BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan melatih proses berpikir manusia secara
mandiri dan menyeluruh sehingga menjadi manusia yang berkualitas. Menurut Herbert
Spencer secara umum ada lima tujuan pendidikan yaitu : Pertama, untuk menjaga kelangsungan hidup. Kedua, untuk mencari nafkah dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup. Ketiga,
untuk membekali calon ibu bapak yang bertanggung jawab atas keluarganya. Keempat, untuk pandai bergaul dengan
orang lain serta memenuhi kewajiban sebagai warga negara, dan Kelima untuk dapat memanfaatkan waktu
senggang dengan kegiatan yang menyenangkan dan menggairahkan hidup.[1]
Tujuan pendidikan
yang dikemukakan oleh Herbet Spencer pada tahun 1859 tersebut, sampai
sekarang masih tetap berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, merumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut : Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakatnya, bangsa dan negara.[2]
Dari definisi ini jelaslah bahwa pendidikan
merupakan usaha yang disadari oleh pelakunya untuk mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki dengan baik sehingga tercapai kebaikan bagi
individu, keluarga dan masyarakat. Dalam melakukan tugas pendidikan, guru
merupakan pemegang peranan utama dan bertanggung jawab menjalankan proses pengajaran.
Guru berperan menciptakan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa. Seluruh komponen yang
berhubungan dengan pendidikan mesti melakukan kerja sama yang sinergis sehingga
tujuan pendidikan tersebut tercapai.
Guru sebagai pengajar dan pendidik merupakan
faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Setiap adanya inovasi
pendidikan selalu bermuara pada faktor guru baik menyangkut bidang kurikulum maupun
peningkatan sumber daya manusia yang
membuktikan bahwa guru mutlak memiliki
kompetensi.
Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya
karena guru bertanggung jawab memberi pengetahuan, keterampilan,
pendidikan dan pengalaman di sekolah maupun di luar sekolah.[3]
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.045/U/2002, kompetensi
diartikan sebagai tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap
mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah RI No 19 Undang-undang tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran
yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi kepribadian,
sosial, paedagogik dan profesional.
Kompetensi personal merupakan kompetensi yang mencerminkan kepribadian guru
yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta
didik. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan guru ketika berinteraksi
dan berkomunikasi dengan peserta didik, sesama guru, dan masyarakat secara
umum. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan memahami peserta didik dan
mengelola pelajaran. Kompetensi profesional adalah kemampuan menguasai materi
pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam.[4]
Dari empat kompetensi yang harus dimiliki guru
ini, kompetensi personal merupakan kompetensi utama yang mempengaruhi
pelaksanaan tiga kompetensi lainnya dan sekaligus menentukan keberhasilan
seorang guru. Kompetensi personal mencakup perangkat prilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu
dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi
yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri dan
pemahaman diri yang meliputi kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri dan
menghargai diri.[5]
Kepribadian mencakup pribadi yang utuh yaitu
seluruh kepibadiannya, pikirannya, perasaannya,
dan seluruh paduan kehidupan jasmani dan rohani.[6]
Artinya lebih memusatkan perhatiannya
pada sifat- sifat kepribadian yang umum dan
yang khusus membedakan seseorang
dari yang lain serta kombinasi sifat-sifat tersebut sehingga mewujudkan
totalitas kepribadian tertentu.[7]
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda,
namun dalam beberapa hal mungkin memiliki persamaan. Orang yang berasal dari suatu keluarga biasanya memiliki persamaan
dalam kepribadiannya. Para ahli psikologi pada umumnya berpendapat bahwa
kepribadian bukan hanya mengenai tingkah laku yang dapat diamati saja, tetapi
juga termasuk di dalamnya apakah sebenarnya individu itu. Jadi selain tingkah
laku yang tampak diketahui pula motif, minat, sikap yang mendasari pernyataan
tingkah laku dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya secara unik dan
berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri.[8]
Zakiyah Darajat
mengatakan bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak yang sukar
dilihat secara kongkrit, namun dapat dilihat dalam penampilan, tindakan,
ucapan, cara bergaul dalam memahami segala persoalan interen dan eksteren
dirinya.[9]
Sehingga dikatakan kepribadian suatu
yang unitas multipleks artinya adalah pribadi sebagai suatu
kesatuan unsur yang banyak.
Kepribadian tumbuh dan berkembang sepanjang hidup manusia, terutama sejak lahir
sampai remaja yang selalu berada di lingkungan keluarga, diasuh oleh orang tua
dan bergaul dengan anggota keluarga lainnya. Orang tua yang akan memberi
corak warna dan memelihara eksistensi
kepribadian seorang anak. Didalam Islam secara jelas nabi Muhammad SAW
mengisyaratkan lewat sabdanya yang
diriwatkan oleh Bukhari dan Muslim :
Artinya : “ Dari Abu Hurairah ra, ia berkata
: Rasulullah SAW bersabda : Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka
orang tuanyalah yang dapat menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR.Bukhari
dan Muslim)
Setelah anak bergaul dengan orang tuanya kemudian
anak bergaul dengan lingkungan sekolah
dan masyarakat. Dapat dipahami bahwa kepribadian merupakan keseluruhan individu yang terdiri dari unsur
fisik dan psikis. Dengan demikian seluruh sikap
dan tingkah laku yang ditampilkan oleh individu dengan keadaan sadar
itu merupakan kepribadian yang
dimilikinya. Banyak terlihat
dimasyarakat bagi seseorang yang memiliki perbuatan yang baik sering orang mengatakan
bahwa seseorang itu memiliki kepribadian yang baik dan begitu juga sebaliknya.
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh
karena itu guru dikatakan juga sebagai model
atau panutan yang harus digugu dan ditiru. Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan pribadi
dalam melakukan hubungan profesinya.[10]
Dengan demikian kepribadian merupakan suatu hal
yang menentukan tingkat kewibawaan seseorang dalam berinteraksi dengan
orang lain.
Mahasiswa Tarbiyah sebagai calon guru sesuai dengan misinya yaitu menciptakan
tenaga pendidik yang memiliki kompetensi
personal, sosial, pedagogik dan professional perlu membekali diri sedini
mungkin untuk melaksanakan tugasnya sebagai guru yang memiliki kompetensi keguruan
secara komprehensif dan integral serta mampu menerapkannya dalam aktivitasnya sehingga seorang guru dikatakan kompeten bila ia mampu
memahami dirinya, dan bersikap
bersahabat, dan mampu berkomunikasi
dengan siapapun demi tujuan yang baik.
Salah satu kompetensi yang merupakan dasar bagi
guru untuk melaksanakan kompetensi yang
lainnya adalah kompetensi personal yang berisikan tentang kepribadian yang
mantap, stabil, arif, wibawa dan keteladanan.
Dari berbagai
kompetensi tersebut, kompetensi kepribadian yang banyak fenomenanya dalam dunia
pendidikan. Beradasarkan survey penulis terhadap Mahasiswa Tarbiyah STAIN Bukittinggi,
ditemui berbagai fenomena dibidang kompetensi kepribadian, diantaranya terlihat ketika mahasiswa banyak yang terlambat dalam penyelesaian skripsi padahal indeks prestasi (IP) mereka lumayan tinggi. Kemudian mahasiswa
sulit berinteraksi atau berhubungan
dengan dosen mulai dari mengurus judul
skripsi dengan dosen Penasehat Akademik sampai kepada berurusan dengan Dosen Pembimbing.
Dalam hal ini
mahasiswa sering menunjukkan kecemasan
terlebih dahulu karena takut proposal
atau skripsi disalahkan. Padahal koreksi dari pembimbing bertujuan untuk perbaikan bahasan. Mahasiswa juga pada
umumnya mengharapkan proposal atau skripsi mereka disetujui langsung tanpa mempertimbangkan apakah yang mereka buat sudah sesuai dengan hakekat pembahasan skripsi atau belum.
Di kampus mahasiswa
sering mengalami kesulitan dalam
berinteraksi atau kurang percaya diri ketika
berinteraksi lansung dengan dosen. Dalam
proses pembelajaran, mahasiswa mengalami kesulitan dalam diskusi, mereka tidak
bisa mengungkapkan apa yang kurang dimengerti
dan takut bertanya, sehingga tidak bisa mengkomunikasikan ide dan
aspirasi mereka.
Dalam melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL),
di lapangan banyak mahasiswa mengeluhkan bahwa mereka kurang bisa bersosialisasi dengan civitas akademika sekolah dan terutama
dengan guru pamong. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan
prakteknya dilapangan.
Melihat fenomena yang ditemui diatas, dapat dikatakan bahwa
secara teoritis mahasiswa mengetahui bagaimana kompetensi personal sedangkan
secara praktis mahasiswa kesulitan dalam mengaplikasikannya. Untuk mengungkap
lebih jauh fokus permasalahan ini,
penulis akan membahasanya dalam bentuk
skripsi dengan judul “ Kompetensi
Personal Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi”.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis
kemukakan diatas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah “Bagaimana Kompetensi Personal Mahasiswa
Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi”.
2.
Batasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini diketahui secara
terperinci dan tidak terlalu luas, maka penulis memfokuskan penelitian pada:
a. Bagaimana
pemantapan kepribadian oleh Mahasiswa
Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi ?
b. Bagaimana
kestabilan emosi Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi ?
c. Bagaimana kewibawaan Mahasiswa Jurusan Tarbiyah
STAIN Bukittinggi ?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
- Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a.
Pemantapan kepribadian oleh
Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi
b.
Kestabilan emosi Mahasiswa Jurusan
Tarbiyah STAIN Bukittinggi
c.
Kewibawaan Mahasiswa Jurusan
Tarbiyah STAIN Bukittinggi
- Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah :
a.
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mencapai gelar sarjana pada
Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam
b.
Untuk menambah literatur bacaan di
perpustakaan terutama dalam bidang kompetensi personal guru.
c.
Untuk dapat menjadi masukan bagi
Mahasiswa STAIN Bukitinggi dalam rangka
peningkatan kompetensi personal mahasiswa untuk masa yang akan datang.
d.
Sebagai kontribusi potensial bagi
penulis dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama
perkuliahan serta menambah wawasan dalam melakukan penelitian.
D. Penjelasan
Judul
Agar tidak terjadi keraguan dalam memahami
istilah-istilah dalam judul proposal ini, maka penulis memberi penjelasan
terhadap beberapa istilah dan maksud dari kata-kata yang ada dalam judul
sebagai berikut :
Kompetensi personal :
“adalah perangkat prilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
lingkungan sosial serta tercapainya
interaksi sosial secara efektif”.[11]
Mahasiswa Jurusan Tarbiyah : “ adalah peserta didik pada jurusan dan Program
Studi Tarbiyah di lingkungan STAIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi yang terdaftar secara penuh baik yang aktif maupun yang istirahat sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku pada bagian registrasi bagian akademik dan kemahasiswaan serta mempunyai
sifat-sifat religius , rasional, kritis, jujur, terbuka terhadap segala
argumentasi, dinamis, objektif, inovatif, kreatif, mujahid serta professional.[12]
Jadi yang dimaksud dalam judul ini skripsi ini adalah
suatu penelitian yang mengungkapkan tentang Kompetensi Personal Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi.
F. Sistematika
Penulisan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan
menjadi beberapa bagian yang sistematis. Untuk mendapatkan gambaran yang
sistematis di bawah ini akan dijelaskan secara ringkas kandungan setiap bab
yang akan dibahas.
Pada bab satu,
berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan dan
batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul dan
sistematika penulisan.
Pada bab dua, berisikan landasan teori yang terdiri
dari pengertian kompetensi personal, indikator kompetensi personal, proses
pembentukan kompetensi personal dan struktur personality.
Pada bab tiga, berisikan tentang metodologi penelitian
yang terdiri dari jenis penelitian, populasi dan sample, sumber data, metode
pengumpulan data, metode pengolahan data dan metode analisa data.
Pada bab empat, berisikan hasil penelitian tentang Monografi STAIN Sjech M. Djamil Djambek dan Kompetensi Personal
Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi.
Pada bab lima,
yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kompetensi Personal
Faktor penting bagi seorang
guru adalah kepribadiannya. Kepribadian ini akan menentukan ia menjadi pendidik
atau pembina yang baik bagi hari depan anak didik yang dapat dilihat dari
tindakan, ucapan, cara bergaul, berpakaian,
dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik masalah yang
berat maupun masalah yang ringan dengan secara objektif, wajar dan sehat.
Kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana,
berwibawa, berakhlaq mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.[13]
Menurut
asal katanya, kepribadian atau personality
berasal dari bahasa latin "personare",
yang berarti "mengeluarkan suara". Istilah ini digunakan untuk menunjukkan suara dari percakapan seorang pemain sandiwara, dimana suara pemain
sandiwara itu diproyeksikan. Kemudian kata persona itu berarti pemain sandiwara itu sendiri. [14]
Dari sejarah pengertian kata tersebut ,
tidak heran kita jika persona yang
mula-mula berarti topeng, kemudian diartikan
pemainnya itu sendiri yang
memainkan peranan seperti digambarkan
didalam topeng tersebut. Akhirnya
kata persona itu menunjukkan pengertian
tentang kualitas dari watak atau karakter yang dimainkan didalam sandiwara itu. Saat ini kata
personality oleh para ahli psikologi
dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang
nyata dan dapat dipercaya tentang individu untuk menggambarkan bagaimana dan apa
sebenarnya individu itu.[15]
Sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Sartain, istilah "personality"
menunjukkan suatu organisasi atau
susunan dari pada sifat-sifat dan
aspek-aspek tingkah laku lainnya yang
saling berhubungan didalam suatu
individu. Sifat–sifat dan aspek ini
bersifat psiko-fisik yang menyebabkan individu berbuat dan
bertindak seperti apa yang dia lakukan,
dan menunjukkan adanya ciri-ciri khas
yang membedakan individu itu dengan
individu yang lain. Termasuk didalamnya sikap, kepercayan, nilai-nilai, cita-cita,
pengetahuan, keterampilan, macam-macam cara gerak tubuhnya, dan sebagainya.
Dalam
kamus istilah konseling dan terapi, istilah kepribadian adalah kualitas unik
individu atau ciri-ciri pribadi orang yang
dimanifestasikan seseorang melalui pola tingkah laku atau pola respons
konsisten dalam situasi-situasi termasuk
relasinya dengan lingkungannya.[16]
Kepribadian juga diartikan sebagai
kualitas prilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik. Keunikan penyesuaian tesebut
sangat berkaitan dengan aspek-aspek
kepribadian itu sendiri.[17]
Kepribadian mengandung pengertian yang sangat kompleks. Kepribadian
itu mencakup berbagai aspek dan
sifat-sifat fisis maupun psikis dari
seorang individu. Istilah kepribadian itu kemudian berarti sebagai suatu
istilah untuk mengungkapkan apa yang tersimpan atau isi dari apa yang tersurat
dan tersirat serta gambaran nyata wajah sifat dan tingkah laku individu. Dengan
gambaran tersebut dapat dipahami bahwa kepribadian merupakan segala sesuatu
yang terkandung dari diri seseorang dan dapat ditafsirkan dari gejala-gejala yang nyata.
Secara istilah kepribadian
didefenisikan :
a.
MAY, berpendapat bahwa
kepribadian adalah "a social
stimus value". yaitu cara orang lain mereaksi, itulah kepribadian
individu .Dalam kata lain, pendapat orang
lainlah yang menentukan
kepribadian individu itu.
b.
Mc Dougal, dan kawan-kawannya berpendapat, bahwa kepribadian adalah
tingkatan sifat-sifat, dimana biasanya sifat yang tinggi tingkatannya mempunyai pengaruh yang menentukan.
c.
Gardon W. Allport,
mengemukakan, kepribadian adalah organisasi dinamik dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan
caranya yang khas dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Dari pengertian kepribadian menurut Allport,
kata organisasi dinamik ini
menekankan bahwa kepribadian itu selalu
berubah dan berkembang, meskipun dalam pribadi terdapat organisasi atau sistem
yang mengikat dan menghubungkan berbagai
komponen dari kepribadian.
Selain
itu, Jalaluddin dan Usman Said menyatakan pendapat ahli mengenai pengertian
kepribadian itu adalah :
1)
Hartman menyatakan bahwa kepribadian merupakan susunan yang terintegrasikan dari
ciri-ciri umum seseorang individu sebagaimana yang dinyatakan dalam corak yang khas yang tegas dan yang
diperlihatkannya kepada orang lain.
2)
CH. Judd menyatakan bahwa
kepribadian merupakan hasil lengkap serta merupakan suatu keseluruhan dari proses perkembangan yang telah dilalui
individu.[18]
Pengertian yang diberikan Hartman diatas
menekankan kemampuan seorang individu bergaul ditengah masyarakat sedang CH.
Judd menyatakan bahwa kepribadian adalah hasil pengaruh timbal balik yang
terjadi pada diri seseorang individu dari pergaulan sosial dimasyarakat.
Dilihat dari pengertian ini, maka yang
dimaksud dengan kepribadian adalah gambaran pribadi seseorang yang dapat
dilihat secara lahiriah. Dengan demikian yang dimaksud dengan gambaran pribadi
disini adalah sifat atau tingkah laku seseorang. Para ahi ilmu jiwa juga memandang kepribadian sebagai keseluruhan komplementer yang bertindak dan memberi respon sebagai suatu kesatuan dimana terjadi pengorganisasian dan interaksi semua peralatan fisik maupun psikisnya dan membentuk tingkah laku dan responnya
dengan suatu cara yang membedakannya dari orang lain.
Dengan kata lain kepribadian yang
mencakup semua aktualisasi dari penampilan yang selalu tampak pada diri
seseorang merupakan bagian yang khas atau ciri-ciri dari seseorang dan merupakan organisasi yang dinamis artinya
suatu organisasi yang terdiri dari
sejumlah aspek atau unsur yang terus tumbuh dan berkembang sepanjang
hidup manusia.
Aspek-aspek
dari kepribadian tersebut adalah mengenai psiko fisik (rohani dan jasmani)
antara lain sifat-sifat kebiasaan, tingkah laku, bentuk-bentuk tubuh, ukuran
tubuh, warna kulit. Semuanya tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi yang dimiliki seseorang dan merupakan
suatu sistem atau totalitas dalam
menentukan cara yang khas dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap
lingkungan. Ini mengandung arti bahwa setiap orang memiliki cara yang khas atau
penampilan yang berbeda-beda dalam bertindak dan bereaksi terhadap lingkungannya.
Dari
uraian diatas meskipun terlihat adanya
perbedaan-perbedaan dalam cara mengemukakan
dan merumuskan pengertian kepribadian, namun terlihat adanya persesuaian antara persamaan itu bahwa kepribadian atau
personality itu dinamis dan tidak statis.
Berkaitan dengan pengertian kepribadian
diatas, bahwa kompetensi personal bagi seorang guru merupakan perangkat prilaku
yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam
mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri. Dengan demikian,
seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran sebagai
ing ngarso sung tulada, ing madya mangunkarsa dan tut wuri handayani.
Menurut pendapat A.S. Lardizabal, 1978
yang dikutip oleh A. Saman, 1994, macam-macam
(ciri) kompetensi personal diantaranya :
[19]
- Menghayati serta mengamalkan nilai hidup yang luhur (termasuk nilai moral dan iman).
- Bertindak jujur dan bertanggungjawab, karena kejujuran dan kesediaan bertanggungjawab atas segala tindak keguruan merupakan realisasi kesusilaan hidup dan sekaligus merupakan pengakuan atas berbagai keterbatasannya yang perlu diperbaiki secara terus menerus.
- Mampu berperan sebagai pemimpin, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
- Bersikap bersahabat dan mampu berkomunikasi serta bekerja sama dengan siapapun demi tujuan yang baik.
- Berperan aktif dalam pengembangan budaya masyarakatnya.
- Dalam persahabatan dan bekerjasama dengan siapapun tidak kehilangan prinsip serta nilai hidup yang diyakininya.
- Ikut berperan serta dalam kegiatan sosial.
- Bermental sehat dan stabil, yaitu : realistis, mengenali diri serta potensinya, sadar akan kelemahannya dan ulet mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk kebaikan diri serta kariernya.
- Tampil secara pantas dan neces baik dalam tata cara bertindak, bertutur, berpakain dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.
- Mampu berbuat kreatif.
- Mampu bertindak tepat waktu dalam janji serta penyelesaian tugas-tugasnya, artinya mampu mengelola waktunya secara rasional dan berdisiplin, dan
- Mampu menggunakan waktu luangnya secara bijaksana.
B. Indikator Kompetensi Personal
Guru adalah figur
seorang pemimpin dan sebagai sosok
arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik.[20]
Setiap guru mempunyai masing-masing pribadi sesuai ciri-ciri pribadi yang
mereka miliki. Seluruh sikap dan perbuatan seorang guru merupakan gambaran dari pribadi guru tersebut. Bagi
seorang guru masalah kepribadian merupakan
faktor yang menentukan
keberhasilan melaksanakan tugas
sebagai pendidik.
Kepribadian
seorang gruru adalah unsur keakraban guru dengan peserta didik yang akan
tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik.
Guru yang ideal selalu ingin bersama anak didik di dalam dan di luar sekolah.
Bila melihat anak didiknya menunjukkan
sikap seperti sedih, murung, suka berkelahi, malas belajar, jarang ke
sekolah dan sering sakit maka guru merasa prihatin dan pada waktu tertentu guru harus
menghabiskan waktunya untuk memikirkan
pribadi anak didiknya.
Posisi guru dan
anak didik boleh berbeda tetapi seiring dan setujuan. Seiring dalam arti
kesamaan langkah dalam mencapai tujuan bersama. Sikap ini adalah sikap yang
tepat sebagai sosok yang mulia.[21]
Guru harus tabah dalam memecahkan masalah
dan beberbagai kesulitan dalam tugasnya
sebagai pendidik.
Dalam proses
belajar mengajar murid tidak terlepas
dari berbagai kesulitan. Setiap murid tumbuh dan berkembang menurut kodrat yang ada padanya. Ia belajar
dengan caranya sendiri sesuai dengan kemampuannya, kecerdasannya dan
keterampilannya yang berbeda antara seorang murid dengan murid yang lainnya.
Pada hakikatya ia belajar sesuai dengan keadaan individunya atau kompetensi pribadinya masing-masing. Sebab,
cukup banyak masalah yang mememerlukan
ketabahan guru dalam menghadapi
berbagai persoalan dalam kegaiatan pengajaran.
Diantara indikator Kompetensi
Personal adalah sebagai berikut :
1. Kepribadian yang mantap
Kepribadian yang
mantap adalah suatu proses respon individu
baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, tegangan
emosional, frustasi dan konflik dan memelihara
keharmonisan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntunan
(norma) lingkungan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah yang dihadapi, ternyata tidak semua
individu mampu menampilkannya sacara
wajar, normal atau sehat, diantara mereka banyak juga yang mengalami kepribadian yang tidak sehat.
Kepribadian yang
sehat atau kepribadian yang mantap ditandai dengan karakteristik, yaitu :
1) Mampu menilai diri
secara relistik.
Individu yang kepribadiaannya sehat dan mampu menilai dirinya sebagai mana apa adanya, baik
kelebihan maupun kekurangan atau kelemahannya, yang menyangkut fisik. Individu
dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dihadapi secara
realistik dan mau menerimanya secara
wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi
kehidupan itu sebagai suatu yang harus sempurna.
2) Mampu menilai
prestasi yang diperoleh secara realistik
Individu dapat menilai prestasinya (keberhasilan yang diperolehnya) secara realistik dan mereaksinya secara rasional. Dia tidak menjadi sombong
dan angkuh apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan dalam hidupnya. Apabila
mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya
dengan frustasi, tetapi dengan sikap optimistik (penuh harapan).
3) Menerima tanggung
jawab
Individu yang
sehat adalah individu yang bertanggung jawab. Dia mempunyai keyakinan terhadap
kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
4) Kemandirian
Individu memiliki sikap mandiri dalam cara berfikir dan bertindak, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan dan
mengembangkan diri serta
menyesuaikan diri secara konstruktif dengan norma yang berlaku dalam
lingkungannya.
5) Dapat mengontrol
emosi
Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat
menghadapi situasi frustasi, depresi
atau stres secara positif atau konstruktif, tidak dengan cara
destruktif (merusak).
6) Berorientasi tujuan
Setiap orang
mempunyai tujuan yang ingin dicapainya. Namun dalam merumuskan tujuan itu ada
yang realistik dan ada yang tidak realistik.
Individu yang sehat kepribadiaannya dapat merumuskan tujuannya berdasarkan pertimbangan secara matang
(rasional), tidak atas paksaan dari luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan) dan keterampilan.
7) Berorientasi keluar
Individu yang
sehat memiliki orientasi keluar. Dia
bersikap respek, empati terhadap orang
lain dan mempunyai kepedulian
terhadap situasi, atau masalah–masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berpikirnya. Barrett Leonard
mengemukakakan sifat-sifat individu yang
berorientasi keluar, yaitu menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya
sendiri, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, dan tidak membiarkan
dirinya dimanfaatkan untuk menjadi
korban orang lain dan tidak
mengorbankan orang lain karena
kekecewaan dirinya.
8) Penerimaan sosial
Individu dinilai
positif oleh orang lain, mau bertisipasi aktif dalam kegiatan sosial,
dan memiliki sikap bersahabat dalam
berhubungan dengan orang lain.
9) Memiliki filsafat
hidup
Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat
hidup yang berakarar dari keyakinan agama.
10) Berbahagia
Individu yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan. Kebahagiaan ini
didukung oleh faktor-faktor pencapaian prestasi, penerimaan dari orang
lain dan perasaan dicintai atau disayangi orang lain.
2. Stabilitas emosi
Emosi adalah suatu
keadaan perasaan kelenjar dan motoris. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono emosi
merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna efektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada
tingkat yang luas (mendalam).[22]
Yang dimaksud dengan warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang
dialami pada saat menghadapi dan menghayati suatu situasi tertentu yaitu rasa gembira, bahagia, putus asa, terkejut,
benci, dan tidak senang. Ini disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dan
susunan syaraf terutama otak. Contohnya
apabila individu mengalami prustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras.
3. Dewasa
Istilah dewasa
berasal dari bahasa latin yaitu adult yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
seseorang disebut dewasa apabila telah
sempurna pertumbuhan fisiknya dan
mencapai kematangan psikologis sehingga mampu hidup dan berperan bersama
orang-orang dewasa lainnya.
Masa dewasa adalah
periode yang paling panjang dalam masa kehidupan. Elizabeth B Hurlock membagi
tiga fase masa dewasa, yaitu :[23]
a. Masa dewasa dini
Masa ini dimulai pada umur 19 tahun
sampai kira-kira umur 40 tahun, sehingga terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
berkurangnya kemampuan reproduktif.
b. Masa dewasa madya
Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun,
sehingga kemampuan fisik dan psikologis
nampak menurun pada setiap orang.
c. Masa dewasa lanjut
Masa dewasa lanjut dimulai pada umur
60 tahun sampai kematian. Pada masa ini kemampuan fisik maupun psikologis cepat
menurun, tetapi tekhnik pengobatan modern, serta dalam upaya berpakaian
berpenampilan, bertindak dan berperasaan seperti kala mereka masih muda.
Masa dewasa dini
dikatakan sebagai masa pencarian kemamantapan dan masa reproduktif yaitu suatu
masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, peride isolasi sosial,
periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas
dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Agus Sujanto dalam bukunya
Psikologi Perkembangan mengatakan
ciri masa dewasa atau kematangan yaitu
diantaranya :[24]
a. Menemukan pribadinya
Yang dimaksud
dengan mulai menemukan pribadinya, ialah ia mulai menyadari kemampuannya,
menyadari kelebihan dan kekurangannya sendiri, mulai dapat menempatkan diri ditengah
masyarakat dengan jalan menyesuaikan diri dengan masyarakat lain tetapi tiada
tenggelam di dalam masyarakat. Ia mulai
dapat menggunakan haknya dan mulai mengerti kewajiban-kewajibannya sebagai
anggota masyarakatnya dan telah mulai
ikut aktif kreatif di dalam kehidupan masyarakat dengan jalan
musyawarah.
b. Menentukan cita-citanya
Yang di maksud
dengan mulai dapat menentukan cita-citanya, ialah bahwa pribadi menyadari
kemampuannya dan kelebihan-kelebihannya itu sebagai suatu himpunan
kekuatan-kekuatan yang dipergunakan sebagai sarana untuk kehidupan selanjutnya.
Tujuannya agar dengan sarana itu mereka tidak
akan kehilangan haknya untuk ikut serta bersama-sama
dengan anggota masyarakat yang lain mengolah isi alam raya ini untuk
kehidupannya.[25]
c. Menggariskan jalan hidunya
Maksudnya adalah
pribadi yakin cita-citanya akan tercapai
bila jalan itu dilalui dengan penuh kesetiaan.
d. Bertanggung jawab
Yang dimaksud
dengan pribadi mulai bertanggung jawab adalah bahwa ia telah mengerti tentang
pembedaan antara yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang dilarang, yang
dianjurkan dan yang dicegah, yang baik dan yang buruk, dan ia sadar untuk menjauhi segala yang bersifat negatif dan
mencoba membina diri untuk selalu menggunakan hal-hal yang positif.[26]
Orang yang
bertanggung jawab tidak lagi tergoda
untuk harus berbuat sama dengan orang lain sekalipun orang lain itu berjumlah
banyak, bersikeras untuk ditantang dengan ancaman atau hukuman dan jika ia
berbuat salah, maka lansung menyadari kesalahnnya itu dan secepatnya berhenti
dengan cara kembali kepada jalan yang semetinya.
e. Menghimpun norma-norma sendiri
Maksunya adalah
bahwa pribadi telah dapat menentukan sendiri hal-hal yang berguna, dan
menunjang usahanya untuk mencapai cita-citanya itu sejauh norma-norma yang tidak bertentangan
dengan apa yang menjadi tuntutan masyarakat sekitarnya.
4. Arif
Guru harus
bersikap arif di depan anak muridnya, baik dalam membagi tugas maupun kewajiban. Kearifan guru dapat menciptakan keharmonisan dan kasih
sayang yang merata antara guru dan dan anak murid tanpa ada konflik, permusuhan
dan kebencian.
5. Teladan bagi anak didik
Keteladanan
merupakan salah satu faktor terpenting terhadap keberhasilan pendidikan.
Disamping itu, dapat merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh
keteladanan yang baik kepada peserta didik agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki
akhlaq yang baik dan benar.[27]
Untuk menciptakanan keteladanan bagi peserta didik, pendidik
tidak cukup hanya memeberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi
siswa adalah figur seorang guru
dalam kehidupannya sehari-hari.[28]
Karena sungguh tercela seorang guru yang mengajarkan suatu kebaikan kepada siswanya sedangkan
siswa sendiri tidak menerapkannya dalam
kehidupan sehari-harinya. Allah telah memberikan suatu pelajaran kepada manusia
dalam Firman-Nya Surat Al-Baqarah ayat
44 yang berbunyi :
Artinya : “Mengapa kamu suruh orang lain mengajarkan
kebaikan sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri dan kamu membaca kitab,
tidakkah kamu fikirkan ? (QS. Al- Baqarah : 44)
Dalam ayat lain
Allah menyebutkan dalam surat
Ash-Shaff ayat 2-3 yang berbunyi :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman mengapa kamu
mengucapkan apa yang tidak kamu lakukan ? sangat dibenci Allah bahwa kamu
ucapkan apa yang tidak kamu lakukan”
Dari firman Allah
diatas dapat diambil pelajaran bagi seorang pendidik hendaknya tidak hanya
mampu memerintah atau memberikan teori saja kepada siswa, tetapi lebih dari itu
ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya, sehingga mereka dapat mengikuti
tanpa merasakan unsur paksaan. Oleh karena itu keteladanan seorang pendidik
sangat menentukan bagi keberhasilan pendidikan yaitu bagi anak didik.
6. Akhlak mulia
Sikap dan tutur
kata yang halus yang baik dapat berpengaruh kepada jiwa, melunakkan hati serta
menghilangkan kedengkian dalam dada. Begitu pula sikap yang ditampakkan oleh
guru karena sikap dan wajah ceria tersebut dapat menyenangkan hari peserta
didik. Oleh sebab itu, maka sepantasnyalah seorang guru berprilaku yang
baik serta berakhlaq mulia yang bisa
dijadikan sebagai media yang sangat berguna untuk memberikan suatu pengajaran
terhadap peserta didik. Sebab pada umumnya peserta didik cendrung berprilaku seperti prilaku gurunya. Guru yang memiliki akhlaq
mulia, maka akan dapat membawa dampak positif bagi muridnya terutama terhadap
kepribadiannya.[29]
C. Proses Pembentukan Kompetensi Personal
Kompetensi kepribadian terbentuk
dari sifat-sifat atau ciri-ciri yang mendasari
proses perkembangan manusia. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan kompetensi kepribadian yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat. Seluruh totalitas
kepribadian individu itu dibentuk melalui perpaduan dari ketiga faktor tersebut.
Untuk lebih jelasnya penulis
akan memaparkan ketiga faktor tersebut satu persatu.
1. Keluarga
Kepribadian tumbuh dan
berkembang sepanjang hidup manusia, terutama sejak lahir, sampai masa remaja
yang selalu berada di lingkungan keluarga, diasuh oleh orang tua dan bergaul
dengan anggota keluarga lainnya. Karena itu dapat dipahami cukup besar pengaruh
dan peranan keluarga serta orang tua dalam membentuk atau menempa pribadi
seorang anak.[30]
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan
yang pertama, karena dalam keluarga
inilah anak pertama mendapatkan didikan dan bimbingan. Dikatakan lingkungan
yang utama, karena sebagian besar dari
kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak
diterima oleh anak adalah dalam keluarga.[31]
Betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap anak.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan tempat
di mana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Disamping itu, keluarga juga
merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan
dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya.
Di dalam keluarga, anak di didik untuk mulai mengenal
hidupnya. Hal ini harus disadari dan dimengerti oleh tiap keluarga, bahwa anak
dilahirkan di dalam keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan
diri dari ikatan keluarga. Keluarga memberikan pengalaman pertama yang
merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan
keluarga ini sangat penting sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam
perkembangan individu selanjutnya ditentukan.
Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar memelihara
eksistensi anak untuk menjadikannya kelak sebagai seorang pribadi, tetapi juga
memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang. Hal ini
memberikan pengertian bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan tidak
berdaya, dalam keadaan penuh ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu
berbuat apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya sendiri. Ia lahir bagaikan
meja ukir berwarna putih atau yang lebih dikenal istilah tabularasa.
Dengan demikian, orang tua akan memberikan corak warna
yang dikehendaki terhadap anaknya. Di dalam keluarga merupakan penanaman utama
dasar-dasar moral bagi anak yang tercermin dalam sikap dan prilaku orang tua
sebagai teladan, yang dapat dicontoh anak. Karena tingkah laku, cara berbuat
dan berbicara akan ditiru oleh anak. Dengan teladan ini melahirkan gejala yang
positif, yaitu penyamaan diri dengan orang yang ditiru dan hal penting sekali
dalam rangka pembentukan kepribadian.
2. Sekolah
Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian
dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari
pendidikan dalam keluarga. Karena sekolah adalah jembatan bagi anak yang
menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat.
Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu
lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta
memperbaiki dan memperluas tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya
dalam membentuk kepribadian anak didik.
Jelasnya dikatakan bahwa sebagian besar pembentukan
kecerdasan, sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian,
dilaksanakan oleh sekolah. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya sekolah dalam
pembentukan kepribadian peserta didik.
3. Masyarakat
Masyarakat sebagai satu bentuk tata kehidupan sosial
dengan tata nilai dan tata budaya sendiri, merupakan lingkungan ketiga setelah
keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai
ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan
berada di luar dari pendidikan sekolah. Corak dan ragam pendidikan yang dialami
seseorang dalam masyarakat banyak sekali, di antaranya pembentukan kepribadian.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa faktor yang
mempengaruhi pembentukan kepribadian tidak hanya faktor pembawaan saja, tetapi
juga dipengaruhi oleh lembaga pendidikan sekolah dan masyarakat yang turut
serta dalam pembentukan kepribadian seseorang
D. Struktur Personality
a.
Unsur-Unsur Kompetensi Personal
Sigmund Freud
merumuskan unsur-unsur kepribadian
menjadi tiga sistem pokok yaitu
id, ego dan superego. Masing-masing bagian dari kepribadian total ini mempunyai
fungsi, sifat, komponen prinsip kerja, dinamisme dan mekanismenya sendiri,
namun ketiga sistem tersebut berinteraksi
begitu erat satu sama lainnya sehingga sulit untuk memisahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifya terhadap tingkah laku
manusia.
1) Id (Das Es)
Id merupakan
sistem kepribadian yang asli, rahim tempat ego dan superego berkembang.
Berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak
lahir termasuk insting-insting yang berhubungan erat dengan proses jasmaniah
tempat id mendapatkan energinya dan merupakan kenyataan psikis yang
sebenarnya karena ia mempresentasikan
dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif.
Id tidak bisa
menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak
menyenangkan. Karena itu apabila tingkat tegangan organisme meningkat, apakah
sebagai akibat stimulasi dari luar atau ransangan yang timbul dari dalam, maka
id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan
mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta
menyenangkan.
Untuk
menghindari rasa sakit dan mendapatkan kenikmatan, id memiliki dua proses.
Kedua proses tersebut adalah tindakan refleks dan proses primer. Tindakan
refleks adalah reaksi-reakti otomorik dan bawaan seperti bersin dan berkedip.
Tindakan ini biasanya segera
mereduksikan tegangan organisme yang dilengkapi dengan sejumlah refleks untuk
menghadapi bentuk-bentuk ransangan yang relativ sederhana. Sedangkan proses
primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih rumit. Ia berusaha
menghentikan tegangan dengan menbentuk
khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut.[32]
Sebagai suatu
sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah. Dengan kata lain id mengemban
prinsip kesenangan yang tujuannya untuk membebaskan manusia dari
ketegangan dorongan naluri dasar seperti makan, minum, dan sebagainya.[33]
2) Ego (Das Ich)
Ego timbul karena
kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan
transaksi- transaksi yang sesuai dengan
dunia kenyataan objektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai
tegangan dihilangkan. Ini berarti orang harus belajar membedakan antara gambaran ingatan tentang dan persepsi aktual terhadap makanan yang ada seperti yang ada di
dunia luar. [34]
Ego mengikuti prinsip kenyataan dan beroperasi menurut proses sekunder.
Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah
terjadinya tegangan sampai ditemukan
suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Proses sekunder adalah berfikir relistik. Dengan proses sekunder ,
ego menyusun rencana untuk memuaskan
kebutuhan dan kemudian menguji rencana
ini, biasanya melalui suatu tindakan
untuk melihat apakah rencana itu
berhasil atau tidak. Orang yang lapar berfikir
dimana ia dapat menemukan makanan
dan kemudian pergi ke tempat itu. Untuk
melakukan peranannya secara efisien, ego mengontrol semua fungsi kognitif dan intelektual.
Selain itu ego
disebut sebagai eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol
pintu-pintu kearah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberikan respon dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dengan cara
berusaha mengintegrasikan tuntutan id, superego dan dunia luar yang
bertentangan.
Dikatakan juga
bahwa ego merupakan bagian id yang
terorganisasi yang hadir untuk memajukan tujuan-tujuan id dan bukan untuk mengecewakannya dan bahwa seluruh dayanya berasal dari id. Ego tidak terpisah dari id dan tidak
pernah bebas sama sekali dari id. Peranan utamanya adalah menengahi kebutuhan-kebutuhan instingtif dari organisme dan kebutuhan-kebutuhan lingkungan
sekitarnya. Tujuan-tujuan yang sangat penting adalah mempertahankan kehidupan
individu dan mempertahankan kehidupan individu
dan memperhatikan bahwa spesies dikembangkan. Sesuai dengan yang
dikatakan oleh Dr. Jalaludin dalam bukunya Psikologi Agama, ego merupakan
sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id kepada keadaan yang nyata.
3) Superego (Das Uber Ich)
Das uber ich
adalah sistem kepribadian yang ketiga dan terakhir yang merupakan perwujudan internal dari nilai-nilai dan
cita-cita tradisional masyarakat
sebagaimana diajarkan orang tua kepada anak-anaknya, yang
dimasukkan dengan berbagai perintah dan
larangan sehingga dikenal dengan aspek sosiologis.[35] Das uber ich lebih mengarah kepada
kesempurnaan dari pada kesenangan, sehingga dia juga dikenal sebagai aspek
moral dari kepribadian.
Sebagai aspek
moral, super ego mencerminkan yang ideal bukan yang real dan memperjuangkan
kesempurnaan dan bukan kenikmatan.
Perhatiannya yang utama dalah memutuskan sesuatu benar atau salah. Dengan
demikian ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh
wakil-wakil masyarakat.
Super ego
sebagai wasiat tingkah laku yang diinternalisasikan berkembang dengan
memberikan respon terhadap hadiah-hadiah
dan hukuman-hukuman yang diberikan orang tua. Untuk memperoleh hadiah-hadiah
dan menghindari hukuman-hukuman, maka anak akan berusaha mengarahkan tingkah lakunya menurut garis-garis atau
peraturan-oeraturan yang diberikan oleh orang tuanya . Adapun yang mereka
katakan salah dan menghukum anak mereka karena melanggar peraturan
tersebut maka akan cendrung untuk
menjadi suara hatinya yang merupakan salah satu dari dua subsistem super ego.
Sedangkan orang tua yang meyetujui dan menghadiahi anak mereka karena melakukan peraturannya
maka akan cendrung menjadi ego ideal anak dan merupakan subsistem lain dari superego.
Mekanisme yang
menyebabkan penyatuan tersebut disebut introyeksi. Dengan terbentuknya superego
ini maka kontrol diri menggantikan kontrol orang tua. Jadi superego mempunyai dua anak system
yaitu ego ideal dan hati nurani.
Jadi superego
cendrung untuk menentang baik id maupun ego dan membuat dunia menurut gambarannya
sendiri. Prinsip-prinsip ini tidak bentrok satu sama lain dan tidak bekerja
secara bertentangan artinya mereka
bekerja sama seperti suatu tim yang diatur oleh ego. Sebab kepribadian
berfungsi sebagai satu kesatuan dan
bukan sebagai tiga bagian yang terpisah .
b. Karakteristik Kompetensi
Personal
Karakteristik
peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari
pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.
Karakteristik peserta didik ini memiliki arti yang cukup penting dalam interaksi belajar mengajar.[36]
Peserta didik
adalah individu yang unik, yang mempunyai kesiapan dan kemampuan pisik, psikis
serta intelektual yang berbeda satu sama lainnya. Demikian pula halnya dalam
proses belajar, setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda.
Adapun karakteristik peserta didik dalam belajar di sekolah diantaranya : [37]
1) Peserta Didik Yang Cepat
Belajar
Peserta didik
yang cepat belajar pada umumnya adalah siswa yang dapt menyelesaikan proses
belajar dalam waktu yang lebih cepat dari pada
yang diperkirakan semula. Mereka dengan mudah dapat menerima materi
pelajaran yang disajikan, dan mereka juga tidak memerlukan waktu yang lama
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapkan kepada mereka. Pada umumnya siswa yang cepat dalam belajar ini mempunyai
IQ (tingkat kecerdasan) diatas 130, yakni tergolong genius atau gifted.
Kedudukannya dalam kelompoknya selalu berada pada posisi atas.
Meskipun demikian, peserta didik yang cepat dalam
belajar sering juga mengalami kesulitan dalam belajar, karena pada umumnya
kegiatan belajar disekolah selalu
menggunakan ukuran normal (rata-rata) dalam kecepatan belajar.
2) Peserta Didik Yang
Lambat Belajar
Peserta didik
yang lambat dalam belajar merupakan kebalikan dari pada siswa yang cepat dalam
belajar, dimana peserta didik yang lambat dalam belajar memerlukan waktu yang lebih lama atau panjang dari waktu yang diperkirakan cukup untuk kondisi siswa yang normal.
Artinya siswa memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak dapat
memanfaatkannya secara optimal.[38]
Hal ini menyebabkan mereka sering tertinggal
dalam proses belajarnya, sehingga mereka menemukan kesulitan belajar.[39]
Dipandang dari
segi tingkat kecerdasan (IQ) pada umumnya peserta didik yang lambat dalam
belajar ini mempunyai IQ dibawah rata-rata (normal), sehingga mereka memerlukan
perhatian khusus dan waktu yang lebih lama dalam proses belajarnya.
3) Peserta
Didik Yang Kreatif
Peserta didik
yang kreatif adalah siswa yang menunjukkan kreativitas yang tinggi dalam
kegiatan-kegiatan tertentu, seperti dalam melukis, menggambar, olah raga,
kesenian, organisasi dan kegiatan kurikuler lainnya. Pada umumnya siswa yang
kreatif ini terdiri dari peserta didik yang cepat dalam belajar, disamping
siswa yang normal (rata-rata).
Dalam proses
belajar, peserta didik yang kreatif lebih mampu memecahkan permasalahan yang
dihadapkan kepada mereka dengan berbagai variasi dan ketika memecahkan
permasalahan yang dihadapkan mereka, lebih senang bekerja sendiri, percaya diri
sendiri, dan mereka berani menanggung resiko yang sulit sekalipun dan bahkan
kadang bersifat destruktif, disamping sering juga bersifat konstruktif. [40]
Menurut Sund
(1975) yang dikutip oleh Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya mengatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal
melalui ciri-cirinya sebagai berikut : [41]
a. Hasrat keingintahuan
yang cukup besar
b. Bersikap terbuka
terhadap pengalaman baru
c. Panjang akal
d. Keinginan untuk menemukan
untuk meneliti
e. Cendrung lebih menyukai
tugas yang berat dan sulit
f. Cendrung mencari jawaban
yang luas dan memuaskan
g. Memiliki dedikasi
bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
h. Berfikir fleksibel
i.
Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cendrung memberikan jawaban
yang lebih banyak
j.
Kemampuan membuat analisis dan sintesis
k. Memiliki semangat
bertanya serta meneliti
l.
Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
m. Memiliki latar belakang
membaca yang cukup luas
Untuk
mengembangkan kreativitas para peserta didik, sekolah diharapkan memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya.
3) Peserta Didik Yang Droup
Out (Putus Belajar)
Peserta didik
yang droup out adalah siswa yang tidak berhasil atau siswa yang gagal dalam
kegiatan belajarnya. Adapun penyebab droup out ini banyak sekali, barangkali disebabkan oleh faktor yang ada di
dalam diri peserta didik sendiri, seperti kurang minat, malas dan sekolah /
jurusan tidak sesuai dengan cita-cita dan lain sebagainya. Mungkin pula
disebabkan oleh faktor eksternal,
seperti kurikulum metode mengajar yang digunakan guru, lingkungan masyarakat
yang tidak mendukung, atau keluarga broken home.[42]
4) Peserta Didik Yang “Underachiever”
Peserta didik
yang tergolong Underachiever adalah siswa yang memiliki taraf inteligensi yang tergolong tinggi, akan
tetapi memperoleh prestasi belajar yang tergolong rendah (di bawah rata-rata
kelas). Peserta didik ini dikatakan “underachiever” karena secara potensial,
peserta didik yang memiliki taraf intelegensi
yang tinggi mempunyai kemungkinan
yang cukup besar untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi, akan
tetapi dalam hal ini siswa tersebut mempunyai prestasi belajar dibawah
kemampuan potensial mereka.
Dari hasil
penelitian para pakar, ditemukan bahwa taraf intelegensi peserta didik yang
underachiever ini di atas 100, akan tetapi prestasi belajar mereka berada pada golongan dibawah rata-rata. Dan jumlah mereka adalah
sekitar 5 %-15 % dari seluruh jumlah siswa
disekolah tersebut.
Peserta didik
underachiever ini, dipandang sebagai siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar disekolah, karena secara potensial mereka memiliki kemungkinan untuk
memperoleh prestasi belajar yang tinggi. Keadaaan ini biasanya di
latarbelakangi oleh aspek motivasi, minat, sikap, kebiasaan belajar, ciri-ciri
kepribadian tertentu ataupun pola-pola pendidikan yang diterima dari orang tua
dan suasana keluarga yang tidak mendukung.
Selanjutnya
siswa yang underachiever ini bersikap
dan berkebiasaan dalam belajar yaitu kondisi
siswa tentang kegiatan atau perbuatan
belajarnya sehari-hari antagonistic dengan yang seharusnya, seperti suka
menunda-nunda tugas, mengulur-ngulur waktu
membenci guru, dan tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak
diketahuinya.[43]
Disamping
kelima karakteristik yang telah diuraikan diatas, ada beberapa karakteristik
lainnya seperti Learning disabilities, Learning disfunction, dan Learning
disorder. Learning disabilities adalah peserta didik yang tergolong pada siswa
yang karena sesuatu hal tidak mampu belajar atau mereka menghindar dari
kegiatan belajar, sehingga prestasi belajar yang dicapainya menjadi rendah,
sedangkan learning disfunction adalah gejala yang dialami peserta didik, dimana
proses belajarnya tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa
tersebut tidak menunjukkan adanya submoralitas mental dan gangguan psikologis.
Adapun peserta
didik yang mengalami learning disorder adalah peserta didik yang mnegalami kekacauan belajar, yaitu keadaan proses
belajarnya terganggu karena tinmulnya respon yang bertentangan.[44]
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu Kompetensi Personal Mahasiswa Jurusan
Tarbiyah STAIN Bukittinggi, metode yang penulis gunakan bersifat deskriptif kualitatif yang mengarah kepada penelitian
lapangan (field research)
B. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Adapun yang menjadi poupulasi dalam penelitian ini
adalah seluruh mahasiswa STAIN Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi yaitu sebagai
berikut :
Tabel 1
NO
|
Semester
|
Jumlah
|
1
|
II
|
134
|
2
|
IV
|
130
|
3
|
VI
|
126
|
4
|
VIII
|
88
|
5
|
X
|
22
|
6
|
XII
|
2
|
7
|
XIV
|
1
|
|
JUMLAH
|
503
|
Sumber
: BAK STAIN Bukittinggi 2008
b. Sampel
Penulis mengambil sample dengan tekhnik stratified
sampling dengan cara random, yaitu sebanyak 22 orang mahasiswa Jurusan Tarbiyah
STAIN Bukittinggi.
B.
Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini
adalah :
1.
Ketua Jurusan Tarbiyah
2.
Ketua Program Studi Jurusan
Tarbiyah
3.
Guru Psikologi
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua tekhnik
pengumpulan data yaitu :
1. Observasi
Dalam melakukan observasi ini penulis secara lansung
mengadakan pengamatan terhadap proses
perkuliahan yang terjadi di kelas dan interaksi mahasiswa dengan dosen terutama
dosen pembimbing dan dosen Penasehat Akademik.
2. Angket
Angket ini penulis gunakan untuk mengungkapkan tentang
pemantapan kepribadian, kestabilan emosi, dan kewibawaan oleh mahasiswa Jurusan
Tarbiyah STAIN Bukittinggi.
E. Tekhnik Analisa Data
Tekhnik yang
penulis gunakan dalam menganalisis data adalah :
- Seleksi data, yaitu memeriksa kembali data yang telah terkumpul
- Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data yang telah diseleksi
- Intrepretasi data, yaitu menerjemahkan dan menjelaskan data yang telah diseleksi dan diklasifikasikan.
[2]
Dinas Pendidikan Nasional, Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2003), cet-1, h.1
[3]
http.//.www.geocities.com/pengembangan sekolah/standar guru/ html. Acces Date
10-4-2008
[4]
http: Sri Bagus Darmoyo, Landasan
Pendidikan, html. Acces Date 10-4-2008
[5] Munandar,
Guru Profesional Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pengajaran dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007), h.55
[6]
Agus Sujanto, dkk, Psikologi Kepribadian,
(Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2006), cet-11, h. 2
[7]Abu
Ahmadi & Munawar Shaleh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta,
1991), h.2
[8]
Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Jakarta: CV Pustaka Setia, 1999), cet-2,
h.122
[9]
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak
Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
PT rineka Cipta, 2000), h.39-40
[10]
Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di
Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta,
1997). cet– 1, h. 16
[11] Munandar,
op.cit. h. 55
[12]
Panduan Akademik STAIN Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi
[13]
http.//akhmadsudrajat.wordpress.com./2008/01/21/kompetensi guru dan peran kepala sekolah/ Acces date 10-4-2008
[14]
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan.
(Bandung : PT
Remaja Rosda Karya) cet-16, h. 154
[15] Ibid, 154
[16]
Andi Mapiare, Kamus Istilah Konseling dan
Terapi (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 241
[17] Syamsu Yusuf L.N, Psikologi Perkembangan, (Jakarta:
PT Remaja Rosda Karya, 2005), cet -6, h. 127
[18]
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1994), h. 91
[19]http:/www.sabda.org/pepak/pustaka/030214/
acces date 10-4-2008
[20]
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak
Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarat: PT Rineka Cipta, 2000), cet-1, h.
36
[21] Ibid,
h. 39-43.
[22] Syamsu
Yusuf, op.cit, h. 114-115
[23]
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup, (Jakarta: Erlangga), cet -5 h. 272
[24]
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1996), cet-17, h. 265
[25] Ibid, h. 266
[26] Ibid, h. 267 -268
[27]
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), h. 22
[28] Ibid, h. 121
[29]
Fuad bin Abdul Aziz Al- Syalhub, Panduan
Praktis Bagi Para Pendidik, (Jakarta:
Zikrul, 2005), cet-1, h. 18
[30]
Ahmad Fauzi, Op.Cit, h.129
[31]
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999), cet-1, h.38
[32] Calvin S Hall & Gardener Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik (Yogyakarta:
Konisus, 1993), h. 65-67
[33]
Jalaluddin , Psikologi Agama (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2000), cet-4 , h. 161
[34]
Ibid.
[35]
Agus Sujanto. op.cit h.61
[36]
Sardiman, Interaksi & Motivasi
Belajar Mengajar, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2001), cet-8, h.118
[37]
Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), h.124
[38]
Prayitno & Erman Amti, Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004), cet -2, h. 280
[39] Ibid, h.125
[40] Ibid, h. 126
[41]
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya
, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), cet-3, h.147-148
[42]
Hallen. op.cit h. 126
[43]
Prayito & Erman Amti. op.cit. h 280
[44]
Hallen, op.cit, h. 127-128
0 Comment