BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya kesalahan dalam menafsirkan judul skripsi ini, maka penulis perlu memberikan penegasan atau pengertian pada istilah-istilah dalam judul tersebut yang sekaligus menjadi batasan dalam pembahasan selanjutnya:
1. Pengembangan
Pengembangan berasal dari kata dasar kembang yang berarti menjadi bertambah sempurna. Kemudian mendapat imbuan pe- dan –an sehingga menjadi pengembangan yang artinya proses, cara atau perbuatan mengembangkan. Jadi pengembangan di sini adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan agar lebih sempurna dari pada sebelumnya.
2. Kurikulum
Menurut Iskandar dan Usman Mulyadi, kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh sekolah untuk siswa, melalui program yang direncanakan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan pendidikan yang telah ditentukan.
Melihat definisi kurikulum di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kurikulum itu merupakan segala sesuatu maupun semua pihak yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang tidak terbatas pada mata pelajaran.
3. Fiqih
Fiqih dalam arti tekstual dapat diartikan pemahaman dan perilaku yang diambil dari agama. Kajian dalam fiqih meliputi masalah Ubudiyah (persoalan-persoalan ibadah), ahwal al-sakhsiyah (keluarga), mu’amalah (masyarakat) dan, siyasah (negara).
Senada dengan pengertian di atas, Sumanto al-Qurtuby melihat fiqih merupakan kajian ilmu Islam yang digunakan untuk mengambil tindakan hukum terhadap sebuah kasus tertentu dengan mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam syariat Islam yang ada. Dalam pemahaman seperti ini maka kajian atau produk fiqih selayaknya bersifat lebih dinamis. Dan lebih lanjut fiqih merupakan suatu metode pemaknaan hukum terhadap realitas. Dalam perkembangan selanjutnya fiqih mampu menginterpretasikan teks-teks agama secara kontekstual.
Dalam pengertian fiqih tersebut, maka dalam konteks pembelajaran fiqih di sekolah adalah salah satu bagian pelajaran pokok yang termasuk dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diberikan pada siswa-siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs). Kesatuan pengertian Kurikulum Fiqih yang dimaksud di sini adalah adalah kurikulum yang diorientasikan pada pembinaan pengembangan perilaku dan pemahaman peserta didik terhadap agama pada dataran praksis operasional yang ditetapkan secara bersama dan menjadi GBPP pada Madrasah Tsanawiyah.
4. Telaah terhadap komponen Kurikulum Fiqih
Menurut kamus bahasa Indonesia kontemporer, kata telaah memiliki arti penyelidikan, pemerikasaan, dan penelitian. Dan yang dimaksud dengan telaah dalam skripsi ini adalah sebuah penyelidikan, pemeriksaan dan penelitian. Sedangkan komponen mempunyai arti unsur, sub-sistem. Jadi komponen yang dimaksud di sini adalah unsur atau sub sistem yang tercakup dalam pengembangan kurikulum fiqih.
Dalam kesatuan arti telaah terhadap komponen pengembangan kurikulum fiqih adalah suatu upaya penyelidikan, pemerikasaan dan penelitian terhadap unsur atau sub sistem dalam kurikulum fiqih. Dan di sini yang akan menjadi kajian adalah kurikulum fiqih yang dijadikan acuan dan dilaksanakan pada proses pembelajaran pada tingkat Madrasah Tsanawiyah.
5. Madrasah Tsanawiyah
Madrasah Tsanawiyah yang kemudian disingkat MTs, adalah lembaga pendidikan islam formal yang setingkat dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Madrasah Tsanawiyah merupakan sekolah yang berciri khas agama islam yang menyelenggarakan program tiga tahun setelah Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar. Dan ciri lain adalah mata pelajaran keislaman sebagai dasar pembelajaran di MTs yang sekurang-kurangnya 30 persen, disamping itu juga mata pelajaran umum diberikan kurang lebih 70 persen pada muatan kurikulumnya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan judul skripsi “Pengembangan Kurikulum Fiqih (Telaah terhadap komponen Kurikulum Fiqih pada Madrasah Tsanawiyah)”, adalah studi deskriptif analitik yang bersifat kualitatif yang membahas tentang pengembangan kurikulum Fiqih dari sudut komponennya pada Madrasah Tsanawiyah. Dan dalam penelitian ini dibatasi pada empat komponen yaitu; tujuan, materi, metode dan evaluasi.
B. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya pendidikan merupakan media pengembangan kreatifitas, nalar berfikir dan moralitas kehidupan manusia. Dengan demikian perlu mendapatkan perhatian yang lebih mendasar dalam rangka perbaikan kualitas sumber daya manusia. Baik pada sisi intelektual, kreativitas maupun moralitas. Memang pendidikan di Indonesia mendapat nominasi yang paling utama di urutan terakhir bila dibanding dengan pendidikan di negara-negara di Asia misalnya; Filipina, Jepang, Malaysia, dan lain sebagainya.
Seperti yang dipublikasikan oleh United Nations Development Program (UNDP) misalnya, Indonesia memiliki nilai rapor cukup memprihatinkan. Dalam laporan Human Development Indeks (HDI) tahun 2002, UNDP sebuah institusi dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menempatkan Indonesia dirangking 110, satu level lebih rendah dari Vietnam yang berada diurutan 109. Publikasi UNDP tersebut didukung juga oleh Asosiasi Penilaian Pendidikan Internasional yang menempatkan anak Indonesia nomor empat dari terbawah dari 38 negara untuk kemampuan membaca.
Usaha pemerintah dan masyarakat dalam mengembangkan dan memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia kurang mengena. Kemudian yang menjadikan persoalan mendasar adalah hakekat pendidikan sebagaimana termuat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi; “…untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tetapi hal tersebut hanya sekedar menjadi slogan saja meskipun usaha tersebut sudah berjalan.
Pada perkembangan selanjutnya, dapat kita lihat dalam rangka konvergensi, Departemen Agama menganjurkan supaya pesantren yang tradisional dikembangkan menjadi sebuah madrasah, disusun secara klasikal, dengan memakai kurikulum yang tetap dan memasukkan mata pelajaran umum di samping agama. Melalui peraturan Menteri Agama No. 3 tahun 1950, pemerintah melakukan pembaharuan pendidikan—khususnya islam dengan menginstruksikan pemberian pelajaran umum di madrasah dan memberi pelajaran agama di sekolah umum negeri dan swasta.
Sebagai respon terhadap kebijakan pemerintah tersebut, berbagai inovasi telah dilakukan untuk pengembangan Madrasah baik oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah. Masuknya pengetahuan umum dan ketrampilan ke dalam Madrasah adalah sebagai upaya untuk memberikan bekal tambahan agar para peserta didik bila telah menyelesaikan pendidikannya dapat hidup layak dalam masyarakat. Masuknya sistem klasikal dengan menggunakan sarana dan peralatan pengajaran madrasah sebagaimana yang berlaku di sekolah-sekolah bukan barang baru lagi. Bahkan adanya pesantren modern lebih cenderung membina dan mengelola madrasah-madrasah atau sekolah umum, baik tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi.
Memang dunia pendidikan tidak dapat terlepas dari aspek kehidupan manusia yang lain misalnya; politik, ekonomi, budaya, dan keamanan. Sehingga dunia pendidikan harus selalu mengkontekskan diri seiring dengan perlembangan zaman. Tetapi tidak lantas kemudian pendidikan kehilangan arah dan tujuan sejatinya. Setiap kali ada usaha untuk pengembangan terhadap mutu pendidikan adalah tidak terlepas dari kulikulum. Dan dewasa ini keberadaan kurikulum sebagai bagian dari elemen pendidikan selalu dikambinghitamkan oleh masyarakat dan pakar pendidikan. Mereka berpendapat bahwa kurikulum 1994 perlu dirombak total, dirampingkan, dan diperbaharui.
Bahwa sebenarnya untuk menilai suatu kurikulum harus dilaksanakan secara utuh, tidak sepotong-potong dan harus obyektif. Kecaman beberapa pihak terhadap kegagalan kurikulum 1994 yang kemudian akan diganti dengan kurikulum baru seperti penawaran terhadap Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK), adalah disebabkan karena tidak adanya sinergitas antara beberapa komponen kurikulum itu sendiri. Ketidakharmonisan itu terwujud ketika segala sesuatu yang telah dirancang dalam kurikulum berbeda jauh dengan apa yang dilaksanakan di lapangan.
Keberhasilan kurikulum setidaknya ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut; pertama, adalah guru. Untuk keberhasilan suatu kurikulum faktor pendidik sangat menentukan. Guru yang berkualitas baik dapat melaksanakan tuntutan kurikulum dengan maksimal, maupun mereka yang dapat mengembangkan dengan sendirinya. Kedua, dukungan sarana dan prasarana. Selain keduanya yang juga ikut menentukan misalnya gedung sekolah yang memadai serta perabotan sekolah yang memadai untuk guru dan siswa. Disamping itu buku-buku pelajaran dan buku petunjuk pelaksanaan pembelajaran bagi guru juga berpengaruh. Dari sini dapat dilihat pelaksanaan kurikulum akan berjalan dengan lancar sebab didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
Dan yang ketiga, adalah adanya dukungan masyarakat. Dalam perancanaan kurikulum sebelumnya tentunya sudah diadakan observasi berkaitan dengan relevansi pengembangan kurikulum terhadap masyarakat sehingga konsekuensi logisnya adalah masyarakat harus mendukung dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama.
Sebagaimana yang dimuat dalam harian Kompas, bahwa adanya perkelahian antar siswa di depan ITC Rozi Mas Jakarta Barat pada bulan september 2000 adalah salah satu contoh dan sekaligus pelajaran berharga dalam menelaah kurikulum pendidikan di Indonesia. Tuntutan untuk menciptakan kurikulum yang beragam adalah menjadi suatu keharusan dalam pengembangan kurikulum itu sendiri. Perkelahian dan sejenisnya terjadi karena tidak adanya pemahaman yang mendalam akan pluralitas masyarakat dan peserta didik.
Kautsar Ashari Noer berpandangan bahwa konflik yang berbau sentimen keagamaan seringkali disebabkan oleh sifat ekslusifisme dan pandangan keagamaan. Seorang yang eksklusif menginginkan orang-orang yang tidak seagama berubah menjadi seagama dengannya supaya memperoleh keselamatan. Konflik antar umat beragama sering ditimbulkan karena penyebaran agama, dan yang lebih potensial adalah penyebaran agama yang disertai dengan sikap militan.
Sikap eksklusifisme pemeluk agama seperti tersebut di atas kemudian akan menimbulkan ekstrimisme dalam beragama. Sikap ini ditengarai dapat juga menjadi penyebab konflik, karena berimplikasi pada sebuah pandangan tunggal tentang kebenaran (absolutisme) yang tidak mengakui kebenaran yang ada diluar agamanya. Jika sikap ini di pegangi oleh pemeluk agama (peserta didik) maka disharmoni menuju konflik akan tersebar luas dimasyarakat.
Sikap eksklusifisme dikarenakan pendidikan agama (islam) yang diberikan pada peserta didik kurang menekankan pada nilai-nilai moral seperti; kasih sayang, pluralisme, toleransi, dan cinta. Pendidikan agama ( Fiqih) juga kurang memberikan apresiasi terhadap paham keagamaan lain sebagai bagian dari sikap pluralisme agama. Sehingga hal ini mengakibatkan peserta didik awan terhadap paham keagamaan lain, padahal kurangnya pemahaman ini yang kemudian dapat menimbulkan sikap eksklusifisme dan absolutisme tersebut.
Sedangkan pelajaran agama yang diajarkan di sekolah tidak sensitif dengan fenomena sosial yang terjadi, kurikulum pendidikan belum sepenuhnya mampu menjawab persoalan tersebut. Ini yang menyebabkan kefatalan dalam pelaksanaan kurikulum pada sekolah-sekolah. Hal yang mendasar dan perlu segera dilakukan adalah melaksanakan revitalisasi dan sinergitas dalam pengembangan kurikulum dengan melihat pada komponen-komponen yang ada didalamnya.
Mengingat kurikulum merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam sistem pendidikan. Zakiah Daradjat salah seorang tokoh pendidikan menyatakan bahwa unsur-unsur pendidikan meliputi; 1) institusi, 2) kurikulum, 3) administrasi dan supervisi, 4) bimbingan dan penyuluhan dan 5) evaluasi. Berdasar pada pembagian tersebut di atas, maka unsur-unsur pendidikan yang ada merupakan sebuah tatanan yang pada dasarnya satu sama lain saling berkaitan, yaitu : bertujuan, punya batas, terbuka, tersusun dari subsistem atau komponen, ada saling keterikatan dan tergantung, merupakan satu kebulatan yang utuh, melakukan kegiatan transformasi, ada mekanisme kontrol dan memiliki kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri.
Oleh karena itu, kelima aspek yang tersebut di atas sesungguhnya akan menjadi suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi sebuah jalinan erat dalam kelangsungan pendidikan yang pada gilirannya meningkatkan keberhasilan dalam menempuh tujuan pendidikan.
Dengan demikian kontekstualisasi hal tersebut adalah pengembangan dan perubahan dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam yang didalamnya mencakup kurikulum pelajaran Fiqih. Perlu disadari bahwa Madrasah Tsanawiyah (MTs) merupakan sekolah lanjutan tingkat pertama yang berciri khas islam sehingga perlu menjadikannya sebagai media strategis dalam penanaman kesadaran dan kesalehan personal dan sosial pada peserta didik. Kurikulum Fiqih sebagai bagian dari kurikulum Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Tsanawiyah (MTs) mempunyai peranan yang cukup mendasar dalam mewujudkan cita-cita bersama. Pelajaran Fiqih sebagai pelajaran yang tidak hanya bernuansa kognitif tetapi lebih pada afektif dan psikomotorik. Sehingga dengan ini Fiqih menjadi pelajaran yang cukup penting sehingga benar-benar mengarah kepada tujuan yang hendak dicapai.
Adapun selama ini dalam upaya pengembangan kurikulum PAI yang termasuk kurikulum Fiqih masih terkesan tidak adanya hubungan yang sinergis antara berbagai komponen pengembangan kurikulum. Meskipun landasan kenapa diadakannya pengembangan sudah jelas dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada, tetapi hal tersebut tidak menggigit terhadap komponen yang akan dikembangkan dan bersinggungan langsung di lapangan. Komponen tersebut mencakup tujuan, isi (materi), metode, dan evaluasi.
Dengan latar belakang demikian, penulis perlu menganalisis lebih mendalam terhadap kurikulum Fiqih pada tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), sebagai obyek kajian skripsi. Oleh karena itu, mengkaji landasan pengembangan kurikulum Fiqih dan sekaligus mengkritisi komponennya menjadi suatu persoalan yang cukup mendasar dan subtansial.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirimuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan Kurikulum Fiqih pada Madrasah Tsanawiyah?
2. Komponen apa saja yang harus dikembangkan dalam pengembangan Kurikulum Fiqih?
D. Alasan Pemilihan Judul
Ada beberapa alasan dari penulis untuk menetapkan judul di atas sebagai karya tulis skripsi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bagian dari civitas akademika di perguruan tinggi yang menekuni bidang Kependidikan Islam (KI), maka penulis merasa mempunyai tanggungjawab moral dan intelektual untuk selalu intens dan memicu arah perkembangan pemikiran pendidikan islam.
2. Jurusan Kependidikan Islam yang ada di Fakultas Tarbiyah nota bene-nya lulusannya lebih diarahkan untuk menjadi desainer dan pemikir pendidikan. Oleh sebab menurut penulis merupakan hal yang sangat signifikan melakukan kajian terhadap pengembangan kurikulum sehingga dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya pada Madrasah Tsanawiyah (MTs).
3. Kurikulum merupakan bagain dari komponen pendidikan memiliki peranan yang mendasar dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Setiap ada rekonstruksi terhadap pendidikan, kurikulum merupakan fokus utama untuk diadakan perubahan. Bahkan kurikulum dijadikan sebagai dasar perubahan tersebut. Maka dalam hal ini komponen pengembangan kurikulum menjadi semakin menarik untuk dikaji dalam rangka upaya perbaikan kurikulum PAI khususnya terfokus pada kurikulum Fiqih.
4. Adanya tuntutan masyarakat bahwa perlunya kurikulum pendidikan yang menyentuh masyarakat. Karena selama ini kurikulum pendidikan terutama kurikulum yang berbasis pada ajaran keagamaan seperti; Fiqih, aqidah, akhlak, dan lain sebagainya kurang menyetuh pada pengalaman peserta didik. Mengingat materi yang diberikan sangat melangit sehingga peserta didik kurang bisa memahami dan mensikronkan materi tersebut dengan realitas kehidupan yang ada di masyarakat.
E. Tujuan dam Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Mendiskripsikan komponen pengembangan kurikulum fiqih pada tingkat Madrasah Tsanawiyah.
b. Mengetahui dan mengkritisi bagaimana pengembangan kurikulum fiqih beserta komponen yang melingkupinya pada Madrasah Tsanawiyah.
2. Kegunaan
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, hasil dari penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:
a. Secara teoritik dapat dijadikan bahan informasi atau kontribusi baru bagi pembaharuan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) khususnya pada bidang Fiqih pada wilayah pengembangan kurikulum.
b. Untuk meningkatkan motivasi Madrasah Tsanawiyah (MTs) dalam menyempurnakan kemajuan bidang pendidikan islam, khususnya pada kurikulum Fiqih.
c. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan pendidikan dan pengembangan kurikulum di sekolah-sekolah.
F. Telaah Pustaka
Sebagai bahan telaah pustaka, telah ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan skripsi ini misalnya skripsi saudari Nur Hidayah yang judul; “Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum PAI (Telaah tingkat SLTP)”, penelitian tersebut mendiskripsikan dan mengkritisi prisip pengembangan kurikulum PAI yang dijadikan dasar pada pengembangan PAI di tingkat SLTP. Dan penulis mencoba untuk mengkaji lebih detail dalam skripsi ini pada wilayah kurikulum Fiqih di tingkat MTs.
Selanjutnya penelitian lainnya, skripsi saudara Aniq Alifi yang berjudul: “Pengembangan Kurikulum PAI Madrasah Aliyah di Ponpes Wahid Hasyim Yogyakarta”, dalam penelitian ini dijelaskan tentang pelaksanaan pengembangan kurikulum PAI yang dilakukan di Madrasah Aliyah (MA) Wahid Hasyim Yogyakarta. Skripsi ini lebih penulis jadikan sebagai kajian untuk perbandingan dalam pengkaji pengembangan kurikulum di MA dan MTs.
G. Kerangka Teoritik
Dalam pembahasan dan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan kerangka teoritik untuk memperkuat analisis data yang ada. Karena penulisan skripsi ini berdasarkan pada permasalahan pengembangan kurikulum Fiqih dengan menelaah komponen pengembangannya pada Madrasah Tsanawiyah (MTs), maka ada beberapa teori yang menjadi landasan dalam penulisan skripsi ini.
Menurut al-Syaibani kurikulum pendidikan islam diartikan sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik atau yang dilatihnya (peserta didik) untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. Pengertian yang demikian ini didasarkan pada pemahaman kurikulum yang berarti jalan terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupan.
Pemahaman kurikulum yang demikian sebenarnya akan mengindikasikan adanya dikotomi antara subyek dan obyek. Subyek pendidikan adalah guru yang bertugas memberi jalan yang terang dan murid sebagai obyek sebagai penerima petunjuk. Implikasinya adalah akan terputusnya hubungan antara kurikulum dengan kebutuhan masyarakat atau peserta didik. Maka di sini kemudian pembuatan, perubahan maupun pengembangan kuruikulum perlu kajian lebih mendalam disamping perlunya melibatkan elemen-elemen dalam pendidikan (peserta didik).
Lebih jauh zakiah Daradjat menjelaskan bahwa kurikulum merupakan salah satu unsur yang penting dari sistem pendidikan. Ia menjabarkan bahwa unsur-unsur pendidikan meliputi; a). institusi, b) kurikulum, c) administrasi dan supervisi, d) bimbingan dan penyuluhan, dan e) evaluasi. Berdasar pada pembagian tersebut di atas, maka unsur-unsur pendidikan yang ada merupakan sebuah tatanan yang pada dasarnya satu sama lain saling berkaitan, yaitu : bertujuan, punya batas, terbuka, tersusun dari subsistem atau komponen, ada saling keterikatan dan tergantung, merupakan satu kebulatan yang utuh, melakukan kegiatan transformasi, ada mekanisme kontrol dan memiliki kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri.
Sedangkan menurut aliran progressivisme kurikulum yang disusun hendaknya berkisar pada pengetahuan dasar dengan perluasan dan pendalaman, baik secara akademik maupun profesional. Selanjutnya, agar minat dan bakat peserta didik dapat dipenuhi seyogyanya tidak diadakan pemisahan sejak awal antara kurikulum akademik dan vokasional atau teknologi.
Dengan demikian kurikulum haruslah menjalin hubungan yang integral dengan realitas sosial. Sekolah atau Madrasah merupakan miniatur masyarakat dan yang demikian, tujuan dan materi pendidikan hendaknya merefleksikan apa yang ada di masyarakat. Tujuan dan materi pendidikan bersifat kondisional, relatif dan progresif seiring dengan arus perubahan sosial yang tidak pernah berhenti.
Sesuai dengan konsep filsafatnya yang menyatakan tidak pernah ada nilai absolut dan perenial, maka dalam pendidikan pun tidak ada tujuan dan materi yang absolut dan statis. Target utama pendidikan adalah kemampuan individu peserta didik untuk beradaptasi dan hidup bersama dengan lingkungan yang selalu berubah, serta mampu menghadapi masalah yang dihadapinya secara efektif.
Oleh karena itu jenis kurikulum yang dipakai sesuai dengan pemaparan di atas adalah Core-Correlated Kurikulum, yaitu berusaha meniadakan batas-batas antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain. Mata pelajaran itu sedapat mungkin disajikan dalam bentuk terintegrasi, sehingga sesuai dengan pengalaman dan kebutuhan dan tujuan anak. Biasanya pelajaran yang diberikan dalam bentuk unit.
Disamping itu juga bahan yang fundamental yang harus diketahui murid. Misalnya, agar menjadi warga negara yang baik dan anggota masyarakt yang berguna, semua anak harus diberi pelajaran : filsafat, sejarah nasional, kewarganegaraan, cita-cita nasional. Jadi prinsipnya, core curriculum bertujuan memberikan pendidikan umum atau general education. Dalam core diajarkan hal-hal yang perlu diketahui oleh setiap orang terlepas dari pekerjaan yang akan dilakukan kelak dalam masyarakat.
Kurikulum merupakan hasil dari sistem pelaksanaan kurikulum, tetapi sistem pelaksanaan bukan kurikulum. Selanjutnya kurikulum merupakan seperangkat tujuan belajar yang terstruktur. Mengingat hal yang demikian dan pentingnya perubahan dan pengembangan kurikulum bagi pendidikan, maka seyogyanya tidak boleh sembarangan dalam merubah dan pengembangkan kurikulum. Karena itu harus mengkaji dan menelaah lebih jauh beberapa aspek dalam pengembangan kurikulum. Sehingga pengembangan dan perubahan kurikulum menjadi lebih utuh dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
H. Metode Penelitian
1. Metode Sumber Data
Tulisan ini berangkat dari sebuah telaah kepustakaan karena sifatnya analisis kritis. Maka pencarian sumber data didasarkan pada data primer dan sekunder. Adapun data primer dan sekunder yang dijadikan pijakan adalah:
a. Sumber Primer adalah data yang secara langsung membahas tentang pengembangan kurikulum yang antara lain; buku panduan pelaksanaan MTs (Depag RI 1987), UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, GBPP dan Kurikulum MTs 1994, dan Buku Pelajaran Fiqih untuk MTs yang telah disesuaikan dengan GBPP dan Kurikulum 1994.
b. Sumber Sekunder adalah data yang berasal dari sumber lain, seperti buku, majalah atau literatur lain yang berhubungan dengan komponen-komponen pengembangan kurikulum Fiqih tingkat MTs.
2. Metode Analisa Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengolah, menganalisa serta mengambil kesimpulan dari data yang telah terkumpul. Tujuan analisa data dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan dan membatasi penemuan-penemuan sehingga menjadi data yang teratur dan tersusun secara rapi dan berarti.
Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode analisa data kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu analisa yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahkan menurut kategori untuk mendapatkan kesimpulan. Dalam pelaksanaannya penulis menggunakan cara berfikir induktif dan deduktif.
Sedangkan dalam pembahasan ini, penulis menggunakan pola pikir sebagai berikut: Deskriptif-analisis, yaitu penulis menggambarkan dan menganalisis secara jelas komponen-komponen yang perlu dikembangkan dalam kurikulum Fiqih tingkat MTs, kemudian dianalisis untuk menemukan hasil analisis yang baru dan mampu memberikan corak dalam pengembangan kurikulum selanjutnya.
3. Pendekatan Penelitian
Untuk memudahkan analisis data, dalam kajian kepustakaan ini digunakan beberapa pendekatan sehingga dapat memperjelas kajian dalam penelitian. Adapun pendekatan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijakan” (love of wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berpikir secara sistematis, logis dan mendalam. Pemikiran demikian ini sesungguhnya terdapat dalam filsafat. Filsafat berupaya merangkum atau mengintegrasikan bagian-bagian ke dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan bermakna. Filsafat melihat segala sesuatu dari sudut bagaimana seharusnya (Das Sollen), faktor-faktor subyektif dalam filsafat sangat berpengaruh. Dalam pendidikan, pandangan hidup sebagai sistem nilai atau lebih dikenal dengan filsafat bukan semata-mata terdapat pada individu, melainkan juga pada kelompok masyarakat atau suatu bangsa.
Oleh karena itu, dalam penyusunan penelitian ini penulis harus memperhatikan landasan filosofis terhadap kurikulum, sehingga pada pelaksanaan dan pengembangannya diarahkan kepada pembentukan manusia (peserta didik) yang mempunyai sistem nilai yang lebih baik.
b. Pendekatan Historis
Menurut Shiddiqi, karakter yang menonjol dari pendekatan sejarah adalah tentang signifikansi waktu dan prinsip-prinsip kesejarahan tentang individualitas dan perkembangan. Melalui pendekatan sejarah, peneliti dapat melakukan periodesasi atau derivasi sebuah fakta, dan melakukan rekonstruksi proses genesis : perubahan dan perkembangan.
Ada dua sumber yang biasa digunakan dalam pendekatan histories, yakni sumber primer (utama) dan sumber sekunder (kedua). Sumber utama antara lain : dokumen, peninggalan langsung dari peristiwa dan catatan saksi mata dan lain-lain. Sumber kedua adalah sumber dari tangan kedua. Adapun proses-proses yang digunakan pada pendekatan ini terdiri dari penyelidikan, pencatatan, analisis dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa masa lalu guna generalisasi-generalisasi. Generalisasi tersebut dapat membantu untuk memahami masa lampau, juga keadaan masa kini bahkan secara terbatas bisa digunakan untuk mengantisipasi hal-hal mendatang.
Pada penulisan skripsi ini pendekatan historis akan menganalisa tentang latar belakang penggunaan kurikulum Fiqih di MTs.
c. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi merupakan suatu kajian ilmiah tentang tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan kelompok-kelompok yang lain serta dengan orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Dalam hal ini ada tiga kata kunci yang harus diperhatikan, yaitu kelompok, hubungan dan interaksi. Ketiga kata kunci tersebut merupakan prasyarat bagi pembentukan kelompok, organisasi, institusi-institusi sosial dan unsure-unsur lainnya dalam struktur masyarakat.
Dalam penelitian ini, pendekatan sosiologis digunakan untuk mengidentifikasi sekaligus menganalisis fenomena interaksi hubungan sosial antar komponen pendidikan (guru, siswa dan jajaran birokrasi madrasah) yang terjadi dalam kelompok tersebut.
I. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari empat bab, sebelum bab pertama penulis mencantumkan halaman judul, halaman nota dinas, halaman persembahan, halaman pengantar, dan daftar isi.
Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari: Penegasan Istilah, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Alasan Pemilihan Judul, Tujuan dan Kegunaan, Telaah Pustaka, Kerangka Teoritik, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan.
Bab II berisi antara lain: tinjauan tentang kurikulum secara umum yang mencakup (Pengertian, Landasan, Prinsip, Jenis, dan Komponen pengembangan kurikulum).
Bab III sebagai bab ini dari skripsi ini adalah berisi: a). Kurikulum Fiqih tingkat MTs, b). Komponen pengembangan kurikulum Fiqih tingkat MTs yang mencakup: tujuan, materi/isi, metode, dan evaluasi. c). Pengelolaan Kurikulum Fiqih Berbasis Madrasah Tsanawiyah dalam kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Bab IV berisi antara lain: Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah memaparkan bab-bab sebelumnya tentang ruang lingkup Kurikulum, Kurikulum Fiqih Madrasah Tsanawiyah. Maka kesimpulan yang dapat dirumuskan di sini adalah sebagai berikut:
Dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran Fiqih, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan penyempurnaan dan pengembangan kurikulumnya. Peningkatan mutu pembelajaran Fiqih mencakup perubahan pada pola kegiatan pembelajaran, pemilihan media pembelajaran, penentuan pola dan strategi penilaian, dan pengelolaan kurikulum yang dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil merupakan beberapa indikator keberhasilan pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum fiqih pada Madrasah Tsanawiyah harus memperhatikan komponen-komponen pengembangan kurikulum secara umum. Kurikulum Fiqih 1994 menjadi acuan lebih lanjut dalam pengembangan kurikulum fiqih. Dan dalam Pengembangan Kurikulum setidaknya memuat empat hal yaitu: Kurikulum dan Hasil Belajar, Penilaian Berbasis Kelas, Kegiatan Pembelajaran, dan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Madrasah. Pengelolaan pengembangan kurikulum fiqih sendiri menggunakan prinsip Kesatuan dalam Kebijakan dan Keberagaman dalam Pelaksanaan sesuai dengan kondisi madrasah dan daerah.
Komponen yang harus dikembangkan dalam pengembangan kurikulum Fiqih Madrasah Tsanawiyah dapat dipetakan menjadi empat hal, yaitu: tujuan, materi atau isi, metode dan evaluasi. Dalam hal materi fiqih seyogyanya mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan, bukan sebaliknya. Dan materi pelajaran fiqih, harus mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu materi fiqih tidak boleh berdiri sendiri terlepas dari tujuannya. Begitu juga metode, idealnya merupakan suatu cara yang terarah yang dikerjakan oleh pendidik (guru) dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta didiknya dan suasana alam sekitarnya dengan tujuan menolong peserta didiknya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Terakhir adalah Evaluasi, dalam kurikulum evaluasi merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku manusia-peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek kehidupan mental-psikologis dan spriritual religius, karena manusia hasil pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius, melainkan juga berilmu dan berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya.
Saran-saran
Agar pengembangan kurikulum fiqih mencapai tujuan yang optimal dan sesuai dengan sebagaimana yang diinginkan, maka penulis menyumbangkan beberapa saran-saran sebagai berikut:
Hendaknya institusi Madrasah Tsanawiyah meningkatkan profesionalitas guru fiqih dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan norma-norma dan kaidah yang berlaku.
Pengembangan kurikulum fiqih harus memperhatikan kebutuhan dari peserta didik, orang tua dan masyarakat.
Hendaknya pembaharuan dan pengembangan kurikulum fiqih bersifat integrated dan berorientasi ke depan dengan menciptakan kurikulum yang tidak dikotomis antara pengetahuan agama dan umum.
Hendaknya seluruh komponen pembelajar dalam Madrasah Tsanawiyah meningkatkan kedisiplinan dalam proses belajar.
Penutup
Al-hamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. atas nikmat dan hidayah yang telah diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan yang berarti.
Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini ,asih banyak kekurangan dan kelemahan dalam pemabahasannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian sangat kami berarti dan duharapkan sebagai bahan perbaikan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagai pembaca sekalian. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikannya skripsi ini. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural, (Bandung: Mizan, 2000)
Ade Irawan, Mendagangkan Sekolah; Studi Atas Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah di DKI Jakarta, (Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW), 2004)
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999)
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an, H.M. Arifin, dkk : penrj, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994)
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
Depag RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Pengelolaan Kurikulum Berbasis Madrasah, (Jakarta: Depag RI: 2003)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1999)
Harian Umum Kompas, edisi 1 Mei 2001
Hermawan Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kerjasana Apik dengan PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992)
H.M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum Untuk IAIN dan PTAIS Semua Fakultas dan Jurusan Komponen MKDK, (Bandung : Pustaka Setia, 1998)
Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Bina Aksara, 1986)
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Sitem dan Metode, (Yogyakarta: Andi Offest. 1990)
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001)
Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988)
Kaustar Azhari Noer, Passing Over; Memperkaya Pengalaman Keagamaan, dalam Passing Over, Melintasi Batas Agama, editor Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, (Jakarta: Gramedia, 1998)
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996)
Mursal, Perkembangan Madrasah di Pesantren (Studi Pada Pondok Pesantren di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat), Tesis mahasiswa Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Sejarah Pendidikan Islam IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002.
Nana Syaodih Sukmadinata, Pelaksanaan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997)
Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993)
Oemar Hamalik, Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Mandar Maju, 1992)
_____________, Pengembangan Kurikulum (Dasar-Dasar dan Perkembangannya), (Bandung : Mandar Maju, 1990)
Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibany, Falsafah pendidikan Islam, Hasan Langgulung : penerj), (Jakarta : Bulan Bintang, 1979)
Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991)
Surat Keputusan Menteri Agama RI, No. 369 Tahun 1993, Tentang: Madrasah Tsanawiyah
Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor: 372 Tahun 1993 Tangga; 22-12-1993, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Madrasah Tsanawiyah (MTs), (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 1997)
Siswadi, Ibnu Khaldun dan Progressivisme (Analisis Komperatif Konsep Belajar), (Yogyakarta: Tesis IAIN, 2000)
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta : Rajawali Press, 1993)
Syaiful Bahri Djamaroh dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997)
Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1993)
Th. Sumartana, dkk., Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Interfidei, 2001)
Wila Huky, Pengantar Sosiologi, (Surabaya : Usaha Nasional, 1986)
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996)
0 Comment