04 Mei 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan melatih proses berpikir manusia secara mandiri dan menyeluruh sehingga menjadi manusia yang berkualitas. Menurut Herbert Spencer secara umum ada lima tujuan pendidikan yaitu : Pertama, untuk menjaga kelangsungan hidup. Kedua, untuk mencari nafkah dalam  rangka memenuhi kebutuhan hidup. Ketiga, untuk membekali calon ibu bapak yang bertanggung jawab atas keluarganya. Keempat, untuk pandai bergaul dengan orang lain serta memenuhi kewajiban sebagai warga negara, dan Kelima untuk dapat memanfaatkan waktu senggang dengan kegiatan yang menyenangkan dan menggairahkan hidup.[1]
Tujuan pendidikan  yang dikemukakan oleh Herbet Spencer pada tahun 1859 tersebut, sampai sekarang masih tetap berlaku. Berkaitan dengan hal tersebut,  Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana   untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan  yang diperlukan dirinya, masyarakatnya, bangsa dan negara.[2]
Dari definisi ini jelaslah bahwa pendidikan merupakan usaha yang disadari oleh pelakunya untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki dengan baik sehingga tercapai kebaikan bagi individu, keluarga dan masyarakat. Dalam melakukan tugas pendidikan, guru merupakan pemegang peranan utama dan bertanggung jawab menjalankan proses pengajaran. Guru berperan menciptakan perubahan tingkah laku  dan perkembangan siswa. Seluruh komponen yang berhubungan dengan pendidikan mesti melakukan kerja sama yang sinergis sehingga tujuan pendidikan tersebut tercapai.
Guru sebagai pengajar dan pendidik merupakan faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Setiap adanya inovasi pendidikan selalu bermuara pada faktor guru baik menyangkut bidang kurikulum maupun peningkatan sumber daya manusia  yang membuktikan bahwa guru mutlak memiliki  kompetensi.
Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya  karena guru bertanggung jawab memberi pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan pengalaman di sekolah maupun di luar sekolah.[3] Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat  untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah RI No 19 Undang-undang tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi kepribadian, sosial, paedagogik dan profesional.
Kompetensi personal merupakan  kompetensi yang mencerminkan kepribadian guru yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan guru ketika berinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta didik, sesama guru, dan masyarakat secara umum. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan memahami peserta didik dan mengelola pelajaran. Kompetensi profesional adalah kemampuan menguasai materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam.[4]
Dari empat kompetensi yang harus dimiliki guru ini, kompetensi personal merupakan kompetensi utama yang mempengaruhi pelaksanaan tiga kompetensi lainnya dan sekaligus menentukan keberhasilan seorang guru. Kompetensi personal mencakup perangkat prilaku  yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi  yang mandiri  untuk melakukan  transformasi diri, identitas diri dan pemahaman diri yang meliputi kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri dan menghargai diri.[5]
Kepribadian mencakup pribadi yang utuh yaitu seluruh kepibadiannya, pikirannya, perasaannya,  dan seluruh paduan kehidupan jasmani dan rohani.[6] Artinya lebih memusatkan  perhatiannya pada sifat- sifat kepribadian yang umum dan  yang khusus membedakan seseorang  dari yang lain serta kombinasi sifat-sifat tersebut sehingga mewujudkan totalitas kepribadian tertentu.[7]
Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda, namun dalam beberapa hal mungkin memiliki persamaan. Orang yang berasal  dari suatu keluarga biasanya memiliki persamaan dalam kepribadiannya. Para ahli psikologi pada umumnya berpendapat bahwa kepribadian bukan hanya mengenai tingkah laku yang dapat diamati saja, tetapi juga termasuk di dalamnya apakah sebenarnya individu itu. Jadi selain tingkah laku yang tampak diketahui pula motif, minat, sikap yang mendasari pernyataan tingkah laku dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya secara unik dan berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri.[8]
Zakiyah Darajat  mengatakan bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak yang sukar dilihat secara kongkrit, namun dapat dilihat dalam penampilan, tindakan, ucapan, cara bergaul dalam memahami segala persoalan interen dan eksteren dirinya.[9] Sehingga dikatakan  kepribadian suatu yang unitas multipleks artinya adalah pribadi sebagai suatu kesatuan  unsur yang banyak.
Kepribadian tumbuh dan berkembang  sepanjang hidup manusia, terutama sejak lahir sampai remaja yang selalu berada di lingkungan keluarga, diasuh oleh orang tua dan bergaul dengan anggota keluarga lainnya. Orang tua yang akan memberi corak  warna dan memelihara eksistensi kepribadian seorang anak. Didalam Islam secara jelas nabi Muhammad SAW mengisyaratkan  lewat sabdanya yang diriwatkan oleh Bukhari dan Muslim :



Artinya : “ Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR.Bukhari dan Muslim)


Setelah anak bergaul dengan orang tuanya kemudian anak  bergaul dengan lingkungan sekolah dan masyarakat. Dapat dipahami bahwa kepribadian merupakan  keseluruhan individu yang terdiri dari unsur fisik dan psikis. Dengan demikian seluruh sikap  dan tingkah laku yang ditampilkan oleh individu dengan keadaan sadar itu  merupakan kepribadian yang dimilikinya. Banyak terlihat  dimasyarakat bagi seseorang yang memiliki  perbuatan yang baik sering orang mengatakan bahwa seseorang itu memiliki kepribadian yang baik dan  begitu juga sebaliknya.
Guru sering dianggap sebagai  sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu guru dikatakan juga sebagai model  atau panutan yang harus digugu dan ditiru. Sebagai seorang model  guru harus memiliki kompetensi  yang berhubungan dengan pengembangan pribadi dalam melakukan hubungan profesinya.[10] Dengan demikian kepribadian merupakan suatu hal  yang menentukan tingkat kewibawaan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
Mahasiswa Tarbiyah sebagai calon guru  sesuai dengan misinya yaitu menciptakan tenaga pendidik  yang memiliki kompetensi personal, sosial, pedagogik dan professional perlu membekali diri sedini mungkin untuk melaksanakan tugasnya sebagai guru yang memiliki kompetensi keguruan secara komprehensif dan integral serta mampu menerapkannya dalam aktivitasnya sehingga  seorang guru dikatakan kompeten bila ia mampu memahami dirinya,  dan bersikap bersahabat, dan mampu berkomunikasi  dengan siapapun demi tujuan yang baik.
Salah satu kompetensi yang merupakan dasar bagi guru  untuk melaksanakan kompetensi yang lainnya adalah kompetensi personal yang berisikan tentang kepribadian yang mantap, stabil, arif, wibawa dan keteladanan.
 Dari berbagai kompetensi tersebut, kompetensi kepribadian yang banyak fenomenanya dalam dunia pendidikan. Beradasarkan survey penulis terhadap Mahasiswa Tarbiyah STAIN Bukittinggi, ditemui berbagai fenomena dibidang kompetensi kepribadian, diantaranya  terlihat ketika mahasiswa banyak yang terlambat  dalam penyelesaian skripsi  padahal indeks prestasi (IP)  mereka lumayan tinggi. Kemudian mahasiswa sulit  berinteraksi atau berhubungan dengan dosen mulai dari  mengurus judul skripsi dengan dosen Penasehat Akademik sampai kepada berurusan dengan Dosen Pembimbing.
Dalam hal ini  mahasiswa sering menunjukkan kecemasan  terlebih dahulu karena takut proposal  atau skripsi disalahkan. Padahal koreksi dari pembimbing bertujuan  untuk perbaikan bahasan. Mahasiswa juga pada umumnya mengharapkan proposal atau skripsi mereka  disetujui langsung  tanpa mempertimbangkan apakah  yang mereka buat  sudah sesuai dengan hakekat  pembahasan skripsi atau belum.
Di kampus mahasiswa  sering mengalami kesulitan  dalam berinteraksi atau kurang  percaya diri ketika berinteraksi lansung  dengan dosen. Dalam proses pembelajaran, mahasiswa mengalami kesulitan dalam diskusi, mereka tidak bisa mengungkapkan apa yang kurang dimengerti  dan takut bertanya, sehingga tidak bisa mengkomunikasikan ide dan aspirasi mereka.
Dalam melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL), di lapangan  banyak mahasiswa mengeluhkan  bahwa mereka kurang bisa bersosialisasi  dengan civitas akademika sekolah dan terutama dengan guru pamong. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan prakteknya dilapangan.
Melihat fenomena  yang ditemui diatas, dapat dikatakan bahwa secara teoritis mahasiswa mengetahui bagaimana kompetensi personal sedangkan secara praktis mahasiswa kesulitan dalam mengaplikasikannya. Untuk mengungkap lebih jauh  fokus permasalahan ini, penulis akan membahasanya  dalam bentuk skripsi dengan judul “ Kompetensi Personal Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi”.

B.   Rumusan dan Batasan Masalah
1.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah  “Bagaimana Kompetensi Personal Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi”.
2.    Batasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini diketahui secara terperinci dan tidak terlalu luas, maka penulis memfokuskan penelitian pada:
a.  Bagaimana pemantapan  kepribadian oleh Mahasiswa Jurusan Tarbiyah  STAIN Bukittinggi ?
b.   Bagaimana kestabilan emosi Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi ?
c. Bagaimana kewibawaan Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi ?

C.  Tujuan dan Kegunaan Penelitian
  1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a.       Pemantapan kepribadian oleh Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi
b.       Kestabilan emosi Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi
c.       Kewibawaan Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi
  1. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah :
a.       Untuk memenuhi salah satu  persyaratan dalam mencapai gelar sarjana pada Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam
b.       Untuk menambah literatur bacaan di perpustakaan terutama dalam bidang kompetensi personal guru.
c.       Untuk dapat menjadi masukan bagi Mahasiswa STAIN Bukitinggi dalam rangka  peningkatan kompetensi personal mahasiswa untuk masa yang akan datang.
d.      Sebagai kontribusi potensial bagi penulis dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama perkuliahan serta menambah wawasan dalam melakukan penelitian.

D.  Penjelasan Judul
Agar tidak terjadi keraguan dalam memahami istilah-istilah dalam judul proposal ini, maka penulis memberi penjelasan terhadap beberapa istilah dan maksud dari kata-kata yang ada dalam judul sebagai berikut :
Kompetensi personal         : “adalah perangkat prilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan  dari lingkungan  sosial serta tercapainya interaksi sosial secara efektif”.[11]
Mahasiswa Jurusan Tarbiyah  :  “ adalah peserta didik pada jurusan dan Program Studi Tarbiyah di lingkungan STAIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi  yang terdaftar secara penuh  baik yang aktif maupun yang istirahat sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku pada bagian registrasi bagian  akademik dan kemahasiswaan serta mempunyai sifat-sifat religius , rasional, kritis, jujur, terbuka terhadap segala argumentasi, dinamis, objektif, inovatif, kreatif, mujahid serta professional.[12]
Jadi yang dimaksud dalam judul ini skripsi ini adalah suatu penelitian yang mengungkapkan tentang Kompetensi Personal Mahasiswa  Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi.


F.  Sistematika Penulisan.
Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan menjadi beberapa bagian yang sistematis. Untuk mendapatkan gambaran yang sistematis di bawah ini akan dijelaskan secara ringkas kandungan setiap bab yang akan dibahas.
Pada bab satu,  berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penjelasan judul dan sistematika penulisan.
Pada bab dua, berisikan landasan teori yang terdiri dari pengertian kompetensi personal, indikator kompetensi personal, proses pembentukan kompetensi personal dan struktur personality.
Pada bab tiga, berisikan tentang metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, populasi dan sample, sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan data dan metode analisa data.
Pada bab empat, berisikan hasil penelitian tentang  Monografi STAIN Sjech  M. Djamil Djambek dan Kompetensi Personal Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi.
Pada bab lima, yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

 
BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Pengertian Kompetensi Personal
       Faktor penting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian ini akan menentukan ia menjadi pendidik atau pembina yang baik bagi hari depan anak didik yang dapat dilihat dari tindakan, ucapan, cara bergaul, berpakaian,  dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik masalah yang berat maupun masalah yang ringan dengan secara objektif,  wajar dan sehat.
       Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlaq mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.[13]
       Menurut asal katanya, kepribadian atau personality  berasal dari bahasa latin  "personare", yang berarti "mengeluarkan suara".  Istilah ini digunakan untuk menunjukkan  suara dari percakapan  seorang pemain sandiwara, dimana suara pemain sandiwara itu diproyeksikan. Kemudian kata persona itu  berarti pemain sandiwara  itu sendiri. [14]
       Dari sejarah pengertian kata tersebut , tidak heran kita jika persona  yang mula-mula berarti topeng, kemudian diartikan  pemainnya itu sendiri  yang memainkan peranan seperti  digambarkan didalam topeng tersebut. Akhirnya kata persona itu menunjukkan pengertian  tentang kualitas dari watak atau karakter yang dimainkan  didalam sandiwara itu. Saat ini kata personality  oleh para ahli psikologi dipakai untuk  menunjukkan sesuatu yang nyata  dan dapat dipercaya tentang individu  untuk menggambarkan bagaimana dan apa sebenarnya individu itu.[15]
       Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sartain, istilah "personality" menunjukkan  suatu organisasi atau susunan  dari pada sifat-sifat dan aspek-aspek tingkah laku  lainnya yang saling berhubungan  didalam suatu individu. Sifat–sifat dan aspek ini  bersifat psiko-fisik yang menyebabkan individu berbuat dan bertindak  seperti apa yang dia lakukan, dan menunjukkan adanya ciri-ciri  khas yang membedakan individu  itu dengan individu yang lain. Termasuk didalamnya sikap, kepercayan, nilai-nilai, cita-cita, pengetahuan, keterampilan, macam-macam cara gerak tubuhnya, dan sebagainya.
       Dalam kamus istilah konseling dan terapi, istilah kepribadian adalah kualitas unik individu atau ciri-ciri pribadi orang yang  dimanifestasikan seseorang melalui pola tingkah laku atau pola respons konsisten dalam situasi-situasi  termasuk relasinya dengan lingkungannya.[16]  Kepribadian juga diartikan sebagai kualitas prilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian  dirinya terhadap lingkungan  secara unik. Keunikan penyesuaian tesebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek  kepribadian itu sendiri.[17]
       Kepribadian mengandung  pengertian yang sangat kompleks. Kepribadian itu mencakup  berbagai aspek dan sifat-sifat  fisis maupun psikis dari seorang individu. Istilah kepribadian itu kemudian berarti sebagai suatu istilah untuk mengungkapkan apa yang tersimpan atau isi dari apa yang tersurat dan tersirat serta gambaran nyata wajah sifat dan tingkah laku individu. Dengan gambaran tersebut dapat dipahami bahwa kepribadian merupakan segala sesuatu yang terkandung dari diri seseorang dan dapat  ditafsirkan dari gejala-gejala  yang  nyata.
Secara istilah kepribadian didefenisikan :
a.              MAY, berpendapat bahwa kepribadian adalah  "a social stimus value". yaitu cara orang lain mereaksi, itulah kepribadian individu .Dalam kata lain, pendapat orang  lainlah yang menentukan  kepribadian individu itu.
b.              Mc Dougal, dan kawan-kawannya  berpendapat, bahwa kepribadian adalah tingkatan sifat-sifat, dimana biasanya sifat yang tinggi tingkatannya  mempunyai pengaruh yang  menentukan.
c.              Gardon W. Allport, mengemukakan, kepribadian adalah organisasi dinamik  dalam diri individu  sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya  yang khas dalam menyesuaikan  diri terhadap lingkungan.
Dari pengertian kepribadian menurut Allport, kata organisasi dinamik  ini menekankan  bahwa kepribadian itu selalu berubah dan berkembang, meskipun dalam pribadi terdapat organisasi atau sistem yang mengikat dan menghubungkan  berbagai komponen dari kepribadian.
       Selain itu, Jalaluddin dan Usman Said menyatakan pendapat ahli mengenai pengertian kepribadian itu adalah :
1)             Hartman menyatakan bahwa kepribadian  merupakan susunan yang terintegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang individu sebagaimana yang dinyatakan  dalam corak yang khas yang tegas dan yang diperlihatkannya kepada orang lain.
2)             CH. Judd menyatakan bahwa kepribadian merupakan hasil lengkap serta merupakan suatu keseluruhan dari  proses perkembangan yang telah dilalui individu.[18]
       Pengertian yang diberikan Hartman diatas menekankan kemampuan seorang individu bergaul ditengah masyarakat sedang CH. Judd menyatakan bahwa kepribadian adalah hasil pengaruh timbal balik yang terjadi pada diri seseorang individu dari pergaulan sosial dimasyarakat.
       Dilihat dari pengertian ini, maka yang dimaksud dengan kepribadian adalah gambaran pribadi seseorang yang dapat dilihat secara lahiriah. Dengan demikian yang dimaksud dengan gambaran pribadi disini adalah sifat atau tingkah laku seseorang. Para ahi ilmu jiwa juga memandang  kepribadian sebagai keseluruhan  komplementer yang bertindak  dan memberi respon sebagai  suatu kesatuan  dimana terjadi pengorganisasian  dan interaksi semua peralatan  fisik maupun psikisnya  dan membentuk tingkah laku dan responnya dengan suatu cara yang membedakannya dari orang lain.
       Dengan kata lain kepribadian yang mencakup semua aktualisasi  dari  penampilan yang selalu tampak pada diri seseorang merupakan bagian yang khas atau ciri-ciri dari seseorang  dan merupakan organisasi yang dinamis artinya suatu organisasi yang terdiri dari  sejumlah aspek atau unsur yang terus tumbuh dan berkembang sepanjang hidup manusia.
Aspek-aspek dari kepribadian tersebut adalah mengenai psiko fisik (rohani dan jasmani) antara lain sifat-sifat kebiasaan, tingkah laku, bentuk-bentuk tubuh, ukuran tubuh, warna kulit. Semuanya tumbuh dan berkembang sesuai dengan  kondisi yang dimiliki seseorang dan merupakan suatu sistem atau totalitas  dalam menentukan cara yang khas dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Ini mengandung arti bahwa setiap orang memiliki cara yang khas atau penampilan yang berbeda-beda dalam bertindak dan bereaksi terhadap lingkungannya.
       Dari uraian diatas meskipun  terlihat adanya perbedaan-perbedaan dalam cara mengemukakan  dan merumuskan pengertian kepribadian, namun terlihat  adanya persesuaian antara  persamaan itu bahwa kepribadian atau personality  itu dinamis dan  tidak statis.
Berkaitan dengan pengertian kepribadian diatas, bahwa kompetensi personal bagi seorang guru merupakan perangkat prilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam  mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran sebagai ing ngarso sung tulada, ing madya mangunkarsa dan  tut wuri handayani.
Menurut pendapat A.S. Lardizabal, 1978 yang dikutip oleh A. Saman, 1994,  macam-macam (ciri) kompetensi personal  diantaranya : [19]
  1. Menghayati serta mengamalkan nilai hidup yang luhur (termasuk nilai moral dan iman).
  2. Bertindak jujur dan bertanggungjawab, karena kejujuran dan kesediaan bertanggungjawab atas  segala tindak keguruan merupakan realisasi  kesusilaan hidup dan sekaligus merupakan pengakuan atas berbagai keterbatasannya yang perlu diperbaiki secara terus menerus.
  3. Mampu berperan sebagai pemimpin, baik di dalam  sekolah maupun di luar sekolah.
  4. Bersikap bersahabat dan mampu berkomunikasi serta bekerja sama dengan siapapun demi tujuan yang baik.
  5. Berperan aktif dalam pengembangan budaya masyarakatnya.
  6. Dalam persahabatan dan bekerjasama dengan siapapun tidak kehilangan prinsip serta nilai hidup  yang diyakininya.
  7. Ikut berperan serta dalam kegiatan sosial.
  8. Bermental sehat dan stabil, yaitu : realistis, mengenali diri serta potensinya, sadar akan kelemahannya dan ulet mendayagunakan seluruh kemampuannya untuk kebaikan diri serta kariernya.
  9. Tampil secara pantas dan neces baik dalam tata cara bertindak, bertutur, berpakain dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.
  10. Mampu berbuat kreatif.
  11. Mampu bertindak tepat waktu  dalam janji serta penyelesaian tugas-tugasnya, artinya mampu mengelola waktunya  secara rasional dan berdisiplin, dan
  12. Mampu menggunakan waktu luangnya secara bijaksana.
 B.  Indikator Kompetensi Personal
Guru adalah figur seorang pemimpin  dan sebagai sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik.[20] Setiap guru mempunyai masing-masing pribadi sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Seluruh sikap dan perbuatan seorang guru merupakan  gambaran dari pribadi guru tersebut. Bagi seorang guru masalah kepribadian merupakan  faktor yang menentukan  keberhasilan melaksanakan  tugas sebagai pendidik.
Kepribadian seorang gruru adalah unsur keakraban guru dengan peserta didik yang akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Guru yang ideal selalu ingin bersama anak didik di dalam dan di luar sekolah. Bila melihat anak didiknya menunjukkan  sikap seperti sedih, murung, suka berkelahi, malas belajar, jarang ke sekolah dan sering sakit maka guru merasa prihatin  dan pada waktu tertentu guru harus menghabiskan  waktunya untuk memikirkan pribadi anak didiknya.
Posisi guru dan anak didik boleh berbeda tetapi seiring dan setujuan. Seiring dalam arti kesamaan  langkah dalam mencapai  tujuan bersama. Sikap ini adalah sikap yang tepat sebagai sosok yang mulia.[21] Guru harus tabah dalam memecahkan masalah  dan beberbagai kesulitan dalam tugasnya  sebagai pendidik.
Dalam proses belajar mengajar murid tidak terlepas  dari berbagai kesulitan. Setiap murid tumbuh  dan berkembang  menurut kodrat yang ada padanya. Ia belajar dengan caranya sendiri sesuai dengan kemampuannya, kecerdasannya dan keterampilannya yang berbeda antara seorang murid dengan murid yang lainnya. Pada hakikatya ia belajar sesuai dengan keadaan individunya atau  kompetensi pribadinya masing-masing. Sebab, cukup banyak masalah yang mememerlukan  ketabahan guru dalam menghadapi  berbagai persoalan dalam kegaiatan pengajaran.
Diantara indikator Kompetensi Personal adalah sebagai berikut :
1.       Kepribadian yang mantap
Kepribadian yang mantap adalah suatu proses respon individu  baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam  upaya mengatasi  kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, tegangan emosional, frustasi dan konflik dan memelihara  keharmonisan antara  pemenuhan kebutuhan tersebut  dengan tuntunan (norma) lingkungan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan  atau memecahkan masalah  yang dihadapi, ternyata tidak semua individu  mampu menampilkannya sacara wajar, normal atau sehat, diantara mereka banyak juga yang mengalami  kepribadian yang  tidak sehat.
Kepribadian yang sehat atau kepribadian yang mantap ditandai dengan karakteristik, yaitu  :
1)     Mampu menilai diri secara relistik.
Individu yang kepribadiaannya sehat dan mampu  menilai dirinya sebagai mana apa adanya, baik kelebihan maupun kekurangan atau kelemahannya, yang menyangkut fisik. Individu dapat  menghadapi situasi  atau kondisi kehidupan yang dihadapi secara realistik  dan mau menerimanya secara wajar. Dia tidak  mengharapkan kondisi kehidupan  itu sebagai suatu  yang harus sempurna.
2)     Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik
Individu dapat menilai prestasinya  (keberhasilan yang diperolehnya)  secara realistik dan mereaksinya  secara rasional. Dia tidak menjadi sombong dan angkuh apabila memperoleh prestasi yang tinggi  atau kesuksesan dalam hidupnya. Apabila mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya  dengan frustasi, tetapi dengan sikap optimistik (penuh harapan).
3)     Menerima tanggung jawab
Individu yang sehat adalah individu yang bertanggung jawab. Dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya  untuk mengatasi  masalah-masalah  kehidupan yang dihadapinya.
4)     Kemandirian
Individu memiliki sikap mandiri  dalam cara berfikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan  mengembangkan diri  serta menyesuaikan diri  secara konstruktif  dengan norma yang berlaku dalam lingkungannya.
5)     Dapat mengontrol emosi
Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat menghadapi situasi  frustasi, depresi atau stres  secara positif  atau konstruktif, tidak dengan cara destruktif  (merusak).
6)     Berorientasi tujuan
Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin dicapainya. Namun dalam merumuskan tujuan itu ada yang realistik  dan ada yang tidak realistik. Individu yang sehat kepribadiaannya dapat merumuskan tujuannya  berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas paksaan dari luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan  tersebut dengan  cara mengembangkan  kepribadian (wawasan) dan keterampilan.
7)     Berorientasi keluar
Individu yang sehat memiliki  orientasi keluar. Dia bersikap respek, empati terhadap orang  lain dan mempunyai  kepedulian terhadap situasi, atau masalah–masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel  dalam berpikirnya. Barrett Leonard mengemukakakan  sifat-sifat individu yang berorientasi keluar, yaitu menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya sendiri, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, dan tidak membiarkan dirinya  dimanfaatkan untuk menjadi korban  orang lain dan tidak mengorbankan  orang lain karena kekecewaan dirinya.
8)     Penerimaan sosial
Individu dinilai  positif oleh orang lain, mau bertisipasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap  bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
9)     Memiliki filsafat hidup
Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakarar dari keyakinan agama.
10) Berbahagia
Individu yang sehat, situasi kehidupannya  diwarnai kebahagiaan. Kebahagiaan ini didukung  oleh faktor-faktor  pencapaian prestasi, penerimaan dari orang lain dan perasaan dicintai atau disayangi orang lain.
2.       Stabilitas emosi
Emosi adalah suatu keadaan perasaan kelenjar dan motoris. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna efektif  baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).[22] Yang dimaksud dengan warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi dan menghayati suatu situasi tertentu  yaitu rasa gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, dan tidak senang. Ini disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dan susunan syaraf terutama otak. Contohnya  apabila individu mengalami prustasi, susunan syaraf  bekerja sangat keras.
3.       Dewasa
Istilah dewasa berasal dari bahasa latin yaitu adult yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Secara sederhana dapat dikatakan  bahwa seseorang disebut dewasa apabila  telah sempurna pertumbuhan  fisiknya dan mencapai kematangan psikologis sehingga mampu hidup dan berperan bersama orang-orang dewasa lainnya.
Masa dewasa adalah periode yang paling panjang dalam masa kehidupan. Elizabeth B Hurlock membagi tiga fase masa dewasa, yaitu :[23]
a.     Masa dewasa dini
Masa ini dimulai pada umur 19 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, sehingga terjadi perubahan-perubahan  fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya  kemampuan reproduktif.
b.    Masa dewasa madya
Masa dewasa madya dimulai  pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, sehingga kemampuan  fisik dan psikologis nampak menurun pada setiap orang.
c.    Masa dewasa lanjut
Masa dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian. Pada masa ini kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, tetapi tekhnik pengobatan modern, serta dalam upaya berpakaian berpenampilan, bertindak dan berperasaan seperti kala mereka masih muda.
Masa dewasa dini dikatakan sebagai masa pencarian kemamantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, peride isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Agus Sujanto dalam bukunya Psikologi Perkembangan  mengatakan ciri  masa dewasa atau kematangan yaitu diantaranya :[24]
a.       Menemukan pribadinya
Yang dimaksud dengan mulai menemukan pribadinya, ialah ia mulai menyadari kemampuannya, menyadari kelebihan dan kekurangannya sendiri, mulai dapat menempatkan diri ditengah masyarakat dengan jalan menyesuaikan diri dengan masyarakat lain tetapi tiada tenggelam  di dalam masyarakat. Ia mulai dapat menggunakan haknya dan mulai mengerti kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakatnya dan telah mulai  ikut aktif kreatif di dalam kehidupan masyarakat dengan jalan musyawarah.
b.      Menentukan cita-citanya
Yang di maksud dengan mulai dapat menentukan cita-citanya, ialah bahwa pribadi menyadari kemampuannya dan kelebihan-kelebihannya itu sebagai suatu himpunan kekuatan-kekuatan yang dipergunakan sebagai sarana untuk kehidupan selanjutnya. Tujuannya agar  dengan sarana itu mereka tidak akan  kehilangan haknya untuk ikut serta bersama-sama dengan anggota masyarakat yang lain mengolah isi alam raya ini untuk kehidupannya.[25]
c.       Menggariskan jalan hidunya
Maksudnya adalah pribadi yakin cita-citanya  akan tercapai bila jalan itu dilalui dengan penuh kesetiaan.
d.      Bertanggung jawab
Yang dimaksud dengan pribadi mulai bertanggung jawab adalah bahwa ia telah mengerti tentang pembedaan antara yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang dilarang, yang dianjurkan dan yang dicegah, yang baik dan yang buruk,  dan ia sadar untuk  menjauhi segala yang bersifat negatif dan mencoba membina diri untuk selalu menggunakan hal-hal yang positif.[26]
Orang yang bertanggung jawab  tidak lagi tergoda untuk harus berbuat sama dengan orang lain sekalipun orang lain itu berjumlah banyak, bersikeras untuk ditantang dengan ancaman atau hukuman dan jika ia berbuat salah, maka lansung menyadari kesalahnnya itu dan secepatnya berhenti dengan cara kembali kepada jalan yang semetinya.
e.       Menghimpun norma-norma sendiri
Maksunya adalah bahwa pribadi telah dapat menentukan sendiri hal-hal yang berguna, dan menunjang usahanya untuk mencapai cita-citanya itu  sejauh norma-norma yang tidak bertentangan dengan apa yang menjadi tuntutan masyarakat sekitarnya.
4.       Arif
Guru harus bersikap arif di depan anak muridnya, baik dalam membagi tugas  maupun kewajiban. Kearifan guru  dapat menciptakan keharmonisan dan kasih sayang yang merata antara guru dan dan anak murid tanpa ada konflik, permusuhan dan kebencian.
5.       Teladan bagi anak didik
Keteladanan merupakan salah satu faktor terpenting terhadap keberhasilan pendidikan. Disamping itu, dapat merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada peserta didik agar mereka dapat berkembang  baik fisik maupun mental dan memiliki akhlaq  yang baik dan benar.[27]
Untuk menciptakanan  keteladanan bagi peserta didik, pendidik tidak cukup hanya memeberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa  adalah figur seorang guru dalam  kehidupannya sehari-hari.[28] Karena sungguh tercela seorang guru yang mengajarkan  suatu kebaikan kepada siswanya sedangkan siswa sendiri  tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Allah telah memberikan suatu pelajaran kepada manusia dalam Firman-Nya Surat Al-Baqarah ayat  44 yang berbunyi :




Artinya : “Mengapa kamu suruh orang lain mengajarkan kebaikan sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri dan kamu membaca kitab, tidakkah kamu fikirkan ? (QS. Al- Baqarah :  44)


Dalam ayat lain Allah menyebutkan dalam surat Ash-Shaff  ayat 2-3 yang berbunyi :



Artinya : “Hai orang-orang yang beriman  mengapa kamu mengucapkan apa yang tidak kamu lakukan ? sangat dibenci Allah bahwa kamu ucapkan apa yang tidak kamu lakukan”


Dari firman Allah diatas dapat diambil pelajaran bagi seorang pendidik hendaknya tidak hanya mampu memerintah atau memberikan teori saja kepada siswa, tetapi lebih dari itu ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya, sehingga mereka dapat mengikuti tanpa merasakan unsur paksaan. Oleh karena itu keteladanan seorang pendidik sangat menentukan bagi keberhasilan pendidikan yaitu bagi anak didik.
6.       Akhlak mulia
Sikap dan tutur kata yang halus yang baik dapat berpengaruh kepada jiwa, melunakkan hati serta menghilangkan kedengkian dalam dada. Begitu pula sikap yang ditampakkan oleh guru karena sikap dan wajah ceria tersebut dapat menyenangkan hari peserta didik. Oleh sebab itu, maka sepantasnyalah seorang guru berprilaku yang baik  serta berakhlaq mulia yang bisa dijadikan sebagai media yang sangat berguna untuk memberikan suatu pengajaran terhadap peserta didik. Sebab pada umumnya peserta didik cendrung  berprilaku  seperti prilaku gurunya. Guru yang memiliki akhlaq mulia, maka akan dapat membawa dampak positif bagi muridnya terutama terhadap kepribadiannya.[29]

C.  Proses Pembentukan Kompetensi Personal
       Kompetensi kepribadian terbentuk dari sifat-sifat atau ciri-ciri yang mendasari  proses perkembangan manusia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi  pembentukan dan perkembangan kompetensi  kepribadian yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.  Seluruh totalitas kepribadian individu itu dibentuk melalui perpaduan dari ketiga faktor tersebut.
       Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan ketiga faktor tersebut satu persatu.
1.       Keluarga
        Kepribadian tumbuh dan berkembang sepanjang hidup manusia, terutama sejak lahir, sampai masa remaja yang selalu berada di lingkungan keluarga, diasuh oleh orang tua dan bergaul dengan anggota keluarga lainnya. Karena itu dapat dipahami cukup besar pengaruh dan peranan keluarga serta orang tua dalam membentuk atau menempa pribadi seorang anak.[30]
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama,  karena dalam keluarga inilah anak pertama mendapatkan didikan dan bimbingan. Dikatakan lingkungan yang utama,  karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.[31]
Betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap anak. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan tempat di mana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Disamping itu, keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya.
Di dalam keluarga, anak di didik untuk mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan dimengerti oleh tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga. Keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga ini sangat penting sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.
Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar memelihara eksistensi anak untuk menjadikannya kelak sebagai seorang pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang. Hal ini memberikan pengertian bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, dalam keadaan penuh ketergantungan dengan orang lain, tidak mampu berbuat apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya sendiri. Ia lahir bagaikan meja ukir berwarna putih atau yang lebih dikenal istilah tabularasa.
Dengan demikian, orang tua akan memberikan corak warna yang dikehendaki terhadap anaknya. Di dalam keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak yang tercermin dalam sikap dan prilaku orang tua sebagai teladan, yang dapat dicontoh anak. Karena tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan ditiru oleh anak. Dengan teladan ini melahirkan gejala yang positif, yaitu penyamaan diri dengan orang yang ditiru dan hal penting sekali dalam rangka pembentukan kepribadian.
2.       Sekolah
Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Karena sekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat.
Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperluas tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya dalam membentuk kepribadian anak didik.
Jelasnya dikatakan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan, sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian, dilaksanakan oleh sekolah. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya sekolah dalam pembentukan kepribadian peserta didik.
3.   Masyarakat
Masyarakat sebagai satu bentuk tata kehidupan sosial dengan tata nilai dan tata budaya sendiri, merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, di antaranya pembentukan kepribadian.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian tidak hanya faktor pembawaan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh lembaga pendidikan sekolah dan masyarakat yang turut serta dalam pembentukan kepribadian seseorang

D. Struktur Personality
a.  Unsur-Unsur Kompetensi Personal
Sigmund Freud merumuskan unsur-unsur kepribadian  menjadi tiga sistem pokok  yaitu id, ego dan superego. Masing-masing bagian dari kepribadian total ini mempunyai fungsi, sifat, komponen prinsip kerja, dinamisme dan mekanismenya sendiri, namun ketiga sistem tersebut berinteraksi  begitu erat satu sama lainnya sehingga sulit untuk memisahkan  pengaruhnya dan menilai  sumbangan relatifya terhadap tingkah laku manusia.
1)     Id (Das Es)
Id merupakan sistem kepribadian yang asli, rahim tempat ego dan superego berkembang. Berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir termasuk insting-insting yang berhubungan erat dengan proses jasmaniah tempat id mendapatkan energinya dan merupakan kenyataan psikis yang sebenarnya  karena ia mempresentasikan dunia batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan objektif.
Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya  sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Karena itu apabila tingkat tegangan organisme meningkat, apakah sebagai akibat stimulasi dari luar atau ransangan yang timbul dari dalam, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan.
Untuk menghindari rasa sakit dan mendapatkan kenikmatan, id memiliki dua proses. Kedua proses tersebut adalah tindakan refleks dan proses primer. Tindakan refleks adalah reaksi-reakti otomorik dan bawaan seperti bersin dan berkedip. Tindakan ini biasanya  segera mereduksikan tegangan organisme yang dilengkapi dengan sejumlah refleks untuk menghadapi bentuk-bentuk ransangan yang relativ sederhana. Sedangkan proses primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih rumit. Ia berusaha menghentikan  tegangan dengan menbentuk khayalan tentang objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut.[32]
Sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli manusia  berupa penyaluran dorongan  naluriah. Dengan kata lain id mengemban prinsip kesenangan yang tujuannya untuk membebaskan manusia dari ketegangan  dorongan naluri dasar  seperti makan, minum, dan sebagainya.[33]
2)     Ego (Das Ich)
       Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme  memerlukan transaksi- transaksi yang sesuai dengan  dunia kenyataan objektif. Orang yang lapar harus  mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan  dihilangkan. Ini berarti  orang harus belajar membedakan  antara gambaran ingatan tentang   dan persepsi aktual  terhadap makanan yang ada seperti yang ada di dunia luar. [34]
Ego  mengikuti prinsip kenyataan  dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah  mencegah terjadinya tegangan sampai  ditemukan suatu objek yang  cocok untuk  pemuasan kebutuhan.  Proses sekunder adalah  berfikir relistik. Dengan proses sekunder , ego menyusun rencana  untuk memuaskan kebutuhan  dan kemudian menguji rencana ini, biasanya melalui suatu tindakan  untuk melihat apakah  rencana itu berhasil atau tidak. Orang yang lapar berfikir  dimana ia dapat menemukan  makanan dan kemudian pergi  ke tempat itu. Untuk melakukan peranannya secara efisien, ego mengontrol semua fungsi  kognitif dan intelektual.
Selain itu ego disebut sebagai eksekutif kepribadian, karena ego  mengontrol  pintu-pintu kearah tindakan, memilih segi-segi lingkungan  kemana ia akan memberikan  respon dan memutuskan insting-insting  manakah yang akan dipuaskan dengan cara berusaha mengintegrasikan tuntutan id, superego dan dunia luar yang bertentangan.
Dikatakan juga bahwa ego merupakan bagian id  yang terorganisasi yang hadir untuk memajukan tujuan-tujuan id dan bukan untuk  mengecewakannya dan bahwa  seluruh dayanya berasal  dari id. Ego tidak terpisah dari id dan tidak pernah bebas sama sekali dari id. Peranan utamanya adalah menengahi  kebutuhan-kebutuhan instingtif  dari organisme  dan kebutuhan-kebutuhan lingkungan sekitarnya. Tujuan-tujuan yang sangat penting adalah mempertahankan kehidupan individu dan mempertahankan kehidupan individu  dan memperhatikan bahwa spesies dikembangkan. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Dr. Jalaludin dalam bukunya Psikologi Agama, ego merupakan sistem  yang berfungsi menyalurkan  dorongan id kepada  keadaan yang nyata.
3)     Superego (Das Uber Ich)
Das uber ich adalah sistem kepribadian yang ketiga dan terakhir yang merupakan  perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat  sebagaimana diajarkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan  dengan berbagai perintah dan larangan sehingga dikenal dengan aspek sosiologis.[35]  Das uber ich lebih mengarah kepada kesempurnaan dari pada kesenangan, sehingga dia juga dikenal sebagai aspek moral  dari kepribadian.
Sebagai aspek moral, super ego mencerminkan yang ideal bukan yang real dan memperjuangkan kesempurnaan  dan bukan kenikmatan. Perhatiannya yang utama dalah memutuskan sesuatu benar atau salah. Dengan demikian ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat.
Super ego sebagai wasiat tingkah laku yang diinternalisasikan berkembang dengan memberikan  respon terhadap hadiah-hadiah dan hukuman-hukuman yang diberikan orang tua. Untuk memperoleh hadiah-hadiah dan menghindari hukuman-hukuman, maka anak akan berusaha mengarahkan  tingkah lakunya menurut garis-garis atau peraturan-oeraturan yang diberikan oleh orang tuanya . Adapun yang mereka katakan salah dan menghukum anak mereka karena melanggar peraturan tersebut  maka akan cendrung untuk menjadi suara hatinya yang merupakan salah satu dari dua subsistem super ego. Sedangkan orang tua yang meyetujui dan menghadiahi  anak mereka karena melakukan peraturannya maka akan cendrung menjadi ego ideal anak dan merupakan subsistem lain  dari superego.
Mekanisme yang menyebabkan penyatuan tersebut disebut introyeksi. Dengan terbentuknya  superego  ini maka kontrol diri menggantikan kontrol orang  tua. Jadi superego mempunyai dua anak system yaitu ego ideal dan hati nurani.
Jadi superego cendrung untuk menentang baik id maupun ego dan membuat dunia menurut gambarannya sendiri. Prinsip-prinsip ini tidak bentrok satu sama lain dan tidak bekerja secara bertentangan  artinya mereka bekerja sama seperti suatu tim yang diatur oleh ego. Sebab kepribadian berfungsi sebagai  satu kesatuan dan bukan sebagai tiga bagian yang terpisah .
b.      Karakteristik Kompetensi Personal
Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan  yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan  pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Karakteristik peserta didik ini memiliki arti yang cukup penting  dalam interaksi belajar mengajar.[36]
Peserta didik adalah individu yang unik, yang mempunyai kesiapan dan kemampuan pisik, psikis serta intelektual yang berbeda satu sama lainnya. Demikian pula halnya dalam proses belajar, setiap peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda. Adapun karakteristik peserta didik dalam belajar di sekolah diantaranya : [37]
1)     Peserta Didik Yang Cepat Belajar
Peserta didik yang cepat belajar pada umumnya adalah siswa yang dapt menyelesaikan proses belajar dalam waktu yang lebih cepat dari pada  yang diperkirakan semula. Mereka dengan mudah dapat menerima materi pelajaran yang disajikan, dan mereka juga tidak memerlukan waktu yang lama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapkan kepada mereka. Pada umumnya  siswa yang cepat dalam belajar ini mempunyai IQ (tingkat kecerdasan) diatas 130, yakni tergolong genius atau gifted. Kedudukannya dalam kelompoknya selalu berada pada posisi atas.
Meskipun  demikian, peserta didik yang cepat dalam belajar sering juga mengalami kesulitan dalam belajar, karena pada umumnya kegiatan belajar disekolah selalu  menggunakan ukuran normal (rata-rata) dalam kecepatan belajar.
2)     Peserta Didik Yang Lambat Belajar
Peserta didik yang lambat dalam belajar merupakan kebalikan dari pada siswa yang cepat dalam belajar, dimana peserta didik yang lambat dalam belajar memerlukan  waktu yang lebih lama atau  panjang dari waktu yang diperkirakan  cukup untuk kondisi siswa yang normal. Artinya siswa memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal.[38] Hal ini menyebabkan mereka sering tertinggal  dalam proses belajarnya, sehingga mereka menemukan kesulitan belajar.[39]
Dipandang dari segi tingkat kecerdasan (IQ) pada umumnya peserta didik yang lambat dalam belajar ini mempunyai IQ dibawah rata-rata (normal), sehingga mereka memerlukan perhatian khusus dan waktu yang lebih lama dalam proses belajarnya.
3) Peserta Didik Yang Kreatif
Peserta didik yang kreatif adalah siswa yang menunjukkan kreativitas yang tinggi dalam kegiatan-kegiatan tertentu, seperti dalam melukis, menggambar, olah raga, kesenian, organisasi dan kegiatan kurikuler lainnya. Pada umumnya siswa yang kreatif ini terdiri dari peserta didik yang cepat dalam belajar, disamping siswa yang normal (rata-rata).
Dalam proses belajar, peserta didik yang kreatif lebih mampu memecahkan permasalahan yang dihadapkan kepada mereka dengan berbagai variasi dan ketika memecahkan permasalahan yang dihadapkan mereka, lebih senang bekerja sendiri, percaya diri sendiri, dan mereka berani menanggung resiko yang sulit sekalipun dan bahkan kadang bersifat destruktif, disamping sering juga bersifat konstruktif. [40]
Menurut Sund (1975) yang dikutip oleh Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya mengatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui ciri-cirinya sebagai berikut : [41]
a.       Hasrat keingintahuan yang cukup besar
b.      Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru
c.       Panjang akal
d.      Keinginan untuk menemukan untuk meneliti
e.       Cendrung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit
f.       Cendrung mencari jawaban yang luas dan memuaskan
g.      Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
h.      Berfikir fleksibel
i.        Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cendrung memberikan jawaban yang lebih banyak
j.        Kemampuan membuat analisis dan sintesis
k.      Memiliki semangat bertanya serta meneliti
l.        Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
m.    Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas
Untuk mengembangkan kreativitas para peserta didik, sekolah diharapkan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya.
3)     Peserta Didik Yang Droup Out (Putus Belajar)
Peserta didik yang droup out adalah siswa yang tidak berhasil atau siswa yang gagal dalam kegiatan belajarnya. Adapun penyebab droup out ini banyak sekali,  barangkali disebabkan oleh faktor yang ada di dalam diri peserta didik sendiri, seperti kurang minat, malas dan sekolah / jurusan tidak sesuai dengan cita-cita dan lain sebagainya. Mungkin pula disebabkan oleh faktor  eksternal, seperti kurikulum metode mengajar yang digunakan guru, lingkungan masyarakat yang tidak mendukung, atau keluarga broken home.[42]
4)     Peserta Didik Yang  “Underachiever”
Peserta didik yang tergolong Underachiever adalah siswa yang memiliki taraf  inteligensi yang tergolong tinggi, akan tetapi memperoleh prestasi belajar yang tergolong rendah (di bawah rata-rata kelas). Peserta didik ini dikatakan “underachiever” karena secara potensial, peserta didik yang memiliki taraf intelegensi  yang tinggi mempunyai kemungkinan  yang cukup besar untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi, akan tetapi dalam hal ini siswa tersebut mempunyai prestasi belajar dibawah kemampuan potensial mereka.
Dari hasil penelitian para pakar, ditemukan bahwa taraf intelegensi peserta didik yang underachiever ini di atas 100, akan tetapi prestasi belajar mereka  berada pada golongan  dibawah rata-rata. Dan jumlah mereka adalah sekitar 5 %-15 % dari seluruh jumlah siswa  disekolah tersebut.
Peserta didik underachiever ini, dipandang sebagai siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar disekolah, karena secara potensial mereka memiliki kemungkinan untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi. Keadaaan ini biasanya di latarbelakangi oleh aspek motivasi, minat, sikap, kebiasaan belajar, ciri-ciri kepribadian tertentu ataupun pola-pola pendidikan yang diterima dari orang tua dan suasana keluarga yang tidak mendukung.
Selanjutnya siswa yang  underachiever ini bersikap dan berkebiasaan dalam belajar yaitu kondisi  siswa tentang kegiatan atau perbuatan  belajarnya sehari-hari antagonistic dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ngulur waktu  membenci guru, dan tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahuinya.[43]
Disamping kelima karakteristik yang telah diuraikan diatas, ada beberapa karakteristik lainnya seperti Learning disabilities, Learning disfunction, dan Learning disorder. Learning disabilities adalah peserta didik yang tergolong pada siswa yang karena sesuatu hal tidak mampu belajar atau mereka menghindar dari kegiatan belajar, sehingga prestasi belajar yang dicapainya menjadi rendah, sedangkan learning disfunction adalah gejala yang dialami peserta didik, dimana proses belajarnya tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya submoralitas mental dan gangguan psikologis.
Adapun peserta didik yang mengalami learning disorder adalah peserta didik yang mnegalami  kekacauan belajar, yaitu keadaan proses belajarnya terganggu karena tinmulnya respon yang bertentangan.[44]





BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.     Jenis Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu  Kompetensi Personal Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi, metode yang penulis gunakan bersifat deskriptif  kualitatif yang mengarah kepada penelitian lapangan (field research)

B. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Adapun yang menjadi poupulasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STAIN Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi yaitu sebagai berikut :
                               Tabel 1
NO
Semester
Jumlah
1
II
134
2
IV
130
3
VI
126
4
VIII
88
5
X
22
6
XII
2
7
XIV
1

JUMLAH
503

Sumber : BAK STAIN  Bukittinggi 2008
b. Sampel
Penulis mengambil sample dengan tekhnik stratified sampling dengan cara random, yaitu sebanyak 22 orang mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi.

B.  Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah :
1.      Ketua Jurusan Tarbiyah
2.      Ketua Program Studi Jurusan Tarbiyah
3.      Guru Psikologi

D.     Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua tekhnik pengumpulan data yaitu :
1. Observasi
Dalam melakukan observasi ini penulis secara lansung mengadakan pengamatan  terhadap proses perkuliahan yang terjadi di kelas dan interaksi mahasiswa dengan dosen terutama dosen pembimbing dan dosen Penasehat Akademik.
2. Angket
Angket ini penulis gunakan untuk mengungkapkan tentang pemantapan kepribadian, kestabilan emosi, dan kewibawaan oleh mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Bukittinggi.
E. Tekhnik Analisa Data
Tekhnik yang penulis gunakan dalam menganalisis data adalah :
  1. Seleksi data, yaitu memeriksa kembali data yang telah terkumpul
  2. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data yang telah diseleksi
  3. Intrepretasi data, yaitu menerjemahkan dan menjelaskan data yang telah diseleksi dan diklasifikasikan.


























































[1] Nasution,  Azas-Azas Kurikulum,  (Bandung: Jemmars, 1982), Cet-6, h. 34-35.

[2] Dinas Pendidikan Nasional, Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2003), cet-1, h.1
[3] http.//.www.geocities.com/pengembangan  sekolah/standar guru/ html. Acces Date 10-4-2008
[4] http: Sri Bagus Darmoyo, Landasan Pendidikan, html. Acces Date 10-4-2008

[5] Munandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pengajaran dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.55

[6] Agus Sujanto, dkk, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), cet-11,     h. 2

[7]Abu Ahmadi & Munawar Shaleh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h.2

[8] Ahmad Fauzi, Psikologi Umum,  (Jakarta: CV Pustaka Setia, 1999), cet-2, h.122

[9] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT rineka Cipta, 2000), h.39-40

[10] Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah,  (Jakarta: Rineka Cipta, 1997). cet– 1, h. 16
[11] Munandar, op.cit. h. 55

[12] Panduan Akademik STAIN Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi
[13] http.//akhmadsudrajat.wordpress.com./2008/01/21/kompetensi guru dan peran kepala sekolah/ Acces date 10-4-2008

[14] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan. (Bandung : PT Remaja Rosda Karya) cet-16, h. 154
[15] Ibid, 154

[16] Andi Mapiare, Kamus Istilah Konseling dan Terapi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),  h. 241

[17]  Syamsu Yusuf L.N, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: PT Remaja Rosda Karya, 2005), cet -6, h. 127
[18] Jalaluddin dan Usman Said,  Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994),  h. 91
[19]http:/www.sabda.org/pepak/pustaka/030214/ acces date 10-4-2008
[20] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarat: PT Rineka Cipta, 2000), cet-1, h. 36

[21]  Ibid, h. 39-43.
[22] Syamsu Yusuf, op.cit, h. 114-115
[23] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup, (Jakarta: Erlangga), cet -5 h. 272
[24] Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), cet-17, h. 265

[25] Ibid, h. 266

[26] Ibid, h. 267 -268
[27] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 22

[28] Ibid, h. 121
[29] Fuad bin Abdul Aziz Al- Syalhub, Panduan Praktis Bagi Para Pendidik, (Jakarta: Zikrul, 2005), cet-1, h. 18

[30] Ahmad Fauzi, Op.Cit, h.129

[31] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), cet-1, h.38
[32]  Calvin S Hall & Gardener Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik (Yogyakarta: Konisus, 1993), h. 65-67

[33] Jalaluddin , Psikologi Agama (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000),  cet-4 , h. 161
[34] Ibid.
[35] Agus Sujanto. op.cit h.61
[36] Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), cet-8, h.118

[37] Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h.124
[38] Prayitno & Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet -2, h. 280

[39] Ibid, h.125
[40] Ibid, h. 126

[41] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya , (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), cet-3, h.147-148
[42] Hallen. op.cit h. 126
[43] Prayito & Erman Amti. op.cit. h  280
[44] Hallen, op.cit, h.  127-128

0 Comment