BAB II
ZAKAT DAN PERMASALAHANNYA
A. Pengertian Zakat dan Dasar Hukumnya
1.
Pengertian Zakat
Dalam menjelaskan pengertian zakat
penulis akan mengemukakan beberapa pendapat ulama fiqh Hanafiyyah dalam
memberikan defenisi zakat, baik pengertian menurut bahasa ataupun istilah.
Pengertian zakat secara bahasa
sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Syarakhshi dalam kitabnya al-Mabsuth
adalah:
هي
عبارة النماء والزيارة [1]
Artinya:
“Ibarah dari tumbuhan dan bertambah”.
Sedangkan menurut pendapat Ibnu
Abidin dalam kitabnya Rad al-Mukhtar adalah:
هي
لغة الطهارة و النماء [2]
Artinya:
“Zakat menurut bahasa adalah suci dan tumbuh”.
Dari
keterangan di atas dapat dikatakan bahwa zakat secara bahasa adalah Tumbuh,
bertambah, dan suci.
Sedangkan zakat ditinjau dari segi
istilah menurut Ibnu Abidin adalah:
و شرعا تميك
جوء مال عينه الشارع من فقير غيرها شمي مولاه مع مطع المنفعة عن المملك من
كل وجه الله تعالى [3]
Artinya:
“Memberikan sebagian harta yang telah ditentukan oleh syara’ untuk orang Islam
yang fakir selain Bani Hasyim dan yang dimerdekakannya yang menyebabkan
putusnya manfaat pemilik harta dari segi apapun karena Allah ta’la”.
Defenisi
di atas memberikan pengertian bahwa adanya pemindahan hak-hak dari muzakhi
kepada fakir miskin. Dampak dari penyerahan hak ini akan memberikan dorongan
kepada seseorang untuk lebih bersifat dermawan dan memotivasinya mengeluarkan
zakat dari harta yang dimilikinya.
Selanjutnya
Syamsudin dalam kitabnya Syarah Al-Banayah mengemukakan, bahwa pengertian zakat
secara istilah adalah:
وشرعا ايتاء جزء مقدر من النصاب الحولي إلي
الفقير الله تعالى [4]
Artinya:
“Memberikan sebagian harta apabila telah sampai nisab dan haknya pada orang
fakir karena Allah ta’la”.
Defenisi
ini memberikan penjelasan bahwa harta yang sudah sampai kadar dan nisabnya, wajib dikeluarkan zakatnya untuk diberikan kepada orang
yang berhak menerimanya.
Wahbah
Zuhaily menjelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Islami waadillatuhu bahwa
pengertian zakat secara istilah menurut Hanafiyyah adalah:
وعن فيها الحنفية
بأنها تمليك جزءمال مخصوص لشخص مخصوصة عينه الشارع لوحه الله تعالى [5]
Artinya:
“Hanafiyyah menta’rifkan bahwa zakat adalah memberikan sebagian harta tertentu
kepada orang yang tertentu yang telah ditentukan oleh syara’ dan Allah ta’la”.
Dari
kutipan di atas penulis dapat memahami bahwa zakat menurut bahasa adalah “suci,
bersih, dan tumbuh”. Sedangkan zakat menurut istilah adalah pemberian harta
tertentu oleh muzakki kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq),
karena mengharap ridha Allah ta’ala. Memperhatikan pengertian zakat secara
syara’ yang dikutip di atas pada dasarnya Hanafiyyah memiliki pandangan yang
sama namun hanya berbeda dalam redaksi saja.
B. Dasar Hukum Zakat
Alquran
banyak sekali berbicara tentang zakat yang dijelaskan sebagai dalil dari
wajibnya melaksanakan zakat tersebut. Demikian pula halnya hadis-hadis
Rasulullah yang menjelaskan tentang kewajiban menunaikan zakat. Adapun yang
menjadi dasar hukum zakat adalah sebagai berikut:
a.
Alquran
1)
Surat al-Baqarah ayat 43 menyatakan:
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ(43)
Artinya: “Dan
dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang –orang yang
ruku’”. [6]
2)
Surat an-Nisa’ ayat 77 menyatakan:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ
لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ
فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ ....(77)
Artinya:
“Tidaklah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka tahanlah
tanganmu dari perang, dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat”.[7]
3)
Surat at-Taubah ayat 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ
سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(103)
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu memberikan dan
mensucikan mereka dan mendoakan untuk mereka, sesungguhnya doa kamu
ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah lagi mendengar lagi maha mengetahui”.[8]
4)
Surat al- Maidah ayat 55:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ(55)
Artinya:
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman yang mendirikan sholat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk kepada
Allah”.[9]
5)
Surat al-Anbiyak ayat 73:
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً
يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ
الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ ....(73)
Artinya :
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberikan
petunjuk dengan perintah kami dan telah kami wahyukan kepada mereka mengerjakan
kebijakan, mendirikan sholat dan menunaikan zakat”.[10]
6)
Surat al-Hajji ayat 78:
....فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا
الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ ....(78)
Artinya: “
Maka dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat maka berpegang teguhlah pada tali
Allah”. [11]
b.
Hadits Rasulullah
Sabda Rasulullah
SAW
حديث إبن عمر رضي
الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: بني الإسلام على حمسة: شهادة ألا
إله إلا الله وأن محمد رسول الله و اقام الصلاة ةاتاء الزكاة والحج و صوم رمضان.
Artinya: Suatu
hadis dari Ibnu Umar ra berkata Rasulullah bersabda : Islam dibangun atas lima
perkara: bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah utusan Allah,
mendirikan sholat, menunaikan zakat, naik haji ke Makkah dan puasa pada bulan
ramadan
Berdasarkan
keterangan hadits yang telah dikemukakan di atas diketahui bahwa zakat
diwajibkan atas seluruh umat Islam sama dengan kewajiban sholat, syahadat,
puasa, dan haji.
Dengan
demikian dipahami bahwa pada hadits tersebut mengandung makna wajib, yaitu
wajib mengeluarkan sebagian harta yang diperoleh untuk diserahkan kepada yang
berhak menerimanya .
Sabda Rasulullah
SAW
عن ابن عباس رضي
الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلو بعث معازا فذكرا حديث فيه أن الله افترض
عليهم صدقة في أموالهم تؤخذ من أغنيائهم فترد في فقرتئهم (متفق عليه واللفظ
للبخاري)
Artinya: Dari
Ibnu Abbas Allah meridoinya bahwa Nabi SAW pernah mengutus Muaz ke Yaman ,Ibnu
Abbas menyebut hadist beliau bersabda: sesungguh nya Allah telah memfardukan
bagi mereka zakat harta yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan
dibagikan pada orang-orang fakir.(hadist riwayat muttafakuralaihi)[12]
Dari
beberapa ayat dan hadist di atas, segi yang dijadikan
dasar hukum zakat pada umumnya adanya “amar” menunjukkan perintah menghendaki
wajib, perintah bagi pemimpin
mengambil zakat bagi orang-orang yang enggan membayarnya. Kemudian mengeluarkan
zakat ketika memetik hasilnya dan membayar zakat sebagai tanda syukur kepada
Allah.
Sedangkan
dalam hadist Allah mewajibkan atas mereka zakat, menurut pengamatan penulis
beberapa dalil ini adalah hukum diwajibkannya bagi umat Islam.
Menurut
jenisnya zakat itu terbagi dua yaitu zakat fitrah dan zakat mal, zakat fitrah
adalah zakat yang berkaitan dengan jiwa, sedangkan zakat mal adalah zakat yang
berhubungan dengan harta. Walaupun zakat itu menurut jenisnya terbagi dua namun
pembahasan penulis hanya bertitik beratkan pada zakat mal.
C. Syarat-Syarat Wajib Zakat
Menurut Wahbah
Al-zuhaily syarat-syarat wajib zakat adalah:
أما شروط وجوب
الزكات أي فرضيتما فهي ما يأتي: العرية الإسلام البلوغ والعقل كون المال مما فيه
الزكاة كون النال نصابا او مقدرا البقية نصاب الملك التام للمال مضي عام أو حولان حول
قمر على ملك النصاب عدم الدين الزبادة عن حاحات الأصلية.
Artinya:
Adapun syarat-syarat zakat yakni kepaduannya yaitu mereka Islam, balig,
berakal, harta yang dikeluarkan adalah wajib dizakati, harta yang dizakati
adalah harta yang sampai atau senilai dengannya, harta yang dimiki milik penuh
kepemilikan harta telah sampai setahun menurut hitungan tahun komariah ,harta
tersebut bukan merupakan harta hasil hutang dan harta yang berlebih kebutuhan
pokok. [13]
Dari
pendapat di atas dapat dipahami bahwa syarat-syarat wajib zakat adalah sebagai
berikut:
1.
Merdeka
2.
Islam
3.
Balig dan berakal
4.
Sampai senisab
5.
Milik sempurna
6.
Sampai setahun
7.
Tidak ada hutang
8.
Melebihi kebutuhan pokok
Untuk lebih jelasnya penulis
akan menguraikan secara terperinci mengenai syarat wajib zakat yaitu:
1.
Merdeka
Merdeka merupakan salah satu syarat yang ditunjukkan
kepada orang yang memiliki harta, jadi tidak ada kewajiban zakat pada budak
(orang yang tidak merdeka)
Menurut kesepakatan ulama tidak wajib zakat atas hamba
sahaya karena hamba sahaya tidak mempunyai hak milik. Begitu juga mukatib (hamba
sahaya yang dijanjikan oleh tuannya dengan cara menebus diri) atau yang semisal
dengannya maka tidak wajib mengeluarkan zakat karena ia memiliki harta,
hartanya tidak dimiliki secara penuh. Kewajiban zakat ditujukan kepada orang
Islam yang baliq dan berakal, kemudian orang tersebut harus merdeka. Adapun
orang yang tidak merdeka seperti budak tidak diwajibkan mengeluarkan zakat,
sebab budak tersebut dimiliki oleh tuannya dan bukan milik budak itu sendiri.[14]
Oleh sebab itu orang yang tidak merdeka atau yang belum
merdeka dirinya dimiliki oleh tuannya begitu juga hartanya secara otomatis
milik dari tuannya. Maka zakat diwajibkan atas tuannya karena dialah yang
memiliki harta hambaNya..
2.
Islam
Orang
yang wajib zakat ialah orang yang beragama Islam, selain orang Islam tidak
diwajibkan untuk mengeluarkan zakat karena zakat tersebut merupakan ibadah yang
suci dan hanya diwajibkan kepada umat Islam saja. Itulah sebabnya orang kafir
(non Islam ) tidak diwajibkan untuk menunaikan zakat, sebab orang kafir
tersebut bukanlah orang suci.
Hal
ini sesuai dengan pernyataan Wahbah al-Zuhaily , yaitu:
فلا زكاة على كافر بالإماع: لأنها عبادة مطهرة وهو ليس من
أهل الطهر
Artinya: Tidak ada kewajiban
zakat atas orang kafir berdasarkan ijma’ karena sesungguhnya zakat itu
merupakan ibadah yang suci sedangkan orang kafir bukanlah orang suci.[15]
Dengan
demikian, berdasarkan ijma’ para ulama orang kafir bukanlah orang yang suci,
untuk itu mereka tidak wajib mengeluarkan zakat dari harta benda atau kekayaan
mereka.
3.
Baliq dan berakal
Pada
prinsipnya orang yang masih anak-anak dan belum sempurna akalnya atau orang
gila tidak dituntut dan tidak ditaqlifi dengan hukum syara’.
Kewajiban
mengeluarkan zakat tidak dipikulkan kepada anak-anak yang belum baliq dan
berakal dan juga orang gila, tetapi bila harta mereka sampai nisabnya wajib
dikeluarkan zakatnya oleh walinya karena mereka itu belum dan tidak sanggup
untuk mengurus hartanya termasuk untuk mengeluarkan zakat, karena mereka
tersebut selalu berada dalam penguasaan walinya.
Orang
yang mengurusi anak kecil dan belum berakal serta orang gila yang mempunyai
harta maka walinya boleh untuk memperdagangkan harta mereka agar harta tersebut
tidak habis begitu saja.
4.
Sampai senisab
Ketentuan
zakat ini dimaksudkan untuk ukuran dalam kadar minimal dari harta yang dimiliki
bagi orang yang diwajibkan mengeluarkan zakat, ketentuan tersebut di jelaskan
oleh Nabi Muhammad saw sesuai benda yang dizakati, setiap harta yang dizakatkan
mempunyai ketentuan nisab haul dan tahun.
Menurut
Yusuf al-Qardawy hikmah adanya ketentuan nisab itu jelas sekali, yaitu bahwa
zakat merupakan pajak yang dikenakan atas orang kaya untuk membantu orang
miskin dan ikut berpartisipasi bagi kewajiban kaum muslimin. Oleh sebab itu
zakat tentulah harus dipetik dari kekayaan yang memikul kewajiban itu dan
menjadi tak ada artinya apabila orang miskin juga dikenakan pajak sedangkan ia
perlu di bantu bukan membantu. [16]
5.
Milik sempurna
Harta
yang akan dikeluarkan zakatnya, yaitu harta yang dimiliki secara sempurna atau
secara penuh. Yang dimaksud milik sempurna tersebut adalah harta benda yang
dikuasai sepenuhnya oleh orang yang
memiliki harta tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Hanabilah yaitu: milik yang sempurna adalah harta yang di tangannya tidak
tergantung hak orang lain padanya, dan ia sendiri bertindak hukum pada harta
itu menurut kehendaknya dan faedahnya untuk dia, bukan orang lain.[17]
6.
Sampai setahun
Apabila
seseorang muslim memiliki kelebihan harta (sampai senisab) dengan syarat telah
berlalu satu tahu atau dua belas bulan qomariyah maka wajib dikeluarkan
zakatnya dan syarat ini hanya berlaku pada harta tertentu pula. Diantara harta
yang dikelurkan setelah berlalu satu tahun adalah: emas dan perak, harta
perdagangan, binatang ternak. Sedangkan harta yang dizakatkan tidak harus
berlalu satu tahun adalah hasil pertanian, buah-buahan, harta karun dan
lain-lain sejenisnya.[18]
Jadi
harta yang wajib di zakatkan adalah apabila kekayaan tersebut dimiliki sudah
berlalu satu tahun yaitu: ternak, uang dan harta perdagangan sedangkan hasil
pertanian dikeluarkan zakatnya pada waktu opanen begitu juga harta karun.[19]
7.
Tidak ada hutang
Yang
dimaksud tidak ada hutang adalah bahwa harta yang dimiliki telah sampai senisab
sudah milik ia sendiri (sudah lunas hutang pada orang lain), apabila masih ada
hutang harta tersebut belum memenuhi syarat.
8.
Melebihi dari kebutuhan pokok
Firman
Allah dalam surat al-Baqarah ayat 219 yang berbunyi yaitu:
....وَيَسْأَلُونَكَ
مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ
لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ(219)
Artinya:
“mereka bertanya kepadamu apa yang kamu nafkahkan, katakanlah yang lebih dari
keperluan ( keperluan pokok). Demikanlah Allah menerangkan ayat-ayat kepadamu
supaya kamu berpikir”.[20]
Ayat di atas
menerangkan bahwa zakat yang wajib djkeluarkan itu adalah yang melebihi
kebutuhan pokok bagi keluarga.
D. Harta Yang Wajib Zakatkan
Harta yang wajib
dizakatkan menurut Jumhur Ulama adalah sebagai berikut:
1.
Emas dan Perak
Mengenai
kewajiban zakat emas dan perak terdapat dalam firman Allah surat At-Taubah ayat
34-35 yang berbunyi:
....وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا
يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ
يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ
وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لانْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ
تَكْنِزُونَ) (التوبة:35)
Artinya: ‘Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkanya pada jalan
Allah, berilah mereka kabar gembira dengan mendapatkan mendapatkan siksa yang
pedih. Yakni dihari emas dan perak dipanaskan dineraka Jahanam
kemudian disetrika ke kening, pinggang dan punggung mereka.’ Inilah harta yang
kamu simpan-simpan buat dirimu!. Nah rasailah hasil simpananmu itu. (At-Taubah
34-35)
Ayat di atas menjelaskan bahwa bagi siapa yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan atau tidak menzakatkanya maka
Allah akan memberikan siksa yang pedih di hari akhirat nanti.
Hadits Nabi juga menjelaskan sebagai
berikut:
عن رصي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
أذاكانت لك ما شتادرهم وحال عليه احول فقيها نصب دنيا فما زرا (فبحساب ذلكوليس في
مال زكاة حتى عليه أحوال....) (رواه أبو داود)
Artinya: “
Dari Ali ra berkata, Rasulullah saw bersabda: Apabila engkau mempunyai dua
ratus dirham perak dan telah mencapai satu tahun maka wajib dikeluarkan
zakatnya lima dirham. Tidak ada bagimu kewajiban sesuatu (emas) sehingga emas
itu mencapai dua puluh dinar dan telah sampai satu tahun. Maka zakatnya
setengah dinar bagi emas dan perak yang lebih dari bilangan itu zakatnya adalah
menurut persentasenya, dan tidak ada hak zakat pada harta (emas dan perak )
kecuali telah sampai satu tahun”.[21]
2.
Harta perdagangan
Yang
dimaksud dari harta perdagangan adalah sesuatu benda yang diperjualbelikan
untuk mencari keuntungan. Maka harta perniagaan termasuk harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya, perintah mengeluarkan zakat harta perdagangan ini
tercantum dala firman Allah surat al-Baqarah ayat 267yaitu:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا
أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ .... (267)
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami kelurarkan dari bumi untukmu.[22]
Di
samping ayat di atas Rasulullah telah menegaskan dalam hadisnya tentang
kewajiban harta perdagangan ini :
عن
سمرة بن خبرب رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمر أن نخرج
الصدقة من الذي نعده للنيح (رواه أبو داود و إسنده)
Artinya:” Dari
Samurah bin Jundub ra ia berkata, Rasulullah memerintahkan kepada kami untuk
mengeluarkan zakat dari barang yang disediakan untuk dijual. (H.R Abu Daud) .[23]
Dengan
demikian jelaslah bahwa harta perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya, karena
hal itu memang diperitahkan oleh al-Qur’an dan hadist. Sedangkan cara
pelaksanaan zakatnya atau nisab serta haulnya sama dengan emas dan perak,
zakatnya yaitu 2,5%.[24]
3.
Hasil tanaman dan buah-buahan
Mengenai
zakat tanaman dan buah-buahan dijelaskan oleh Allah dalam surat al-Baqarah ayat
267 yang berbunyi:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا
أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ....(267)
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari usaha yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.[25]
Firman
Allah di atas menjelaskan bahwa apa saja yang diusahakan oleh manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya wajib dikeluarkan sebagian bila telah memenuhi
syarat wajib zakat. Dalam hal ini ulama Mazhab Hanafi mengemukakan dua syarat:
a.
Yang ditanam itu adalah sesuatu yang memang dimaksudkan untuk pertanian, bukan
yang tumbuh dengan sendirinya.
b.
Ada hasil yang di peroleh dari pertanian tersebut. [26]
Adapun
nisab zakat tanaman adalah lima wasaq berdasarkan hadis Nabi saw
وعن أبي سعيد عم النبي صلي الله عليه وسلم. قال : ليس فينا
دون خمسة وسق صدقة ولا فيما دون خمس أواق ولا فيما دون خمسة دون صدقة (رواه
الجماعة)
Artinya; “Dari
Said, dari Nabi saw ia bersabda tidak ada zakat pada buah-buahan yang kurang
dari lima wasaq dan ada pada unta yang kurang dari satu ekor (H.R Jama’ah)”.[27]
Sayyid
Sabiq menjelaskan ukuran lima wasaq adalah : 1 sha’ = 4 mud = sepenuhnya isi
kedua telapak tangan yang dipertemukan
maka dapat dipakai pertimbangan bahwa 4 mud = 3 liter ukuran orang
Indonesia, Jadi sha’ = 4 mud = 3 liter sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
lima wasaq = 300sha’ x 1 sha’ x 3 liter
= 900 liter beras. Dan bila dihitung dalam ukuran berat adalah 1350 kg
gabah atau 750 kg beras.[28]
Untuk
tanaman yang diairi dengan air hujan, mata air zakatnya 10% sedangkan yang
menggunakan pengairan tenaga manusia zakatnya 5%.[29]
Sedangkan
mengenai buah-buahan dan biji-bijian yang wajib dizakatkan berbeda pendapat
ulama:
1.
Menurut Abu Hanifah zakat wajib dikeluarkan dari tanaman
yang tumbuh dari bumi, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak kecuali kayu
bakar, rerumputan dan tumbuhan yang tumbuh tidak dikehendaki. Apabila suatu
tanah dijadikan sebagai tempat tumbuh bambu, pepohonan atau rerumputan wajib
dikeluarkan zakatnya dan kewajiban zakat merata untuk setiap tanaman yang
tumbuh.
2.
Menurut Maliki diwajibkan kepada tujuh belas macam dari
jenis biji-bijian yaitu : kacang kedelai , kacang tanah, kacang pendek, kacang
adas, pohon kayu yang pahit, julban, basilah, sult, gandum, jagung, tembakau,
beras, zaitun, simsin, lobak merah. Adapun buah-buahan yan wajib dikeluarkan
zakatnya ada tiga jenis, kurma, anggur kering dan zaitun.
3.
Menurut Syafi’I tanaman yang wajib dizakatkan adalah
makanan yang mengenyangkan, dari jenis buah-buahan yaitu buah kurma, dan anggur
kering sedangkan biji-bijian yaitu biji gandum, beras kacang adas, kacang
kedelai, kacang tanah dan jagung.
4.
Menurut Hambali zakat wajib atas biji-bijian yang
mengenyangkan, bisa ditakar dan disimpan, misalnya jagung, kacang tanah, kacang
adas, kacang kedelai, tembakau, beras, biji sawi, labu. Dan buah-buahan yang
wajib dikeluarkan zakatnya antara lain: setiap buah-buahan yang bisa ditakar
dan disimpan, misalnya buah kurma, anggur, beras.[30]
4.
Hewan ternak
Hewan
ternak wajib dikeluarkan zakatnya seperti unta, sapi, kerbau, kambing. Dalil
yang menetapkan tentang wajib zakat pada binatang yaitu hadis Rasulullah saw
yang berbunyi :
عن أبي زر رصي الله عنه فال: انتهيت ألي النبي صلى الله
عليه وسلم قال: والدى نفس بيديه أو والدى لا إله غيره وكما حلق ما من رجل تكون له
ابل أو بقرا وعنم لا يؤدى حقها الا اتى بها يوم القيامة اعظم ما يكون وائمنه تطؤه
بأخفافها وتنطعه بقرونها فلما جازت أخراها عليه ألاها حتي يقضى بين النس (رواه
البخاري)
Artinya : “
Dari Abu Zahrah ra berkata nabi saw bersabda Demi jiwaku dan kekuasaannya atau
demi tiada tuhan selain dari padanya atau sebagian janji atau sumpah. Apabila
seseorang memiliki unta, sapi, kambing tidak menunaikan haknya maka pada hari
kiamat ia lebih besar dan gemuk dari dirinya yang nyata. Ternak-ternak akan
menginjak-injaknya dengan tanduk-tanduk. Setelah selesai rombongan ternak yang
terakhir menginjaknya maka yang pertama mengulanginya itulah hukuman yang ia
peroleh (H.R Bukhari)”.[31]
Hadis
di atas menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang enggan mengeluarkan zakat
dari binatang ternaknya yang telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat.
Sedangkan
wajib zakat ternak ini disyaratkan sebagai berikut:
1.
Sampai satu nisab
2.
Berlangsung selama satu tahun
3.
Hendaklah hewan ternak itu merupakan hewan yang
digembalakan, artinya makan rumput yang tidak terlarang dalam masa setahun.
a.
Zakat Unta
Tidak
wajib zakat pada unta, jika kurang dari 5 ekor. Maka apabila sampai 5 ekor,
digembalakan dan cukup masanya setahun, zakatnya ialah berupa seekor kambing
betina. Jika banyaknya 10 ekor, maka zakatnya adalah 2 ekor kambing betina.
Demikian seterusnya, setiap bertambah 5 ekor bertambah pula zakatnya 1 ekor
kambing betina. Jika banyaknya 25 ekor, zakatnya ialah 1 ekor anak unta
betina umur 1-2 tahun atau 1 ekor anak
unta jantan umur 2-3 tahun, Demikian seterusnya.[32]
Seandainya
hewan-hewan yang akan dizakatkan seseorang berbeda usianya dari yang
semestinya, misalnya seharusnya dikeluarkan unta yang berumur 4-5 tahun, maka
zakatnya masih dapat diterima asal diimbuh (di tambah) dengan 2 ekor kambing
betina umur lebih dari 1 tahun atau jika tidak ada dengan uang sebanyak 20
dirham.[33]
b.
Zakat Sapi
Sapi
tidak wajib zakat sebelum cukup 30 ekor, dalam keadaan digembalakan. Maka jika
sudah cukup 30 ekor dalam keadaan digembalakan itu dan berlangsung selama 1
tahun dikeluarkan 1 ekor sapi jantan atau betina umur 1 tahun. Dan tidak
perlu ditambah, banyaknya 40 ekor. Jika telah cukup 40 ekor, maka dizakatkan
seekor sapi betina berumur 2 tahun dan tidak ada tambahan lain hingga banyaknya
mencapai 60 ekor.
Jika
telah cukup 60 ekor, maka zakatnya adalah 2 ekor sapi umur 1 tahun. Jika 70
ekor ialah 1 ekor sapi betina umur 2 tahun , jika 80 ekor ialah 2 ekor sapi
betina umur 2 tahun, jika 90 ekor maka zakatnya 3 ekor sapi umur 1 tahun.
Demikian seterusnya jika banyaknya bertambah setiap 30 ekor ialah 1 ekor umur 1
tahun dan setiap 40 ekor ialah 1 ekor sapi betina umur 2 tahun.[34]
c.
Zakat Kambing
Kambing
wajib dikeluarkan zakatnya apabila sudah sampai 40 ekor, maka jika jumlahnya
40-120 ekor dan cukup digembalakan dalam waktu 1 tahun zakatnya ialah 1 ekor
kambing betina. Dari 121 – 200 ekor, zakatnya ialah 2 ekor kambing betina. Dan
dari 201 – 300 ekor, ialah 3 ekor kambing betina. Selanjutnya jika lebih dari
300 ekor, maka setiap 100 ekor dikeluarkan 1 ekor kambing betina. Dari domba
dikeluarkan yang berumur 1 tahun sedangkan dari kambing yang berumur 2 tahun.[35]
Menurut
kesepakatan ulama dibolehkan mengeluarkan hewan jantan sebagai zakat, jika
ternak itu terdiri dari yang jantan. Jika semuanya betina atau sebagian
jantan boleh mengeluarkan yang jantan.[36]
4.
Hasil tambang
Menurut
jumhur ulama barang tambang adalah
suatu yang diciptakan Allah SWT, dalam perut bumi yang memiliki nilai tinggi.
Seperti emas, perak dan tembaga dan lain-lain.[37]
Kewajiban
zakat barang tambang berdasarkan Hadist Nabi :
عن بلال الحارت رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه
وسلم : أخذ من المعادة الغليه الصدقة (رواه أبو داود)
Artinya:
“Hadist berasal dari Bilal bin Harist r.a bahwa Rasulullah saw mengambil zakat
dari barang tambang negeri Qabaliah. (H.R Abu Daud).[38]
Sulaiman
Rasyid menerangkan, hasil tambang emas dan perak apabila sampai senisab wajib dikeluarkan
zakatnya pada waktu itu juga dengan tidak disyaratkan dengan sampai satu
tahun seperti biji-bijian dan
buah-buahan. Zakat emas dan perak diambil 2,5%.[39]
5.
Harta Rikaz
Rikaz
adalah harta yang ditimbun oleh orang purbakala yang diambil tanpa susah payah
mencarinya.[40]
Hadist Nabi
menjelaskan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : و في الزكاة الخمس (متفق عليه)
Artinya: “Dari
Abu Hurayrah r.a bahwasanya Rasulullah saw bersabda wajib zakat barang simpanan
purbakala (rikaz). (Mutafaku’alaihi).[41]
Ketentuan
zakat harta rikaz sama dengan nisab emas dan perak yaitu 20 misqal 96 gram
untuk emas dan 200 dirham =672 gram untuk perak. Zakatnya masing-masing 2,5%.[42]
E. Orang yang Berhak Menerima Zakat
Dalam
Islam telah dijelaskan delapan kategori orang yang berhak menerima zakat, sebagaimana
firman Allah dalam surat At-Taubah ayat
60 yang berbunyi:
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ(60)
Artinya:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir miskin para pemungut
zakat para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, untuk orang
yang berhutang , untuk orang-orang yang berjuang di jalan Allah dan untuk
orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha mengetahui dan lagi Maha
bijaksana. At-Taubah ayat 60).[43]
Ayat di atas dapat dipahami bahwa zakat wajib
diberikan kepada asnaf yang delapan saja, tetapi kalau sedekah, hadiah sunat
yang berupa materi lainya boleh diberikan kepada selain dari asnaf yang delapan
.
Selanjutnya
penulis akan menjelaskan asnaf yang delapan:
a.
Fakir
Yang
dimaksud dengan fakir ialah orang-orang yang tidak memiliki harta ataupun usaha
yang memadai, sehingga sebagian besar kebutuhannya tidak dapat dipenuhinya.
Walaupun ia memiliki rumah tempat tinggal, pakai yang pantas bagi dirinya. Ia
tetap dianggap fakir selama sebagian besar kebutuhan hidupnya yang diperlukan
tidak dipenuhi.[44]
b. Miskin
Miskin
ialah orang-orang yang memiliki harta atau usaha yang dapat menghasilkan
sebagian kebutuhannya tetapi tidak mencukupi, kebutuhan yang dimaksut adalah
makanan, minuman, pakaian dan lain-lain, menutut keadaan yang layak baginya.
Orang miskin itu wajib diberi zakat dalam jumlah yang dapat menutupi
kebutuhannya, menurut Abu Hanifah makruh memberikan lebih dari satu nisab zakat
kepada orang miskin , tetapi menurut Maliki dan Syafi’i, ialah yang diberikan
kepada mereka sama sekali tidak dibatasi bila keadaannya menghendaki. Seorang
miskin bisa saja diberikan melebihi satu nisab.[45]
c. Al-Amilun.
Al-Amilun
adalah jamak dari kata dasar al-amil berarti yang berarti yang bekerja atau pekerja.[46]
Amil
zakat juga dapat disebut sebagai orang yang bertugas mengumpulkan zakat,
menjaga dan memindah-mindahkanya sehingga termasuk orang yang memberi minum dan
mengembalakanya, jika zakat itu berupa ternak, begitu juga petugas keamanan,
sekretaris, petugas penimbang, pengurus dan perangkat lainnya yang dibutuhkan
untuk mengatur pendistribusian,
pendayagunaan dan melaksanakan pengumpulan dan pembagian zakat.[47]
d. Muallaf.
Muallaf
adalah orang yang harus ditarik simpatinya kepada Islam atau mereka yang ingin
dimantapkan hatinya dalam Islam. Juga dapat dikatakan para tokoh yang disegani
dalam kaumnya dan bisa diharapkan masuk Islam.[48]
e. Riqab
Riqab
adalah budak belian yang diberi kesempatan oleh tuannya untuk mengumpulkan uang
guna menebus dirinya, agar statusnya sama dengan manusia lainnya.[49]
Karena
pada zaman Jahiliyah banyak terjadi
perbudakan, maka zakat merupakan salah satu cara dalam Islam untuk menghapus
perbudakan sebab manusia dalam Islam statusnya sama yang berbeda Cuma takwanya
kepada Allah.
f. Gharim
Gharim
yakni orang –orang yang berhutang dan mengalami kesulitan untuk membayarnya
kembali. Diantaranya ialah orang yang berhutang untuk melunasi hutang orang
lain atau orang yang terpaksa berhutang untuk kebutuhan hidup atau membebaskan
dirinya dari maksiat. Termasuk juga utang untuk menjalankan perintah Allah SWT,
seperti haji, umrah.[50]
g. Fisabilllah
Fisabilillah
adalah keperluan untuk berjuang menegakkan dan mempertahankan agama Islam,
termasuk keperluan untuk membangun sarana dan prasarana keagamaan dan
lain-lain.
h. Ibnu Sabil
Ibnu
Sabil menurut jumhur ulama adalah kebiasaan untuk Musafir yaitu orang-orang
yang melintas dari suatu daerah ke daerah lain.[51]
Menurut
Amir Syarifudin bahwa orang yang dikatakan Ibnu Sabil adalah orang-orang yang
berada dalam perjalanan yang membutuhkan dana dalam perjalanannya itu. Maka
termasuklah ke dalam pengertian ini perjalanan menuntut ilmu pengetahuan agama, dakwah, perjalanan haji, perjalanan
misi agama dan budaya. [52]
Menurut
pandangan penulis penyaluran zakat kepada Ibnu Sabil adalah untuk melancarkan
lalu lintas perhubungan sehingga dapat mengatasi hambatan-hambatan yang akan
dilalui. Dan juga menurut hemat penulis wajarlah Agama Islam memberi
pengertian-pengertian kepada Musafir, terutama mereka yang sedang dalam
perjalanan jauh dari keluarga dan terancam bahaya, serta pelajar yang jauh dari
sanak keluarganya.
F. Hikmah Zakat
Sebagaimana
telah diketahui bahwa, zakat yang disyari’atkan Allah mestilah mengandung
hikmah, rahasia yang tinggi nilainya. Begitu pula dengan zakat ini, zakat
banyak sekali hikmahnya yang mempunyai fungsi dan peran ganda, baik untuk
individu maupun untuk masyarakat. Dan di antara hikmah zakat itu adalah sebagai
berikut:
1.
Sebagai tanda syukur kepada Allah
Cara
mengungkapkan rasa puji dan syukur kepada Allah atas nikmat dan karuniaNya yang
diberikan kepada hambaNya bisa dilakukan berbagai cara ada caranya dengan
mengikuti segala perintah-Nya dan menghentikan segala larangan-Nya misalnya
dengan menolong anak terlantar, orang miskin,dan zikir kepada Allah.
Mengerjakan sesuatu perbuatan dengan ikhlas tanpa mengharap balasan dari orang
lain dan hanya mengharapkan ridha Allah semata. Kesemua itu tidak terlepas dari
tuntunan dan pedoman yang diberikan Allah kepada manusia melainkan al-Qur’an
dan Sunnah.
Mengeluarkan
zakat dengan mengharapkan ridha Allah merupakan salah satu cara untuk
menyatakan rasa syukur dan puji kepada Allah dan Allah menjanjikan akan
menambah nikmatnya bagi orang yang menunaikan zakat, firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7 yang berbunyi:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ(7)
Artinya:
Sesungguhnya jika kamu bersyukur kepada-Ku pasti kami akan menambah (nikmat-Ku)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih.[53]
Jika
dihubungkan dengan ayat di atas maka bagi orang yang tidak menunaikan zakat
bila hartanya telah mencapai nisab dan haulnya ia termasuk orang yang
mengingkari nikmat dan orang ini akan diberi ganjaran oleh Allah di dunia dan
akhirat.
2.
Membersihkan jiwa dari sifat kikir , bakhil, dan rakus
Sifat
kikir bakhil dan rakus merupakan yang amat berbahaya baik bagi pribadi maupun
bagi masyarakat, dalam hal ini zakat berperan untuk mendidik dan membiasakan
seseorang menjadi pemurah,penyayang, dan dermawan, dengan membayar zakat
berarti mereka telah mensucikan dan membersihkan diri, jiwa dari sifat-sifat
kotor, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 103 yang
berbunyi:
)خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ) (التوبة:103)
Artinya:
“Ambillah olehmu zakat dari harta mereka, engkau mensucikan mereka serta
do’akanlah mereka sesungguhnya do’a kamu itu menjadikan ketenteraman jiwa
mereka. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”. [54](At-Taubah
ayat 103)
Maksud
dari pembersihan dalam surat at-Taubah ayat 103 adalah dengan zakat itu dapat
menghapus sifat kikir, bakhil, dan tamak (cinta terhadap harta yang
berlebihan). Sedangkan yang dimaksud dengan mensucikan jiwa adalah
menumbuhkembangkan sifat baik dan murah hati. Maka dengan menunaikan zakat
merupakan salah satu jalan untuk mengantisipasi dan melepaskan dari sifat kikir
dan tamak, selain itu juga dapat menumbuhkan sifat dermawan dalam diri
seseorang, sehingga orang kaya bisa menyadari bahwa zakat itu merupakan tanda
solidaritas sosial yang diwajibkan Allah.
3.
Sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah
Beraneka
ragam amal ibadah yang dapat dilaksanakan untuk mendekatkan diri kepada Allah,
salah jalan adalah dengan membayar zakat untuk membantu fakir miskin dan
orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Maka dengan adanya bantuan tersebut
mereka bisa sama-sama merasakan kebahagiaan. Pendekatan ini sesuai dengan
firman Allah surat al-Bayyinah ayat 5 yang berbunyi:
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ(5)
Artinya; “Dan
tiada lah mereka disuruh melainkan supaya menyembah Allah, serta mengikhlaskan
agama bagi-Nya (beribadah mengharap keridhaan-Nya). Sambil cenderung kepada
tauhid dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan itula agama
yang lurus. [55]
4.
Membersihkan harta kekayaan dari hak orang lain yang ada
di dalamnya
Harta
kekayaan yang dimiliki seseorang itu terdapat hak orang lain yang harus
dikeluarkan atau dengan kata lain harta yang diperoleh seseorang bukan menjadi
milik mutlak seseorang, Untuk itu wajib bagi yang mempunyai harta untuk
mengeluarkan zakatnya, yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.[56]
5.
Untuk menolong fakir miskin yang membutuhkan pertolongan
6.
Menghindari masyarakat dari bahaya kemiskinan dan
kemelaratan yang bisa menimbulkan kesenjangan sosial yang menyebabkan timbulnya
kejahatan dan malapetaka sosial dalam masyarakat.[57]
Sedangkan
Sulaiman Rasyid menjelasakan, bahwa hikmah yang terkandung dalam perintah zakat
itu adalah:
1.
Menolong orang yang lemah dan orang yang susah agar ia
dapat menunaikan kewajiban kepada Allah SWT, dan terhadap makhluk Allah yakni Masyarakat.
2.
Membersihkan dari sifat kikir dan akhlak tercela serta
mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan membayar
amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan.
3.
Sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas rahmat dan
kekayaan yang diberikan oleh Allah.
4.
Untuk menjaga kejahatan-kejahatan yang akan timbul dari
orang yang miskin dan orang yang susah.
5.
Mendekatkan hubungan kasih sayang dan cinta-mencintai
antara orang kaya dengan orang miskin.[58]
[1]
Al-Syarakhshi, Al-Mabsuth, (Bairut: Dar al-Ma’rifah,{t.th}), Juz II, h.
149
[2]
Ibnu Abidin, Rad al-Muhtar,
(Bairut: Dar al-Fikr, {t.th}), Juz II, h. 256
[3] Ibid,
h. 257
[4]Syamsudin,
Syarah Al-Banayah, (Beirut: Dar al-Fikr, {t.th}), Juz III, h. 339
[5]
Wahbah Zuhaily, al-Figh al-Islam Waadillatuhu, (Malasyia: Dewan Bahasa
dan Pustaka,1995), Jilid II, h. 821
[6]
Depag RI, Alquran dan terjemahannya, (Semarang : Toha Putra. 1998), h. 16
[7]
Ibid, h. 131
[8]
Ibid, h.169.
[9] Ibid,
h. 297-298.
[10]Ibid,
h. 504
[12]
Wahbah Zuhaily, Ibid, h.
[13]
.Wahbah Al-zuhaily,Al-figh al Islam wa adilalatuhu,(bairut: Libanon
Darul Fikri, 1989) , juz II, h. 738-740
[14]
DR, Wahbah Al-Zuhaly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung:PT Remaja
Rusda Karya, 1995), h. 98.
[15] Ibid,
h.
[16]
Yusuf al-Qardhawy, Fiqih al-Zakat, (Bairut: ar-Risalah) , Penerjemah
salman Harun, (jakarta; intermasa,
1989), h. 150
[17]
Abdurrahahman al-Jazim, Kitab al-fiqh al-Mazahib al-Arba’ah,(Libanon:Bairut
Darul Fikri, 1972), Juz. 1, h. 593
[18] Ibid
h. 106.
[19]
Yusuf al-Qardhawy, Op,Cit, h. 61
[20]
Depag RI, Op.Cit,h. 53
[21]
Muhammad bin Ismail al-Khalani, Op.Cit, h. 128
[22]
Depag Ri, Op.Cit, h. 67
[23]
Muhammad bin Ismail Al-khailani , Op,Cit, h. 136.
[24]
DR, Lahmuddin Nasution, MA,g, Fiqih I, Logos, 1995 h. 165.
[25]
Depag, RI, Lot,Cit, h.
[26]
Abdul Aziz Dahlan, Op.cit, h. 1994
[27]
Asy-Syaukani, Op.Cit, h. 1184-1185
[28]
Sulaiman Rasyid, Fiqih Sunnah, (Bandung: Sinar Baru al-Gesindo,1995),
cet. Ke 28, h. 208
[29]
M. JamaludinMughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Lentera, 1996), h. 186.
[30]
DR. Wahbah Al-Zuhaily, Op,cit, h. 186-189.
[31]
Abi Abbas Syihab bin Ahmad bin Muhamad Qasthalani, Shahih Bukhari,
(Mesir: darul al-fikri, 1925), juz. 3, h. 49
[32]
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bandung: Al-Ma’ari,1978), h.74.
[33] Ibid,
h. 76.
[34] Ibid,
h. 77.
[35] Op,Cit,h.243
[36] Ibid,
h.78.
[37]
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum
Isalam, (Jakarta: Ictiar Baw Van Hoeven, 1956), Cet, 1 h. 1986.
[38]
Muhammad bin Ismail Al-Kahlani , Subulusalam Terjemah oleh Abubakar,
(Surabaya Al iklas 1995), h, 538.
[39]
Sulaiman Rasyid , Ibid, h. 205.
[40]
Muhammad bin Ismail Al-Kahlani, Op.Cit, h. 534.
[41] Op.Cit,
h. 534.
[42]
Muhammad M Riva’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang : Toha Putra
1978)
[43]
Depag, Op.Cit, h. 228.
[44]
Dr. Lahmudin, Nasution, Op,Cit, h. 176.
[45]
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Bairit: Dar al-fikri), h. 171.
[46]
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT Hida Karya Agung ),
h. 281.
[47]
Dr. M. Abdul Kadir Abu Faris, Kritis Pendayagunaan Zakat,(Semarang:Bina Utama
), h. 6
[48] Ibid,
h. 10
[50] Op,Cit,h.17
[51]
Yusuf Qardawi, Op.Cit, h. 645
[52]
Amir Syarifudin, Pembinaan Pemikiran Dalam Hukum Islam (Padang : Angkasa Raya,1993), Cet,ke-2, h.
193.
[53] Ibid,
h. 380
[54] Ibid,
h. 184
[55] Ibid,
h. 1084
[56]
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, (Jakarta:UI Press,
1989), h. 45
[57]
Wahbah Al-Zuhaily, Op,Cit, h. 88.
[58]
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru,1987), Cet Ke-20,
h.200.
0 Comment