna dan baunya, dengan air yang suci dan mensucikan. Cara mensucikan najis Hukmiyah adalah dengan menyiramkan air pada benda yang terkena najis.
Najis hukmiyah adalah najis yang sudah hilang warna, rasa dan baunya. Dan najis kalbiyyah (karena
jilatan anjing) cara menghilangkannya dengan mencuci sebanyak 7x
salah satunya dicampur dengan debu yang suci, dan basuhan air untuk
menghilangkan najis yang ada pada bendanya walaupun berkali-kali
dianggap satu kali. Dan disyaratkan (dalam menghilangkan najis) untuk mengalirkan (bukan dengan meletakkan benda yang terkena
najis dalam bejana air) jika airnya sedikit (kurang dari dua qullah).
Di antara syarat-syarat shalat yaitu :
1. Menghadap kiblat
2. Masuknya waktu shalat
3. Islam
4. Tamyiz (yaitu seorang anak telah sampai pada umur tertentu dimana ia telah mampu memahami pembicaraan serta
menjawab pertanyaan)
5. Mengetahui kefardluan shalat tersebut
(kewajibannya; jika shalat tersebut
hukumnya wajib)
6. Tidak meyakini salah satu dari rukunrukunnya
sebagai perkara sunnah
7. Menutup aurat dengan sesuatu yang
dapat menutup warna kulit pada
seluruh badan bagi perempuan yang
merdeka kecuali muka dan kedua
telapak tangan dan sesuatu yang
menutupi bagian antara pusar dan
lutut bagi laki–laki dan budak
perempuan dari semua sudut atau arah
kecuali bawah.
(Pasal)
Yang membatalkan shalat :
1. Berbicara
walaupun dengan dua huruf atau satu huruf yang bisa difahami kecuali
dalam keadaan lupa dan dengan kata-kata yang pendek.
2. Gerakan
yang banyak yaitu menurut sebagian fuqaha gerakan yang lamanya satu
rakaat shalat. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan gerakan
yang banyak adalah tiga kali gerakan anggota badan secara terus
menerus, dan pendapat yang pertama lebih kuat dalilnya.
3. gerakan yang berlebihan.
4. Menambah satu rukun fi’li.
5. Satu kali gerakan dengan tujuan bergurau.
6. Makan dan minum kecuali dalam keadaan lupa dan kadar makanannya sedikit.
7. Berniat untuk memutuskan shalat.
8. Berniat memutuskan shalat dengan menggantungkan niat (memutus) kepada sesuatu yang lain.
9. Ragu–ragu untuk meneruskan atau memutuskan shalat.
10. Berlalu satu rukun disertai keraguan pada niat saat takbiratul ihram (sudah dilakukan atau belum) atau lamanya waktu keragu-raguan tersebut.
(Pasal)
Di samping syarat-syarat yang telah dijelaskan di atas, agar shalatnya diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala juga
disyaratkan bahwa shalat yang dilakukan hendaklah diniatkan hanya
untuk mendapatkan ridla Allah, dan hendaknya makanan, pakaian dan tempat
shalatnya haruslah yang halal, juga disyaratkan hatinya dalam keadaan
khusyuk ketika sedang shalat walaupun hanya sebentar. Apabila syarat-syarat
tersebut tidak terpenuhi maka sah shalatnya tapi tanpa pahala
(Pasal)
Rukun – rukun shalat itu ada tujuh belas:
1.
Berniat dalam hati untuk melakukan shalat dan menjelaskan sebabnya
atau waktunya (kalau memang shalat tersebut memiliki sebab atau waktu
tertentu) dan diniatkan fardliyahnya (kewajibannya) pada shalat fardlu.
2. Mengucapkan Allahu akbar (takbiratul ihram) sekiranya ia sendiri bisa mendengar suaranya sebagaimana hal ini juga dilakukan pada setiap rukun qauli .
3. Berdiri dalam shalat fardlu bagi yang mampu.
4. Membaca al Fatihah dengan Basmalah dan semua tasydid-tasydidnya dan disyaratkan muwalah (bersambungan; tidak terputus dengan berhenti/diam yang lama misalnya) dan tartib serta mengeluarkan huruf sesuai makhrajnya dan tidak melakukan kesalahan pada bacaan yang sampai merubah makna seperti mendlammahkan huruf “TA” pada kalimat أنعمت , dan diharamkan
salah baca yang tidak merubah makna akan tetapi hal tersebut tidak membatalkan shalat.
5. Ruku’ dengan membungkukkan badan sekiranya kedua telapak tangannya bagian dalam sampai pada kedua lututnya.
6. Thuma’ninah ketika ruku’ dengan kadar membaca Subhanallah. Thuma’ninah adalah diamnya seluruh persendian tulang (anggota badan) pada posisinya sekaligus (serentak).
7. I’tidal yaitu berdiri tegak setelah ruku’.
8. Thuma’ninah ketika i’tidal.
9. Sujud dua
kali yaitu dengan meletakkan dahinya semuanya atau sebagiannya pada
tempat shalatnya dalam keadaan terbuka dan melakukan penekanan padanya
serta menjadikan bagian bawah (belakang) badannya lebih tinggi dari
bagian atas (depan)nya (at-Tankis),
meletakkan sebagian dari kedua lututnya dan bagian dalam kedua
telapak tangannya dan bagian dalam jari – jari kedua kakinya.
Sebagian ulama di luar mazhab Syafi’i mengatakan : “Tidak disyaratkan dalam sujud at-Tankis, maka seandainya kepalanya lebih tinggi dari pada duburnya sah shalatnya menurut mereka”.
10. Thuma’ninah dalam sujudnya.
11. Duduk di antara dua sujud.
12. Thuma’ninah ketika duduk.
13. Duduk untuk tasyahhud akhir dan bacaan
sesudahnya yaitu shalawat dan salam kepada
Nabi.
14. Tasyahhud akhir , yaitu membaca :
Atau paling sedikitnya membaca:
15. Shalawat kepada Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam
paling sedikit membaca:
16. Mengucapkan salam dan paling sedikit membaca :
17. Tertib
(berurutan). Dan jika dia sengaja meninggalkannya (tertib) seperti
melakukan sujud sebelum ruku’ maka batal shalatnya. Dan
jika
dia lupa maka hendaklah dia kembali ke posisi yang ia lupa kecuali
dia pada posisi tersebut (tetapi dalam raka’at lain) atau
setelahnya
maka dia menyempurnakan raka’atnya dan raka’at di mana dia ada yang
lupa salah satu gerakannya tidak dihitung (diabaikan),
maka
jika dia tidak ingat bahwa dia telah meninggalkan ruku’ kecuali
setelah ia ruku’ pada raka’at sesudahnya atau ketika sujud pada raka’at
sesudahnya maka gerakan yang ia lakukan antara yang demikian itu diabaikan (tidak dihitung).
|
|||||||||||||||||
|
Makhruh Sembahyang
|
||
|
|
|
Perkara Yang Mengurangkan Pahala Sembahyang
01. Meninggalkan yang sunat 02. Memaling muka ke kanan dan ke kiri 03. Memandang atau mengangkat muka ke atas 04. Rukuk dan sujud yang dilakukan dengan tidak sempurna 05. Menyapu pasir atau tanah yang terdapat di tempat sujud ketika hendak sujud kecuali perbuatan itu dilakukan hanya sekali dalam keadaan terpaksa 06. Meludah ke kanan atau ke hadapan sebaliknya hendaklah meludah ke kiri atau ke bawah tapak kaki kirinya (jika solat berseorangan dan tidak dilakukan di dalam masjid). 07. Solat dengan meletakkan kedua-dua tangannya pada pinggang 08. Memberi isyarat tertentu dengan tangannya kecuali isyarat menjawab salam atau untuk menegur imam 09. Mengira atau membilang sesuatu. 10. Mengangkat tangan ke atas atau membalik-balikkannya ketika mengucapkan salam. 11. Membuka mulut ketika menguap. Rasulullah s.a.wbersabda dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Menguap dalam solat adalah dayang daripada syaitan, jika seseorang kamu menguap maka hendaklah ia berusaha menahannya (dari membuka mulut lebar-lebar). Riwayat Tarmizi & Muslim. 12. Solat dalam keadaan menahan diri dari membuang air kecil dan air besar atau menahan lapar. 13. Memandang kepada sesuatu yang melalaikan yang berada di hadapan seperti gambar, pakaian yang berwarna-warni dan sebagainya. 14. Menurunkan kain hingga mencecah ke lantai serta menutupi kedua-dua buku lali (bagi lelaki) 15. Solat dalam keadaan mengantuk. 16. Membunyikan ruas-ruas tangan (meletupkan anak-anak jari). |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
(Pasal)
Shalat jama’ah itu fardlu kifayah bagi laki–laki yang merdeka, mukim, baligh dan yang tidak ada udzur, dan pada shalat jum’at fardlu ‘ain bagi mereka jika ada empat puluh orang yang mukallaf, mustawthin,
bertempat tinggal pada bangunan permanen bukan dalam kemah/tenda karena
bagi mereka yang sedang berkemah tidak wajib untuk melakukan shalat
jum’at. Dan wajib (melakukan sholat Jum’at) bagi orang yang
berniat untuk menetap (di Balad al Jum’ah) selama empat hari penuh (yaitu selain hari masuk dan hari keluar) dan juga wajib (melakukan sholat Jum’at) bagi
orang yang mendengar suara adzan seorang muadzdzin yang keras suaranya dari ujung daerah yang berdekatan dengan Balad al Jum’ah.
Dan syarat– syaratnya :
1. Waktu dzuhur
2. Dua kali khuthbah (di waktu Zhuhur) sebelum sholat yang didengarkan oleh empat puluh.
3. Dilakukan dengan cara berjamaah dengan empat puluh orang tersebut.
4.
Tidak dilaksanakan shalat jum’at lain pada satu daerah. (jika ternyata
dilaksanakan dua shalat Jum’at) maka jika salah satu di antara keduanya
mendahului yang lainnya dalam takbiratul ihramnya sholat Jum’at yang sah adalah yang lebih dahulu selesai takbiratul ihramnya dan yang belakangan tidak sah, yang demikian ini jika memang
memungkinkan
mereka berkumpul pada satu tempat (masjid), akan tetapi jika sulit
untuk berkumpul pada satu masjid maka keduanya sah yaitu yang lebih
dahulu selesai takbiratul ihramnya dan yang belakangan.
Rukun– rukun dua khutbah:
1. Memuji Allah, dan shalawat kepada Nabi, dan berwasiat untuk bertaqwa pada kedua khuthbah.
2. Membaca ayat yang bisa difahami pada salah satu dari kedua khutbah.
3. Membaca doa untuk orang-orang mukmin pada khutbah yang kedua.
Dan syarat-syarat dua khuthbah :
1. Suci dari dua hadats (besar dan kecil) dan dari najis pada badan, pakaian dan sesuatu yang dibawa.
2. Menutup aurat.
3. Berdiri.
4. Duduk di antara kedua khuthbah dan bersambungan antara rukun-rukun keduanya.
5. Bersambungan antara kedua khutbah dengan shalat.
6. Kedua khutbah (rukun-rukunnya) disampaikan dalam bahasa Arab.
(Pasal)
Wajib bagi setiap orang yang bermakmum baik pada shalat jum’at dan selainnya :
1. Tidak mendahului imam pada posisi berdirinya dan ketika mengucapkan takbiraktul ihram, bahkan batal kalau dia berbarengan pada waktu membaca
takbiratul ihram dan membarengi imam pada selain takbiratul ihram hukumnya makruh kecuali pada bacaan amin.
2. Diharamkan mendahului imam dengan satu rukun fi’li dan batal shalatnya makmum apabila mendahului imam dengan dua rukun fi’li berturut–turut
yang panjang atau satu panjang dan yang satu lagi pendek tanpa udzur.
Dan begitu juga tertinggal dari gerakan imam sebanyak dua rukun yang
berturut-turut tersebut tanpa udzur, atau lebih dari tiga rukun yang
panjang walaupun karena udzur.
Maka seandainya seseorang tertinggal karena masih menyempurnakan bacaan al fatihah sehingga imam selesai rukuk dan dua sujud lalu imam duduk untuk tasyahhud atau imam berdiri maka makmum harus segera meningalkan bacaan alfatihahnya dan menyesuaikan diri dengan posisi imam dan makmum menambah satu raka’at setelah
imam salam dan jika dia menyempurnakannya (bacaan al fatihah)
sebelum demikian itu (duduk untuk tasyahhud atau berdiri untuk
rakaatberikutnya) maka dia mengerjakan sendiri sesuai tertibnya.
3. Mengetahui pergantian gerakan imam.
4. Harus berkumpul dalam masjid atau jika tidak maka pada jarak tiga ratus hasta (tangan).
5. Tidak terhalang antara keduanya (imam dan makmum) oleh suatu penghalang yang tidak bisa dilewati.
6. Harus sama gerakan shalat keduanya, maka tidak sah orang yang melakukan shalat fardlu (bermakmum) di belakang orang yang sedang shalat jenazah.
7. Keduanya tidak berbeda pada gerakan sunnah yang perbedaan tersebut dianggap parah, seperti tasyahhud awal; antara melakukan dan meninggalkan yakni jika imam duduk (untuk tasyahhud awal) maka makmum harus duduk dan jika imam berdiri (tidak melakukan tasyahhud awal karena lupa) maka makmum harus berdiri
mengikuti imam.
8. Niat iqtida’ (bermakmum) saat takbiratul ihram pada shalat jum’at dan sebelum mengikuti (gerakan imam) dan menunggu dalam waktu yang lama
pada
selainnya. Yakni sebelum mengikutinya dengan sengaja, maka jika dia
mengikuti imam (dengan sengaja) tanpa niat (bermakmum) maka rusaklah
shalatnya, dan demikian juga kalau dia menunggu sampai lama lalu
mengikutinya. Adapun kalau dia mengikutinya karena kebetulan gerakannya
sama tanpa niat (bermakmum) maka
tidak batal
shalatnya. Kesimpulannya, jika dia mengikutinya dengan sengaja (tanpa
niat bermakmum) maka shalatnya rusak baik dengan menunggu lama atau
tidak, adapun jika dia menunggunya lama dan tidak mengikutinya pada
rukun fi’li (perbuatan) maka tidak batal shalatnya. Dan wajib bagi imam untuk niat menjadi imam pada shalat jum’at dan shalat mu’adah, adapun pada selain keduanya hal tersebut hanya disunnahkan. Yang dimaksud dengan shalat mu’adah adalah
shalat yang dikerjakan untuk kedua kalinya setelah dia shalat
berjama’ah atau sendirian jika dia mendapatkan seseorang yang hendak
shalat kemudian dia shalat bersamanya agar orang tersebut juga
mendapatkan fadlilah shalat berjamaah.
0 Comment