SUMBER PENGETAHUAN
Istilah pengetahuan merupakan
padanan dari bahasa inggris knowledge
yang berarti pengetahua umum yang belum teruji kebenarannya. Dalam encyclopedia
of philosophy, pengetahuan didepenisikan
dengan kepercayaan yang benar knowledge is justified true belief[1] Rumusan ini mirip dengan
pernyataan John Dewey yang mempersepsikan pengatahuan dengan kebenaran (knowledge
is truth). Pengaetahuan identik dengan kebanaran, dan ini berarti pengetahuan
haruslah benar. Sebab jika tidak benar maka ia adalah kontradiksi
EMPERISME
1 pengertian
Secara etimologi emperisme
berasal dari bahasa yunani “emperia” yang berarti pengalaman indrawi. Karena
itu emeperisma memilih sebagai sumber utama pengetahuan bukan rasio melainkan
pengalaman, dan pengalaman itu dipahami sebagai pengalaman lahirian yang
menyanggkut dunia maupun pengalaman bathiniah yang menyangkut pribadi manusia[2]
Secara terminologi, Petter
Corutters mendepenisikan emperisme sebagai berikut : “as generally understood,
may simplay be definied as the doctrine that all knowledge must be grounded in
exsperience” artinya secara umum dapat melalui pengalaman[3]
Dari defenisi di atas dapat
disimpulkan bahwa emperisme berasal dari kata Yunani “emperia” yang berarti
pengalam indrawi. Dan yang maksud dengan emperise adalah paham yang berpendapat
bahwa sumber utama pengetahuan itu bukanlah rasio melainkan pengalaman, baik
yang bersifat lahiriah maupun bathiah yang menyangkut pribadi manusia.
A TOKOH DAN PENDAPATNYA
Tokoh emperisme ini adalah
Thomas Hobbes (1588-1676). Ia seorang ahli fikir inggris di Malmesbury, yang
kedua adalah John Locke (1632-1776) ia dilahirkan di Wrington dekat Brsitol
Inggris dikenal dengan ahli hukum, ketiga David Hume (1711-1776) ia adalah
seorang ahli fikir Inggris
Dari ketiga tokoh ini, penulis
akan mengemukakan pendapat David Hume tentang Emperisme dengan alasan Karena
pendapat tentang emperisme lebih mudah dicerna dari tokoh lainnya, alsan
lainnya adalah bahwa pada masa David hume ini memuncaknya aliran yang
bertentangan dengan rasionalisme yakni emperisme.
Dasar memuncaknya emperisme
pada David Hume adalah karena ia
mengunakan prinsip-prinsip empeirisme dengan cara yang paling radikal, terutama
pengertian substansi dan kausalital menjadi objek kritiknya.
Ia menganalisa pengertian
substansi di dalam buku Prof. I.R Poedjawijatma[4] ditemukan pendapat David Hume
yang mengatakan bahwa seluruh pengetahuan itu menurut dia tak lain dari pada
jumlah pengalaman kita, apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh
pengalaman. Adapun yang bersentuhan dengan
indra itu ialagejalah dari hal tersebut, yang menyebabkan kita mempunyai
pengertian yang tetap (substansi) itu tidak lagi dari pengulangan pengalaman
yang demikian acapkalinya, sehingga kita mengangap mempunyai pengertiian
tentang suatu hal, tetapi sebetulnya tidak ada itu. Substansi itu hanya
anggapan, khayalan belaka.
Begitu pula pengertian lainnya
yangg tetap dan umum itu semuanya tak lain hanya. Kita misalnya tak mengetahui
kesabaran, yang kita hanya urutan-urutan kejadian, misalnya : kita kerapkali
merasa sakit setelah menerima pukulan, maka kita katakan yang menyebab sakit
itu pukulan, tetapi tidak sebenarnya demikian, itu hanya anggapan kita saja,
Dengan tegas Hume hanya
menerima sentuhan indra dengan hal luar, hanya itu saja, segala kesimpulan yang
diadakan orang itu tak ada dasarnya, menueut Hume pengetahuan budi (umum) tak
dapat diterima persesuaiannya dengan objeknya
Dalam buku FX, mudji sutrisno,
dkk,[5] ditemuakan pendapatnya
bahwa ia menerima substansi, sebab kalau dalam substansi yang dialami hanya
kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu terdapat bersama-sama,
misalnya aku alami kesan : putih, licin, ringan atas dasar pengalaman ini tidak
disimpulkan bahwa dibelakang ciri-ciri itu
masih ada substansi tetap. Misalnya keras yang mempunya ciri-ciri tadi,
Begitu juga menurut Hume, Pengalaman
semata-mata tidak mengizinkan menerima adanya “ Aku sebagai substansi. Yang
disebut “aku” tidak lain daripada “a bundle or collection of perception
(persepsi ini harus dimengerti sebagai suatu keadaan kesadaran tertentu)
kita mempunyai kecendrungan
untuk menyangka bahwa di bawah keadaan-keadaan kesadaran itu terdapat suatu
substatum atau alas yang tetap, namun bisa hanya suatu kepercayaan saja (belief).
dari pengalaman tidak bisa disimpulkan adanya suatu substansi di bawah
ciri-ciri yang diamati itu.
Sama
halnya dengan kausalitas (hubungan sebab-akibat). Jika suatu gejala tertentu
selalu disusul oleh gejala lain, dengan sendirinya kita cendrung kepada pikiran
bahwa segaja yang satu disebabkan oleh gejalah yang sebelumnya. Misalnya batu
yang disinari Matahari selalu panas. Kita bisa menyimpulkan batu menjadi panas
karena disinari matahari. Tetapi kesimpulan ini tidak berdasarkan pengalaman.
Pengalaman hanya memberikan urutann gejala-gejala, tetapi tidaklah
memperlihatkan urutan sebab-akibat.
Pendirian
hume ini mempunyai konsekwensi-konswensi yang besar bagi ilmu pengetahuan dan
filsafat yang seluruhnya berdasarkan prinsip kausalitas, sekrang Hume harus
menyimpulkan bahwa pengetahuan dan filsafat tidak mampu menciptakan kepastian.
B. RASIONALISME
1. Pengertian
Rasionalisme adalah suatu
aliran yang mengatakan bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh dengan memakai
alat manusia[6]
jadi, rasionalisme adalah paham Filsafat yangg mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.
Jika empirisme mengatakan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka
rasionalisme menngajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir.
Alat dalam berfikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau kaedah-kaedah logika.
Sejarah rasionalisme sudah tua
sekali, Thales telah menerapkan rasinalisme dalam filsafatnya, kemudian pada
masa modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat Descartes,
sehingga dianggap sebagai Bapak filsafat modern
2. TOKOH-TOKOHH FILSAFAT RASIONNALISME
a. Rene Descrates (1596-1650).
Rene
Descrates lahir pada tahun 1596 dan meninggal dunia pada tahun 1650 M, bukunya
yang terpenting dalam Filsafat murni adalah “discourse de la methode (1963) dan
meditationes de prima philoshopia (1642)[7] kedua m\buku inilah ia
menuangkan metodenya keraguan Rene Descrates. Metode ini sering juga disebut
cogito Descrates, atau metode cagito saja
Descrates telah lama
mearasakan tidak puas terhadap perkembangan Filsafat amat lamban dan banyak
memakan korban itu. Amat lamban terutama bila dibandingkan dengan perkembangan
filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh gereja yang mengatas namakan
agama telah menyebabkan lambannya perkembangan itu, ia ingin filsafat
dilepaskan dari doniminasi agama kristen. Ia ingin filsafat dikembalikan kepada
semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Ia ingin
menghiduupkan kembali rasionalisme Yunani.
Ia mengetahui bahwa tidak
mudah meyakinkan tokoh-tokoh geraja bahwa dasar filsafat haruslah akal (rasio).
Tokoh-tokoh gereja pada saat itu tetap yakin bahwa dasar filsafat haruslah iman
sebagai sebagaimana tersirat dalam ungkapan credo ut intelligan dari Anselmus
itu, untuk menyakinkan orang bahwa dasar filsafat iharuslaah akal, ia menyusun
argumentasi yang amat terkenal. Argumentasi itu tertuang di dalam metode cogito
tersebut.
Untuk menetukan basis yang
kuat bagi filsafat, Descrattes meragukan lebih dahulu segala sesuatu yang dapat
diragukan atau metode keragu-raguan[8] mula-mula ia mencoba meragukan ssemua yang
dapat diindera objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah langkah
pertama metode cogito tersebut, kerguan ini menjadi mungkin karena pengalaman
mimpi, halusinasi, ilusi dan juga pada pengalaman dengan roh halus itu tidak
jelas[9], dalam keadaan tersebut
ada sesuatu yang selalu muncul yaitu gerak. Jumlah dan besaran (volume). Pada
tahap kedua ini Descrates berpendapat bahwa ketiga hal tersebut lebih ada daripada benda-benda. Ketiga macam ini
lebih meyakinkan benar-benar ada.
Betulkah ketiga (gerak, jumlah
dan besaran ) benar-benar ada? Kemudiann ia ingin mengujinya dan meragukannya,
karena termasuk mate-matika yang dapat salah, jadi ilmu pastipun masih dapat
meragukannya tahap yang terakhir dalam metodenya adalah menyatakan bahwa saya
sedang ragu, yang benar-benar tidak dapat diragukan adanya, aku yang sedang
ragu disebabkan oleh aku berpikir, kalau begitu aku berpikir pasti ada dan
benar.
Seakan-akan ia membuang segala
kepastian. Pikiran dipangkalkan pada keraguan ini, akal apakah yang segera
nampak? Jika orang ragu-ragu demikianlah kata Decrates pun jika ia ragu-ragu
terhadap segala sesuatu, maka nampak jugalah kepadanya sendiri bahwa ia
berpikir, karena ragu-ragu ini suatu cara berpikir. Dalam pada itu segera
nampak kepastian dan kebenaran yang cemerlang tentang adanya : sebab yang
berpikir itu tentu ada dari metode keragu-raguan ini timbul kepastian tentang
adanya sendiri. Ini dirumuskan oleh Descrates dengan cogito ergo sum, saya
berpikir maka saya ada[10]
Descrates menganggap bahwa
pengetahuan memang dihasilkan oleh indra. tapi karena ia mengakui bahwa indra
itu bisa menyesatkan (seperti dalam mimpi dan khayalan), maka ia mengambilkan
kesimpulan bahwa data keindraan tidak dapat dihandalkan, kemudian ia menguji
kepercayaannya kepada tuhan yang maha kuasa, tapi di sinipun ia menemukan,
bahwa ia dapat membayangkan Tuhan yang mungkin bisa meneipu kita.. dalam
kesungguhannymencari dasar yang mempunyai kepastian mutlak ini. Descrates
meragukan adalah eksistensi dirinya sendiri[11]
Keragu-raguan descrates ini
hanya metodos, bukanlah ia ragu-ragu sesungguhnya, ia ragu—ragu bukan untuk
ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian, kepastian yang terdapat pada
kesadaran inilah yang dipakai menjadi pangkal pikiran dan filsafatnya. Hanya
rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran.
Maka daripada itu, menurut
descrates rasiolah yang menjadi sumber dan pangkal segala pengertian dan
rasiolah yang memegang pimpinan dalam segala mengerti, itulah sebabnya maka
alairan ini disebut rasionalismeebut rasionalisme, kedaulatan rasio diakui
sepenuhnya bahkan dilebih-lebihkan oleh Descrates dengan mengabaikan nilai
pengetahuan indra, yang menurut dia sering menyesatkan manusia.
b. Spinoza (1632-1677)
Spinoza lahir pada tahun 1632
dan meninggal dunia pada tahun 1677, nama aslinya Baruch Spinoza[12] ia seorang keturunan
Yahudi di Amsterdam yang mau keluar dari segala ikatana agama dan masyarakat,
karena ia mencita-citakan suatu sistem berdasarkan rasionalisme untuk mencapai
kebahagiaan bagi manusia, setelah ia mengucilkan dirinya dari agama Yahudi, ia
mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza.
Spinoza adalah pengikut
Descrates yang menyatakan bahwa sesuatu ada tidak memerlukan yang lain
karena bila adanya karena yang lain, berarti substansinya kurang meyakinkan.
Menurut Spinoza atauran atau
hukum yang terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan hukum yang
terdapat pada idea. Sebagai dasar segala-ggalnyaaharus diterima sesuatu yang
tidak berdasarkan kepada yang klain yang menjadi mutlak yang dinamai substansi.
Sedang yang esensinya adalah adanya atau yang tidak terbatas dan mutlak ini
harus mempunyai sifat-sifat yang tidak terhingga pula, maka segalanya yang
mungkin dipikirkan tentulah ada padanya.
Sifat substansi itu adalah dua
yaitu budi dan keluasan, kedua-duanya ini, hanya menyatakan satu aspek
masing-masing yang mengandung segala macam dan Mempelajari hukum, tetapi ia
juga mengikuti kuliah mete-matika dan filsafat pada tahun 1666, tatkala ia
berusia 21 tahun, ia menerima ijazah doctor dari universitas Altdorf, dekat
nuremberg, dengan disertai berjudul De Casibus Perplexis (on Complex Cases at
Law)
Pada bulan Januari—Maret 1673,
Leibniz pergi ke London menjadi atase politik, di sana ia dapat bertemu dengan
banyak ilmuan seperti Robert Boyle, Tahun 1675, ia menetap di Hannover, dari sana ia berjalan-jalan ke
London dan Amsterdam, Di Amsterdam bertemu dengan Spinoza.
Metafisika Leibniz sama
memusatkan perhatian pada substansi, bagi spinoza alam semesta ini mekanisris
dan keseluruhannya bergantung pada sebab, sementera substansi pada Leibnis
adalah hidup dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip
filsafat Liibnis adalah “Prinsip Akal yang mencukupi” yang secara sederhana
dapat dirumuskan “Sesuatu harus mempunyai alasan” yang sederhana dapat
dirumuskan “Sesuatu harus mempunyai alsan”
Sementara Spinoza berpendapat
bahwa substansi itu banyak, ia menyebut substansi-substansi itu dengan monad,
setiap monad berbeda satu dengan yang lainnya dan tuhan (Sesuatu yang
supermonad dan satu-satunya monad ysng tidak diciptakan) adalah pencipta monad-monad
itu,
C. IDEALISME
1. pengertian.
Idealisme
adalah aliran filsafat yang mengangap bahwa segala kenyataan tergantung dari
hakikat kesadaran dan mengetahui[13]
Idealisme
secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme, termasuk aliran
epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori (Prioritas) atau
deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya, lawan rasionalisme dalam
epistimologi dalam empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan bukan diperoleh
lewat rasio atau akal, melainkan melalui pengalaman empiris.
2, TOKOH-TOKOH IDEALISME
- Fichte (1762-1814)
Nama lengkapnya Johan Gottieb
Fichte adalah Filosof Jerman, yamg belajar theologi di Jena pada tahun
1780-1814, berkenalan dengan filsafat Kant di Leipzig Kemudian berkelana ke
Konigsberg untuk menemui Kant dengan menulis Critique of Revelation pada zaman
Kant dan buku tersebut diberikan kepada Kant[14]
Menurut Fichte, dasar realitas
adalah kemauan, kemauan inilah thing in it selfnya manusia, penampakan adalah
sesuatu yang ditanam Roh absolute sebagai penampakan kemauannya. Roh Absolute adalah sesuatu yang
berada di belakang kita, itu adalah tuhan pada spinoza.
Filsafat menurut Fichte haruslah
didedukasi dari stu Prinsip, yang sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan
pemikiran moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia, prinsip yang dimaksud ada di
dalam etika, buakn teori, melainkan praktekanlah yang menjadi pusat di
sekitarnya. Unsur esnsial dalam pengalaman adalah tindakan bukan fakta.
Menurut Fichte, dasar
kepribadia adalah kemauan, kemauan yang dikontrol oleh kesadaran bahwa kebebasan
diperoleh hanya dengan melalui kepatuhan kepada peraturan. Idealisme etis
Fichte diringkaskan dalam pernyataan bahwa dunia aktual hanya dapat dipahami
sebagai bahan bagi tugas-tugas manusia. Oleh karena itu, Filsafat bagi Fichte
adalah Filsafat hidup yang terletak pada pemilihan antara moral idealisme dan
moral materalisme, substansi materisme menurutnya ialah naluri, kenikmatan tak
bertanggung jawab bergantung pada keadaan, sedangkan idelisme yaitu kehidupan
yang bergantung pada diri senndiri.
Bagi seorang idealisme, hukum
moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju kesempurnaan spritual.
Ini hanya dapat dicapai dalam masyaratakat yang anggota-anggotanya adalah
pribadi yang bebas merealisasikan diri merka dalam kerja untuk masyarakat. Pada
tingkatan yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam kasih
Tuhan.
B. Sechelling
Nama lengkapnya Friedrich
Wilhem\lm Joseph Scahelling sudah mencapai kematangan sebagai filosof pada masa
masih muda, pada tahun 1798, ketika seusianya 23 tahun, ia menjadi guru besar
di Universitas Jena, Sampai akhir hayatnyapemikirannya selalu berkembang. Dia
adalah filosofi idealis Jerman yang telah meletakan dasar-dasar pemikiran bagi
perkembangan idealisme Hegel.
Dalam pandangan Schelling,
Realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran yang berevolusi secara
dialektis, Realitas adalah proses rasional evolusi dunia menuju realitasnya
berupa ekspresi kebenaran terakhir[15] Tujaun Proses itu adalah
suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna. Schelling menyebut proses ini
identitas absolut, sedangkan Hegel menyebutnya ideal.
C. Hegel (1770-1831)
Nama lengkapnya George wilhelm
fridrich Hegel merupakan idealisme Jerman yang lebih dikenal dari yang lainnya.
Hegel lahir pada tahun 1770 di Stuttgart.
Tahun 1801 ia bergabung dengan
Schelling di Universitas Jena menjadi pengajar mata kuliah filsafat, Hegel
adalah konsep geistt (roh atau spirit) roh dalam pandangannya ia sesuatu yang
real, kongreet, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai
world of spirit (dunia roh) yang
menempati ke dalam objek-objek khusus, di dalam kesadaran diri, roh tiu
merupakan esensi manusia dan sejarah manusia.
Hegel sangat mementingkan
rasio karena ia seorang idelis, tapi bukan saja rasio pada perorangan, tetapi
terutama rasio pada subyek absolu, Karena ia menerima prinsip idealistik bahwa
realitas seluruhnya harus disetarakan dengan suatu subyek
Kunci filsafat Hegel terletak
pada pandangannya tentang sejarah sejarah yang mengikuti jiwa dialektik. Untuk
menjelaskan filsafatnya, Hegel mengunakan dialetika sebagai metode yang
dimaksud dengan dialetika adalah mendamaikan, mengompromikan hal-hal yang
berlawanan.
D. INTUISIONISME
1. Pengertian
Secara bahasa intuisi
diartikan “gerak hati atau bisikan hati yaitu daya atau kemampuan mengetahui
atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari[16]
Dengan
demikian dapat bahwa instuisi merupakan suatu kekeuatan yang terletak dalam
jiwa manusia yang menginformasikan tentang pengatahuan yang diproleh oleh
manusia tanpa melalui proses berpikir, seabagai contoh, secara tiba-tiba muncul
di benak kita jawaban atas persoalan yang sedang kita fikirkan sebagai suatu
kayakinan yang benar walaupun kita mampu menjelaskan bagaimana proses kita
sampaikan jawaban tersebut secara rasional, sebagaimana dikatakan oleh Jujun S,
Sumantri berikut ini :
Jujun
Suraya Sumantri mengatakan intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya
pada suatu masalah tiba-tiba saja ia menemukan jawaban atas permasalahannya.
Tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku ia sudah sampai pada jawaban
itu. Jawaban atas persoalan yang sedang dipikirkan muncul dibenaknya bagaikan
kebenaran yang membukakan pintu, atau biasa saja dikatakan bahwa intuisi ini
bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya atas jawaban atas
suatu permasalahannya tidak ada waktu orang tersebut secara sadar sedang
mengelutinya. Suatu masalah yang sedang kita pikirkan yang kemudian kita tunda
karena menemui jalan buntu, kemudian tiba-tiba muncul itulah jawabannya yang
kita cari, namun kita tidak bisa samppai ke sana.[17]
2. Mendapatkan Intuisi
Intuisi
muncul dari kedalaman hati manusia, ia tidak dapat dicapai dengan belajar dan
tidak dapat dipelajari, seorang yang buta huruf dapat jauh intuisi ketimbang
seorang yang berpendidikan tinggi, karena intuisi merupakan bagian pengetahuan
yang lain dan datang dari arah yang lain. Baik intuitif adalah yang memilki
cinta, hati yang suci serta kehendak baik.[18]
Mengenal
sesustu juga tidak mudah, seringkali dalam hidup manusia dalam setiap hari
didatangi oleh berbagai pikirann, bermacam perasaan serta hayalan-hayalan, yang
tida ada alasan bagi seseorang itu untuk meilikinya, tidak benar untuk menyebut
semua ini sebagai intuisi.
Latihan
konsentrasi memungkinkan seseorang untuk dapat menengkap intuisi dengan tepat,
sebagaimana halnya dengan mmendengarkan. Telinga dibuat sedemikian rupa
sehingga gelombang suara bersuara lagi di dalamnya dan menjadi jelas sementara
pikiran dapat melihat dan mendengar pada saat yang sama, akan tetapi dia tidak
bisa menciptakan dan menangkap sekaligus, karena merupakan kreasi sedangkan
penangkapan terjadi melalui penerimaan.
Pikiran
dapat menjadi wadah bagi pengetahuan yang datang dari dalam hikmah yang
bagaikan eseensi kehidupan hanya dapat dicapai dengan terllebih dahulu seorang
manusia harus mampu menguasai pikirannya, ia tidak hanya melihat kehidupan luar
material tetapi juga kehidupan dalam[19]
3. Kehidupan Pengetahuan Intuitif dalam
Ilmu (Sains)
Kedudukan
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan intuisi tidak dapat dijadikan sebagai
dasar untuk menyusun ilmu pengetahuan secara teratur, sebagimana dikatakan
Jujun “Intuisi bersifat personal dan tidak dapat diramalkan, sebagai dasar
untuk menyusun pengetahuuan secara teratur, maka intuisi dapat diandalkan,
pengetahuan intuitif dapat digunakan sebagai hipotesis bagi analisis
selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang tidak dikemukan,
kegiatan intuitif dan analitik bisa bersama-sama dalam menemukan kebenaran[20]
Pendapat
senada juga diungkapkan oleh Burhanuddin Salam yang mengatakan bahwa :
Pengetahuan intentif dipakai sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam
menetapkan benar atau tidaknya penetapan yang dikemukakan itu, jadi kegiatan intuitif dana analitik saling
bekerjasama dalam menentukan kebenaran.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang dipoleh berdasarkan intuisi
tidak dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah.
KESIMPULAN
- Empirisme merupakan filsafat aliran atau aliran pemikran yang berkembang pada zaman modern, lebih tepat lagi kemunculan filsafat ini adalah era filsafat abad ke-20 yang berbicara tentang persoalan filsafat pengetahuan.
- Menurut aliran Empirisme, Pengetahuan itu tak lain dari pada jumlah pengalaman kita. Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman.
- Filsafat Rasionalisme adalah aliran Filsafat yang menonjolkan akal dalam berpikir terhadap sesuatu.
- Filsafat Idealisme yang mencari hakikat pengetahuan manusia itu tidak lain dari padakejadian dalam jiwa manusia, tokoh-tokohnya antara lain Fichte dan Schelling.
- Pengetahuan dapat dipeoleh manusia tidak hanya melalui proses pemikiran dan pengindraan saja akan tetapi pengetahuan juga bisa dipeoleh tanpa melalui proses pemikiran dan pengindraan, pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang datang dari dalam diri manusia itu sendiri seperti intuiti, akan tetapi pengetahuan intuisi tidak dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah karena pengetahuan ilmiah memerlukan proses-proses empiris untuk mendapatkannya dan juga bisa dipertanggung jawabkan secara empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir,
Ahmad, Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Tholes sampai Copra. Bandung :
PT Remaja Rosda Karya, 2000.
Asmoro
Achmadi, Filsafat Umum, jakarta : Raja Grafindo Peesada, 2001.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) Republik Indonesia, Kamus besar Bahasa
Indonesia, Bali Pustaka, 1993
FX
Mudji Sutrisno, Spritual Demeinsion
of Phhcology (terjemahan oleh Aryadi, Andi : Dimensi Spritual Psikolog)
Bandung : Pustaka Hidayah,
Nunu Burhanuddin Paradigma keilmuan (Yogyakarta, Interpena2009)
FX Mudji Sutrrisno, dll Para filosofi Penentu Gerakan Zaman (Yogyakarta :
Kaisisus 1992
Carruthers Peter, Human and Human Nature,( New
York : Oxsford : University Pres, 1992)
Poejawidna, Tahu dan pengetahuan : Pengantar ke
ilmu dan filsafat. (Jakarta : Rineka Cipta, 1999)
Effendy Mochtar, Ensiklopedi
Agama dan Filsafat, (Palembang : uniiversitas sriwijaya, 2001)
Surya Sumantri Yuyun, Ilmu dalam perspektif (Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia, 1995,
Surya Sumantri Yuyun, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar,
( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994)
Inayat Khan, Spritual Dimensions of Phshcology (Terjemahan
oleh Andi Haryadi : Dimensi Spritual psikologi) Bandung : Pustaka
Hidayah, 2009,
[1]
NunuBurhanuddin Paradigma
keilmuan (Yogyakarta, Interpena2009)
h 2
[2]
FX Mudji Sutrrisno, dll Para
filosofi Penentu Gerakan Zaman
(Yogyakarta : Kaisisus 1992 h 61
[3]
Peter Carruthers, Human and human
Nature,( New York : Oxsford : University Pres, 1992)h 14
[4]
Poejawidna, Tahu dan pengetahuan
: Pengantar ke ilmu dan filsafat. (Jakarta : Rineka Cipta, 1999)
[5]
FX Mudji Para filosofi Penentu Gerakan Zaman Kaisisus 1992 h 61
[6]
Mochtar, Effendy, Ensiklopedi
Agama dan Filsafat, (Palembang : uniiversitas sriwijaya, 2001) cet ke-1,
Jilid 5, h 106
[7]
LR Poedjawiijatna, Pembimbing ke
Arah Alam filsafat (Jakarta : PT, Asdi Mahasatya, 2002) cet, ke-II, h. 99
[8]
LR Poedjawiijatna, Pembimbing ke Arah
Alam filsafat , h. 100
[9]
Ahmad Tafsir, filsafat Umum, amal
dan hati sejak Tholes sampai Copra. Bandun g (PT Remaja Rosda karya, 2000 h
131
[10]
Ahmad , filsafat Umum, amal dan
hati sejak Tholes sampai Copra. Bandun g 2000 h 314
[11]
Yuyun, Suriasmantri, Ilmu dalam
perspektif (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995, h 100
[12]
Ahmad , filsafat Umum, amal dan
hati sejak Tholes sampai Copra. 2000 h 133
[13], Effendy Mochtar, Ensiklopedi Agama
dan Filsafat, 2001) h 398
[14]
Ahmad Tafsir, filsafat Umum, amal
dan hati sejak Tholes sampai Copra. bandung 2000 h 147
[16]
Departemen Pendidikan dan kebudayaan
[17]
Jujun S, sumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar, (
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994) h, 53
[18]
Inayat Khan, Spritual Dimensions
of Phshcology (Terjemahan oleh Andi Haryadi : Dimensi Spritual psikologi)
Bandung : Pustaka Hidayah, 2009, h 205
[19]
Inayat Khan, Spritual Dimensions
of Phshcology Bandung : Pustaka
Hidayah, 2009, h 208
[20]
Jujun S, , Filsafat Ilmu, Sebuah
Pengantar, ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994) h, 54
0 Comment