BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Istilah
Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga” .Judul
tersebut mengandung pengertian yang perlu penjelasan, penegasan, serta
ruang lingkup agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul dan
keinginan penulis.
1. Konsep merupakan kata atau istilah serta simbol untuk menunjuk
pengertian dari pada barang sesuatu baik konkret maupun sesuatu hal yang
bersifat abstrak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti
sebagai rancangan ide, gambaran, atau pengertian dari peristiwa nyata
atau konkret kepada yang abstrak dari sebuah obyek maupun proses.
Sedangkan konsep dalam penulisan ini ialah sejumlah rancangan, ide,
gagasan, gambaran atau pengertian yang bersifat konkret maupun abstrak
tentang materi dan metode pendidikan tauhid dalam keluarga menurut
pendidikan Islam.
2. Pendidikan, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan dapat
diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan latihan;proses, perbuatan, cara mendidik.
Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua
untuk mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup secara
mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan
sebaik-baiknya. Orang tua atau generasi tua memiliki kepentingan untuk
mewariskan nilai, norma hidup dan kehidupan generasi penerus. Ki Hajar
Dewantara mengatakan…
“… mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
3. Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid merupakan
kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan bahwa Allah
hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata
wahhada (وحد) yuwahhidu (يوحد) .Secara etimologis, tauhid berarti
keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa;Tunggal;satu.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam
bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui
akan keesaan Allah;mengeesakan Allah”. Jubaran Mas’ud menulis bahwa
tauhid bermakna “beriman kepada Allah, Tuhan yang Esa”, juga sering
disamakan dengan “لااله الا الله” “tiada Tuhan Selain Allah”. Fuad
Iframi Al-Bustani juga menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah
Keyakinan bahwa Allah itu bersifat “Esa”. Jadi tauhid berasal dari kata
“wahhada” (وحد) “yuwahhidu” (يوحد) “tauhidan” (توحيدا), yang berarti
mengesakan Allah SWT.
Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah :
suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib
tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan
tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga
membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa
yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang
terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
Menurut Zainuddin, tauhid berasal dari kata “wahid”(واحد) yang
artinya “satu”. Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan
tentang satu atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut
argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu
disebut dengan Ilmu Tauhid.
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir sama yakni :
a. Iman.
Menurut Asy ‘ariyah iman hanyalah membenarkan dalam hati. Senada dengan
ini Imam Abu Hanifah mengatakn bahwa iman hanyalah ‘itiqad. Sedangkan
amal adalah bukti iman. Namun tidak dinamai iman. Ulama Salaf di
antaranya Imam Ahmad, Malik, dan Syafi’i, iman adalah
اعتقاد بالجنان ونطق باللسان وعمل بالاركان
“Iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh”.
b. Aqidah.
Menurut bahasa ialah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam hati,
mengikat, dan merngandung perjanjian. Sedangkan menurut terminologis di
antaranya pendapat Hasan al-Banna mengatakan bahwa aqidah ialah beberapa
hal yang harus diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat
mendatangkan ketenteraman, keyakinan yang tidak bercampur dengan
keragu-raguan. Penyusun cenderung kepada pendapat Yunahar Ilyas yang
mengidentikkan antara tauhid, iman, dan aqidah. Tauhid merupakan tema
sentral aqidah dan iman.
Setelah menguraikan kata pendidikan dan tauhid penulis perlu memberikan
batasan dan ruang lingkup. Pendidikan tauhid dalam penulisan ini
difokuskan kepada usaha yang dilakukan orang tua untuk menumbuhkan
kekuatan kodrat anak, agar mereka menjadi manusia muslim yang meyakini
keesaan Allah , serta dapat mengamalkan ketauhidan yang ia miliki dalam
rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, melalui
pengajaran, latihan, dan metode tertentu untuk menyampaikan
materi-materi ketauhidan, yakni ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan
sam’iyyat.
4. Dalam, adalah kata adjektiva, dan jika bertemu dengan kata benda bermakna lingkungan daerah (negeri, keluarga) sendiri.
5. Keluarga, kata benda ini dimaksudkan untuk ibu bapak beserta
anak-anaknya;seisi rumah. Menurut Masjfuk Zuhdi, keluarga merupakan
satu kesatuan sosial terkecil dalam masyarakat yang telah diikat oleh
tali perkawinan yang sah atau resmi. Keluarga dalam penulisan ini adalah
keluarga muslim, mengutip pendapat Khatib Ahmad Santhut bahwa keluarga
muslim adalah keluarga dengan ayah dan ibu yang memegang teguh ajaran
Allah SWT dan Sunnah Rasul, karena itu keluarga muslim merupakan
intisari dan paling prinsipil dalam usaha membentuk, dan mewujudkan
masyarakat muslim.
Dari penegasan istilah tersebut penulis dalam skripsi ini meneliti dan
membahas proses bimbingan yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap
perkembangan ketauhidan anak-anaknya dengan bahan-bahan materi
ketauhidan yang meliputi keilahiyatan, kenubuwatan, keruhaniyatan, dan
kesam’iyatan tertentu dalam jangka waktu tertentu, dengan metode
tertentu yang diarahkan terciptanya pribadi yang berkepribadian
bertauhid sesuai dengan ajaran Islam dalam sejumlah rancangan ide,
gagasan, atau pengertian tentang pendidikan tauhid yang difokuskan pada
masalah materi dan metodenya. Materi dalam penulisan ini bagaimana
disampaikan secara bertahap sesuai dengan metode yang digunakan menurut
perkembangan dan kemampuan anak-anak.
B. Latar Belakang Masalah
Islam lahir membawa akidah ketauhidan, melepaskan manusia kepada
ikatan-ikatan kepada berhala-berhala, serta benda-benda lain yang
posisinya hanyalah sebagai makhluk Allah SWT. Ketauhidan yang membawa
manusia kepada kebebasansejati terhadap apapun yang ada, menuju kepada
ketundukan kepada Allah SWT. Penanaman tauhid ini dilakukan selama 13
tahun oleh Rasulullah SAW, waktu yang cukup panjang, namun hanya 40
orang saja yang mampu melepaskan budaya nenek moyangnya, berani
mengingkari leluhur mereka, dan menuju jalan yang terang “tauhid
Islamiyah”. Semua utusan Allah membawa pesan yang sama yakni tauhid
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Saat ini, di era modern ini, kita bersyukur sebagian besar penduduk
bangsa ini telah menganut Islam sebagai agamanya, melepaskan adat budaya
yang berusaha dihapus dan dihilangkan oleh para pembawa Islam jika
budaya tersebut bertentangan dengan prinsip ketauhidan menurut Al Quran
dan Al Hadits. Keyakinan terhadap budaya animisme dan dinamisme,
kepercayaan akan kekuatan batu besar, pohon besar, kuburan seorang tokoh
masyarakat, semua itu tidak dapat mendatangkan kebaikan dan moderat,
hanya Allah-lah yang mampu mendatangkan kebaikan dan keburukan. Kedua
jenis kepercayaan tersebut saat ini sudah mulai terkikis.
Budaya tersebut kini mulai hilang sebenarnya, namun masyarakat mulai
disuguhi informasi-informasi yang kembali membawa budaya
animisme-dinamisme, informasi-informasi yang seharusnya diluruskan
kembali agar sesuai dengan ajaran Islam. Media cetak contohnya banyak
mencekoki masyarakat dengan cerita-cerita yang “bertentangan” dengan
ketauhidan, seperti majalah Mistis, tabloid Posmo, koran Merapi, majalah
Liberty.Ditambah lagi tayangan-tayangan televisi dan layar lebar,
meskipun diniatkan hanya sebagai hiburan, tapi tidak sedikit yang
menjadi takut akan gelap, pohon yang dikatakan angker, harus diruwat,
diberi sesaji, serta tidak sedikit yang lebih percaya kepada dukun atau
paranormal ketimbang keyakinannya akan kekuatan dan kekuasaan Allah SWT.
Meskipun tidak semua tayangan dan pemberitaan tersebut negatif.
Sebagaimana alasan yang dikemukakan oleh bangsa Arab ketika itu,
sebenarnya mereka masih mengakui dan meyakini hanya ada satu Tuhan yang
menciptakan dan memelihara alam ini, akan tetapi mereka berdalih bahwa
dewa, berhala yang mereka sembah hanyalah sebagai jalan untuk
menyampaikan doa dan harapan mereka kepada Allah, Tuhan Yang Maha
Tinggi.Akankah kita kembali menggunakan alasan kaum Arab Jahiliyah?.
Sebagai contoh, Film layar lebar berjudul Jelangkung mencoba mengangkat
tema horor yang banyak terjadi di masyarakat. Sineas muda Rizal
Mantovani yang menggarap film itu , menyajikan sisi lain. Oleh Rizal,
penggarapannya di sajikan pada sisi lain;pencahayaan yang dipadukan
dengan setting alam, serta dukungan efek komputer lumayan, sehingga
tercipta suasana mencekam, penuh kejutan-kejutan yang sulit
ditebak.Hasilnya, meski banyak penonton yang takut, tetap saja
membludak.
Sebenarnya terasa tidak berlebihan, bila kita menyebut Jelangkung adalah
awal dari fenomena baru tayangan-tayangan misteri saat ini. Bahkan
banyak perusahaan film di Tanah Air cenderung berlomba-lomba menggarap
tayangan-tayangan bertema misteri atau horor. Sebut saja film Kafir
(Satanic) yang diharapkan mengikuti kesuksesan Jelangkung, atau Titik
Hitam yang mencoba menyiasati sisi lain sebuah tema misteri kegaiban.
Barangkali, munculnya tayangan film seperti itu baru mengikuti tren yang
berkembang di masyarakat. Animo luar biasa terhadap tontonan yang
berbau mistis saat ini lebih terasa bila dibandingkan tiga atau empat
tahun lalu.
“Di antara beragam faktor yang menjadi penunjang tumbuh-suburnya
perilaku mistik dan klenik di tengah bangsa Indonesia, tak pelak dipicu
oleh sejumlah media massa, baik media cetak, lebih-lebih medium
televisi. Medium yang terakhir ini (televisi), karena bersifat
audio-visual, mempunyai daya cengkeram pengaruh yang amat dahsyat….”
Tayangan-tayangan yang mengangkat hal-hal diluar jangkauan indrawi
merebak di semua stasiun televisi, dari yang pakai trik kamera sampai
yang minus rekayasa.Rasa ketakutan tapi disukai penonton dan sesuai
rumus dagang, iklanpun berdatangan. Namun, orang tua yang jadi korban.
Munculnya fenomena tayangan mistis di layar kaca, menurut pengamat
televisi Garin Nugroho, tak lain karena ketatnya persaingan di antara
TV-TV swasta untuk mendapatkan pesanan iklan. “Sebelas stasiun televisi
yang bersifat nasional itu cukup berat bersaing untuk mendapatkan kue
yang tetap kecil.” katanya. Merebaknya program sejenis ini, tak bisa
dipungkiri, diawali oleh program “Kismis” dari stasiun RCTI sejak tahun
2001.
Pertanyaannya, apakah tayangan-tayangan seperti ini layak disajikan
kepada penonton di tengah hiruk-pikuk kemoderenan teknologi? Barangkali,
fenomena itu hanya sebuah alternatif di tengah-tengah kejenuhan
tayangan soal politik, atau karena tak kunjung redanya krisis
multidimensional yang tengah melanda negeri ini? Bisa saja itu sebagai
Jawaban. Tetapi siapa tahu, justru tontonan semacam itu memang sudah
dinantikan kehadirannya.Atau, jangan-jangan malah sebuah “proses
pembodohan” yang menggiring kembali ke pola pikir masa lalu (back to
traditional), sehingga lupa bahwa kita sedang memasuki dunia pasar bebas
di era globalisasi!.
Penceramah Lutfiah Sungkar mengatakan bahwa tayangan misteri dapat
merusak akhlak dan sangat tidak mendidik. “Itu jadi menyesatkan umat,”
ujar Lutfiah. Itulah sebabnya, kakak kandung aktor Mark Sungkar ini
menghimbau kepada sejumlah pihak ikut peduli, seperti Departemen Agama
untuk memperhatikan masalah ini. “Tolong diseleksi betul-betul,” kata
Lutfiah.
Tayangan supranatural itu tentu mengancam benteng aqidah seseorang.
Keyakinan akan kehebatan, kesaktian dukun atau menganggap bahwa sebuah
rumah itu ada sang penunggunya, sehingga perlu diberikan sesaji agar
terhindar dari gangguannya, sesungguhnya merupakan perbuatan kufur.
Tanpa harus mempercayai pun sesungguhnya manusia sudah diberikan
kesempurnaan yang lebih layak ketimbang setan tersebut. Hanya saja,
antisipasi agar terhindar dari bahaya syirik tentu harus semakin
diperkokoh dengan menghindari tontonan yang justru akan merusak aqidah
Islam seseorang tentu bagi yang masih rapuh ketauhidannya. Meskipun
tidak seluruh tayangan mistis berdampak negatif.
Masalah-masalah gaib kini menjadi topik dalam beberapa tayangan
tayangan televisi, jin, setan hantu, pohon angker dan pesugihan,
meskipun tayangan tersebut memberikan informasi bagi para penontonnya,
namun hal ini membuat penulis tertarik ingin mengangkat masalah
ketauhidan, masalah klasik namun harus tetap dan wajib bagi seorang
muslim.
Dalam masa-masa dan keadaan krisis, manusia sangat membutuhkan
pertolongan. Oleh karena itu, mereka mendatangi siapa saja yang mereka
anggap mampu menolong mereka seperti, orang-orang suci, para nabi, imam,
para syuhada, bahkan meminta pertolongan pada malaikat dan peri. Dengan
berbaiat dan bersumpah kepada para penolong itu, mereka memohon
pertolongan yang mereka harap, dengan memohon agar yang mereka datangi
itu bisa memenuhi keinginan mereka. Kadang ada juga menawarkan sesuatu
persembahan yang istimewa kepada para penolong itu, sehingga (menurut
pikiran mereka) akan lebih memperbesar kemungkinan akan terkabulnya
semua keinginan mereka.
Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa sebagian umat Islam masih ada
yang melakukan cara-cara yang dilakukan oleh orang non muslim dalam
memperlakukan dewa-dewi mereka, kepada paranabi, orang-orang suci, imam,
syuhada, malaikat dan roh halus. Namun, meski mereka melakukan
dosa-dosa seperti di atas, mereka tetap mengaku masih sebagai orang
Islam yang mereka merasa perbuatan itu tidak mengurangi kualitas
keislamanya
Sungguh benar firman Allah :
وما يؤمن اكثرهم بالله الا وهم مشركون (سورة يوسف : 106)
Artinya : Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah,
melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan
lain).
Lebih jauh lagi kita diperingatkan, bahwa siapapun yang berdoa kepada
seseorang sebagai perantaranya, juga tergolong musyrik sebagaimana
firman Allah :
الا لله الدين الخالص والذين اتخذوا من دونه اولياء ما نعبدهم الا ليقربونا الى
الله زلفى ان الله يحكم بينهم في ماهم فيه يختلفون ان الله لايهدي من هو كاذب كفار
)الزمر : 3)
Artinya :Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata)
: “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya.
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat
ingkar.
Kepribadian muslim dibentuk sejak dini, orang tua sebagai seorang
muslim haruslah memiliki keyakinan akidah tauhid yang berkualitas. Namun
alangkah baiknya jika orang tua juga mengerti materi-materi ketauhidan,
sehingga orang tua dapat membekali anak-anaknya dengan keilmuan yang
didukung dengan ketauladanan tauhid sehingga terbentuk kepribadian
seorang muslim sejati.
Semakin kurang tauhid seorang muslim, semakin rendah pula kadar akhlak,
watak kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai
pedoman dan pegangan hidunya. Sebaliknya, jika akidah tauhid seseorang
telah kokoh dan mapan (established), maka terlihat jelas dalam setiap
amaliahnya. Setiap konsep yang berasal dari Islam, pasti akan diterima
secara utuh dan dengan lapang dada, tanpa rasa keberatan dan terkesan
mencari-cari alasan hanya untuk menolak.Inilah sikap yang dilahirkan
dari seorang muslim sejati.
Islam atau Al Quran menghendaki agar pengabdian, pemujaan, atau ketaatan
hanya tertuju kepada Tuhan, dan bila berdoa taua berharap kepada-Nya,
haruslah bersifat langsung tanpa perantara seperti yang dilakukan kaum
musyrikin.
قل هو الله احد {1} الله الصمد {2} لم يلد ولم يولد {3} ولم يكن له كفوا احد {4} (سورة الاخلاص : 1-4)
Artinya : Katakanlah : “Dialah Allah , Yang Maha Esa, Allah adalah tuhan
Yang bergantung kepadanya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada
pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Pemurnian tauhid menolak segala bentuk kemusyrikan bahwa tidak ada
satukekuatanpun yang menyamai Allah SWT. Tetapi sayangnya bahwa akidah
itu telah dicampuri”-secara keseluruhan-oleh pemikiran-pemikiran yang
diada-adakan oleh manusia, bahkan ada yang dinodai oleh sekumpulan
pendapat yang tidak mencerminkan keyakinan yang hak. Oleh sebab itu,
lalu tidak dapat mendalam sampai ke dasar jiwa dan tidak pula dapat
mengarahkan ke jurusan yang bermanfaat dalam kehidupan ini, juga tidak
dapat memberi pertolongan untuk dijadikan pendorong guna menempuh jalan
yang suci yang mencerminkan kemurnian peri kemanusiaan serta keluruhan
ruhaniah.
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (سورة التحريم : 6)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “.
Lembaga pendidikan merupakan salah satu institusi harapan masyarakat,
begitu pula keluarga. Keluarga merupakan pencetak dan pembentuk
generasi-generasi bangsa dan agama. Generasi yang memiliki otak yang
handal dan moral atau etika yang berkualitas. Secara ideal, pendidikan
Islam berupaya untuk mengembangkan semua aspek kehidupan manusia dalam
menacapai kesempurnaan hidup, baik yang berhubungan dengan manusia,
terlebih lagi dengan sang Pencipta.
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi pembentukan ketauhidan anak.
Orangtua adalah unsur utama bagi tegaknya tauhid dalam keluarga,
sehingga setiap orang wajib memiliki tauhid yang baik, sehingga dapat
membekali anak-anaknya dengan ketauhidan dan materi-materi yang
mendukungnya, disamping anak dapat melihat orang tuanya sebagai tauladan
yang memberikan pengetahuan sekaligus pengalaman, dan pengarahan
Jika latihan-latihan dan bimbingan agama terhadap anak dilalaikan orang
tua atau dilakukan dengan kaku dan tidak sesuai, maka setelah dewasa ia
akan cenderung kepada atheis bahkan kurang perduli dan kurang
membutuhkan agama, karena ia tidak dapat merasakan apa fungsi agama
dalam hidupnya. Namun sebaliknya jika pendidikan tentang Tuhan
diperkenalkan sejak kecil, maka setelah dewasa akan semakin dirasakan
kebutuhannya terhadap agama.
Anak adalah amanat Allah kepada para orang tua. Amanat adalah sesuatu
yang dipercayakan kepada seseorang yang pada akhirnya akan dimintai
pertanggungjawaban. Firman Allah :
يأيها الذ ين امنوا لاتخونواالله والرسول وتخونوا امنتكم وانتم تعلمون
(سورة الانفال : 27)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
manat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga, sehingga secara
kodrati tanggung jawab pendidikan tauhid berada di tangan orang tua.
Kecenderungan anak kepada orang tua sangat tinggi, Apa yang ia lihat,
dengar dari orang tuanya akan menjadi informasi belajar baginya.
Sehingga hanya dengan keluarga-keluarga yang memegang prinsip akidah
ketauhidan, dapat melahirkan generasi-generasi berkepribadian Islam
sejati, yang menjadikan Allah SWT sebagai awal dan tujuan akhir segala
aktivitas lahir dan batin kehidupannya.
C. Rumusan Masalah
Dari latar Belakang masalah yang telah diuraikan, penulis ingin mengetahui beberapa hal dari hasil penelitian ini yakni :
1. Bagaimana urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga ?
2. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga?
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga
2. Mengetahui konsep pendidikan tauhid dalam keluarga.
3. Mengetahui metode dan materi pendidikan tauhid dalam keluarga.
Kegunaan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai :
1. Diharapkan memiliki nilai akademis dan mampu memberikan sumbangan
pemikiran tentang pendidikan tauhid dalam keluarga, khususnya di
lingkungan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Sebagai informasi bagi setiap orang tua keluarga bagaimana memberikan
pendidikan tauhid dan materi yang disampaikan kepada anak-anak mereka.
3. Pola dalam membentuk masyarakat yang bertauhid sebagai modal untuk
membangun bangsa, serta sebagai solusi alternatif terhadap masalah yang
dihadapi bangsa.
4. Bagi penulis agar menambah wawasan tentang konsep pendidikan tauhid, sebagai modal untuk berkeluarga nantinya.
E. Alasan Pemilihan Judul.
Didasarkan karya ilmiah dan wacana pendidikan Islam, frame”Konsep
pendidikan Tauhid Dalam Keluarga perspektif pendidikan Islam” , belum
ada yang menulis secara khusus. .Dengan beberapa point alasan, mengapa
judul-tema tersebut diangkat :
1. Pendidikan Tauhid merupakan landasan utama seorang muslim,
identitasnya ditentukan oleh ketauhidannya yang benar, dia adalah sebuah
pondasi bangunan, kuat tidaknya bangunan ditentukan oleh “pondasinya”,
ia adalah akar sebuah pohon, hidup matinya pohon tergantung sehat
tidaknya;kuat rapuhnya akar sang pohon. Sehingga “Tauhid” menjadikan
seorang muslim hanya tunduk, patuh pasrah kepada Allah. Pengakuan
tersebut harus dicerminkan dengan keyakinan teguh dalam hati sampai
akhir hayat, juga diucapkan secara lisaniyah, serta teraplikasi dalam
setiap aktivitas gerak fisik.
2. Begitu pun kajian tentang pendidikan tauhid dalam keluarga secara
praktis belum banyak dikembangkan, meskipun banyak dikaji dan dibahas
oleh para tokoh pendidikan muslim, di era informasi ini, media
memberikan semua informasi yang diinginkan termasuk informasi hal-hal
gaib dan mistis.Oleh sebab itu bagaimana orang tua menjadi sumber
informasi utama dan pokok bagi anak-anaknya diantaranya yang paling
penting informasi tentang ketauhidan.
3. Karena anak lahir dan hidup pertama sekali dalam keluarga, ia belajar
dari orang tuanya, begitu pula informasi terbaik bahkan terburuk,
informasi yang benar bahkan yang salah diterima pertama kali dalam
keluarga. Begitupun informasi ketauhidan yang ia peroleh dari orang
tua, harus lebih ia percayai dari pada dari hasil ia menonton tv ataupun
media lainnya.
F. Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah
skripsi/tesis/disertasi diperpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
bahwa yang membahas tentang pendidikan tauhid dalam keluarga belum
penulis temukan secara khusus, namun ada beberapa skripsi yang menulis
tentang pendidikan keimanan. Namun yang menggunakan istilah pendidikan
tauhid hanya ada sebuah skripsi saudari Hartani ( 1999), Fakultas
Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), yang berjudul
“Pendidikan Tauhid Pada Usia Remaja” ,saudari Hartani hanya sedikit
menjelaskan tentang pendidikan tauhid bagi anak remaja dalam keluarga.
Dijelaskan bahwa perkembangan keberagamaan diusia remaja menuntut orang
tua harus mampu menjadi teman bagi anak-anak mereka, karena pada usia
tersebut remaja memerlukan teman – sahabat yang bisa ia ajak bicara,
maka jika orang tua tidak mampu menjadi sosok seorang teman-sahabat bagi
anaknya diusia remaja, sangat sulit untuk membimbing, juga memberikan
informasi tentang “ketauhidan”.
Skripsi saudara Hunainin (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan
Agama Islam, yang berjudul “ Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut
Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al
Islam (Tujuan , Materi, Dan Metode)”. Dia menjelaskan bahwa pendidikan
keimanan bagi anak bertujuan untuk membentuk anak yang bertanggungjawab,
jujur, dan terhindar dari sifat-sifat kebinatangan. Tanggugjawab ini
dipikul oleh orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama bagi
anak-anaknya.
Selanjutnya skripsi saudara Silahuddin (1998) Fakultas Tarbiyah, jurusan
Pendidikan Agama Islam dengan judul “Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak
(Tinjauan Psikologis)”. Dia menyimpulkan bahwa pendidikan keimanan pada
usia anak yakni usia 0-12 tahun, metode yang paling baik adalah dengan
metode keteladanan. Hal ini disebabakan oleh pertumbuhan psikomotor anak
dan perkembangan anak. Dia menekankan kepada asma-asma Allah sebagai
materinya, dengan harapan anak dapat meresapi dan mengamalkannya di
kehidupannya di masa yang akan datang.
Selain itu ada beberapa skripsi yang membahas tentang pendidikan anak
dalam keluarga salah satunya skripsi milik saudari Anik Suryani Latifah
(2003) Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam, berjudul
“Pendidikan Keluarga Membentuk Anak Shaleh Yang Cerdas Dan Kreatif”, ada
satu paragraf yang sekilas menjelaskan pendidikan tauhid dalam keluarga
bagi anak.Keteladanan nampak ditonjolkan sebagai metode orang tua dalam
mendidik anak-anak mereka.
Skripsi saudari Bahisatul Badiyah (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan PAI,
menulis “Mendidik Anak Dalam Keluarga Menurut Pendidikan Islam”,
dijelaskan dalam skripsinya bahwa agama seseorang ditentukan oleh
pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilakukan pada masa
kecil;sehingga orang tua harus menanamkan dasar keimanan yang bersih dan
membiasakan dengan ibadah. Dimulai dengan menanamkan kalimat La Ilaha
illa Allah, sebagai kalimat tauhid yang pertama sekali didengar anak
melalui adzan yang diucapkan sang ayahnya.Berpijak pada QS. Luqman ayat
13 bahwa tugas awal adalah menanamkan pendidikan tauhid keimanan kepada
Allah SWT.
Selanjutnya ada skripsi saudari Umi Sa’adah (1998) “Pendidikan Islam
Dalam Keluarga : Telaah kitab Sahih Bukhari” Fakultas Tarbiyah, jurusan
PAI, mengungkapkan bahwa keluarga adalah pendidikan pendahuluan dan
memparsiapkan anak untuk lembaga sekolah dan masyarakat. Untuk itu perlu
dilakukan peningkatan kualitas keluarga yakni dalam memilih calon
isteri maupun suami menjadikan agama sebagai prioritas utama. Begitu
juga dalam mengisi pertumbuhan awal anak diprioritaskan kepada
pendidikan agama, salah satu pokoknya ialah pendidikan iman atau aqidah.
Kemudian skripsi berjudul “Pendidikan Islam Dalam Keluarga : Studi atas
pemikiran KH. Abdurrahman Ar-Roisi” yang ditulis oleh Umar Faruq (2003)
Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam sedikit menyinggung
tentang keluarga idaman disebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam dalam
keluarga adalah menciptakan keluarga idaman yakni bahagia lahir-batin,
dunia dan akhirat. Sebagai langkah awalnya ialah pendidikan pembentukan
keyakinan kepada Allah yang dapat diharapkan melandasi sikap, tingkah
laku dan kepribadian anak.
Skripsi saudara Setiyo Budiono (1999) Fakultas Tarbiyah, jurusan PAI,
menulis “ Pendidikan Keluarga Dalam Islam : Suatu Kajian Teoritis”.
Menjadikan anak sebagai pusat pembahasannya (children centereted),
dibahas sekilas tentang pendidikan tauhid karena salah satu fungsi
keluarga sebagai lembaga pendidikan (education).
Namun penelitian pada tulisan tetap memiliki perbedaan dengan
skripsi-skripsi di atas, karena lebih difokuskan kepada konsep
pendidikan tauhid dalam keluarga untuk anak. yang akan membahas tentang
urgensi, metode serta materinya secara eksplisit.
G. Kerangka Teoritik
Kepercayaan atau keyakinan akan yang gaib merupakan pokok kepercayaan
keagamaan bagi setiap agama yang berdasarkan percaya kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang tidak dapat dicapai dengan penglihatan indera mata, sedang
Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah Yang Maha Halus
lagi Maha mengetahui (Al An’am :103),
لاتدركه الابصار وهو يدرك الابصار وهو اللطيف الخبير (سورة الانعام :103)
Sehingga dikatakan bahwa sesunggguhnya ciri khas kepercayaan beragama adalah mempercayai semua hal yang metafisik atau gaib.
Beriman kepada hal-hal yang gaib bagi kaum muslimin bukanlah sesuatu hal
yang bertentangan dengan hukum akal, tapi merupakan suatu hal yang
melampaui ruang lingkup indera dan alam nyata. Logikapun membenarkan
pengambilan dalil atau bukti dari sesuatu yang konkret ataupun nyata
sebagai bukti adanya yang gaib.Keterkaitan antara yang nyata dengan yang
gaib, yang saling mendukung eksistensi Atau dari yang suatu yang ada
diluar jangkauan indera. Demikian Al Quran menetapkan dalil tentang
ciptaan Allah yang konkret sebagai tanda adanya sang pencipta, yang
merupakan zat yang tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.
Tunduk kepada kemampuan khayalan dan mengikatkan diri semata-mata pada
kecenderungan akal, ditambah lagi ketidaktahuan terhadap sesuatu yang
tidak kita ketahui, adalah jalan menuju kesesatan. Akal tidak dapat
menjadi pegangan pokok dalam meyakini sebuah kebenaran.Kekeliruan
persepsi, karena mengutamakan akal tanpa diringi bimbingan wahyu akan
menyebabkan rusaknya akidah.
Diturunkannya akidah Islam yang komprehensif, memenuhi tuntutan emosi
dan rasio, mengajarkan kepada manusia apa yang tidak mereka ketahui
sebelumnya, karena akal memiliki batas-batas dan mengeluarkan manusia
dari kegelapan kebodohan, lalu menyinari jalan yang dilaluinya. Karena
itu, barang siapa mengikuti apa yang diajarkan oleh wahyu Allah SWT,
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, kemudian beriman kepada
segala sesuatu yang disampaikan oleh Al Quran, berarti ia telah
memperoleh petunjuk, dilindungi dan dipenuhi segala kebutuhannya.Dan
barangsiapa menyimpang dari ajaran wahyu-Nya, berarti ia telah
disesatkan setan : Barangsiapa tidak diberi cahaya oleh Allah, maka
tidaklah dia mempunyai cahaya (petunjuk) sedikitpun (QS. An-Nur :40).
…ومن لم يجعل الله له نورا فما له من نور (سورة النور :40)
Mengingat pentingnya iman bagi seseorang, maka sudah seharusnya bila
pendidikan Islam menetapkan tauhid ini menjadi pondasi yang pertama.
Artinya, pendidikan Islam tidak boleh bertentangan dengan konsep
ketauhidan dan harus menumbuhkan serta memperkuat pertumbuhannya secara
positif.
Saat ini manusia telah dapat mengetahui banyak hal yang dahulu hanya
diketahui melalui akal. Dengan ilmunya yang yang melahirkan alat-alat
yang sangat canggih, manusia telah mampu mengetahui bentuk fisik hal-hal
tersebut setelah melalui berbagai penelitian dan dengan menggunakan
alat-alat tertentu, walaupun benda-benda tersebut tidak dapat dilihat
dengan hanya menggunakan mata telanjang tanpa bantuan alat-alat canggih
yang mampu menambah jangkauan penglihatan mata yang tadinya terbatas.
Manusia percaya sepenuhnya terhadap keberadaan hal-hal tersebut tanpa
mempertanyakan lagi wujud fisiknya. Manusia hanya mengetahui aktifitas
yang dihasilkan dari gerakan dan keberadaan benda-benda tersebut. Hal
ini merupakan suatu bukti bahwasannya Allah SWT telah menciptakan banyak
hal yang tidak kasat mata, yang esensinya tidak mampu dijangkau oleh
akal.
Kitab Al Quran telah mengikrarkan bahwa tauhid adalah akidah
universal (syamil). Maksudnya, akidah yang yang mengarahkan seluruh
aspek kehidupan dan tidak mengotak-ngotakkannya. Seluruh aspek dalam
hidup manusia hanya dipandu oleh hanya satu kekuatan, yaitu tauhid.
Konsekuensinya ialah penyerahan (Islamisasi) manusia secara total –
mulai dari kalbu, wajah, akal pikiran, qaul (ucapan), hingga amal –
kepada Allah semata-mata.
Tauhid, hakekat dan maknanya terdiri dari tiga kriteria yang talazum
(simbiosis mutualisme), satu sama lain tidak dapat terpisahkan. Ketiga
kriteria tersebut adalah : 1.Tauhid Rububiyah, 2.Tauhid Uluhiyah,
3.Tauhid al-Hakimiyyah.
1. Tauhid Rububiyah
Yang dimaksud dengan Rububiyah di sini adalah melekatkan semua
sifat-sifat ta’tsir (yang mengandung unsur dominasi atau pengaruh) pada
Allah SWT, umpamanya sifat Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam, Yang
menghidupkan, mematikan, Pemberi petunjuk, dan sebagainya.
Maka Allah Ta’ala adalah Robb, Penguasa seluruh alam, tak ada Tuhan
selain Dia. Dialah Pencipta, Yang menghidupkan dan mematikan, Yang
menetapkan seluruh aturan dan hukum atas semua makhluk-Nya. Di
tangan-Nya terletak kerajaan dan kekuasaan mutlak. Bertindak di alam ini
sebagaimana keinginan-Nya, tanpa ada yang bisa menghalangi dan
menghambat-Nya. Hanya Dia yang mampu memberikan manfaat/keuntungan dan
mendatangkan mudharat.
2. Tauhid Uluhiyah
Maksudnya bahwa hanya Allah SWT semata-mata yang berhak diperlakukan
sebagai tempat khudhu’ (tunduk/merendah) oleh hambaNya dalam beribadah
dan taat.Dengan kata lain, tak ada yang berhak dipatuhi secara mutlak
selain Allah SWT. Semua manusia adalah hamba Allah. Hamba yang
betul-betul berlaku dan berpenampilan sebagai hamba. Bukan hamba yang
berlagak sebagai “raja”. Manusia tidak berhak memperbudak manusia
lainnya, dengan alasan apapun. Seluruh penguasa di muka bumi harus
tunduk kepada penguasa tunggal:Allah SWT.
3. Tauhid al-Hakimiyyah.
pembahasan konsep tauhid ini, yaitu Tauhid al-Hakimiyyah. Konsep ini
mungkin sudah terkandung dalam pengertian “Uluhiyah”, tapi masih
bersifat global. Pemisahan ini bertujuan agar lebih menonjolkan
kehakimiyahan Allah secara tersendiri.Makna al-Hakimiyyah ialah hanya
Allah-lah yang berhak membuat ketentuan, peraturan, dan hukum.
Islam takkan ada tanpa tauhid, bukan hanya Sunnah Nabi kita jadi
patut diragukan dan perintah-perintahnya bergoncang-goncang
kedudukannya; pranata kenabian itu sendiri akan hancur tanpa tauhid.
Ismail Raji al Faruqi mengatakan bahwa berpegang teguh pada prinsip
tauhid merupakan dasar dari seluruh bentuk kesalehan.Wajarlah jika Allah
SWT dan Rasul-Nya menempatkan tauhid pada status tertinggi dan
menjadikannya menjadi penyebab kebaikan dan balasan pahala terbesar bagi
seorang muslim yang bertauhid.
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia yang disusun oleh Tim penulis IAIN
Syarif Hidayatullah, disebutkan bahwa para ulama membagi tauhid kepada
dua ketegori : tauhid Rububiyah dan tauhid Ubudiyah. Kebanyakan umat
yang sudah menyimpang dari tauhid itu , masih memiliki tauhid rububiyah,
karena mereka sebenarnya masih mengakui dan meyakini hanya ada satu
Tuhan yang menciptakan dan memelihara segenap alam semesta ini,
kesalahan mereka adalah karena mereka tidak legi berpegang teguh kepada
tauhid ubudiyah.Inilah tauhid yang menghendaki ubudiyah atau ketaatan
tanpa syarat hanya tertuju kepada Allah SWT.
Ruang lingkup pembahasan tauhid ada empat yakni :
1. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Ilah (Tuhan) seperti wujud, nama-nama,sifat, dan af’al Allah.
2. Nubuwat. Yakni pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, juga termasuk pembahasan tentang kitab-kitab
Allah, mu’jizat, dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, dan Syaitan,
4. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti
alam barzakh, akhirat, azab kubur, surga dan neraka.
Keyakinan seorang muslim akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa (Allah)
melahirkan keyakinan bahwa sesuatu yang ada di alam ini ciptaan
Tuhan;semuanya akan kembali kepada-Nya, dan segala sesuatu berada dalam
urusan Yang Maha Esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap,
tingkah laku, atau perkataan seseorang selalu berpokok dalam modus ini.
Tauhid tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan
menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan,bermanfaat bagi
kehidupan umat manusia., tetapi juga berpengaruh besar terhadap
pembentukan sikap dan perilaku keseharian seseorang. Ia tidak hanya
berfungsi sebagai akidah, tetapi berfungsi pula sebagai falsafah hidup.
Lingkungan rumah dan pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya
dapat membentuk atau merusak masa depan anak.Oleh sebab itu masa depan
anak sangat tergantung kepada pendidikan , pengajaran, dan lingkungan
yang diciptakan oleh orang tuanya.. Apabila orang tua mampu menciptakan
rumah menjadi lingkungan yang Islami, maka anak akan memiliki
kecenderungan kepada agama.
DR. M. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kehidupan keluarga, apabila
diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpelihara dari hantaman badai,
topan dan goncangan yang dapat meruntuhkannya, memerlukan fondasi yang
kuat dan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket.
Fondasi kehidupan keluarga adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan
fisik dan mental calon-calon ayah dan ibu. Beliau menambahkan bahwa
keluarga merupakan sekolah tempat putra-putri bangsa belajar.
Pendidikan anak yang paling berpengaruh dibandingkan dengan yang lain
adalah keluarga sebagai pusatnya, karena seorang anak masuk Islam sejak
awal kehidupannya, dan dalam keluargalah ditanamkan benih-benih
pendidikan.Juga waktu yang dihabiskan seorang anak di rumah lebih banyak
dibandingkan tempat lain, dan kedua orang tua merupakan figur yang
paling berpengaruh terhadap anak, demikianlah pendapat Muhammad Quthub
yang dikutip oleh Khatib Ahmad Santhut.
Al Ghazali mengatakan bahwa mendidik keimanan anak harus dengan cara
yang halus dan lemah lembut, bukan dengan paksaan atau dengan berdebat,
sehingga dengan metode yang lemah lembut materi pendidikan dapat dengan
mudah diterima oleh anak.
Dalam adigum ushuliyah disebutkan al-Amru bi asy-syai’i amru
biwasailihi, walil-wasaili hukmu al-maqoshidi , maksudnya ialah
“perintah pada sesuatu (termasuk pendidikan) maka perintah pula mencari
metodenya, dan bagi metodenya hukumnya sama dengan apa yang
dituju.Senada dengan hal ini ada firman Allah yang berbunyi :
…وابتغوا اليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله… (سورة المائدة :35)
Sehingga dalam proses pelaksanaannya, pendidikan Islam memerlukan metode
yang tepat untuk menyampaikan materi-materi kepada anak, sehingga
tujuan pendidikan yang diinginkan dapat dicapai.
Ada beberapa metode yang besar pengaruhnya untuk menanamkan keimanan kepada anak yakni :
1. Teladan yang baik;
2. Kebiasaan yang baik;
3. Disiplin, hal ini sebenarnya sebagaian dari pembiasaan;
4. Memotivasi;
5. Memberikan hadiah terutama yang dapat menyentuh aspek psikologis;
6. Memberikan hukuman dalam rangka kedisiplinan;
7. Suasana kondusif dalam mendidik.
Menyusun sebuah metode harus mencakup tiga hal penting antara lain :
1. Cara tersebut bertujuan untuk menjelaskan materi kepada anak didik.
2. Cara tersebut merupakan cara yang tepat untuk menjelaskan, dan dipakai untuk materi tertentu serta situasi tertentu pula.
3. Cara tersebut mampu memberikan kesan yang mendalam kepada anak didik.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan metode yang paling efektif dalam mendidik anak adalah :
1. Pendidikan dengan keteladanan.
2. Pendidikan dengan adat dan kebiasaan.
3. Pendidikan dengan nasehat.
4. Pendidikan dengan perhatian.
5. Pendidikan dengan memberikan hukuman.
Sementara Muhammad Zein menjelaskan bahwa metode yang mudah dilakukan
para orang tua dalam mendidik anak-anaknya ada tiga yakni :
1. Meniru.
2. Menghafal.
3. Membiasakan.
Mendidik anak pada periode pertama yakni usia 0-6 tahun, merupakan masa
yang sangat penting. Karena semua informasi mempunyai pengaruh yang
sangat mendalam dalam membentuk kepribadian anak. Anak akan merekam
informasi apapun pada periode ini, sehingga pengaruhnya akan lebih nyata
pada kepribadiannya setelah dewasa. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan para orang tua pada periode ini antara lain :
1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan oleh anak.
2. Membiasakan anak untuk disiplin.
3. Orang tua mampu menjadi teladan yang baik bagi anak.
4. Membiasakan etika umum yang baik.
Periode selanjutnya ketika anak berusia 7-12 tahun. Anak pada periode
ini lebih siap untuk belajar. Anak mau meniru dan mendengarkan nasehat,
meskipun anak lebih mudah menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
Semangatnya sangat tinggi untuk belajar keterampilan tertentu. Masa ini
sangat baik untuk mendidik dan mengarahkan anak sesuai dengan minat dan
bakat yang ia miliki.Pada periode ini anak dapat diajarkan beberapa hal,
antara lain :
1. Pengenalan kepada Allah dengan cara sederhana, juga diajarkan
a. Allah Esa tidak ada sekutu.
b. Allah adalah pencipta alam semesta.
c. Cinta kepada Allah.
2. Mengajarkan sebagain hukum yang jelas, juga tentang halal dan haram.
3. Mengajarkan baca Al Quran.
4. Mengajarkan hak dan kewajiban sebagai hamba Allah.
5. Mengenalkan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
6. Mengajarkan etika umum.
7. Meningkatkan sikap percaya diri anak dan juga tanggungjawab.
Pendidikan Islam memberikan ketentuan bahwa rentang usia peserta didik
ialah sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Manusia sejak lahir
memerlukan pendidikan , selanjutnya pendidikan tersebut tetap diperlukan
sepanjang hidunya sebagai sebuah proses.
Pendidikan Islam menggunakan konsep pendidikan sepanjang hayat (life
long education). Sehingga manusia dalam rentang kehidupannya selalu
memerlukan pendidikan, dengan bimbingan, pembentukan, pengarahan, dan
pengalaman. Semua itu dilakukan secara bertahap dan berbeda, disesuaikan
dengan kebutuhan pada perkembangan usianya , begitu pun pada pendidikan
tauhidnya.
Penyusun dalam konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menggunakan 5 metode yaitu :
1. Kalimat tauhid.
2. Keteladanan.
3. Pembiasaan.
4. Nasehat.
5. Pengawasan.
H. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu
penelahaan terhadap buku-buku, karya ilmiah, karya populer., dan
literatur lain yang berhubungan dengan tema yang diteliti.
2. Sumber Data
Penulis mengumpulkan data dari berbagai literatur sebagai sumber primer
ialah buku “ Islam Dalam Berbagai Dimensi” karangan Dr. Daud Rasyid,
MA., kemudian “Kuliah Akidah Islam” karangan Drs. Yunahar Ilyas, Lc.,Sri
Harini dan Aba Firdaus al Halwany “ Mendidik Anak Sejak dini”,.
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi “ Filsafat Tauhid Mengenal Tuhan Melalui
Nalar Dan Firman”,Abdullah Nashih Ulwan “Pendidikan Anak Menurut Islam :
Kaidah Kidah Dasar”, .Juga literatur-literatur sebagai sumber data
sekunder, yakni data-data lain yang penulis peroleh baik dari buku-buku,
artikel, yang ada hubungannya langsung atau tidak langsung dengan
materi pembahasan yang penulis teliti.Buku-buku tersebut antara lain :
Prof. H.M. Arifin, M.Ed (1996) Ilmu Pendidikan Islam, H. Abu Tauhid
(1990) Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Maulana Musa Ahmad Olgar (2000,
terjm: Supriyanto Abdullah Hidayat) Mendidik Anak Secara Islami.Ma’ruf
Zurayk (1994) Aku Dan Anak-anakku : Bimbingan Praktis Mendidik Anak
menuju Remaja. dan buku-buku lain yang tidak penulis sebutkan dalam
tulisan ini
3. Analisa Data
Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah terkumpul menggunakan
teknik deskriftif analitik, yaitu teknik analisa data yang menggunakan,
menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan membandingkan
fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui langkah
mengumpulkan data, menganalisa data, dan menginterpretasi data dengan
metode berpikir :
a. Deduktif : merupakan tehnik berpikir yang berangkat dari pengetahuan
yang sifatnya umum , dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu
kita hendak menilai suatu kejadian yang sifatnya khusus.
b. Induktif : ialah berpikir dengan berangkat dari fakta-fakta yang
khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa yang khusus konkret itu ditarik
generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.
I. Sistematika Pembahasan
Penulis membagi penelitian ini menjadi beberapa bab yang terangkum dalam sitematika pembahasan berikut ini :
Bab kesatu : merupakan pendahuluan, berisikan pendahuluan menjelaskan
tentang penegasan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian, alasan pemilihan judul, kerangka teoritik,
telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua : akan dibahas tentang urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, meliputi pengertian, tujuan, dasar dan sumbernya.
Bab ketiga : diuraikan tentang pendidikan tauhid dalam keluarga
materinya adalah ilahiyat, mubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyat, dalam
penyampaian materi ini digunakan lima metode yakni kalimat tauhid,
keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan metode pengawasan.
Bab keempat : berisi penutup, kesimpulan dan saran-saran yang merupakan
intisari terhadap konsep yang ditawarkan dalam penulisan ini sebagai
harapan penulis.
BAB II
URGENSI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
Urgensi dalam kamus Ilmiah Populer disebutkan sebagai suatu keperluan
yang sangat penting dan mendesak. Dengan akar kata urgen yang berarti
penting dan mendesak, memerlukan keputusan dan tindakan yang segera.
Untuk mengetahui urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, maka ada
baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian, dasar
dan tujuan, serta fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga. Berikuit ini
akan diuraikan tentang keempat hal tersebut.
A. Pengertian Pendidikan Tauhid dalam keluarga
Firman Allah SWT :
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا… (سورة التحريم : 6)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
H. Abu Tauhid dalam bukunya Beberapa Aspek Pendidikan Islam
mengungkapkan bahwa arti menjaga diri serta keluarga dari siksa api
neraka atau disebut (الوقاية) di dalam ayat ini dengan mengutip pendapat
Sayid Sabiq :
ووقاية النفس والاهل من النار تكون بالتعليم والتربية وتنشئتهم على
الاخلاق الفاضلة¸وارشادهم الى مافيه نفعهم وفلاحهم.
Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan
pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak yang
utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan
membahagiakan diri serta keluarga.
Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari
siksa api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu
sudah menjadi kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang
beriman, mendidik anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah,
akan tetapi lebih dari itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah
Allah SWT yang harus dilaksanakan. Oleh sebab itu orang tua harus
memberikan pendidikan terutama penanaman ketauhidan kepada putra
putrinya.
Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya
berada dalam kekuasaan Allah SWT, hanya ada satu tuhan karena jika ada
tuhan yang lain selain Allah maka niscaya alam semesta akan hancur
lebur.
لو كان فيهما الهة الا الله لفسدتا …(سورة الانبياء :22)
Artinya : Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.
Sehingga jin dan manusia diciptakan Allah hanyalah untuk mengabdi,
menyembah serta menghambakan dirinya secara penuh sebagai hamba-Nya.
وما خلقت الجن والانس الاليعبدون (سورة الذاريات :56)
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Allah yang Maha Pengampun akan mengampuni dosa apapun yang dilakukan
hamba-Nya selama ia bertobat, namun Allah tidak akan memberikan
pengampunan terhadap siapa saja yang telah menduakan-Nya, menyamakan-Nya
dengan yang lain sampai-sampai Allah memberikan ultimatum ini sebanyak
dua kali dengan redaksi yang hampir sama yakni dalam surat an Nisa ayat
48 dan 116.
ان الله لايغفر ان يشرك به ويغفر مادون ذلك لمن يشاء…
(سورة النساء : 116 و48)
Perbuatan syririk atau lawan dari tauhid berarti menzolimi diri sendiri,
serta Allah mengharamkan pelakunya untuk menikmati surga karena tempat
bagi siapa saja pelakunya adalah neraka jahanam (QS. al Ma’idah : 72).
…انه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة ومأو النار (سورة الما ئدة :72)
Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh Tim IAIN Syarif
hidayatullah terbagi menjadi dua yakni : tauhid Rububiyah dan tauhid
Ubudiyah. Sedangkan menurut Isma’il Raji Al Faruqi tauhid terdiri dari
tiga kriteria yang talazum, yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan
Tauhid Al Hakimiyah. Ruang lingkup aqidah oleh Drs. Yunahar Ilyas, Lc.
yang meminjam sistematika Hasan al Banna membagi ruang lingkup tauhid
menjadi 4 bagian yakni Ilahiyat, Nubuwat, Ruhaniyat, dan Sam’iyyat .
Semua aktivitas alam semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dan
kekuasaan Allah sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan siapapun
untuk mengurus alam ini, mengakui bahwa Dialah Rabb yang Esa, tunggal
tidak ada Rabb selain Dia inilah yang disebut sebagai tauhid rububiyah.
Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa Allah
satu-satunya pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut harus sejalan
dengan semua aktivitas seorang hamba, keyakinan tersebut harus
diwujudkan melalui ibadah, amal sholeh yang langsung ditujukan kepada
Allah SWT tanpa perantara serta hanya untuk Dialah segala bentuk
penyembahan dan pengabdian, ketaatan tanpa yang hanya tertuju
kepada-Nya syarat, inilah tauhid ubudiyah.
Tauhid Uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid ialah bahwa yang
berhak dijadikan tempat khudhu’ atau ketundukan dalam beribadah serta
ketaatan hanyalah Allah SWT yang berhak dipatuhi secara mutlak oleh
hambanya bukan hamba yang berlagak sebagai “raja”. Dijelaskan pula
bahwa Tauhid Al Hakimiyah ialah hanya Allah-lah yang berhak membuat
ketentuan, peraturan, dan hukum.Meskipun mungkin konsep ini sudah
terkandung dalam pengertian Uluhiyah namun ulama kontemporer tetap
memisahkannya dengan tujuan menonjolkan kehakimiyahan Allah SWT.
Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu
ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya
akan hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Pendidikan ketauhidan
perlu ditanamkan sejak dini. Awal kehidupan serta lingkungan pertama dan
utama yang dikenal anak adalah keluarga.
Keluarga dapat disebut sebagai unit dasar serta unsur yang fundamental
dalam masyarakat, karena dengan keluarga kekuatan-kekuatan yang tersusun
dalam komunitas sosial dirancang di dalamnya. Nabi Muhammad SAW
memandang keluarga sebagai struktur yang tak tertandingi dalam
masyarakat, beliau sendiri memberikan contoh teladan dalam masalah ini,
serta menganjurkan umatnya untuk mengikuti dan melestarikan tradisi
mulia dan agung ini, disamping itu sebuah perkawinan dan pembentukan
keluarga sebagai salah satu prinsip moral yang paling penting dalam
pandangan Islam.
Pemilihan pasangan hidup atas dasar cinta serta keikhlasan, sehingga
pernikahan dilandasi rasa kerelaan dari kedua pasangan dalam rangka
mencari ridho Allah dengan mengikuti sunnah. Awal pernikahan yang
demikian dapat membentuk keluarga yang sakinah, karena kedua pasangan
menjadikan agama sebagai landasan untuk saling mengikat diri dalam tali
pernikahan yang resmi secara agama dan undang-undang yang berlaku.
Memelihara kelangsungan keturunan ( hifzh an-nasl) merupakan salah satu
syari’at Islam yang hanya dapat diwujudkan melalui pernikahan yang syah
menurut agama serta undang-undang, keluarga yang diliputi rasa cinta
kasih (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) kedua pasangan.Demikainlah
janji Allah sebagai salah satu kekuasaan-Nya menciptakan pasangan
(laki-laki dan perempuan) dari jenis yang sama agar masing-masing dapat
berkomunikasi agar tercipta ketenteraman, serta Dia jadikan kasih sayang
di antara kita.
ومن ايته ان خلق لكم من انفسكم ازواجا لتسكنوا اليها وجعل بينكم مودة
ورحمة …(سورة الروم : 21)
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
mersa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih dan
sayang.
Keluarga dalam bentuk yang paling umum dan sederhana terdiri dari
ayah, ibu dan anak (keluarga batih).Ayah dan Ibu, keduanya merupakan
komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, terutama ketika masih
kecil.Secara biologis dan psikologis ayah dan ibu merupakan pendidik
pertama dan yang utama bagi anak dalam lingkungan keluarga.
Anak bagi keluarga merupakan anugrah yang diberikan Allah SWT yang
memiliki dua potensi yakni baik dan buruk. Hal tersebut tergantung
bagaimana pendidikan yang diberikan oleh kedua orng tuanya. Orang tua
memiliki peran yang tidak dapat diremehkan bagi masa depan anak. Anak,
memiliki fitrah yang dibawanya, tergantung bagaimana perkembangannya
yang banyak tergantung kepada usaha pendidikan dan bimbingan yang
dilakukan kedua orang tuanya. Oleh karena itu diharapkan orang tua
menyadari kewajiban serta tanggung jawabnya terhadap anak-anaknya. Dalam
sebuah hadits dikatakan bahwa semua anak dilahirkan dalam keadaan suci,
maka kedua orang tuanyalah yang membuat anak menjadi Yahudi, Nasrani
atau Majusi (HR. Bukhari).
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)
Prinsip-prinsip pendidikan Lukman Al Hakim merupakan salah satu teori
yang sangat diperlukan bagi orang tua dalam interaksi edukatif dalam
keluarga.Peranan orang tua sebagai pendidik merupakan kemampuan penting
dalam satuan pendidikan kehidupan keluarga (family life education).
Karakteristik pendidik yang dicontohkan Lukmanul Hakim di antaranya
adalah bertauhid dan bertakwa kepada Allah SWT. Tauhid merupakan isi
pokok yang harus dikuasai oleh orang tua, sebagai teladan dalam keluarga
orang tua harus mengamalkannya sebelum ia sampaikan kepada
anak-anaknya. Dalam interaksi edukatif orang tua dan anak memiliki
peranan masing-masing yang saling mendukung interaksi edukatif tersebut.
واذ قال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لاتشرك بالله ان الشرك لظلم عظيم
(سورة لقمن :13)
Allah juga berfirman :
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعفا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا
قولا سديدا ( النساء:9)
Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah,yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar.
Melahirkan keturunan yang berkualitas serta shalih dan shalihah
merupakan tujuan hidup dalm berkeluarga bagi seorang muslim.Agar tujuan
tersebut tercapai anak harus didik secara baik dan benar, karena anak
yang sehat fisiknya dan psikisnya merupakan dambaan dan kebanggaan bagi
setiap orang tua atau keluarga. Anak juga merupakan rahmat Allah yang
bernilai tinggi serta memiliki manfaat yang sangat besar di dunia dan
akhirat. Anak juga sebagai amanat Allah yang harus disyukuri dan Allah
akan meminta pertanggungjawaban kelak di hari kiamat kepada para orang
tuanya.
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga. Anak akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan selama ia masih hidup.Anak dalam skripsi
ini adalah anak yang berusia 0-12 tahun oleh Zakiah Daradjat masa ini
disebut masa anak. Perkembangan agamanya akan sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya.
Perkembangan agama pada anak ada tiga tahap yakni :
1. Tingkat dongeng yakni ketika anak berusia 3-6 tahun.
2. Masa kenyataan yakni ketika anak memasuki sekolah dasar. Anak sudah
dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis, ia akan senang dan tertarik
pada lembaga agama yang mereka lihat dikelola oleh rang dewasa. Segala
tindakan (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh
minat.
3. Tingkat Individu. Seiring dengan perkembangan usianya, anak telah
memiliki kepekaan emosi yang tinggi. Tahap ini dibagi menjadi tiga :
a. Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sedkit fantasi.
b. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni, meskipun anak sering menggunakan pandangan dan argumen yang ia ketahui.
c. Konsep ke-Tuhanan humanistik. Agama telah menajadi etos humanis dalam
diri anak. Hal ini disebabkan bertambahnya usia dan pengaruh luar dari
lingkungannya.
Seharusnya agama masuk ke dalam pribadi anak sejak dini, yakni sejak
anak dilahirkan. Ia mengenal Tuhan melalui orang tuanya. Perkembangan
agama anak sangat dipengaruhi oleh kata-kata, sikap, tindakan, dan
perbuatan orang tuanya. Apa saja yang dikatakan orang tua akan diterima
anak, meskipun belum mempunyai kemampuan memikirkan kata-kata dan
informasi yang ia terima. Orang tua bagi anak adalah benar, berkuasa,
pandai, dan menentukan. Oleh sebab itu hubungan antara orang tua dan
anak mempunyai pengaruh signifikan bagi perkembangan agama anak.
Tauhid akan membuat jiwa tenteram, dan menyelamatkan manusia dari
kesesatan dan kemusyrikan. Selain itu, tauhid juga berpengaruh untuk
membentuk sikap dan perilaku anak. Jika tauhid tertanam dengan kuat, ia
akan menjadi sebuah kekuatan batin yang tangguh. Sehingga melahirkan
sikap positif. Optimisme akan lahir menyingkirkan rasa kekhawatiran dan
ketakutan kepada selain Allah. Sikap yang positif dan perilaku positif
akan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Rasul bersabda :
قال صلى الله عليه وسلم : اجتنبوا السبع الموبقات, قيل يارسول الله
وما هن ؟. قال : الشرك بالله…( متفق عليه )
Artinya : Rasulullah SAW bersabda :” Jauhilah olehmu tujuh dosa-dosa
besar!”, Dikatakan, wahai Rasulullah apa sajakah dosa-dosa besar itu ?,
Rasul menjawab :”Syirik kepada Allah…” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadits di atas menjelaskan bahwa ada tujuh dosa besar yang sangat
berbahaya. Syirik adalah salah satunya. Ada beberapa hal yang berkaitan
dengan syirik antara lain :
1). Syirik merupakan salah satu hal yang dapat membinasakan manusia karena :
a). Syirik dapat menghancurkan ketauhidan dan keimanan.
b). Syirik menjerumuskan seseorang ke neraka.
2). Syirik berada pada urutan pertama pada hadits di atas karena :
a). Syirik merupakan masalah serius bagi seluruh kaum muslimin sehingga memerlukan perhatian serta tindakan nyata.
b). Dosa syirik tidak akan akan mendapat ampunan Allah SWT.
Maka pengertian pendidikan tauhid dalam keluarga adalah usaha-usaha
pendidikan tauhid yang dilakukan oleh para orang tua terhadap
anak-anaknya dengan menyampaikan materi-materi ketauhidan dengan metode
kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan pengawasan. Metode
ini disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan juga kemampuan
anak. Sehingga diharapkan anak menjadi seorang muslim sejati dengan
ketauhidan yang utuh, sebagai jalan untuk menjadi hamba Allah yang
bertakwa.
B. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Al-Quranul Karim , Sunnah Nabi Muhammad saw, serta penalaran serta
perenungan yang sehat terhadapnya merupakan asas atau sumber pokok
akidah islamiyah, demikian penjelasan Prof. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud.
Karena membicarakan dasar pendidikan Islam berarti membicarakan dasar syari’at Islam yakni Al Quran dan Sunnah Nabi.
Dasar-dasar pendidikan tauhid dalam keluarga dalam Al Quran antara lain :
1. Surat At Tahrim ayat 6 :
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (سورة التحريم :6)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”.
2. Surat Luqman ayat 13 :
واذ قال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لاتشرك بالله ان الشرك لظلم عظيم
(سورة لقمن :13)
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya : “ Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar.
3. Surat Al Baqarah ayat 132-133 :
ووصى بها ابراهيم بنيه ويعقوب يبني ان الله اصطفى لكم الدين فلا تموتن
الا وانتم مسلمون , ام كنتم شهداء اذ حضر يعقوب الموت اذ قال لبنيه
ماتعبدون من بعدي قالوا نعبد الهك واله أبائك ابراهيم واسمعيل واسحق
الها واحدا ونحن له مسلمون (سورة البقرة : 132-133)
Artinya : Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata) :” Hai
anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Adakah kamu hadir
ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada
anak-anaknya : “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”. Mereka menajwab : “
Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il,
dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya.
Sedangkan landasannya dari hadis antara lain sabda Nabi :
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)
Artinya : Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan
menetapi fitroh, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi
Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhori).
Setelah mengetahui dasar pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat kita
lihat bahwa Al Quran dan Al Hadit ternyata memberikan statemen yang
jelas dan tegas tentang pendidikan perlunya pendidikan tauhid dalam
keluarga.
Selanjutnya ialah tentang tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga.
Membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga tidak terlepas dari
tujuan pendidikan Islam karena pendidikan tauhid dalam keluarga bagian
dari pendidikan Islam itu sendiri. Oleh sebab itu sebelum kita
membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga kita perlu
mengetahui tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu.
Tujuan pendidikan Islam akan terlihat jelas jika kita melihat
defenisinya kembali. Tujuan adalah salah satu faktor yang harus ada
dalam setiap kegiatan begitu pun dalam kegiatan pendidikan, termasuk
aktivitas pendidikan Islam.Tentunya tujuan tersebut terwujud setelah
seseorang mengalami proses pendidikan Islam secara keseluruhan.
Sayid Sabiq, menurutnya tujuan pendidikan Islam ialah untuk menyiapkan
manusia yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk
masyarakat. Sedangkan Muhammad Athiyah Al Abrosyi memiliki konsep yang
berbeda yakni mempersiapkan individu agar dapat hidup dalam kehidupan
yang sempurna sebagai sosok yang berkepribadian “al-fadhilah” atau
“insan kamil”.An war jundi, memiliki bahasa konsep yang lain, menurutnya
tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berpribadi
muslim.
Prof.Dr. H.M. Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam bidang keimanan ialah :
1. Agar memiliki keimanan yang teguh kepada Allah, Rasul-rasul, Malaikat, hari akhir, dan lain sebagainya.
2. Agar memiliki keimanan berdasarkan kepada kesadaran dan ilmu
pengetahuan, bukan sebagai “pengikut buta” atau taklid semata-mata.
3. Agar keimanan itu tidak mudah rusak apalagi diragukan oleh orang-orang yang beriman.
Menurut Al Ghazali tujuan pendidikan keimanan adalah agar anak didik
menjadikan akhirat sebagai orientasi utama dalam hidupnya. Melatih diri
untuk mendekatkan diri (bertakarrub) kepada Allah, membentuk kepribadian
yang sempurna dengan bimbingan taufik serta nur ilahi agar terbuka
jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan tujuan pendidikan keimanan adalah agar
anak mempunyai tanggungjawab, jujur, jiwa kemanusiaan yang tinggi,
berakhlak mulia, dan membebaskan diri dari sifat-sifat kebinatangan.
Menurut M. Saleh tujuan pendidikan ketauhidan adalah :
1. Menanamkan rasa cinta kepada Allah.
2. Bersyukur kepada Allah.
3. Mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah.
4. Mencintai para Rasul-Nya.
5. Meyakini hal-hal gaib.
Abdurrahman An-Nahlawi merumuskan tujuan pendidikan ketauhidan agar :
1. Ikhlas beribadah kepada Allah.
2. Mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
3. Menjauhi yang dilarang Allah, seperti syirik dan segala hal yang
dapat mengalihkan ketauhidan dan mengaburkan tujuan pendidikan.
Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam skripsi ini bertujuan :
1. Agar menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan dalam dirinya sendiri.
2. Pembentukan sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
3. Agar anak mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
4. Mengarahkan perkembangan keagamaan anak.
5. Agar anak selalu berpikirdan berperilaku positif
C. Fungsi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Fungsi merupakan bentuk operasional dari sebuah tujuan, sehingga kita
dapat melihat fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga dengan
menganalisis tujuan dari pendidikan tauhid dalam keluarga. Yusron Asmuni
menyebutkan bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga adalah berfungsi
untuk :
1. Memberikan ketentraman dalam hati anak.
2. Menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
3. Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadi falsafah dalam kehidupannya.
Dari penjelasan yang diuraikan oleh Abdurrahman An-Nahlawi, dapat
dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga memiliki beberapa fungsi
agar :
1. Anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
2. Anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
3. Anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak menerima pendidikan tauhid.
Dengan menanamkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam
perlindungan dan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Sehingga dengan proses
yang panjang anak akan selalu mengingat Allah SWT. Allah berfirman :
…ألا بذكر الله تطمئن القلوب (الرعد : 28)
Artinya : “… Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.
Pendidikan tauhid dalam keluarga juga membuat anak mampu memiliki
keimanan berdasarkan kepada pengetahuan yang benar, sehingga anak tidak
hanya mengikuti saja atau “taklid buta”. Dengan mengajarkan ketauhidan
yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, maka ketauhidan yang
terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu pengetahuan yang
berdasarkan kepada argumen-argumen dan bukti-bukti yang benar, serta
dapat dipertanggungjawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu
semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan
sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya diucapkan,
kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku seorang
muslim. Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang
anak akan melahirkan perilaku yang positif baik ketika sendirian maupun
ada orang lain, karena ada atau tidak ada yang melihat, anak yang
memiliki ketuhidan yang benar akan merasakan bahwa dirinya selalu berada
dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga amal dan perilaku
positif yang dilakukan benar-benar karena mencari ridho Allah SWT.
Akhirnya, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga
sangatlah penting dan harus segera dilakukan oleh para orang tua, karena
fungsinya yang sangat besar dalam membentuk pribadi muslim yang benar,
dan bertakwa kepada Allah SWT, yang dihiasai dengan akhlak dan perilaku
positif, sehingga anak-anak yang bertauhid juga akan melakukan hal-hal
yang positif. Hal-hal yang dapat bermanfaat baik untuk dirinya,
keluarganya, masyarakatnya, agamanya, bahkan dunia. Aktivitas yang
timbul dari anak yang bertauhid hanyalah mencari ridho Allah SWT, bukan
mencari sesuatu yang bersifat duniawi.
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
A. Materi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga
Menurut ulama salafiyah, pembahasan materi ketauhidan terbagi menjadi
dua bagian yakni tentang tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah. Dari
kedua ketauhidan tersebut melahirkan ketauhidan ketiga yakni tauhid
Ubudiyah. Menurut Abdullah Nashih Ulwan anak harus diajarkan ketauhidan
sejak dini, sejak anak mulai dapat memahami lingkungannya. Ketauhidan
yang dimaksud ialah meliputi dasar-dasar ketauhidan merupakan segala
sesuatu yang ditetapkan dengan jalan berita (khabar) yang diperoleh
secara benar, berupa hakekat ketauhidan, masalah-masalah gaib, beriman
kepada Malaikat, Kitab-kitab samawi, Nabi dan Rasul Allah, sikasa kubur,
surga, neraka, dan seluruh perkara gaib.
Al Ghazali menjelaskan bahwa pembinaan ketauhidan diperlukan 4 hal pokok yakni :
1. Makrifat kepada dzat-Nya.
2. Makrifat kepada sifat-sifat-Nya.
3. Makrifat kepada af’al-Nya.
4. Makrifat kepada syari’at-Nya.
Jika kita menggunakan pengertian yang sama antara ketauhidan, akidah,
dengan keimanan, maka materi ketauhidan sama dengan materi keimanan.
Konsep yang penyusun gunakan ialah konsep Yunahar Ilyas yang membagi
materi ketauhidan menjadi empat, selain beliau juga membagi ruang
lingkup ketauhidan kepada rukun iman, yang memiliki 6 unsur.
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga terbagi menjadi empat yakni
1. Ilahiyat
2. Nubuwat
3. Ruhaniyat
4. Sam’iyyat
Berikut ini adalah penjelasan keempat materi di atas :
1. Ilahiyat
Pembahasan materi ini dibagi menjadi tiga hal yakni :
a. Zat Allah SWT.
Tauhid zat berarti bahwa zat Allah Swt ialah satu, tidak ada sekutu
dalam wujud-Nya, tidak ada kemajemukan, serta tidak ada tuhan lain di
luar Diri-Nya. Bersifat sederhana, tidak terdiri dari bagian-bagian
ataupun organ-organ, intinya Allah adalah satu dan tidak ada sekutu
baginya, demikianlah pandangan para teolog dan filosof tentang tauhid
zat Allah Swt.
Muhammad Taqi Mishbah Yadzi menjelaskan bahwa tauhid zat maerupakan
tauhid tahap terakhir yang hanya mampu dicapai oleh orang-orang yang
arif. Dijelaskannya bahwa pada tahap ini mereka mempercayai bahwa yang
hakiki terbatas pada Allah Swt. Saja. Alam adalah manifestasi dan
cerminan dari Wujud-Nya. Mereka mengatakan bahwa Allah Swt. Adalah Zat
yang bersifat nonmateri (immaterial).
Menurut Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi bahwa kebenaran mutlak (absolut)
tentang Zat Allah tidak memerlukan bukti, namun yang harus dipercaya
adanya Zat-Nya itu mempunyai bekas-bekas, akibat-akibat, gejala-gejala
yang dapat memperkuat bukti kebenaran adanya Zat-Nya itu. Sehingga
adanya Tuhan adanya kebenaran mutlak yag tidak perlu dibuktikan adanya
Zat Tuhan, kehati-hatian ini dilandaskana atas satu hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
تفكروا في خلق الله ولاتفكروا في الله فانكم لن تقدروا قدراه (الحديث )
Artinya : Pikirkanlah tentang ciptaan/makhuk Allah, dan janganlah kamu
memikirkan tentang Allah (zatnya), karena sesungguhnya kamu tidak
sekali-kali akan mampu mencapai-Nya. (Hadis).
Akal manusia tidak akan mampu menjangkau Zat Allah disebabkan oleh
keterbatasannya. Oleh sebab itu kita tidak boleh memikirkan Zat Allah ,
tetapi marilah memikirkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.
b. Nama-nama Allah SWT.
Rasululullah saw. Bersabda :
لله تسعة وتسعون اسما مائة الا واحدا لايحفظها احد الا دخل الجنة,
وهو وتر يحب الوتر.
Artinya : Allah memiliki 99 nama, yakni seratus kurang satu. Tiada
seseorangpun yang menghafalnya (dengan menghayati dan merenungkan
kandungannya) melainkan akan masuk surga. Dan Dia itu ganjil (Maha Esa)
menyukai yang ganjil.
Nama-nama Allah yang sesuai dengan keagungan keluhuran-Nya Ia
gunakan untuk memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk.Selain 99 nama
Allah, juga terdapat nama-nama lain yang tersebut dalam hadis Rasul saw.
Seperti al-Hannan (yang Maha Pengasih), al-Mannan (Yang memberi
nikmat), al-Kafiil ( Yang Maha Pelindung/Penjamin), Dzu ath-Thaul (Yang
Memiliki Keutamaan), Dzu al-Ma’arij (Yang memiliki Jalan-jalan Naik),
Dzu al-Fadhl (Yang Memiliki Karunia), al-Khallaq (Yang Maha
Pencipta).Nama-nama Allah haruslah merujuk kepada Syara’. Dari seluruh
nama-nama itu yang merupakan lambang ketuhanan ialah”Allah”.
c. Sifat-sifat Allah
Menurut para teolog dan filosof, tauhid sifat-sifat Allah berarti kita
menisbatkan sifat-sifat kepada Allah Swt. tak lain adalah Zat-Nya
sendiri. Sifat-sifat itu bukan sesuatu yang ditambahkan atau hal-hal
yang lain dari Diri-Nya. Mereka mengungkapkan bahwa Sifat-Sifat Tuhan
tak lain adalah Zat Allah Swt. itu sendiri, mereka menyebutnya sebagai
“Tauhid dalam sifat”. Karena Allah tidak memiliki sifat-sifat diluar
Diri-Nya.
Sedangkan menurut Sang arif, tauhid sifat merupakan tahap kedua. Pada
tahap ini manusia memandang setiap sifat kesempurnaan pada asalnya
adalah milik Allah Swt., sedangkan sifat kesempurnaan yang ada pada
manusia serta makhluk hanyalah bayangan atau cerminan atau manifestasi
dari Sifat-Sifat Tuhan. Bahwa Sifat-Sifat Allah Swt. bukanlah tambahan
pada Zat-Nya
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi sangat cenderung kepada tauhid yang dimiliki
oleh orang-orang ahli ma’rifat, yang mampu mencapai taraf melihat,
merasakan, mendengar yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang awam,
mereka malakukan riyadah ibadah untuk membersihkan hati serta jiwa
mereka dan benar-benar mendekatkan diri mencari ridho Allah Swt.
Drs. Yunahar, Lc. Menjelaskan bahwa ada dua metode dalam tauhid Nama dan
Sifat-Sifat Allah Swt. Pertama Itsbat, yakni mempercayai bahwa Nama dan
Sifat yang dimiliki Allah merupakan menunjukkan ke-Maha Sempurnaan
Allah Swt.Kedua adalah Nafyu yakni menafikan atau menolak nama serta
sifat yang menunjukkan ketidak sempurnaan Allah Swt.Selanjutnya beliau
menyebutkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan
Nama-Nama dan Sifat Allah Swt. antara lain :
1) Nama-Nama Allah hanyalah yang disebutkan di dalam Al-Quran dan
Sunnah. Oleh sebab itu tidak boleh memberi nama kepada Allah yang tidak
disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah.
2) Allah tidak bisa disamakan, atau mirip Zat-Nya, sifat-sifat serta perbuatan-Nya dengan makhluk.
3) Percaya Nama dan Sifat Allah Swt. haruslah apa adanya tanpa menanyakan atau mempertanyakannya.
4) Selain nama dan sifat-sifat Allah ada istilah ”ismul-lah al-a’zham” yakni nama-nama Allah Swt. yang dirangkai di dalam do’a.
Sifat wajib dan mustahil bagi Allah Swt ada dua puluh sifat yakni :
1) al Wujud artinya ada, sedangkan yang mustahil bagi Allah adalah al ‘Adam yang artinya tdak ada.
2) al Qidam artinya yang tidak ada awal bagi wujud-Nya, lawannya adalah al-Huduts artinya yang ada awalnya.
3) al Baqa artinya kekal atau tidak ada akhir akan wujud-Nya, sedangkan mustahuil Allah bersifat al Fana artinya tidak kekal.
4) Tidak akan pernah sama dengan makhluk maksudnya Allah berbeda dengan
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Sedangkan Allah mustahil
bersifat menyerupai atau sama dengan makhluk.
5) Berdiri sendiri, maksudnya Allah Swt. Maha kaya dan tidak memerlukan
bantuan siapapun, oleh sebab itu membutuhkan kepada sesuatu makhluk
adalah kemustahilan bagi Allah.
6) Esa, maksudnya Allah itu satu, tunggal dan mustahil bagi Allah Berbilang, lebih dari satu.
7) Maha Kuasa, Allah mustahil memiliki sifat lemah.
Maha Berkehedak, mustahil Allah bersifat terpaksa.
9) Maha Berilmu, mustahil bagi Allah memiliki sifat bodoh.
10) Maha Hidup, Allah mustahil mati.
11) Maha Mendengar, sehingga mustahil Allah bersifat tuli.
12) Maha Melihat, Allah mustahil bersifat buta.
13) Maha berbicara, mustahil Allah bersifat bisu.
14)Yang Maha Kuasa, mustahil Allah bersifat yang keadaan-Nya lemah.
15)Yang Maha Berkehendak, Allah mustahil keadaan-Nya terpaksa.
16)Yang Maha Berilmu, mustahil Allah dalam keadaan bodoh.
17)Yang Maha Hidup, Allah mustahil keadaan-Nya mati.
18)Yang Maha Mendengar, mustahil keadaan Allah itu tuli.
19)Yang Maha Melihat, sehingga mustahil Allah dalam keadaan buta.
20)Yang Maha Berkata-kata, mustahil Allah dalam keadaan bisu.
Sedangkan sifat jaiz bagi Allah, kita dapat menggunakan penjelasan
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi ketika menjelaskan hubungan antara kemampuan
dan kehendak Allah Swt. karena sifat Jaiznya Allah berhubungan dengan
dua hal tersebut.Jika kita mengatakan Allah dapat melakukan segala
sesuatu, yang kita maksudkan jika Allah menghendakinya, Dia akan
melakukannya, dan jika tidak , Dia tidak akan melakukannya, dan
kemampuannya tidak akan berkurang karenanya. Sebagai contoh ketika Anda
memilih berbicara atau tetap diam pada suatu saat, maksudnya anda
memiliki kemampuan untuk melakukan keduanya. Jika ingin berbicara maka
Anda akan berbicara, dan ketika Anda tidak ingin berbicara maka Anda
akan diam. Jadi kekuatan Anda meliputi keduanya. Manakah yang Anda
pilih?.Jadi kekuatan atau kemampuannya lebih luas dari kehendak Anda.,
karena kemampuan meliputi aksi maupun non aksi, sementara kehendak hanya
meluiputi salah satu dari keduanya.
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi melanjutkan pembagian tauhid kepada tauhid
perbuatan. Bagi para teolog dan filosof tauhid perbuatan berarati dalam
melakukan perbuatan-perbuatan-Nya Allah tidak memerlukann bantuan
siapapun. Jika perbuatan tersebut membutuhkan sarana, Dia menciptakan
dan menggunakan sarana tersebut. Hal ini berbeda dengan Allah
membutuhkan orang lain di luar Diri-Nya dalam melaksanakan
perbuatan-perbuatan-Nya.
Para kaum arif memiliki konsep yang berbeda dengan para teolog dan
filosof. Bagi para teolog dan filosof secara berurutan terlebih dahulu
harus memulai tauhid pada Zat Allah, selanjutnya sifat-sifat, terakhir
ialah tauhid perbuatan. Namun para kaum arif memulainya dengan tauhid
perbuatan, lalu tahap kedua tauhid sifat dan tahap terakhir adalah
tauhid Zat. Tauhid perbuatan berarti bahwa, setiap perbuatan yang ada
adalah perbuatan Allah, yang lain hanyalah alat-alat dan sarana-sarana,
inilah yang dilihat oleh orang-orang yang telah menyucikan jiwanya,
yakni para kaum arif.
2. Nubuwat
Nabi menurut bahasa berasal dari bahasa Arab na-ba bermakna yang
ditinggikan, atau dari kata na-ba-a yang berarti berita. Jadi Nabi
adalah seseorang yang derajatnya ditinggikan Allah Swt. dengan
memberikan berita atau wahyu kepadanya.Sedangkan Rasul dari kata
ar-sa-la berarti mengutus, namun setelah dijadikan kata Rasul artinya
berubah menjadi yang diutus. Maka Rasul adalah orang yang diutus Allah
Swt. untuk menyampaikan misi pesan (ar-risalah).Perbedaan antara Nabi
dan Rasul adalah ada tidaknya kewajiban untuk menyampaikan misi atau
risalahnya kepada orang lain.Jika tidak ada kewajiban untuk menyampaikan
maka disebut Nabi dan jika ada kewajiban untuk menyampaikan risalah
yang diterima dari Allah kepada orang lain (umat) ia disebut Rasul.
Jumlah Nabi dan Rasul tidak dapat diketahui secara pasti, Namun yang
wajib diketahui ada 25 orang yang disebutkan di dalam Al Quran yalni 18
orang disebutkan dalam surat Al- An’am ayat 83-86 dan 7 orang lagi di
sebutkan dalam ayat-ayat yang terpisah yakni :
a. Nabi Hud as. dalam surat Hud ayat 50;
b. Nabi Soleh as. dalam surat Hud ayat 61;
c. Nabi Syu’aib as. dalam surat Hud ayat 84;
d. Nabi Adam as. dalam surat Ali ‘Imran ayat 33;
e. Nabi Idris as. Dan Nabi Zulkifli as. dalam surat Al-Anbiya’ ayat 85;
f. Dan Nabi Muhammad saw. Dalam surat Al-Fath ayat 29.
Jika nama-nama Nabi dan Rasul diurutkan secara kronologis adalah sebagai berikut :
a. Adam as.
b. Idris as.
c. Nuh as.
d. Hud as.
e. Shaleh as.
f. Ibrahim as.
g. Isma’il as.
h. Ishaq as.
i. Ya’qub as.
j. Yusuf as.
k. Luth as.
l. Ayyub as.
m. Syu’aib as.
n. Musa as.
o. Harun as.
p. Zulkifli as.
q. Daud as.
r. Sulaiman as.
s. Ilyas as.
t. Ilyasa as.
u. Yunus as.
v. Zakaria as.
w. Yahya as.
x. Isa as.
y. Muhammad SAW.
Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al Quran pun tidak seluruhnya
diceritakan secara mendetail, karena Allah Swt. sendiri berfirman :
ولقد ارسلنا رسلا من قبلك منهم من قصصنا عليك ومنهم من لم نقصص
عليك… (المؤمن 78)
Artinya : Dan sesungguhnya kami telah kami utus beberapa rasul sebelum
kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu, dan di antara
mereka ada (pula) yang tidak kami ceritakan kepadamu.
Di antara nabi dan rasul-rasul di atas ada 5 orang yang disebut
dengan “ulul azmi” yakni Nabi Muhammad saw., Nabi Ibrahim as., Nabi Musa
as., Nabi Isa as., dan Nabi Nuh as.
Allah berfirman :
واذ اخذنا من النبين ميثقهم ومنك ومن نوح وابرهيم وموسى وعيسىابن مريم
واخذنا منهم ميثقا غليظا (الحزاب : 7)
Artinya : Dan (ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari
nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa
putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh
(QS. Al-Ahzab : 7).
Disebut dengan ulul azmi karena kesabaran mereka dalam mengemban
kewajiban untuk menyampaikan risalah Allah Swt. kepada umatnya.Demikian
keterangan Syeikh Muhammad Nawawi dalam kitabnya Fathu al Majid.
Firman Allah :
فاصبر كما صبر اولوا العزم من الرسل… (ِالاحقاف : 35)
Artinya : Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul.
Allah memberikan para nabi dan rasul mukjizat atau kejadian luar biasa
untuk membuktikan kebenaran risalah yang mereka bawa. Namun ada empat
orang Nabi yang juga menerima kitab dari dari Allah yakni : kitab
Taurat untuk nabi Musa as., Zabur untuk nabi Daud as., Injil untuk nabi
Isa as. dan Al quran kepada Nabi Muhammad saw sebagai penutup para nabi
dan rasul.
Sebagai contoh Nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api, tongkat Nabi
Musa yang bisa berubah menjadi ular dan dapat pula membelah lautan, Nabi
Isa yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, namun Nabi Muhammad
selain dibekali dengan mukjizat hissiyah (inderawi) juga dibekali dengan
mukjizat abadi yakni Al Quran. Semua mukjizat yang ditunjukkan para
nabi merupakan pertolongan Allah sebagai bukti kenabian serta menolong
mereka dari situasi-situasi tertentu yang mereka alami.
Berikut ini adalah beberapa keistimewaan atau mukjizat beberapa nabi :
Nama Nabi Mukjizat Sumber
Muhammad saw. Al Quran sebagai mukjizat terbesar yang akan abadi sepanjang zaman.
Mengeluarkan air dari sela-sela jarinya QS. Al Hijr ayat 9.
Isa as. Menghidupkan orang mati;
Membuat burung dari segumpal tanah liat
Menyembuhkan orang buta sejak lahir; mengetahui apa yang dimakan dan
disimpan oleh orang lain; dan lain sebagainya. Salah satu sumbernya
dapat dibaca di surat Ali ‘Imran ayat 49
Ibrahim as. Tidak mati dibakar api Surat al Anbiya’ ayat 68-69
Daud as. Membuat baju besi untuk perang. Surat al Anbiya’ ayat 80.
Sulaiman as. Menguasai angin, jin, dan dapat berbicara dengan binatang.
Surat al Anbiya’ ayat 82, juga dalam surat an Naml ayat 17.
Yunus as. Di dalam perut ikan paus Surat al Anbiya’ ayat 87.
Nuh as. Membuat bahtera raksasa Surat Hud ayat 37-41
Shaleh as. Membuat unta betina dari ukiran batu gunung. Surat Hud ayat 63-64
Yusuf as. Menafsirkan mimpi Surat Yusuf ayat 36-41, 43-49
Musa as. Tongkatnya berubah menjadi ular dan dapat membelah lautan,
tangannya dapat bercahaya seperti mentari.,. Surat al A’raf ayat
106-108, dan ada juga dalam surat Thaha ayat 19-22.
Para nabi dan rasul ini diutus untuk kaum dan bangsa masing-masing
seperti Nabi Hud as. dikirim untuk kaum ‘Ad, Nabi Sholeh kepada kaum
Tsamud, Nabi Syu’aib kepada kaum Madyan. Namun Nabi Muhammad diutus
untuk seluruh umat tidak hanya untuk kaum Arab saja di mana Nabi
Muhammad Lahir dan dibesarkan.Hal ini ditunjukkan dengan firman Allah
Swt.
ماكان محمد ابا احد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبين وكان الله
بكل شيء عليما( الاحزاب : 40)
Artinya : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki
di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi. Dan
adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sebagai seorang manusia pilihan Allah Swt. tentulah harus memiliki
sifat-sifat yang mendukung agar terlaksananya tugas kenabian dan
kerasulan. Sehingga nabi dan rasul pun memiliki sifat yang harus ada
dalam dirinya (sifat wajib), serta sifat yang tidak mungkin dimiliki
(sifat mustahil), dan sifat yang boleh dimiliki nya (sifat jaiz).
Seseorang yang akan membawa risalah untuk masyarakat yang membutuhkan
bimbingan karena kehidupan mereka sudah sangat jauh menyimpang dari
fitrah kemanusiaan memerlukan prasyarat kepribadian, oleh Abu Bakar
Al-Jazairy sebagaimana dikutip Yunahar Ilyas disebut “Muahalat An
Nubuwah”, yakni ada tiga hal inti :
a. Al-Mitsaliyah atau keteladanan, sehingga Allah akan mempersiapkan
hamba-Nya yang akan ia jadikan pembawa risalah sejak kecil, kehidupan
calon Nabi akan selalu dipelihara dan dijaga oleh Robbul ‘Izzati.
b. Syaraf An-Nasab yakni berasal dari keturunan yang mulia. Mulia
maksudnya memiliki akhlak dan perilaku yang baik, serta dihormati oleh
kaumnya.
c. ‘Amil Az-Zaman maksudnya dibutuhkan oleh zaman, bahwa kehadirannya
memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang menyimpang agar kembali
kepada fitrah penciptaannya.
Sifat yang wajib bagi rasul ada empat :
a. As-Shidqu. Yakni berkata benar dalam keadaan bagaimanapun.
b. Al-Amanah, Seorang rasul akan selalu menjaga dan melaksanakan amanah yang telah ia terima, kapan dan di manapun.
c. At-Tabligh, risalah aatau wahyu yang disampaikan Allah pasti akan disampaikan tanpa ada yang disembunyikan.
d. Al-Fathanah, rasul adalah seseorang yang dapat menyelesaikan masalah
yang paling sulit tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran,
karena memiliki kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih, penuh
kearifan, dan kebijaksanaan.
Sifat mustahil bagi rasul juga ada empat :
a. al-Kadzib artinya berdusta.
b. al-Khianat artinya khianat atau mengingkari.
c. al-Kitman maksudnya menyembunyikan risalah Allah Swt.
d. al-Baladah artinya bodoh atau dungu.
Sifat-sifat mustahil merupakan sifat-sifat yang tidak mungkin ada dalam
diri seorang nabi atau rasul, karena jika ada tugas kenabian tidak
mungkin dapat dilaksanakan.
Nabi dan rasul adalah manusia biasa, tentu juga memiliki fitrah seorang
manusia. Oleh sebab itu boleh ada dalam diri nabi dan rasul sifat-sifat
kemanusiaan yang sifat-sifat tersebut tidak akan mengurangi derajatnya
yang tinggi, yakni sebagai utusan Allah Yang Maha Tinggi. Seperti makan,
minum, ingin menikah adalah sifat-sifat fitrah seorang manusia yang
tidak akan mengurangi derajat kemanusiaan, inilah yang dimaksud sifat
Jaiz bagi rasul.
Beriman kepada seluruh rasul wajib bagi seorang muslim, baik rasul yang
disebutkan (dalam Al Quran dan Sunnah) kisahnya maupun tidak. Semua
rasul membawa satu risalah yakni Tauhid, “Tidak ada Tuhan yang disembah
kecuali Allah Swt.”. Muslim sejati harus mengimani pula bahwa Nabi
Muhammad saw. Adalah nabi terakhir. Tidak ada lagi nabi setelah Muhammad
saw. Walaupun mempercayai seluruh nabi tanpa terkecuali, namun syari’at
yang wajib diikuti adalah syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.,
karena syari’at nabi-nabi terdahulu hanyalah untuk umat mereka
masing-masing, kecuali yang disyaria’tkan kembali oleh Muhammad saw.
Syari’at Nabi Muhammad saw. adalah untuk seluruh umat manusia sampai
hari kiamat nanti. Rasul bersabda :
لايؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده والناس اجمعين (متفق عليه )
Artinya : Tidak beriman salah seorang di antara kamu sebelum aku
(Muhammad) lebih dia cintai dari pada orang tuanya, anak-anaknya serta
manusia lain keseluruhannya (Hadits Muttafaqun’ alaihi).
Mencintai hanya dapat dilakukan ketika seseorang sudah kenal dengan baik orang yang akan ia cintai. Allah juga berfirman :
قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفرلكم ذنوبكم
والله غفور رحيم (ال عمران : 31)
Artinya : Katakanlah :” Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mengikuti Nabi salah satu caranya dapat diketahui dengan belajar tentang
Nabi siapa Nabi Muhammad saw. pribadinya, keluarganya, perjuangannya
sampai kepada syari’at yang dibawanya. Membaca adalah salah cara untuk
membuka wawasan dan ilmu pengetahuan tentang Nabi Muhammad saw., tentang
agama Islam. Sehingga dalam skripsi yang singkat ini penyusun memang
tidak akan menuliskan tentang sejarah Nabi Muhammad, meskipun itu
termasuk kedalam materi dalam skripsi ini, karena lebih banyak buku
tentang nabi Muhammad saw. yang lebih layak dan valid, dibandingkan jika
dimasukkan ke dalam salah satu unsur skripsi yang pendek dan singkat
ini.
3. Ruhaniyat.
Pada masalah ruhaniyat ini yang menjadi materi pendidikan tauhid dalam
keluarga ialah malaikat, Jin, Iblis dan syaitan, serta ruh. Agar sejak
dini anak mempercayai adanya makhluk lain yang harus diyakini
keberadaanya, namun hanya sebatas percaya akan adanya, tanpa perlu ada
rasa takut dan khawatir, karena hanya Allah yang mampu mendatangkan
kemanfaatan dan kemudaratan.
Makhluk secara garis besar dibagi dua yakni : pertama ghaib (al-ghaib)
yakni yang tidak bisa dijangkau oleh salah satu pancaindera manusia.
Kedua nyata (as-syahadah) yakni makhluk yang dapat dijangkau oleh salah
satu pancaindera manusia. Mempercayai keberadaan makhluk ghaib dapat
ditempuh dengan dua cara. Pertama melalui informasi yang disampaikan Al
quran dan Sunnah.Kedua melalui bukti-bukti nyata yang ada di alam
semesta.
a. Malaikat
Malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan-Nya dari cahaya yang
memiliki wujud dan sifat-sifat tertentu.Tidak ada penjelasan kapan
malaikat diciptakan, tapi yag pasti ia diciptakan sebelum diciptakannya
manusia pertama yakni Nabi Adam as.Hal ini dibuktikan dengan firman
Allah :
واذ قال ربك للملئكة اني جاعل في الارض خليفة… (البقرة : 30)
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :”
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Malaikat merupakan makhluk ciptaan Allah yang tidak memiliki nafsu. Oleh
sebab itu mereka tidak makan, minum, menikah, serta keinginan-keinginan
lain seperti yang dimiliki manusia. Mereka juga bukan laki-laki, bukan
perempuan dan bukan pula banci. Malaikat adalah salah satu makhluk ghaib
karena ia tidak dapat dijangkau oleh salah satu pancaindera manusia,
kecuali malaikat tersebut menampilkan diri dalam bentuk tertentu,
seperti bentuk manusia.
Contohnya ialah ketika salah satu malaikat diutus Allah untuk menjumpai
hamba Allah yang bernama Maryam, malaikat tersebut menyerupai bentuk
seorang manusia (QS. Maryam 17).
فاتخذ ت من دونهم حجابا فأرسلنا اليها روحنا فتمثل لها بشرا سويا
(سورة مريم :17)
Artinya : Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginua) dari mereka,
lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya
(dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Malaikat jumlahnya sangat banyak, namun tidak bisa diperkirakan
karena tidak ada disebutkan dalam Al Quran dan Sunnah. Mereka memiliki
perbedaan tingkatan, tugas, pangkat dan kedudukan. Ada yang memiliki
sayap dua, tiga dan empat sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat al
Fathir ayat 1.
…جاعل الملئكة رسلا اولي اجنحة مثنى وثلث وربع…(سورة فاطر : 1)
Artinya : …Yang menjadi malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus
berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang)
dua, tiga dan empat.
kita tidak perlu mengkaji lebih jauh tentang wujud malaikat, karena ia
adalah makhluk immaterial, hanya Allah-lah yang mengetahui hakekatnya.
Hanya ada sepuluh malaikat yang nama dan tugasnya didapatkan dalam Al Quran dan Sunnah , mereka adalah :
1) Malaikat Jibril, disebut juga Ruh Al-Qudus, Ar-Ruh Al-Amin, dan
An-Namus. Tugasnya adalah menyampaikan wahyu kepada para nabi dan rasul.
2) Malaikat Mikail tugasnya adalah melepaskan angin, menurunkan hujan,
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan
alam.
3) Malaikat Israfil, meniup terompet di hari kiamat dan hari berbangkit adalah tugasnya.
4) Malaikat Maut, mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup merupakan tugasnya.
5) Malaikat Raqib;
6) Malaikat Atid, tugasnya sama dengan malaikat Raqib yakni mencatat amal perbuatan manusia.
7) Malaikat Ridwan, memimpin para malaikat pelayan surga dan juga bertugas menjaga surga.
Malaikat Munkar;
9) Malaikat nakir, bersama-sama malaikat Munkar tugasnya adalah menanyai
mayat dalam kubur tentang siapa tuhannya, apa agamanya, serta siapa
nabinya.
10)Malaikat Malik, bersama-sama para malaikat lain menyiksa penghuni neraka dan menjaga neraka.
Demikianlah nama-nama dan tugas malaikat yang ada dalam nash Al Quran
dan Hadis. Meskipun Allah menciptakan malaikat, sama sekali ia tidak
membutuhkan bantuan mereka dalam mengelola alam semesta ini. Jika
manusia mau beramal dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah manusia
akan menjadi lebih mulia dari pada malaikat. Wallahu a’lam. Maha Suci
Allah, tidak ada tuhan selain Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
b. Jin
Al Jin bermakna tersembunyi dari pandangan manusia, janna asal katanya.
Sedangkan akar kata janna antara alain junnah yang berarti perisai.
Dinamakan demikian karena melindungi kepala prajurit yang memakainya.
Kata yang digunakan Al Quran dan orang Arab dahulu sering menggunakan
kata jiniy yakni makhluk berakal yang tersembunyi dari pandangan
manusia, yang hidup bersama-sama. Namun demikian kita wajib mempercayai
adanya mereka, meskipun kita tidak dapat melihatnya. Karena hal ini
sudah diberitahukan Allah swt. dalam firman-Nya :
…انه يركم هو وقبيله من حيث لاترونهم… (الاعراف : 27)
Artinya : Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka.
Jin diciptakan sebelum manusia diciptakan Allah dengan bahan dari api, hal ini dapat dilihat dalam surat al-Hijr ayat 26-27 :
ولقد خلقنا الانسان من صلصال من حماء مسنون. والجان خلقنه من قبل
من نار السموم (الحجر : 26-27)
Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari
tanah liat kering (yang berasal ) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (adam) dari api yang sangat
panas.
Meskipun diciptakan dari bahan yang berbeda tapi dihadpan Allah
memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama yakni beribadah menyembah
Allah Swt. :
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون (الذاريات : 56)
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Sehingga jin dan manusia sama-sama mukallaf yakni dibebani hukum-hukum
Allah Swt. Tidak berbeda dengan manusia, jin sebagian ada yang beriman
dan sekelompok yang lain ingkar atau tidak beriman kepada Allah :
وانا منا الصلحون ومنا دون ذلك كنا طرائق قددا (الجن : 11)
Artinya : Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang yang
saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah
kami menempuh jalan yang berbeda-beda.
Maka oleh sebab itu yang bertakwa akan mendapatkan surga dan yang
ingkar, serta berdosa akan masuk ke dalam neraka jahanam, meskipun jin
diciptakan dari api, tidak sama dengan api neraka jahanam, siapapun yang
durhaka kepada Allah maka akan memperoleh balasannya baik manusia
maupun jin :
قال ادخلوا في امم قد خلت من قبلكم من الجن والانس في النار…
(الاعراف : 38)
Artinya : Allah berfirman : “ Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka
bersama-sama uamt-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum
kamu.
Sehingga sangat menyalahi tauhid jika manusia minta pertolongan kepada
jin dan juga sebaliknya, karena sesama makhluk Allah yang diciptakan
dengan maksud dan tujuan yang sama, meskipun hidup di alam yang berbeda.
Namun Allah mencipatakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini,
sehingga nabi dan rasul diangkat dari golongan manusia, yang wajib
diikuti baik oleh manusia maupun jin.
Marilah kita selalu menjaga ketauhidan dengan menjadikan makhluk-makhluk
ciptaan Allah untuk menambah nilai ketauhidan. Sehingga sangat tidak
pantas jika kita takut dan khawatir terhadap yang selain Allah Swt.
Kita beribadah dan minta tolong hanya kepada-Nya (al Fatihah :5),
berlindung dari kejahatan makhluk-Nya (al Falaq : 2) baik kejahatan yang
ditimbulkan oleh jin dan manusia (an Naas :6).
c. Iblis dan Syaitan
Allah berfirman :
واذ قلنا للملئكة اسجدوا لادام فسجدوا الا ابليس ابى واستكبر وكان
من الكافرين (البقرة : 34)
Artinya : Dan (ingatlah ) ketika Kami berfirman kepada para malaikat
:”Sujudlah kamu kepada Adam”. Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia
enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang
kafir(al Baqarah : 34).
Perintah “Sujud “ dalam ayat adalah sebagai penghargaan dan
penghormatan untuk memuliakan Adam, bukan sujud memperhambakan diri,
karena itu hanyalah milik Allah Swt. Iblis yang merasa dirinya lebih
mulia karena diciptakan dari api serta menganggap rendah Adam karena
diciptakan dari tanah yang hitam enggan dan tidak mau menghormati Adam.
Sebagian ahli bahasa mengatakan bahwa asal kata Iblis dari kata ablasa
artinya putus asa, sehingga dinamakan Iblis karena ia berputus asa dari
rahmat Allah. Demikian penjelasan Sayid Sabiq yang dikutip Yunahar
Ilyas. Sedangkan Syaitan berasal dari kata Syatana yang artinya
menjauh, maka Syaitan ialah menjauh dari kebenaran.
Nenek moyang syaitan adalah Iblis, mereka akan menggoda umat manusia
dari jalan Allah Swt. Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Muhammad Isa
Dawud, bahwa Iblis adalah nenek moyang Syaitan bukan nenek moyang jin,
tidak semua jin itu syaitan.
Setelah Iblis tidak mau sujud kepada Adam, lantas Allah murka dan
mengutuknya, Iblis bertekad akan menggoda manusia dan
menghalangi-halangi umat manusia dari jalan Allah yang lurus. Oleh
karena itu, Iblis meminta kepada Allah agar kematiannya ditangguhkan
sampai hari pembangkitan, permintaan Iblis dikabulkan Allah Swt. maka
jadilah Iblis termasuk mereka yang kematiannya ditangguhkan Allah Swt.
(al A’raf : 11-16).
Iblis dan syaitan menggunakan dua cara untuk dapat menguasai dan membuat
manusia lupa akan perintah Allah Swt., yakni dengan cara tadhil atau
menyesatkan dan takhwif atau menakut-nakuti.Untuk cara yang pertama
(tadhil / menyesatkan ) syaitan mempunyai delapan langkah antara lain :
waswasah (bisikan); nisyan (lupa), tamani (angan-angan kosong), tazyin
(memandang baik perbuatan maksiat), wa’dun (janji palsu), kaidun (tipu
daya), shaddun (hambatan), ‘adawah (permusuhan). Sedang cara kedua
digunakan jika cara yang pertama belum berhasil, maka langkah syaitan
selanjutnya ialah dengan menakut-nakuti manusia, di antara rasa takut
yang dibuat-buat syaitan adalah takut untuk menegakkan kebenaran, takut
amar ma’ruf nahi munkar, takut menegakkan hukum Allah dan lain
sebagainya.Sehingga jika langkah ini berhasil, maka akan lahir
generasi-generasi yang gemar menyembunyikan kebenaran (kitman). Tidak
hanya syaitan yang melakukan cara-cara serta langkah-langkah tersebut,
tetapi juga oleh para manusia yang mengikuti jejak dan langkah-langkah
Iblis dan syaitan : “ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi
itu musuh, yaitu Syaitan-syaitan dari jenis manusia dan jenis jin (QS.
Al An’am : 112).
وكذلك جعلنا لكل نبي عدوا شيطين الانس والجن (سورة الأنعام : 112)
Yunahar Ilyas menuliskan bahwa ada beberapa cara untuk melawan syaitan yang dapat kita lakukan :
1) Masuk Islam secara utuh (kaffah) yakni berusaha melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
2) Menjadikan syaitan sebagai musuh utama dan memperlakukannya sebagai musuh.
3) Rasulullah mengajarkan beberapa hal yang dapat dilakukan, beberapa hal praktis tersebut ialah :
a) membaca al-Istiadzah yakni bacaan اعوذ بالله من الشيطان الرجيم,
artinya : “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan syaitan yang
terkutuk”.
b) Membaca surat Al-falaq dan An-Nas.
c) Membaca ayat kursi.
d) Membaca dzikir sebanyak 100 kali setiap hari.
e) Mengingat Allah Swt.
f) Berwudhu ketika sedang marah .
Memohon perlindungan kepada Allah Swt. sudah cukup untuk memelihara diri
dari gangguan syaitan, namun permohonan itu haruslah dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Karena Allah merupakan sandaran
yang Maha kuat.
Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita, agar kita berdoa
sebelum melakukan semua aktivitas sehari-hari apapun dan di manapun,
keika di dalam rumah ataupun di luar rumah. Agar diri kita selamat dari
gangguan makhluk-Nya dan ahar aktivitas kita mendapat ridho dari Allah
dan dihitung sebagai “ibadah”. Doa merupakan salah satu bentuk dzikir
untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena itu dzikir merupakan benteng
yang paling kuat yang tidak akan bisa ditembus oleh jin dan syaitan.
4. Sam’iyyat
Untuk mendukung ketauhidan materi tentang sam’iyat juga sangat
diperlukan, sehingga masalah-masalah yang berada di luar pengalaman
manusia haruslah berdasarkan sumber naqli yakni berdasarkan kepada Al
Quran dan Al Hadits. Seperti masalah hidup setelah hidup di dunia ini
yakni alam barzakh, surga dan neraka, kiamat dan lain sebagainya. Namun
pendidikan tauhid dalam keluarga sebagai langkah awal dalam pendidikan
anak sebelum anak menempuh pendidikan formal. Maka masalah adanya
kehidupan setelah mati perlu ditanamkan kedalam diri anak. Bahwasanya
ada balasan untuk setiap amal perbuatan yang dilakukan setiap manusia,
tidak ada seorang pun yang dapat lari dari tanggung jawab amal
perbuatannya ketiaka hidup di dunia ini. Bagi yang baik ada surga yang
berhiaskan kenikmatan dan limpahan karunia ridho Allah, dan ada neraka
yang penuh dengan siksaan dan kemurkaan Allah untuk pada pendosa.
Allah berfirman :
كيف تكفرون بالله وكنتم امواتا فاحيكم ثم يميتكم ثم يحييكم ثم اليه ترجعون
(البقرة : 28)
Artinya : Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati,
lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya
kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Tidaklah sulit bagi Allah untuk menghidupkan lagi manusia yang pernah
hidup, meskipun telah menjadi tulang-belulang yang hancur, ingatlah
kekuasaan Allah yang telah menciptakan manusia dari ketidaan sebagai
awal (QS. Yaa sin 78-79).
وضرب لنا مثلا ونسي خلقه قال من يحي العظام وهي وميم {78}
قل يحييها الذي انشأها اول مرة …{79} (سورة يس : 78-79)
Artinya : Dan Dia membuat perumpamaan bagi kami; dan dia lupa kepada
kejadiannya; ia berkata : “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang
belulang, yang telah hancur luluh (68) Katakanlah :” Ia akan dihidupkan
oelh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama…(79).
Pada hari yang pasti akan datang, manusia akan ditutup mulutnya
maka tangan-tangan, kali-kaki mereka kan bersaksi atas semua yang amal
perbuatan mereka (QS. Yaa sin : 65).
Bahwa kiamat pasti akan datang, ketika itu manusia akan beterbangan
seperti debu-debu, gunung-gunung akan dihamburkan seperti bulu-bulu, dan
bagi siapa yang berat timbangan kebaikannya maka akan mendapatkan
kehidupan yang memuaskan, tetapi jika ringan timbangan kebaikannya maka
akan dimasukkan ke dalam neraka hawiyah, yakni neraka yang apinya sangat
panas (QS Al Qori’ah : 3-11). Pasti manusia akan bertanya kapan kiamat
akan datang, Hanya Allah-lah yang mengetahui karena ilmu tentang kiamat
hanya milik Allah, mungkin saja kiamat sudah sangat dekat (QS. Al Ahzab :
63).
يسئلك الناس عن الساعة قل انما علمها عند الله وما يدريك لعل الساعة تكون
قريبا (سورة : الاحزاب : 63)
Kepada Allah-lah ketentuan tentang kapan kiamat itu akan datang (QS. An Nazi’at : 44).
الى ربك منتهها (النازعات : 44)
Oleh sebab itu manusia harus waspada dalam setiap aktivitas dan amal
perbuatannya karena ada yang selalu mengawasi dan mencatat semuanya (Al
Infithaar : 10-11). Sehingga jika seorang anak manusia merasakan
hidupnya berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah niscaya seluruh
amal perbuatannya akan selalu baik dan terpelihara dengan tututan Al
Quran da Al Hadits, bahwa ada kehidupan lagi setelah kehidupan dunia
yang sementara, keyakinan akan adanya kehidupan yang abadi setelah
kehidupan dunia akan memotivasi manusia untuk melakukan amal perbuatan
yang dapat membawa kebahagiaan untuk kehidupan abadi tersebut.
Karena amal sekecil apapun pasti akan memperoleh balasannya, jika baik
maka balasan Allah akan lebih baik lagi, namun jika jelek pasti juga
akan dibalas dengan balasan yang setimpal meskipun sebesar dzarrah (QS.
Az Zalzalah :7-8).
Oleh sebab itu semua masalah yang berkaitan dengan kehidupan setelah
mati, surga neraka, kiamat, haruslah dilihat sumbernya di dalam Al Quran
dan Sunnah, bukan melalui mitos, cerita dari mulut ke mulut yang tidak
jelas sumbernya yang hanya akan membawa manusia kepada kesesatan dari
jalan Allah jalan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
B. Metode Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Metode mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah proses
pendidikan Islam. Karena seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan sebagai
materi pengajaran dari pendidik kepada peserta didik adalah melalui
sebuah metode. Ada sebuah adigum yang berbunyi :
الطريقة اهم من المادة
Bahwa metode itu lebih penting daripada materi. Merupakan sebuah realita
bahwa metode penyampaian yang komunikatif akan lebih disenangi meskipun
materi yang disampaikan biasa-biasa saja, jika dibandingkan dengan
materi yang menarik tetapi metode yang disampaikan dengan tidak menarik
maka materi tersebut tidak dapat diterima dengan baik pula oleh peserta
didik. Sehingga penggunaan metode yang tepat sangat mempengaruhi
keberhasilan dalam proses mendidik.
Metode berasal dari bahasa Greek atau Yunani “metodos” , selanjutnya
kata ini terdiri dari dua suku kata yakni “meta” yang artinya melalui
atau melewati dan “hodos” yang memiliki makna jalan atau cara. Sehingga
metode adalah jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.
Para ahli pendidikan Islam lebih sering menggunakan kata الطريقة atau
الطرق sebagai bentuk jamaknya. Memiliki makna yang sama dengan metode
yakni jalan atau cara yang harus ditempuh. Metode merupakan hubungan
sebab akibat dengan tujuan pendidikan, sehingga tidak dapat diabaikan.
Karena rasul sudah memberikan isyarat dalam salah satu haditsnya :
لكل شيئ طريق وطريقة الجنة العلم (رواه الديلمي)
Artinya : Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya) dan metode masuk surga adalah ilmu (HR. Dailami).
Demikian pula dalam menyampaikan pendidikan tauhid dalam keluarga harus
pula menggunakan metode atau cara yang dapat dilakukan oleh para orang
tua, dan dapat dengan mudah dikondisikan dalam lingkungan keluarga.
Sehingga suasana dan lingkungan keluarga yang kondusif akan lebih
membantu cara dan tehnik penyampaian pendidikan tauhid bagi anak-anak.
Maka yang dimaksud metode pendidikan tauhid dalam keluarga adalah cara
yang dapat ditempuh dalam memudahkan tujuan pendidikan tauhid dalam
keluarga. Metode-metode yang digunakan untuk pendidikan tauhid dalam
keluarga antara lain :
1. Kalimat tauhid
Dikatakan bahwa bayi yang baru lahir pendengarannya sudah berfungsi,
sehingga ia akan langsung mengadakan reaksi terhadap suara. Telinga akan
segera berfungsi segera setelah ia lahir,meskipun ada perbedaan antara
bayi yang satu dengan yang lain. Lebih jauh lagi Wertheimer dapat
membuktikan bahwa bayi juga akan memalingkan pandangannya ke arah suara
yang ia dengar, setelah 10 menit ia dilahirkan. Gerakan ini disebut
sebagai reaksi orientasi. Fungsi auditif bayi akan bereaksi terhadap
irama dan lama waktu berlangsungnya.
Maka sangat benarlah metode pendidikan yang diajarkan Rasulullah saw.
untuk mengumandangkan adzan dan iqomat kepada bayi yang baru lahir.
Adzan dan iqomat merupakan panggilan bagi seorang muslim untuk shalat
sujud beribadah mengakui keesaan Allah, bertauhid bahwa Bersaksi Tidak
Ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah SWT.
Sehingga suara yang didengar oleh sang bayi adalah suara ketauhidan,
telinganya yang akan bereaksi terhadap suara yang berirama, sehingga
lembut dan merdunya kumandang adzan dan iqomah dapat dijadikan awal
pendidikan untuknya. Inilah metode awal bagi orang tua untuk menanamkan
ketauhidan kepada anaknya dengan kalimat yang sempurna kalimat Laa
Ilaaha Illallah yang terdapat pada rangkaian adzan dan iqomat.
Sunnah Muakkad hukumnya untuk mengumandangkan azan dan iqomat kepada
bayi yang baru lahir. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Hasan bin
Ali r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “ Bagi setiap anak
yang dilahirkan hendaknya diserukan suara adzan di telinga kanan dan
iqomat di telinga kirinya. Maka ia tidak akan terkena bahaya penyakit”.
Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri jika adzan dan
iqomah membawa pengaruh dan kesan dalam hati. Mendidik anak dengan
kalimat tauhid, yang akan mengikat jiwanya dan akan berpengaruh bagi
perkembangan anak di masa yang akan datang. Sehingga diharapkan kepada
setiap orang tua tidak melupakan metode ini ketika anak-anak mereka
lahir.
2. Keteladanan
Al Quran sebagai sumber pendidikan Islam, juga pendidikan tauhid dalam
keluarga telah memberikan statemen tentang keteladanan sebanyak tiga
kali yakni dalam surat Al Mumtahanah ayat 4, ayat 6, dan surat Al Ahzab
ayat 21. Ibrahim dan Nabi Muhammad saw dijadikan sebagai profil
keteladanan. Keteladanan merupakan sesuatu yang patut untuk ditiru atau
dijadikan contoh teladan dalam berbuat, bersikap dan berkepribadian.
Dalam bahasa Arab “keteladanan” berasal dari kata “uswah” yang berarti
pengobatan dan perbaikan. Menurut Al Ashfahani al uswah dan al iswah
sama dengan kata al qudwah dan al qidwah merupakan sesuatu yang keadaan
jika seseoarng mengikuti orang lain, berupa kebaikannya, kejelekannya,
atau kemurtadannya. Pendapat ini senada dengan pendapat Ibn Zakaria.
Namun dari ketiga ayat yang dijadikan sumber teori awal tentang
keteladanan, al uswah selalu bergandengan dengan kata hasanah. Sehingga
keteladanan yang dijadikan contoh ialah dalam hal kebaikan. Jika kita
melihat sejarah, maka salah satu sebab utama keberhasilan dakwah Nabi
Ibrahim dan Nabi Muhammad saw. adalah ketedanan mereka dalam memberikan
pelajaran langsung kepada umatnya. Perkataan dan perbuatan selalu
beriringan, bahkan Nabi Muhammad saw. lebih dahulu melakukan suatu
perintah sebelum perintah tersebut ia sampaikan kepada kaum muslimin.
Di era yang modern ini, metode keteladanan masih sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan, terlebih lagi pendidikan dalam keluarga. Keteladanan
akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi tercapainya tujuan
pendidikan dalam keluarga, begitu pula dalam hal pendidikan tauhid.
Orang tua merupakan contoh tauladan utama sebagai panutan bagi
anak-anaknya, memegang teguh ketauhidan dan menjaganya, serta
mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dalam keluarga.
Allah telah berfirman :
اتأمرون الناس بالبر وتنسون انفسكم وانتم تتلون الكتب افلا تعقلون
(البقرة : 44)
Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang
kamu melupakkan diri (kewajiban) sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab
(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir (QS. Al Baqarah : 44).
Meskipun demikian metode keteladanan memiliki kelebihan. Di antara kelebihan metode keteladanan adalah :
a. Anak akan lebih mudah menerapkan ilmu yang telah diketahui.
b. Orang tua akan mudah mengevaluasi hasil belajar anaknya.
c. Tujuan pendidikan akan lebih terarah dan tercapai dengan baik.
d. Akan menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif.
e. Terjalin hubungan harmonis antara anak dengan orang tua.
f. Orang tua dapat menerapkan pengetahuannya kepada anak.
g. Mendorong orang tua agar selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh anak-anaknya.
Uyainah bin Abi Sufyan pernah berpesan kepada guru yang mendidik anaknya sebagai berikut:
“Hendaklah yang pertama-tama kamu lakukan di dalam memperbaiki anakku,
adalah perbaiki dulu dirimu sendiri. Karena sesungguhnya mata anak-anak
itu hanya tertuju kepadamu. Maka apa yang baik menurut mereka adalah apa
yang kamu perbuat, dan apa yang jelek menurut mereka adalah apa yang
kamu tinggalkan”.
Pendidikan praktis menunjukkan bukti bahwa anak secara psikologis
cenderung meneladani orang tuanya, karena adanya dorongan naluriah untuk
meniru. Kualitas agama anak serta ketauhidannya sangat tergantung
kepada orang yang terdekat dengan mereka yakni orang tua. Kepribadian
anak akan terbentuk dan terpola dari teladan yang ia tiru sejak awal
kehidupannya dalam keluarga. Islam telah memberikan contoh kepada para
orang tua kepada sosok bernama Lukman Al Hakim, yang mengajarkan
bagaimana seharusnya seorang ayah menuntun dan menanamkan ketauhidan
kepada anak-anaknya, contoh ini tidak hanya melalui perintah tetapi
keteladanan Lukman Al Hakim sendiri sebagai orang tua.
Orang tua merupakan sentral figur bagi anak dalam keluarga, sehingga
jika kita meminjam konsep yang ada dalam Quantum teaching disebutkan
bahwa semuanya berbicara, semua yang dilakukan orang tua, bahkan mimik
wajahpun semunya menyampaikan informasi bagi anak. Semuanya menjadi
sumber anak untuk belajar, sehingga jiwa ketauhidan harus selalu
terpancar dari setiap wajah orang tua. Kepribadian yang menunjukkan
bahwa orang tua hanya takut dan tunduk kepada Allah SWT, muncul dalam
setiap aktivitas yang ada dalam keluarga. Metode keteladanan merupakan
satu tehnik pendidikan yang efektif dan sukses dalam pendidikan Islam.
Anwar Jundi menpernah menuliskan dalam sebuah kitabnya, agar para otang
tua dan guru agar memberikan tauladan yang baik kepada anak-anak. Sebab
melalui cara ikut-ikutan dan menirulah anak kecil belajar, dibandingkan
dengan nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk melalui lisan.
Nashih Ulwan menegaskan bahwa keteladanan merupakan tiang penyangga
dalam meluruskan perilaku anak, juga sebagai dasar untuk meningkatkan
kualitas anak menuju pribadi yang mulia. Sebenarnya metode keteladanan
ini tidak dapat dilepaskan dari metode pembiasaan sebagai dua metode
yang sinergis, insyaallah metode ini akan dijelaskan pada pembahasan
selanjutnya.
Salah tauladan dalam keluarga akan berakibat fatal, oleh sebab itu para
orang tua haruslah mempersiapkan diri mereka sebelum memiliki anak
dengan ketauhidan yang didukung dengan pengetahuan tentang tauhid yang
melingkupi materi dan ruang lingkupnya. Sehingga melalui tauladanisasi
para orang tua insyaallah akan melahirkan generasi-generasi muslim yang
sejati dengan kepribadian tauhid yang mantap.
Islam telah memberikan contoh kepada kita semua seorang figur yang
memiliki akhlak yang sempurna. Ketauhidan beliau sangat mantap, sehingga
andaikata bulan dan matahari diletakkan dipangkuannya ia tidak akan
melepas ketauhidannya kepada Allah SWT, ialah Nabi Muhammad saw.
Sehingga bagi para orang tua tidak hanya cukup menjadikan dirinya sebagi
teladan anak-anaknya, namun juga harus mengarahkan dirinya serta
anak-anaknya untuk meneladani keteladanan Nabi Muhammad SAW. dan para
sahabat beliau yang memiliki kepribadian tauhid yang mantap dan sudah
terbukti.
3. Pembiasaan.
Pembiasaan adalah proses untuk membuat orang menjadi biasa. Jika
dikaitkan dengan metode pendidikan Islam maka metode pembiasaan
merupakan cara yang dapat digunakan untuk membiasakan anak berpikir,
bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama Islam. Metode ini
sangat efektif untuk anak-anak, karena daya rekam dan ingatan anak yang
masih kuat sehingga pendidikan penanaman nilai moral, terutama
ketauhidan ke dalam jiwanya sangat efektif untuk dilakukan. Potensi
dasar yang dimiliki anak serta adanya potensi lingkungan untuk membentuk
dan mengembangkan potensi dasar tersebut melalui pembiasan-pembiasan
agar potensi dasar anak menuju kepada tujuan pendidikan Islam, hal ini
tentunya memerlukan proses serta waktu yang panjang.
Kebiasaan seseorang, jika dilihat dari ilmu psikologi ternyata berkaitan
erat dengan orang yang ia jadikan figur dan panutan. Nashih Ulwan
menjelaskan bahwa landasan awal dalam metode pembiasaan adalah “fitrah”
atau potensi yang dimiliki oleh setiap anak yang baru lahir, yang
diistilahkan oleh beliau dengan “keadaan suci dan bertauhid murni”.
Sehingga dengan pembiasaan diharapkan dapat berperan untuk menggiring
anak kembali kepada tauhid yang murni tersebut.
Pendapat Imam Ghazali yang dikutip oleh Nashih Ulwan menjelaskan bahwa
bayi mempunyai hati yang bersih dan suci, ia merupakan amanat bagi para
orang tuanya. Oleh sebab itu hati yang bersih dan suci tersebut harus
selalu dibiasakan dengan kebiasaan yang baik, sehingga ia akan tumbuh
dengan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut, Sehingga diharapkan kelak akan
memperoleh kebahagiaan dunia-akhirat.
Ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk menerapkan metode pembiasan ini antara lain :
a. Proses pembiasan dimulai sejak anak masih bayi, karena kemampuannya
untuk mengingat dan merekam sangat baik. Sehingga pengaruh lingkungan
keluarga secara langsung akan membentuk kepribadiannya. Baik ataupun
buruk kebiasannya akan muncul sesuai dengan kebiasan yang berlangsung di
dalam lingkungannya.
b. Metode ini harus dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus,
teratur dan terencana. Oleh sebab itu faktor pengawasan sangat
menentukan. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya anak akan terbentuk
dengan kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten.
c. Meningkatkan pengawasan, serta melakukan teguran ketika anak melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
d. Pembiasan akan terus berproses, sehingga pada akhirnya anak melakukan
semua kebiasaan tanpa adanya dorongan orang tuanya baik ucapan maupun
pengawasan. Namun akan melakukannya karena dorongan dan keinginan dari
dalam dirinya sendiri.
Dr. Ahmad Amin menulis dalam kitabnya “Kitabul Akhlak” beliau mengatakan
bahwa metode pembiasaan ini sangat penting karena seluruh aktivitas
manusia terbentuk karena latihan dan pembiasaan. Lebih jauh lagi menurut
beliau ada dua hal yang menyangkut kebiasaan baik dan buruk yakni :
a. Faktor interen dengan adanya minat, yakni dorongan yang berasal dari
dalam diri manusia yang cenderung untuk melakukan aktivitas tertentu.
b. Faktor eksteren yakni adanya usaha agar anak cenderung melakukan kebiasaan-kebiasaan melalui latihan-latihan.
Begitu pula dalam pendidikan tauhid dalam keluarga dapat dilakukan
dengan pembiasaan atau latihan-latihan agar nilai-nilai ketauhidan
tertanam dalam diri anak. Meskipun tidak dapat dipungkiri pendidikan
tauhid sangat membutuhkan dan berkaitan erat dengan materi-materi
pendidikan lain seperti akhlak, fiqih, dan sebagainya. Namun bagaimana
seluruh materi pelajaran tersebut dapat mendukung kepada pendidikan
tauhid sebab tauhidlah sebagai dasar dari seluruh materi tersebut.
Ketauhidan anak akan tumbuh melalui latihan-latihan dan pembiasaan yang
diterimanya. Biasanya konsepsi-konsepsi yang nyata, tentang Tuhan,
malaikat, jin, surga, neraka, bentuk dan gambarannya berdasarkan
informasi yang pernah ia dengar dan dilihatnya.
Di antara pembiasan-pembiasan yang dapat dilakukan sebagai latihan untuk
menyampaikan materi-materi ketauhidan dalam keluarga ialah :
1) Latihan Kalimat Tauhid.
Metode ini berkaitan dengan metode pertama yakni kalimat tauhid,
perbedaannya adalah bahwa metode pertama hanyalah memperdengarkan
kalimat tauhid yang ada dalam rangkaian adzan dan iqomah kepada bayi
yang baru lahir. Selanjutnya didukung oleh keteladanan orang tua dengan
selalu memperdengarkan kalimat-kalimat tauhid kepada anak di setiap ada
kesempatan dan waktu yang cocok, sehingga anak tidak lagi asing
mendengar kalimat tauhid meskipun anak belum bisa mengucapkannya.
Setelah membuka pengetahuan pendengaran anak dengan kalimat tauhid maka
langkah selanjutnya ialah mengajak anak untuk mengucapkannya, manfaat
lain ialah sebagai pendidikan anak untuk mengenalkan kata-kata yang baik
sebagai awal alat untuk berkomunikasi. Karena bahasa merupakan
kemampuan yang terus berkembang seiring dengan informasi yang diperoleh
sang bayi/anak.
Bayi memerlukan dorongan atau keinginan untuk berkomunikasi. Artinya
anak harus memiliki kemauan atau keinginan untuk berbicara. Ketika
mengeluarkan suara-suara ia merasa senang. Dari situ bayi akan merasakan
bahwa berceloteh itu sangat menyenangkan dan tentu saja ia ingin
mengulanginya lagi.
Melalui bahasalah anak-anak mengenal Tuhan, mulai umur 3 tahun dan 4
tahun anak sering mempertanyakan tentang Tuhan. Kata-kata dan sikap
orang tuanya tentang Tuhan akan direkam dan mulai menarik perhatiannya.
Kata Allah pada awalnya tidak mempunyai arti, namun dari apa yang ia
lhat dari orang tuanya anak mulai memahami siapa Allah. Selanjutnya
semakin banyak inforamsi yang ia peroleh dari orang tuanya akan
membentuk sikapnya tentang Tuhan.
Mungkin awalnya bayi hanya bisa menangis dan kita mengucapkan kalimat
Laa Ilaha Illallah, ada apa sayang?, mungkin anak belum tahu apa
maksudnya namun anak sudah menangkap dan ingin mengucapkannya namun
belum bisa, sehingga kita perlu terus menerus mengulangi kata-kata
tersebut. Kalimat-kalimat tauhid kita rangkaian dengan teguran manis dan
sapaan, sehingga
anak akan termotivasi untuk ikut mengucapkannya.
Ada beberapa prinsip kebaikan yang perlu diajarkan dan dibiasakan kepada
anak-anak oleh para orang tua yang ditawarkan oleh Nashih Ulwan. Urutan
pertama yang ditawarkannya ialah agar para orang tua mengajarkan dan
melatih anak-anaknya kalimat “Laa ilaaha illallah” (Tidak ada Tuhan
selain Allah). Sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Ibnu
Abbas yang maknanya agar setiap anak diawali dengan kalimat tauhid “Laa
Ilaaha Illallaah”.
Kalau kalimat tauhid terus menerus dan berulang kali didengar maka anak
akan mencoba mengucapkannya meskipun belum sempurna pengucapannya dan
mengerti maknanya. Setelah anak cukup besar dan mampu mengucapkannya
dengan sempurna, maka tidak akan sulit lagi untuk mengajarkannya
kepadanya tentang arti dan maksudnya. Untuk membantu pemahaman anak
dapat dibantu dengan fenomena dan benda-benda yang ada disekitarnya yang
langsung dilihat atau diperlihatkan. Seperti bunga, langit, bintang,
binatang-binatang, bahwa semuanya termasuk dirinya adalah ciptaan Allah
SWT. Dengan demikian akal pikirannya akan merekam dan mulailah tertanam
ketauhidan di dalam jiwanya bahwa semua yang ada merupakan bukti akan
keberadaan Allah.
2) Latihan Beribadah
Ibadah merupakan kebutuhan setiap muslim, sehingga dengan ibadah pun
kita dapat mendidik dan menanamkan ketauhidan anak. Secara umum seluruh
kegiatan yang bertujuan mencari ridho Allah adalah ibadah. Namun sebelum
kita memperkenalkan terlalu jauh akan apa itu ibadah, kita harus
mengajarkan ibadah-ibadah yang pokok dahulu kepada anak. Salah satu
ibadah pokok yang kita lakukan adalah shalat.
Melibatkan si kecil beribadah adalah sangat penting, kita harus mendidik
anak bahwa ketika datangnya waktu shalat, anak tidak boleh rewel, anak
dapat merasakan kegembiraan orang tuanya untuk menegakkan shalat.
Mungkin anak akan rewel ketika ditinggal orang tuanya shalat karena
tidak ada yang memperhatikannya, ia akan merasa dicuekin. Metode yang
digunakan adalah ketika orang tua berwudhu, anak juga dibasuh wajah,
tangan, kakinya. Jika anak tidak tidur maka anak dapat digendong ketika
shalat, orang tua membaca dengan keras agar anak mendengarnya. Kalau
kita membiarkan si kecil menangis sendirian dan kita cuek menunaikan
shalat maka akan tertanam ketidak sukaan si kecil terhadap suasana
ketika datangnya waktu shalat, sebab ia akan sendirian dan dicuekin.
Oleh sebab itu sangat baik mengajak anak ikut serta dalam shalat. Jika
hal ini secara kontinyu dilakukan maka anak akan tahu bahwa waktu shalat
telah tiba dengan terdengarnya suara adzan. Orang tua dapat mencoba
menidurkan anak ketika hendak shalat, tetapi jika anak tidak tidur, maka
dengan berbasah basi untuk mengajak anak ikut serta. Anak akan terbiasa
bahwa ketika shalat wajah, tangan, dan kakinya akan dibasuh meskipun ia
belum tahu apa maksud dan tujuannya. Ibunya akan memakai pakaian
khusus.
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan anak maka orang tua dapat
dengan mudah mengajarkan ibadah shalat dan wudhu karena anak telah
terbiasa dengan rutinitas shalat dan wudhu sejak ia kecil bersama orang
tuanya. Orang tua tinggal menyempurnakannya dengan gerakan, bacaan,
maksud, dan tujuan dari pada shalat. Juga tentunya mengajarkan wudhu
pula yang sempurna. Jadi mendidik anak bukan hanya dengan teori saja
tetapi langsung anak dan orang tua mempraktekkan aktivitas ibadah.
Setelah anak berusia tujuh tahun, merupakan kewajiban bagi orang tua
memerintahkan anaknya untuk menunaikan shalat. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah :
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء
عشرين سنين …(رواه الحاكم وابو داود )
Artinya : Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika usia
mereka sudah mencapai tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mau
melaksanakan shalat) ketika sudah berusia 10 tahun.
Namun sangat baik jika pendidikan shalat diawali sejak bayi karena ia
akan terus berproses dan semakin lama anak akan tahu makna shalat serta
fungsinya, sehingga ia akan mengerjakannya dengan kesadaran dari dalam
dirinya sendiri. Dengan demikian anak akan berlatih untuk mencintai
ibadah. Meskipun demikian orang tua harus memberikan penjelasan maksud
dan tujuan dari shalat dan ibadah-ibadah yang lain.
Selain shalat ada baiknya setiap kegiatan ibadah, seperti puasa, dan
ibadah yang lain anak sangat baik diikutsertakan. Sehingga melalui
interaksi dan komunikasi yang baik akan terjalin ikatan yang erat antara
orang tua-anak. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara anak-anak
dengan orang tuanya akan memudahkan pendidikan ketauhidan tahap
selanjutnya karena kepercayaan dan keyakinan para anak terhadap orang
tuanya. Waktu setelah shalat dapat dimanfaatkan orang tua untuk mendidik
anak dengan metode nasehat yakni melalui dialog dan cerita-cerita yang
insyaallah akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
3) Latihan Berdoa Di setiap Aktivitas.
Metode pembiasaan bertujuan mengembangkan potensi dan kemampuan daya
tangkap dan daya ingat anak yang masih kuat, sehingga semua yang
didengar dan dilihat dapat direkam untuk selanjutnya dipraktekkan anak
berupa ucapan dan perbuatan. Oleh sebab itu diperlukan kesabaran dan
ketekunan orang tua untuk terus mengulang-ulang ucapan atau perbuatan
baik ketika ucapan dan perbuatannya didengar atau dilihat oleh anaknya.
Pada masa perkembangan pertama yakni antara 0-2 tahun, anak dapat
dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan seperti membaca bismillah ketika mau
makan dan minum, dan membaca alhamdulillah ketika selesai atau ketika
diberi sesuatu oleh orang lain. Meskipun kata yang diucapkan belum
sempurna, bismillah diucapkan anak milah atau alhamdulillah dengan
duilah.
Latihan ini pada awalnya harus dimulai oleh orang tua setiap akan
melakukan aktivitas. Sebelum orang tua melatih anaknya, maka ia harus
melatih dan membiasakan dirinya mengucapkan doa atau kalimat-kalimat
toyyibah. Ketika bersin mengucapkan alhamduulillah, ada yang jatuh atau
menguap mengucapkan astaghfirullah. Metode ini mengharuskan orang tua
untuk menghafal doa sehari-hari dan membiasakan diri mengamalkannya.
Sehingga sejak bayi anak terbiasa mendengar dan diperdengarkan doa-doa
dan kalimat-kalimat toyyibah, sehingga ketika kemampuan bahasa anak
berkembang ia akan mencoba mengucapkannya. Ketika anak sudah dapat
mengucapkannya dengan sempurna, tinggal orang tua memberikan penjelasan
tentang maksud dan makna doa-doa dan kalimat toyyibah yang selama ini
dilatih dan dibiasakan kepadanya.
Doa merupakan landasan dan pegangan setiap muslim ketika akan
beraktivitas, dengan tujuan menyerahkan dirinya dan hasil dari aktivitas
tersebut kepada Allah SWT, dan tujuan akhir yang ingin diperoleh ialah
ridho Allah SWT. Melalui doa akan mengajarkan kepada anak bahwa dirinya
selalu berada dalam kondisi lemah sehingga memerlukan bantuan dan
pertolongan kepada yang Maha Kuasa. Melalui doa, juga anak akan merasa
dirinya selalu dalam pengawasan Allah SWT, sehingga akan mengarahkan
dirinya kepada hal-hal yang baik serta menghindarkan dirinya dari
hal-hal yang dibenci dan dilarang Allah SWT. latihan dan membiasakan
diri berdoa merupakan sarana untuk menguatkan dan mengokohkan ketauhidan
dalam diri anak.
Jika jiwa anak selalu berzikir kepada Allah hatinya akan kokoh dan dekat
kepada-Nya. Anak akan menjadi ahli ibadah, berakhlak mulia, terhindar
dari perbuatan maksiat, lebih-lebih dari dosa dan kemungkaran. Ini
adalah harapan para orang tua, yakni memperoleh anak yang penuh
ketauhidan dan ketakwaan.
4. Nasehat.
Seluruh metode pendidikan tauhid dalam keluarga yang penyusun jelaskan,
semuanya saling berkaitan dan saling mendukung. Sehingga dalam mendidik
ketauhidan anak tidak hanya menggunakan satu metode saja, namun harus
menggunakan metode-metode yang lain, seperti metode kalimat tauhid;
metode keteladanan; metode pembiasaan, dan sekarang metode nasehat.
Metode-metode inipun, seperti yang sudah penyusun sampaikan membutuhkan
materi-materi lain di luar materi ketauhidan.
Salah satu potensi yang ada di dalam jiwa manusia adalah potensi untuk
dapat dipengaruhi dengan suara yang didengar atau sengaja
diperdengarkan. Potensi ini tidak sama dalam diri seseorang, serta tidak
tetap. Sehingga untuk dapat terpengaruh secara, suara yang didengar
atau diperdengarkan haruslah diulang terus. Permanen atau tidak pengaruh
yang dihasilkan tergantung kepada intensitas dan banyaknya pengulangan
suara yang dilakukan. Nasehat yang dapat melekat dalam diri anak jika
diulang secara terus menerus. Namun nasehat saja tidaklah cukup ia harus
didukung oleh keteladanan yang baik dari orang yang memberi nasehat.
Jika orang tua mampu menjadi teladan maka nasehat yang ia sampaikan akan
sangat berpengaruh terhadap jiwa anak.
Nasehat merupakan aspek dari teori-teori yang disampaikan orang tua
kepada anak. Metode ini memiliki peran sebagai sarana untuk menjelaskan
tentang semua hakekat. Termasuk dalam menyampaikan dan menjelaskan
materi-materi pendidikan tauhid adalam keluarga. Sehingga orang tua
dituntut memiliki kemampuan bahasa yang baik agar anak dapat menangkap
dan memahami semua penjelasan yang disampaikannya.
Nasehat ini harus dimulai juga sejak anak masih kecil, selain sebagai
sarana pendidikan tauhid juga sebagai dorongan dan motivasi anak untuk
belajar berbicara. Kemampuan bahasa anak akan diiringi oleh kemampuan
otaknya juga. Maksudnya ketika ia mendengarkan sebuah nasehat ia akan
merekam setiap kosa kata yang ia dengar dalam memorinya, serta akalnya
juga mencoba memahami setiap kosa kata sampai kalimat yang ia dengar.
Oleh karena itu bahasa yang digunakan orang tua haruslah sederhana dan
jelas.
Nasehat dapat diberikan di setiap waktu jika ada kesempatan. Nasehat
dapat juga berbentuk cerita, atau dialog untuk anak yang sudah bisa
berbicara. Orang tua harus menerangkan tentang kalimat tauhid, tentang
adanya Allah serta bukti kauniahnya, serta materi-materi lain yang telah
penyusun terangkan pada bab sebelumnya.
Dalam memberikan nasehat orang tua janganlah bersifat otoriter terhadap
pembicaraan, anak harus benar-benar dilibatkan dalam berbicara. Berilah
anak kesempatan untuk berbicara, bahkan tanggapannya atau ada sesuatu
yang ia tanyakan. Metode ini jangan dibuat kaku oleh orang tua, jika
anak bertanya atau memberikan tanggapan tidak sesuai dengan materi yang
dijelaskan orang tua harus berbesar hati, jangan sampai melihatkan wajah
kekecewaan. Bahkan sebaliknya, orang tua harus memberikan penghargaan
terhadap apapun respon dan reaksi yang diberikan anaknay terhadap
nasehat-nasehatnya. Agar anak merasa enak dan nyaman dalam belajar.
Jika kita menggunakan asas yang ada dalam Quantum Teaching yakni
“Bawalah Dunia Mereka Ke Dunia Kita , dan Antarkan Dunia Kita Ke Dunia
Mereka”, inilah asas dalam tehnik mengajar Quantum Teaching. Orang tua
harus mampu masuk ke dunia anak-anaknya, apa keinginan mereka. Ilmu
psikologi akan sangat membantu orang tua, sehingga orang tua mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Orang tua harus mendapatkan
hak untuk mendidik dari anak-anaknya. Jika keteladanan orang tua baik
niscaya hak mendidik akan diberikan oleh anak-anaknya. Orang tua harus
berusaha mendapatkan haknya untuk mendidik, sehingga harus berjuang
menjadi teladan terbaik untuk anak-anaknya. Setelah orang tua berhasil
masuk ke dunia anak-anaknya, maka ia akan memperoleh hak untuk memimpin,
hak untuk mendidik. Langkah selanjutnya ialah membawa dunia kita ke
dunia mereka, caranya ialah berusaha memberikan pengalaman setiap materi
nasehat yang diberikan. Tehnik yang dipakai ialah dengan mengaitkan
materi yang diajarkan dengan suatu peristiwa atau kejadian.
Orang tua dapat memanfaatkan media pendidikan yang telah ada seperti
buku-buku cerita para rasul atau cerita-cerita teladan. Vcd-vcd yang
memuat cerita para rasul juga dapat dimanfaatkan. Sehingga pendidikan
nasehat yang disampaikan meliputi seluruh potensi yang dimiliki anak
mulai pendengaran dan penglihatan. Metode ini akan lebih berhasil jika
anak memperoleh pengalaman sendiri. Oleh sebab itu memerlukan
latihan-latihan agar menjadi kebiasaan.
Orang tua harus menjadi jendela informasi anak-anaknya. Sehingga
dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas agar dapat memberikan
informasi secara baik dan benar. Kemampuan yang terintegral sangat
diperlukan untuk menjadi orang tua yang menjadi top figur dan teladan
anak-anaknya.
Metode ini digunakan untukmenyampaiakn materi-materi ketauhidan
ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyat. Metode ini dapat
dikembangkan dengan tehnik cerita, dongeng, atau dialog. Metode ini
diterapkan untuk anak berusia 3 tahun ke atas, karena pada usia ini anak
sudah dapat diajak dialog dan memiliki ketertarikan, termasuk kepada
materi-materi ketauhidan, Namun harus tetap dikemas dalam bentuk yang
menarik perhatian anak tentunya.
5. Pengawasan.
Nashih Ulwan menjelaskan bahwa dalam membentuk akidah anak memerlukan
pengawasan, sehingga keadaan anak selalu terpantau. Secara universal
prisip-prinsip Islam mengajarkan kepada orang tua untuk selalu mengawasi
dan mengontrol anak-anaknya. Hal ini dilandaskan pada nash Al Quran
dalam surat At-Tahrim ayat 6. Fungsi seorang pendidik harus mampu
melindungi diri, keluarga dan anak-anaknya dari ancaman api neraka.
Fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika pendidik melakukan
tiga hal yakni memerintahkan, mencegah dan mengawasi. Bukan
anak-anaknya saja yang ia awasi tetapi juga dirinya agar tidak melakukan
kesalahan yang menyebabkan dirinya terancam api neraka. Bagaimana ia
melindungi keluarganya dari api neraka jika ia tidak mampu menjaga
dirinya sendiri!.
Maksud dari pengawasan ialah orang tua memberikan teguran jika anaknya
melakukan kesalahan atau perbuatan yang dapat mengarahkannya kepada
pengingkaran ketauhidan. Pengawasan juga bermakna bahwa orang tua siap
memberikan bantuan jika anak memerlukan penjelasan serta bantuan untuk
memahami dan melatih dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan
kepadanya.
Metode ini dipakai orang tua untuk anak tanpa ada batasan usia.
Metode-metode yang telah dijelaskan di atas harus ber- تدرج, yakni
bertahap sesuai dengan usia anak, dan materi yang akan disampaikan.
Faktor lain yang yang penting ialah bahwa semua metode tersebut saling
terkait dan saling membantu, dan pendidikan tauhid juga sebagai sebuah
proses. Oleh sebab itu hasil dari pendidikan tauhid dalam keluarga tidak
dapat dilihat langsung hasilnya. Namun berkembang secara terus menerus
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan tauhid dalam
keluarga harus dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus. Para
orang tua tidak boleh putus asa dan menyerah, apalagi sampai
menghentikan pendidikan ini. Jika berhenti maka prosespun akan berhenti.
Mengutip penjelasan Muhammad Zein, bahwa orang tua harus memiliki rasa
tanggung jawab yang tinggi atas pendidikan tauhid anak. Rasa
tanggungjawab akan menjadi motor penggerak untuk memperhatikan dan
memikirkan pendidikan tauhid untuk anak-anaknya.
BAB IV
PENUTUP
Setelah melakukan penelitian akhirnya mendapatkan hasil sebagaimana diuraikan dalam kesimpulan berikut.
A. Kesimpulan
1. Urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat diukur dengan melihat dasar, tujuan, dan fungsinya.
Dasar pendidikan tauhid dalam keluarga adalah Al quran dan Al Hadits, di antaranya :
a. Dari Al Quran :
1) Surat At Tahrim ayat 6.
2) Surat Luqman ayat 13.
3) Surat Al Baqarah ayat 132-133.
b. Dari hadis :
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)
Artinya : Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan
menetapi fitroh, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi
Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhori).
Sedangkan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga adalah :
a. Agar menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan dalam dirinya sendiri.
b. Pembentukan sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
c. Agar anak mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
d. Mengarahkan perkembangan keagamaan anak.
e. Agar anak selalu berpikirdan berperilaku positif
Fungsi Pendidikan tauhid dalam keluarga di antaranya adalah :
a. Untuk memberikan ketentraman dalam hati anak.
b. Untuk menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
c. Agar anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
d. Agar anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
e. Agar anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.
f. Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadikan tauhid sebagai falsafah dalam kehidupannya.
2. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang dimaksud dalam skripsi
ini adalah kerangka konseptual yang berisi ide, gambaran, pengertian,
serta pemikiran tentang materi dan metode pendidikan tauhid dalam
keluarga yang dapat diterapkan oleh para orang tua untuk menumbuhkan
kodrat anak. Agar mereka menjadi manusia muslim yang benar-benar
meyakini keesaan Allah SWT, serta dapat mengamalkan ketauhidan yang ia
miliki dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga ada empat yakni :
1. Ilahiyat..
2. Nubuwat.
3. Ruhaniyat.
4. Sam’iyyat.
Metode Pendidikan tauhid dalam keluarga adalah :
1. Kalimat tauhid
2. Keteladanan
3. Pembiasaan
a. Latihan kalimat tauhid
b. Latihan beribadah.
c. Latihan berdoa di setiap aktivitas.
4. Nasehat.
5. Pengawasan.
Metode yang digunakan selain berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan
materi pendidikan tauhid juga membantu pertumbuhan dan perkembangan
anak. Metode kalimat tauhid sebagai contoh, digunakan untuk menanamkan
ketauhidan anak serta untuk mengawali getaran-getaran perdana pada
auditif anak yang telah berfungsi sesaat setelah dilahirkan. Kemudian
metode keteladanan, metode pembiasaan, metode nasehat dan terakhir
metode pengawasan. Secara garis besar metode tersebut terbagi dua yakni
metode teoritis dan praktis.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menuntut kemampuan pengetahuan dan
wawasan orang tua yang luas. Karena orang tualah sebagai pendidik utama
dalam konsep ini. Orang tua harus memiliki pengetahuan Islam yang
terintegral untuk melaksanakan konsep pendidikan tauhid dalam
keluarganya, selain penguasaan terhadap materi-materi ketauhidan dan
metodenya.Selain itu metode yang digunakan harus bertahap, sehingga
sesuai antara metode, materi, dan kemampuan anak.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menempati posisi terpenting dalam
pendidikan keluarga sebagai landasan dan tujuan dari pendidikan lain
yang terintegral di dalamnya. Seperti pendidikan akhlak dan pendidikan
ibadah. Pendidikan tauhid sebagai ruh dari pendidikan-pendidikan lain,
namun pendidikan tauhid memerlukan bantuan materi-materi pendidikan lain
untuk mengantarkan ruh dan tujuan tauhid. Sehingga anak akan melakukan
seluruh aktivitas kehidupannya dengan landasan ketauhidan yang mantap.
B. Saran-Saran
Dari kesimpulan di atas dapat ditarik sebuah implikasi, bahwa :
1. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam perspektif pendidikan
Islam ternyata membutuhkan sosok orang tua ideal. Orang tua merupakan
top figur dalam keluarganya, yang berperan sebagai orang tua sekaligus
pendidik anak-anaknya. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus ada
dalam diri orang tua sebagai pelaksana utama konsep pendidikan tauhid
dalam keluarganya :
a. Mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya.
b. Memiliki pengetahuan Islam secara integral yang meliputi materi ketauhidan, akhlak dan ibadah.
c. Memiliki wawasan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Memiliki wawasan tentang metode-metode pendidikan/pengajaran.
2. Karena sulitnya untuk menjadi orang tua ideal diharapkan kepada
lembaga perkawinan memberikan pendidikan atau pembekalan kepada setiap
calon orang tua yang akan menikah. Lembaga perkawinan (KUA) harus
memberikan gambaran tentang tanggungjawab orang tua terutama dalam
mendidik anak-anaknya, karena anak-anak mereka adalah penerus kehidupan
bagi bangsa dan agama. Terutama pendidikan tauhid setiap calon orang
tua, meskipun selama ini telah ada pembekalan bagi setiap calon
pengantin yang akan menikah namun hanya sebatas formalitas saja.
3. Kepada rekan-rekan mahasiswa masih banyak peluang untuk meneliti
kembali masalah pendidikan tauhid dalam keluarga, karena yang dibahas
dalam skripsi ini masih pada materi dan metode. Masih banyak
masalah-masalah lain yang belum dan perlu dibahas, seperti strateginya,
dan lain sebagainya.
C. Kata Penutup
Sebagai kata penutup, penyusun ingin mengucapkan alhamdulillah kehadirat
Allah, yang telah memberikan semangat kepada penyusun untuk
menyelesaikan skripsi ini, juga kepada pembimbing yang selalu memberikan
dorongan dan motivasi.
Namun demikian penyusun sangat menyadari bahwa skripsi ini masih
memerlukan masukan dan kritikan. Semoga apa yang penyusun tulis dalam
skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi para orang tua. Marilah
bersama-sama kita bentuk keluarga-keluarga muslim yang bertauhid,
sebagai modal untuk membagun bangsa Indonesia tercinta.
Yogyakarta, 21 Desember 2004
Sucipto.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Kamus, Ensiklopedi, dan Skripsi.
Abdullah, Abdurrahman, Aktualisasi Konssep Dasar Pendidikan Islam,
Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filosofis Pendidikan Islam. UII
Press. Yogyakarta, 2002.
Al-Bustani, Fuad Iqrami, Munjid Ath-Thullab, Dar Al-Masyriqi, Beirut, 1986.
Al Faruqi, Isma’il Raji, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti, Pustaka, Bandung, 1988.
Al Hasan, Yusuf Muhammad, Pendidikan Anak Dalam Islam, Terjemahan Muhammad Yusuf Harun, Yayasan Al Sofwa, Jakarta, 1997.
Al Quran Al Karim, S.P. Diponegoro, Bandung, t.t.
Arif, Armai, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam. Ciputat Pers, Jakarta, 2002.
Asmuni, Yusron, Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993.
Basmalah, Yahya Saleh, Manusia Dan Alam Gaib, Terjemahan Ahmad Rais Sinar, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993.
Bastian, Aulia Reza, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002.
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970.
Dawud, Muhammad Isa, Dialog Dengan Jin Muslim, Terjemahan: Afif Muhammad dan H. Abdul Adhiem, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997.
DEPAG RI, Al Quran Dan Terjemahannya, Komplek Percetakan Al Quran Al
Quran, Khadim ak Haramain asy Syarifain Raja Fahd, Madinah , t.t.
Deporter, Bobbi., Reardon, Mark., Nourie, Sarah Singer., Quantum
Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas.
terjemahan Ary Nilandari,Kaifa, Bandung, 2001,
Dinas P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1984.
Harini, Sri, dan Al-Halwani, Aba Firdaus, Mendidik Anak Sejak Dini. Kreasi Wacana,Yogyakarta, 2003.
Hasyim, Umar, Anak Saleh 2 : Cara Mendidik Anak Dalam Islam, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1983.
Hunainin, Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut Pemikiran Abdullah
Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al Islam : Tujuan ,
Materi, Dan Metode, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Ihsan, Hamdani dan Hasan, A. Fuad, Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam. LPPI, Yogyakarta, 1995.
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001,
, Teologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Jalaluddin, dan Said, Usman, Filsafat Pendidikan Islam : Konsep Dan
Perkembangan Pemikirannya, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
Karsana, Konsep Pendidikan Jasmani Dalam Pendidikan Islam.Skripsi
Sarjana Pendidikan Islam, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Kayati, Yuni Nur, Anakku Sayang Ibumu Ingin Bicara, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 1999.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1979.
Kuswandi, Wawan, Komunikasi Massa, sebuah Analisa Media Televisi. Rineka Cipta, Jakarta, 1996.
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin Dan Peradaban, Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, 2000.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj, Akidah, Serta Harakah, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
Mas’ud, Jubaran, Raid Ath-Thullab, Dar Al-‘ilmi Lilmalayyini, Beirut, 1967.
Ma’arif, A. Syafi’I, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita Dan Fakta, Tiara Wacana, Yogykarta, 1991.
Monks, F.J (et al), Psikologi Prekembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001.
Muhaimin dan Mujib, Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian
Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Trigenda Karya,
Bandung, 1993.
Muhsin, Abdullah bin Abdul, Kajian Komprehensif Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1995.
Mulkhan, Abdul Munir, Paradigma Intelektual Muslim Pengantar Filsafat Pendidikan Islam Dan Dakwah, SI Press, Yogyakarta, 1993.
Nasution, S., dan Thomas, M., Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah,. Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
Nawawi, Syeikh muhammad, Fath Al Majid. Dar Ihy’ al Kutub al ‘Arabiyah, t.k., t.t.
Olgar, Maulana Musa Ahmad, Mendidik Anak Secara Islami, Terjemahan Supriyanto Abdullah Hidayat, Ash-Shaff, Yogyakarta, 2000.
Partanto, Pius A. dan Al Barry, M.Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Arkola,Surabaya, 1994.
Rahmat, Jalaludidin (ed), Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.
Rasyid, Daud Rasyid, Islam Dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
Sabiq, Sayid, Aqidah Islam : Pola Hidup Manusia Beriman, Terjemahan Moh. Abdai Rathomy, Diponegoro, Bandung, t.t.
Santhut, Khatib Ahmad, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral Dan Spiritual
Anak Dalam Keluarga Muslim, Terjemahan Ibnu Burdah, Mitra Pustaka,
Yogyakarta, 1998.
Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al Quran, Mizan, Bandung, 2002.
Silahuddin, Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak : Tinjauan Psikologis,
Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta,
Syahid, Syah Ismail, Menjadi Mukmin Sejati, Terjemahan Shohif, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2001.
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, PT. Remaja RosdaKarya, Bandung, 1997.
Tauhid, Abu, Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga.Yogyakarta, 1990.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia. Djambatan, Jakarta, 1992.
Turkamani, Husain ‘Ali, Bimbingan Keluarga Dan Wanita Islam, Terjemahan M.S. Nasrulloh, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1992.
Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Menurut Islam : Kaidah Kaidah
Dasar. Terjemahan Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, PT. RosdaKarya,
Bandung,1992.
Ulwan, Firyal, Misteri Alam Jin, Pustaka Hidayah, t.k., 1996.
Yazdi, Muhammad Taqi Mishbah, Filsafat Tauhid : Mengenal Tuhan Melalui
Nalar dan Firman, Terjemahan M. Habib Wijaksana, Arasyi, Bandung, 2003.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Pt. Hidakarya Agung, Jakarta, 1989.
, Metodik Khusus Pendidikan Agama, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, t.t.
Zainuddin, Ilmu tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Zein, Muhammad, Methodologi Pengajaran Agama, Sumbangsih Offset Papringan, Yogyakarta, 1991.
Zuhairini (et al), Methodik Khusus Pendidikan Agama, IAIN Sunan Ampel, Malang,1983.
Zuhdi, Masjfuk, Masa’il Fiqhiyah, Haji Mas Agung, Jakarta, 1993
, Studi Islam, Jilid I : Akidah, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993.
Zurayk, Ma’ruf, Aku Dan Anak-anakku, Bimbingan Praktis Mendidik Anak
Menuju Remaja, Terjemahan M. Syaifuddin Dkk, Al Bayan, Bandung, 1994.
B. Akses Internet.
Tabloid Kuntum. Juli, 2003
Majalah Tabligh.Vol.01/No.12/Juli 2003.
Suara Merdeka, 22 Februari 2003.
Gatra. No.17, 10 Maret 2003.
Citra 57/XIV, 24 September-30 September 2003.
0 Comment