BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beternak itik merupakan salah satu
usaha tani yang sudah lama diusahakan, baik secara kecil-kecilan, maupun
sebagai usaha pokok. Beternak itik bertujuan untuk menghasilkan telur dan
daging. Telur mempunyai manfaat banyak sekali untuk manusia, antara lain :
untuk menghasilkan bibit, dikonsumsi dan sebagai bahan baku industri, sehingga telur mempunyai
prospek yang cukup baik dimasa yang akan datang.
Disamping banyak manfaat, telur
merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi yang berfungsi sebagai
protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh tubuh karena mengandung asam-asam
amino yang lengkap dan seimbang.
Keunggulan telur selain kaya protein juga kaya kalori, mineral dan mudah
dicerna oleh tubuh.
Selain
mempunyai keunggulan, telur juga mempunyai kakurangan yaitu cepat rusak.
Kerusakan pada telur berupa kerusakan fisik, kerusakan kimai dan kerusakan oleh
serangan mikroba melalui pori-pori kulit telur. Telur mudah terkontaminasi dan
menyerap kotoran sehingga cepat rusak
dan berbau amis.
Penanganan dan penyimpanan telur
merupakan faktor penting yang mempengaruhi kwalitas telur. Penyimpanan telur
pada tempratur kamar hanya dapat bertahan paling lama 14 hari, karena semakin
lama waktu penyimpanan akan mengakibatkan terjadi banyak penguapan cairan
didalam telur dan menyebabkan kantong udara semakin besar. Kesegaran dan mutu
telur bisa dipertahankan agar nilai jual
tetap tinggi dan dapat disimpan lebih lama dengan melakukan pengawetan dan
pengolahan.
Banyak cara pengawetan yang sudah
dilakukan diantaranya pengawetan dengan air hangat, dengan daun jambu biji,
dengan minyak kelapa, dengan kulit akasia, dengan natrium silikat, dengan garam
dapur dan mengasinkan telur. Dalam kehidupan sehari-hari telur itik diawetkan
menjadi telur asin. Setelah menjadi telur asin bisa disimpan lebih kurang selama 1 (satu) bulan dan dapat
mempertahankan nilai gizi dan kwalitas telur serta dapat meningkatkan selera
konsumen karena rasanya yang khas lebih disukai dari telur segar.
Pembuatan telur asin bahan pengawet
yang digunakan adalah garam dapur. Garam dapur ( NaCl) berbentuk kristal
merupakan mineral yang paling penting
bagi manusia baik sebagai bahan pengawet maupun penambah cita rasa pada makanan.
Pengawetan telur dengan garam dapur mempunyai sifat antiseptis yang dapat
menurunkan penguapan air dan dapat mengurangi mikro organisme pada kulit telur.
Konsentrasi garam yang terbaik adalah 25 % sampai dengan 40 % dari bahan yang
terdiri dari abu dan batu bata.
Bertitik
tolak dari uraian di atas, maka penulis
sangat tertarik untuk melaksanakan
penelitian sejauh mana pengaruh lama penyimpanan telur asin pada suhu kamar terhadap
kwalitasnya, sehingga telur itik dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama
dengan kondisi yang baik
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh lama penyimpanan yang telur asin terhadap kwalitasnya pada
suhu kamar.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan
informasi pada masyarakat tentang berapa lama penyimpanan yang baik untuk telur
asin berpengaruh terhadap kwalitasnya pada suhu kamar. Di samping itu juga
untuk menambah wawasan pemikiran bagi penulis dan bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah
bahwa lama penyimpanan telur asin pada suhu kamar mempengaruhi kwalitas telur.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Telur.
Protein sangat dibutuhkan oleh
tubuh terutama untuk pertumbuhan dan kecerdasan otak. Ada
2 ( dua )macam sumber protein yaitu
protein yang berasal dari tanaman yang disebut protein nabati dan protein yang
berasal dari hewan yang disebut protein hewani ( Deptan, 1991 ). Selanjutnya
ditambahkan bahwa protein hewani berasal
dari telur, daging dan susu.
Telur merupakan produk peternakan yang memberikan
sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat ( Sudaryani, 1996 ).
Telur banyak mengandung zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti
asam-asam amino yang seimbang dan
lengkap, vitamin serta memiliki daya cerna yang baik ( Sirait, 1986 ). Nilai gizi telur itik
terdiri air 70,8 %, protein 14,1%, lemak 15,4%. Sebagian protein (50%) dan
lemak terdapat pada kuning telur ( Rasyaf, 1983 ).
Selain
mengandung banyak vitamin kecuali vitamin
C dan K, telur banyak mengandung mineral seperti : besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium,
magnesium, mangan, potasium, sodium, zing, klorida dan sulfur (Sudaryani, 1996). Telur
merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Adapun nilai gizi dari berbagai macam telur
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Kandungan nilai
gizi dari berbagai macam telur dan hasil
olahannya, dalam 100 gram.
No
|
Jenis Telur
|
Kal
|
Prot
(gr)
|
Lemak
(gr)
|
Kals
(mg)
|
Pospor
(mg)
|
Besi
(mg)
|
Vit A
(S.I)
|
Vit B
(mg)
|
1
2
3
4
|
Telur ayam
Kuning telur
Putih telur
Telur itik
Kuning telur
Putih telur
Telur asin
Telur penyu
Telur Terubuk
|
162
361
50
189
398
54
195
144
425
|
12,8
16,3
10,5
13,1
17
11
13,6
12
31
|
11,5
31,9
-
14,3
35
-
13,6
10,2
28
|
54
147
6
56
150
21
120
84
50
|
180
586
17
175
400
20
157
193
(100)
|
2,7
7,2
0,2
2,8
7
0,1
1,8
1,3
(2)
|
400
2000
-
1230
2870
-
841
600
(600)
|
|
Sumber : Deptan , 1991
B. Struktur dan Komposisi Kimia Telur :
Sebutir telur dapat dibagi menjadi
bagian-bagian tertentu yaitu : kulit telur, selaput telur, rongga udara,
putih telur dan kuning telur
(Buckle,1987). Telur terdir dari kulit telur 8-11%, Albumen sebanyak 56%
sampai dengan 61% dan kuning telur 27-32% ( Powrie, 1977 ). Telur terdiri dari
kuning telur atau yolk 30-33%, albumen 60% dan kuning telur 9-12% ( Stadelman,
1977 ). Pembagian dari masing-masing
komponen utama telur dapat dilihat pada gambar 1.
Menurut Abas (1989) komposisi
telur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : bangsa, umur itik,
posisi telur pada sebuah rangkaian peneluran, laju produksi telur, suhu
lingkungan, kwalitas dan kwantitas, stres serta adanya penyakit. Sudaryani
(1996) menyatakan bahwa kwalitas sebutir telur tergantung pada kwalitas isi
telur dan kulit telur serta berat telur.
Kulit telur . Kulit telur berfungsi sebagai pelindung isi telur
yang terdiri dari katikula, lapisan spon, lapisan mamilaris dan membran kulit
kerang (Sirait, 1977 ). Kulit telur merupakan bagian luar telur yang
komposisinya terdiri dari 98,2% calcium, 0,9% magnesium dan 0,9% phospor (
Powrie, 1977 ). Bagian yang keras karena
hampir 95,1% terdiri dari garam-garam anorganik dan 3,3% bahan organik terutama
protein dan air 1,6% ( Sarwono, 1985 ). Tebal kulit telur menurut Abbas ( 1989
) sekitar 300 mm. Bahan organik cendrung menurun dengan meningkatnya bahan
organik keluar telur. Menurut Sirait ( 1986 ) pori-pori telur sangat sempit,
berukuran 0,01 – 0,07 mm dan tersebar diseluruh permukaan kulit telur. Pada
bagian tumpul jumlah pori-pori persatuan luas lebih besar dibandingkan dengan
pori-pori yang lain, oleh karena itu kantong udara terjadi didaerah ini.
Putih telur.
Bahagian putih telur terdiri dari chalaza 2,7%, lapisan putih telur bagian
dalam 17,3%, lapisan putih telur kental 57% dan bagian putih telur encer bagian
luar 23% (North, 1981). Kandungan air
yang terdapat dalam putih telur adalah sekitar 87%, protein 12%, karbohidrat
0,4% dan lemak sekitar 0,3% ( Buckle,
1985 ). Putih telur dari telur yang segar
adalah tebal dan di ikat oleh khalaza ( Sudaryani, 1996 ).
Kuning
telur. Menurut Sarwono (1985), kuning telur merupakan bagian yang paling
penting bagi isi telur, sebab pada bagian inilah terdapat dan merupakan tempat
embrio tumbuh, khususnya untuk telur yang telah di buahi. Kemudian Sirait
(1986) menambahkan bahwa persentase kuning telur mencapai 32% dari total berat
telur utuh. Selama penyimpanan menurut Stadelman (1977) air dapat pindah dari
putih telur kekuning telur sehingga
persentase padatnya menurun dan menyebabkan peningkatan berat kuning telur.
Selanjutnya ditambahkan bahwa hal ini akan menyebabkan perenggangan serta
basahnya vitelin membran kuning
telur dan pecah sehingga kuning telur
dapat bercampur dengan putih telur.
C. Kwalitas Telur
Kwalitas telur sebagai bahan makanan di artikan dengan sekumpulan
sifat-sifat yang dimiliki oleh telur dan mempunyai pengaruh terhadap penilaian/
pemilihan oleh konsumen ( Abbas, 1981 ). Kwalitas adalah sifat-sifat yang sama
dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan dari telur-telur
tersebut (Poro, 1977). Faktor yang mempengaruhi kwalitas telur menurut
Sudaryani (1996) tergantung pada bagaimana penanganan dan penyimpanannya.
Kismono (1977) menyatakan bahwa kwalitas telur bagian luar bisa ditetukan
dengan pengamatan terhadap keadaan luar yang meliputi warna kulit telur, bentuk
dan struktur telur, keutuhan telur dan kebersihannya. Sedangkan keutuhan telur
bagian dalam bisa ditentukan melalui pengamatan terhadap kantong udara, kuning
telur, yang terpenting adalah keadaan putih telur melalui metoda peneropongan
maupun pemecahan.
Kismono (1977), menyatakan bahwa kwalitas telur bagian luar ditentukan
dengan pengamatan terhadap warna kulit telur, bentuk dan struktur telur,
keutuhan telur dan kebersihannya. Sedangkan keutuhan telur bagian dalam
ditentukan melalui pangamatan kantong udara melalui metoda peneropongan dan
pemecahan. Menurut Sarwon dkk (1985), telur yang baik memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: kantong udara kecil, kulit telur bersih dan berwarna halus,
kuning telur terletak ditengah dan tidak ditemui noda darah pada putih telur /
kuning telur. Sarwono (1993) menambahkan bahwa secara alami telur dilengkapi
dengan beberapa zat anti bakteri yang bersifat membunuh dan mencegah
pertumbuhan kuman perusak. Adapun selaput kutikula juga mencegah masuknya
bakteri ke dalam isi telur.
D. Perubahan Telur Selama Penyimpanan
Telur akan mengalami perubahan
kwalitas seiring dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Menurunnya kwalitas
telur terjadi hampir di semua bagian telur (Sudaryani, 1996). Sebaiknya memproduksi
telur diiringi dengan pengolahan pasca panen yang baik dan tepat sehingga tidak
saja efisien dalam produksi, tetapi diiringi dengan telur yang diproduksi
berkwalitas tinggi (Abbas, 1989). Dan menurut Sarwono (1993) untuk mempertahankan
kesegaran dan mutu telur agar tetap baik dan mencegah kerusakan selama telur
disimpan, pada telur segar perlu penanganan agar telur dapat lebih awet
disimpan.
Penurunan berat telur.
Penguapan air dan gas-gas hasil dekomposisi kimia dalam telur bisa menyebabkan
terjadinya penurunan berat telur selama penyimpanan. Lebih lanjut dikatakan
bahwa penurunan berat telur tampak secara jelas pada telur yang disimpan
(Bonang, 1983). Kehilangan berat telur
dipengaruhi oleh temperatur, lama penyimpanan ke perubahan relatif dan
kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan ( Hadiwiyoto, 1983 ). Berat
telur dapat dipertahankan , karena pengewetan telur dengan garam mempunyai
sifat antiseptis yang dapat menurunkan penguapan air dan dapat mengurangi mikro
organisme pada kulit telur sekaligus bisa mempertahankan berat telur salama
waktu tertentu atau selama penyimpanan ( Sirait, 1986 ).
Keadaan putih telur. Telur
yang baru ditelurkan PH nya antara 7,6-7,9 dan selama penyimpanan dapat
meningkat sesuai dengan tingkat suhu dan keluarnya CO2, sehingga pH menjadi 9,7
(Powrie, 1977). Kehilangan Carbondioksida ini akan mengakibatkan putih telur
yang kental menjadi encer dan melemahnya membran vittelin ( Card,1962 ).
Perubahan putih telur terutama ditandai dengan menipisnya atau encernya putih
telur ( Sabrani dan Setiyanto , 1980 ). Pengawetan dengan garam dapat
menghambat pertumbuhan mikro organisme
pembusuk patogen karena mempunyai sifat anti mikroba ( Balai Metodologi
Informasi Pertanian , 1997 ).
Pengukuran putih telur yang terbaik
dengan Haugh Unit. Haugh Unit merupakan satuan yang digunakan untuk mengetahui
kesegaran isi telur terutama bagian putih telur ( Sudaryani , 1996 ). Selanjutnya ditambahkan bahwa untuk
mengukurnya telur harus dipecahkan dulu, lalu ketebalan putih telur diukur
dengan alat mikro meter. Semakin tinggi nilai Haugh Unit menunjukkan kwalitas
telur semakin baik.
Keadaan kuning telur. Kuning
telur dalam keadaan bagaimanapun seakan-akan menggantung pada kedua Chalaza
ditengah-tengah putih telurnya, sehingga gangguan dari luar jarang sampai
kekuning telur (Stadelman, 1977). PH kuning telur akan naik denga adanya
perpindahan air dari putih telur lewat membran Vittelin ke kuning telur
(Mountney, 1976). Posisi kuning telur mulanya berada ditengah dan semakin lama
akan bergeser kepinggir sesuai dengan lama penyimpanan telur tersebut (
Sirait,1985 ).
Kecerahan
kuning telur merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk keutuhan
kwalitas telur. Untuk mengukur kwalitas kuning telur dapat digunakan alat Roche
Yolk Colour fan (Sudaryani, 1996).
Selanjutnya ditambahkan bahwa cara pengukuran kuning telur dengan mencocokkan warna kuning telur dengan
warna yang ada pada alat tersebut. Alat ini mempunyai ukuran dari angak 1
sampai dengan angka 15. Warna kuning telur yang baik berkisar pada angka 9 –
12.
Rongga udara. Besarnya rongga udara dapat dijadikan petunjuk yang
baik tentang keadaan dimana telur tersebut disimpan, dibanding dengan umur
telurnya. Telur yang disimpan pada tempat yang umum walaupun sebentar akan
lebih besar rongga udaranya dari pada telur yang disimpan lebih lama pada
tempat yang cocok. (Burhani, 1980).
Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibanding telur
yang sudah lama disimpan. Pemeriksaan rongga udara dapat dilakukan dengan
peneropongan pada telur ( Sudaryani, 1996 ).
E. Pengawetan Telur.
Penanganan yang tepat seperti memperpanjang daya simpan telur segar
dengan pengawetan merupakan upaya untuk mencegah penurunan kwalitas telur (Sudaryani,
1996). Selanjutnya ditambahkan, diharapkan telur tetap bernilai gizi tinggi,
tidak berubah rasa, tidak berbau busuk dan warna telur tidak pudar. Menurut
Sirait (1986 ) pengawetan dengan menggunakan garam dapat menghambat pertumbuhan
mikro organisme karena garam penyebab terjadinya penarikan air dari dalam sel
mikro morganisme yang mengakibatkan sel mikro organisme kekurangan air,
ionisasi daram akan menghasilkan clor yang meracuni mikro organisme. Suharno
dan Amri (1995) menambahkan bahwa telur yang tidak diberi pelakuan pengawetan hanya
dapat bertahan 14 hari jika disimpan pada suhu ruangan lebih dari telur akan
membusuk.
Beberapa cara pengawetan dan pengolahan telur secara sederhana menurut
Deptan( 1991 ), diantaranya adalah merendam telur dengan daun jambu biji yang bisa tahan disimpan selama 1 ( satu ) bulan, merendam telur dengan
minyak kelapa bisa tahan sampai 2 bulan, pengawetan dengan kulit akasia dapat
disimpan 2 ( dua ) bulan, dengan Natrium Silikat bisa disimpan sampai 1,5 bulan
dan dengan garam dapur bisa disimpan sampai 1 bulan.
Pengasinan telur merupakan salah satu cara untuk mengawetkan telur. Media
pengasinan yaitu campuran bubuk batu bata atau abu dengan garam. Perbandingan
abu atau batu bata dengan garam adalah 1:5 sampai 1:1 ( Sudaryani, 1996 ).
Untuk 30 butir telur dibutuhkan 0,5 kg garam dapur, 1 kg batu bata , 1 kg abu
dan air secukupnya ( Djannah, 1984 ).
BAB
III
MATERI
DAN METODE PENELITIAN
A. Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan telur
itik yang baru berumur 1 hari sebanyaak 64 butir dengan berat 67 gram sampai 72
gram yang dibeli langsung kepada peternak itik di Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam.
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
-
garam dapur ( NaCl )
sebanyak 1,067 kg
-
abu 2,133 kg
- batu bata 2,133
kg
-
air secukupnya.
Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
-
timbangan
-
wadah tempat penyimpanan telur
-
media agar untuk pemeriksaan bakteri
- pH meter
- Pengukur Haugh Unit
B. Metode Penelitian
B. 1. Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 4 kali
ulangan dengan masing-masing unit berjumlah 4 butir telur.
Sebagai Perlakuan adalah:
A1 Lama penyimpanan 10 hari
A2 Lama penyimpanan 15 hari
A3 Lama penyimpanan 20 hari
A4 Lama penyimpanan 25 hari
Model matematika
rancangan yang digunakan adalahsebagai berikut:
Y i j =µ + ai + S ij
Dimana:
Yij =
nilai pengamatan pada satuan percobaan ulangan ke j dengan percobaan
ke i
µ = nilai tengah
ai = pengaruh perlakuan ke i.
Sij = galat percobaan
i = perlakuan
j = ulangan
Untuk menghitung setiap perlakuan
terhadap parameter digunakan analisis sidik ragam yang dihitung secara
statistik.
Tabel 2. Tabulasi data /
penyajian hasil percobaan.
Perhitungan
Sidik Ragam
C = Y2
tr
JKT = S
Yij2 - C
JKP = S yi2 - C
r
JKS = JKT - JKP
Tabel 3. sidik ragam
B. 2.
Pelaksanaan Penelitian
a. Pembuatan
telur asin
Pembuatan telur asin dilaksanakan 4
tahap dengan selang waktu 5 hari masing-masing tahapnya. Tujuannya agar waktu
penyimpanan telur asin sesuai perlakuan 10 hari, 15 hari, 20 hari dan 25 hari
dapat selesai bersaman. 1 kali pembuatan dibutuhkan telur sebanyak 16 buah,
garam dapur 267 gr, abu 533 gr, batu bata 533 gr dan air secukupnya.
Cara kerja
pembuatan telur asin tahap I adalah :
-
Telur dibersihkan dan di keringkan.
-
Bahan disiapkan yaitu garam dapur, abu, batu bata dan
air.
-
Garam, abu dan batu bata dihancurkan dan dimasukkan
kedalam baskom,
diaduk hingga rata.
-
Tambahkan air dan diaduk hingga menjadi adonan.
-
Telur dibungkus setebal 3 milimeter dengan adonan yang
telah dibuat.
-
Telur disimpan selama 10 hari.
Setelah 5 hari telur asin
tahap I disimpan selanjutnya dibuat telur asin tahap ke 2 dan berkelanjutan
sampai tahap ke 4.
b. Penyimpanan telur asin.
Cara kerja
penyimpanan telur asin adalah :
-
Setelah telur diasinkan selama 10 hari, kemuadian telur
dibersihkan dari
. adonan pembungkusnya.
-
Telur diletakkan pada wadah yang telah disiapkan sesuai
perlakuan dan
ulangan.
-
Telur disimpan selama 10 hari, 15 hari, 20 hari dan 25
hari.
B. 3. Peubah Yang Diukur
a. Haugh Unit
putih telur.
Haugh
Unit digunakan untuk pengukuran putih telur. Telur ditimbang beratnya lalu
dipecahkan secara hati – hati dan diletakkan pada wadah yang datar. Ketebalan
putih telur ( dalam milimeter ) diukur dengan mikro meter . Bagian putih telur
diukur, dipilih diantara pinggir kuning telur dengan pinggir putih telur.
.Rumusnya :
HU = 100 log ( H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
dimana , HU:
Haugh Unit
H :
tinggi putih telur
W :
bobot telur ( gram )
Pengukuran Haugh
Unit putih telur ini dilakukan di Labor Politani Payakumbuh.
b. Pengukuran pH telur.
pH
putih telur dan kuning telur di ukur menggunakan pH meter. Sebelum diukur pH
nya, putih telur dan kuning telur dipisahkan terlebih dahulu dengan menggunakan
alat pemisah putih dan kuning telur. Masing-masing kuning telur dan putih telur
diaduk hingga rata. pH meter dinetralkan terlebih dahulu. Celupkan ujung katoda
pH meter ke kuning telut dan putih telur dan dilihat pH nya. Pengukuran pH
telur ini dilakukan di Labor Politani Payakumbuh.
c. Jumlah
bakteri.
Sel bakteri biasanya sulit dihitung bila dengan cara
yang biasa saja karena jumlahnya banyak dan sifatnya membelah diri. Untuk
mempermudah penghitungan biasanya digunakan pertumbuhan koloni yang dibiakkan
pada agar lempeng dalam cawan petridis. Jumlah bakteri dihitung dengan dipupuk
pada cawan petri yang diinokulasi suspensi mikro organisme yang diencerkan
secara bertingkat.
Cara pengerjaaan:
1. Bersihkan
kulit telur, lalu disinfeksi dengan alkohol 70% di bagian runcing telur.
2. Buka
kulit bagian runcing telur, dan tuangkan isi telur (putih dan kuning telur) ke
dalam gelas beaker steril.
3. Homogenkan
isi telur tersebut (ekstraks telur)
4. Buatlah
pengenceran 1.10 dengan cara memipet 11 ml atau timbanglah 11 Good Governance
ekstrak telur tersebut ke dalam 99 ml pengencer steril (dalam gelas
Erlenmeter), lalu homogenkan (kovoklah sebanyak 25 kali). Selanjutnya pipetlah
1 ml dari pengencer 9 ml pengencer steril (menjadi pengencer 1:100)
5. Pipetlah
sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran (1:10, 1:100, … dst) dan masukkan ke dalam cawan petri
steril yang telah diberi label sebelumnya sesuai dengan pengencerannya.
6. Tuangkan
agar cair hanyat (suhu 40 – 500 C) ke dalam masing-masing cara petri
tersebut, kemudian goyangkan secara hati-hati cawan petri seperti angka
delapan, dan biarkan memadat.
7. Setelah
agar memadat, masukkan cawan petri tersebut ke dalam incubator bersuhu 370
C selama 24 – 26 jam.
8. Hutung;ah
jumlah koloni yang tampak dari masing-masing pengeceran, lalu laporkan
jumlahnya sesuai dengan standar.
9. Lakukan
seluruh pekerjaan secara aseptik (hindari kontaminasi)
d.
Uji Organoleptik.
Tujuan organoleptik adalah untuk mencegah sifat atau
faktor-faktor dan cita rasa serta daya cerna terhadap makanan. Pengujian secara
organoleptik dilakukan setelah telur direbus dan dicicipi oleh 10 orang
panelis. Syarat panelis adalah:
1. Orang
yang dijadikan panelis harus ada perhatian terhadap pekerjaan penilaian
organoleptik
2. Calon
bersedia dan mempunyai waktu untuk melakukan penilaian organoleptik
3. Calon
panelis mempunyai kepekaan yang diperlukan
4. Menganal
cara-cara pengolahan komoditi tersebut dan tahu peranan bahan serta cara-cara
pengolahan
5. Mempunyai
pengetahuan atau pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik
Masing – masing panelis memberikan pendapat
berdasarkan Hedonic Scale . Caranya sampel disajikan pada panelis dan panelis
diminta untuk mengisi kartu penilaian sebagai berikut :
Rasa Skor
Sangat suka 5
Suka 4
Kurang suka 3
Tidak suka 2
Untuk
menetralisir agar lidah bisa membedakan masing – masing perlakuan digunakan air
minum. Air minum yang digunakan adalah air putih, karena air putih tanpa rasa
sehingga rasa lidah akan kembali netral.
C. Waktu dan
Tempat
Penelitian akan dilaksanakan selama 35 hari yang Insya Allah akan dimulai tanggal 21 Juni 2004 sampai dengan tanggal 26
Juli 2004 di Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, M.H.1981 Proses
perubahan Kwalitas telur. Karya ilmiah, FakultasPeternakan Universitas Andalas.
Padang
Abbas, 1989. pengolahan
Produksi Unggas, Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang
Balai Metodologi
Informasi Pertanian, 1997/1998. Teknologi Hasil Perikanan. Balai
Metodologi Informasi Pertanian. Bogor.
Bonang, S. 1983.
Pembentukan serta aspek fisika kimia kuning telur dan albumen pada telur ayam
(Galus Demosticus) didalam lontora No. 13. Tahun XXII. Jakarta
Buckle, dkk. 1985. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia
(UI – Press). Jakarta
Burhani, 1980. Mengapa
telur mudah rusak. Majalah ayam dan telur No. 14. Tahun ke X. Jakarta
Card, L.E. 1962. Poultry
Production. 9 th. Ed. Lea & Febiger Philadelphia.
Departemen
Pertanian,1991.Pengolahan Hasil – hasil Peternakan. Direktorat Bina
Produksi Peternakan. Derptan. Jakarta.
Djannah,D, 1984. Beternak Ayam
Dan Itik. Cv Yasaguna. Jakarta.
Hadiwiyoto. S. 1983.
Hasil-hasil olahan susu, ikan, daging dan telur. Edisi ke 2. Liberty. Yoyakarta.
Kismono, M.M.S.S. 1977.
Beberapa Aspek Pengolah Produksi Ternak Unggas. Proyek Pengadaan Penyuluhan dan
Penelitian Petugas Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan Deptan. Jakarta
Mountney, 1976. Poultry
Poduct technology The Avi Publishing Company. Inc. west port. Connecticut
Poro. A. 1987. Ilmu Tilik
Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas. Padang
Powrie. W. D. 1977.
Chemistry of Egg and Egg Production. Dalam W.J. Stadelman And D.J. Cotteril,
Egg Science and Technologi Sec. Ed. Avi Publishing Company. Inc. West Port Connecticut.
Rasyaf. M. 1983. Memelihara
Burung Puyuh. Penerbit Swadaya, Jakarta
__________, 1984, Berternak Itik
Petelur. Penerbit Swadaya, Jakarta
Sabrani, M dan Hadi
Setiyanto. 1980. Proses yang terjadi didalam telur selama penyimpanan. Lembaran
(PP tahun X. No 1). Bogor.
Sarwono,dkk. 1985. Telur
Pengawetan dan Manfaatnya . Penebar Swadaya. Jakarta.
Sarwono, 1993,
Pengawrtan dan Pemanfaatan Telur, Penerbit Swadaya, Jakarta
Stadelman. W.J. `1977.
Qualitiy Identification of Shell Egg. Dalam W.J Stadelman and O.j. Cotteril.
Egg Science and Technology Sec ed. Avi
Publishing Company Inc. West Port. Connecticut
Sudaryani, T. 1996. Kwalitas
telur. Penebar Swadaya Jakarta
Suharno, B., dan Amri K, 1995, Beternak Itik Secara Intensif, Penerbit
Swadaya, Jakarta.
Wihandoyo. 1982.
Teknologi hasil ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
0 Comment