EFEKTIFITAS
MAHRAM BAGI JAMAAH HAJI
A. Latar Belakang
Ibadah
haji termasuk rukun Islam yang diwajibkan sekali seumur hidup berdasarkan
dalil-dalil al-Qur'an dan sunnah, seperti:
ولله
على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيلا ومن كفر فإن الله غنى عن العالمين
“Mengerjakan
haji adalah mewajibkan manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Bait Allah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji)
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam”.[1]
Dalam
ayat lain Allah Swt juga berfirman:
وأذن
في الناس بالحج يأتوك رجالا وعلى كل ضامر يأتين من كل فج عميق, ليشهدوا منافع لهم
ويذكروا اسم الله في أيام معلومات على ما رزقهم من بهيمة الأنعام فكلوا منها
وأطعموا البائس الفقير (الحج: 27-28)
“Dan
Serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan dating
kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang
telah ditentukan atas rizki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa
binatang ternak, maka makanlah sebagian dari padanya dan sebagian lagi
berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara, lagi fakir, kemudian
hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka, dan
hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka
melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (baitullah)” (QS. Al-Hajj: 27-28)
Dan
hadis Nabi Muhammad Saw:
وعن
ابن عباس رضى الله عنه قال: خطبنا عليه الصلاة والسلام فقال أن الله كتب عليكم
الحج فقال الأقرع ابن نابس: أكل عام يارسول الله؟ قال: لو قلتها نعم لوجبت الحج
مرة فما زاد فهو تطوع
Sahabat
Ibn Abbas berkata: Rasulullah saw seraya berkata: “bahwa sesungguhnya Allah
telah mewajibkan kami sekalian untuk berhaji, maka bangkitlah Aqra’ ibn Nabil
seraya bertanya: “Apakah tiap-tap tahun ya Rasulullah? Rasulullah bersabda:
“Kalau saya jawab “ya” tentu akan diwajibkan Allah. Ketahuilah bahwa haji itu
hanya sekali. Bila lebih dari itu, maka sunnah saya hukumnya.
Di
samping nilai ibadah semata, banyak sekali hikmah dan fadhilah yang terkandung
di dalam ibadah haji, baik yang berkenaan dengan social kemasyarakatan, maupun
individu. Melalui ibadah haji ini, umat Islam dari segala penjuru dunia dengan
berbagai lapisan, corak aliran pemikiran dan latar belakang kondisi social,
datang, berkumpul dan bersama-sama menjadi tamu Allah di sekitar rumahnya
menjadi dapat saling bertukar pikiran, membina persaudaraan dan menyalin
kerjasama. Dalam suasana ibadah penuh keikhlasan, mereka akan lebih mudah
mendapatkan kesepakatan dalam menentukan langkah-langkah terbaik yang harus
diambil sebagai upaya meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini.
Dan
Syaikhul Islam, Ahmad ibn Abdurrahma al-Dahlan mengatakan:
“Ketahuilah
bahwa hakekat haji itu adalah suatu pertemuan yang besar dari orang-orang
shaleh di dalam suatu waktu, yang pada waktu itu diingatkan orang-orang yang
mendapatkan nikmat dari Allah, seperti pada Nabi dan orang-orang yang penuh
kebenaran, para syuhada’ dan orang-orang saleh. Haji merupakan suatu pertemuan
yang agung dari dalam suatu tamat yang di dalamnya terdapat tanda-tanda dan
keterangan-keterangan. Beberapa kelompok dari wakil-wakil umat Islam, telah
datang sambil mengagungkan syiar-syiar Allah penuh dengan kerendahan diri,
kecintaan dan mengharapkan kebaikan dan ampunan dosa-dosa dari Allah. Karena
apabila cita-cita dan harapan itu telah terpadu dengan hakekat seperti ini,
maka rahmat Allah tidak akan terhalang untuk turun kepada mereka. Nabi telah
mengatakan bahwa setan tidak pernah merasakan bahwa dirinya lebih hina, lebih
hina dan lebih rendah pada suatu hari dari pada hari Arafah”.[2]
Kewajiban
haji ini dibebankan atas yang telah memenuhi tujuh persyaratan, di antaranya “mampu”.
Allah Swt mengatakan bahwa haji itu adalah bagi mereka yang mampu (من استطاع). Para ulama menafsirkan kemampuan (istitha’ah) itu
dengan: Aman di perjalanan, artinya tidak ada ancaman yang berarti terhadap
jiwa perempuan, diperlukan pula adanya orang yang mendampingi, suami, mahram
atau beberapa orang perempuan lainnya. Namun, apabila jalanan benar-benar aman,
maka perempuan dibenarkan melakukan perjalanan haji tanpa teman.[3]
Walaupun
demikian, dalam sebuah hadis rasul dijelaskan bahwa seorang wanita dilarang
melaksanakan haji tanpa mahram.
عن
ابن عباس انه سمع النبى ص.م يخطب يقول: "لايخلون رجل بإمرأة إلا ومعها ذومحرم
ولاتسافر المرأة الا مع ذى محرم فقام رجل فقال: "يارسول الله إن امرأتى خرجت
حاحة وإنى اكتتبت فى غزوة كذا
وكذا, فانطلق فحج معه امرأتك (متفق عليه)
Dari
Ibn Abbas, sesungguhnya ia pernah mendengar Nabi Muhammad Saw khutbah, di mana
ia bersabda: “Jangan sekali-0kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang
wanita, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya, dan janganlah seorang
perempuan bepergian melainkan bersama mahramnya, lalu ada seorang laki-laki
sambil berkata: “Ya, Rasulullah istriku keluar untuk pergi haji, padahal aku
telah menentukan harus pergi berperang, begini dan begitu. Maka sabda Nabi:
“Pergilah dan hajilah bersama isterimu”. (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim) [4]
Melalui
hadis di atas dapat dipahami keharusan bagi seorang wanita untuk melaksanakan
haji harus bersama suami atau mahramnya atau wanita yang data dipercaya,
sehingga tidak memungkinkan terjadinya keraguan dan fitnah terhadap wanita yang
pergi melaksanakan ibadah haji.
Indonesia
adalah negara yang penduduknya mayoritas Islam, di mana jarak antara Indonesia
dan kota Makkah al-Mukarramah, berjauhan, sehingga membutuhkan waktu yang agak
lama untuk mencapai daerah tersebut. Jika seseorang ingin melaksanakan ibadah
haji, maka untuk itu dibutuhkan bagi jamaah haji wanita suami atau mahram untuk
mendampingi nya melaksanakan ibadah haji.
Tetapi
dari wanita yang kita temukan di tengah masyarakat musummah Indonesia terfokus
terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Kandepag yang merupakan salah satu
lembaga yang mendampingi urusan agama, khususnya Islam, mengeluarkan peraturan
tentang pelaksanaan ibadah haji bagi wanita yang ingin melaksanakan, boleh
diwakilkan dengan jalan pengangkatan seseorang sebagai mahram. Umumnya orang
yang diangkat sebagai mahram itu adalah laki-laki lain, tanpa adanya unsure
kekerabatan.
Dengan
adanya ketentuan yang ditetapkan oleh Kandepag bahwa mahram bagi wanita dalam
melaksanakan ibadah haji dapat diwakilkan pada orang lain sangat bertolak
belakang dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara’, sehingga dalam masalah
ini penulis termotifasi untuk membahasnya dalam bentuk sebuah karya tulis yang
berjudul: “Efektifitas Mahram Bagi Jamaah Haji (study terhadap Kebijakan
Depag Bukittinggi)”.
B. Rumusan Masalah
Berkaitan
dengan masalah di atas, maka dapat dirumuskan apa alasan dan dasar pemikiran
bagi Depag untuk membolehkan bagi jamaah haji wanita melaksanakan haji dengan
mahram yang diwakilkan atau ditunjuk oleh Depag.
C. Penjelasan Judul
Untuk
menghindari penafsiran yang berbeda-beda dan untuk memudahkan dalam memahami
judul proposal ini, maka penulis akan menjelaskan kata-kata yang penting di
atas:
Efektifitas : Ketepatgunaan atau kemanjuran sesuatu
tindakan yang dilaksanakan.[5]
Mahram : Adalah
orang yang haram dinikahi menurut syara’. Dikarenakan ada pertalian nasab atau
darah.
Depag : Adalah
suatu lembaga yang menangani tentang masalah agama.
D. Tujuan dan Kegunaan
Setiap
orang mengadakan penulisan atau penelitian secara ilmiah, tentu mempunyai
tujuan tertentu, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan proposal ini
adalah:
1.
Untuk
mengetahui alasan dan dasar pemikiran bagi Depag untuk membolehkan bagi jamaah
haji wanita melaksanakan haji dengan mahram yang diwakilkan.
2.
Untuk
mengetahui sejauh mana efektivitas atau tidaknya pelaksanaan ibadah haji bagi
wanita dengan perwakilan mahram.
Sedangkan
kegunaan penulisan ini adalah:
1.
Untuk
melengkapi persyaratan dalam usaha memperoleh gelar sarjana lengkap pada
Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sjech M. Djamil
Djambek Bukittinggi.
2.
Sebagai
sumbangan penulis untuk menambah nuansa baca di perpustakaan jurusan Syari’ah
khususnya dan masyarakat luas pada umumnya, sehingga dapat menambah wawasan
dalam hal efektivitas mahram bagi jemaah haji wanita (studi terhadap kebijakan
Depag Bukittinggi).
E. Metodologi Penulisan
1.
Metode
Pengumpulan Data
Dalam
penulisan proposal ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library
research), yaitu penelitian terhadap buku-buku yang berkaitan dengan
masalah ini dan penulis juga menggunakan penelitian lapangan.
Dalam
penulisan ini penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
a.
Observasi,
teknik ini digunakan untuk mengamati atau mengobservasi tentang efektivitas
bagi jemaah haji wanita berdasarkan kebijakan Depag Bukittinggi.
b.
Wawancara,
yaitu cara memperoleh data dengan jalan berkomunikasi langsung antara penulis
dan responden, baik sebagai data sekunder maupun sebagai data primer.
2.
Analisa
Data
Setelah
data dikumpulkan, kemudian dianalisa dengan cara sebagai berikut:
a.
Kualitatif, yaitu menerangkan data
terhadap objek yang diteliti dan menarik kesimpulan.
Adapun
metode seperti ini dipakai dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Induktif, yaitu penarikan kesimpulan
yang bersifat khusus, lalu ditarik sebagai kesimpulan yang bersifat umum.
2)
Deduktif, yaitu penarikan kesimpulan
yang bersifat khusus berdasarkan permasalahan yang bersifat umum, proses
pemikiran yang berangkat dari masalah yang lebih umum, kemudian menyimpulkan
kepada yang khusus.
3)
Komperatif, yaitu membandingkan suatu
permasalahan dengan masalah lain, sehingga jelas perbedaan dan persamaannya.
Kemudian dari perbedaan dan persamaan itu ditarik sebagai kesimpulan yang bisa
dijadikan statement.
F. Sistematika Penulisan
Pokok-pokok
yang akan dibahas dalam proposal ini adalah:
Bab
I, merupakan pendahuluan, yang menjelaskan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, penjelasan judul, tujuan dan kegunaan, metodologi penulisan
dan sistematika penulisan.
Bab
II, haji dan permasalahannya, yang membahas pengertian, dalil-dalil tentang
haji, rukun dan syarat haji, hikmah dan tujuan haji.
Bab
III, Permasalahan Depag, yang dibahas di dalamnya sejarah berdirinya Depag,
pengertian Depag, hak dan wewenang Depag, struktur dan pengelolaan Depag,
fungsi Depag.
Bab
IV, kebijakan Depag tentang mahram haji bagi wanita, yang akan dibahas mahram
menurut Depag, analisa penulis tentang keputusan Depag mengenai mahram haji
bagi wanita.
Bab
V, penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A.T, Sofyan
Hadi, Kamus Ilmiah Kontemporer, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, Cet.
Ke-1
An-Nadwi,
Abulhasan Ali Abdul Hayyi al-Hasani, Empat Sendi Agama Islam, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1992, Cet. Ke-1
Baihaqi, Fiqh
Ibadah, Bandung, M2S, 1996
Hamidi,
Muammal, dkk, Nail al-Authar, 1993, Surabaya: PT/ Bina Ilmu, 1993
Mansur, Moh.
Isa, Fiqh Ma’arif, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1983, Cet. Ke-1
Masyhur,
Kahar, Bulugh al-Maram, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992
Mubarak,
Fadhilah Syah Fadhil ibn Abdul Azis Ali, Terjemahan Nail al-Authar,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993, Cet. Ke-1, Jilid 3
Nasution,
Lahmuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999, Cet. Ke-2
OUT LINE
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
B.
Rumusan
Masalah
C.
Penjelasan
Judul
D.
Tujuan
dan Kegunaan
E.
Metodologi
Penulisan
F.
Sistematika
Penulisan
BAB II HAJI DAN PERMASALAHANNYA
A.
Pengertian
Haji
B.
Dalil-dalil
tentang Haji
C.
Rukun
dan Syarat Haji
D.
Hikmah
dan Tujuan Haji
BAB III PERMASALAHAN DEPAG
A.
Sejarah
Berdirinya Depag
B.
Pengertian
Depag
C.
Hak
dan Wewenang Depag
D.
Struktur
dan Pengelolaan Depag
E.
Fungsi
Depag.
BAB IV KEBIJAKAN DEPAG TENTANG MAHRAM HAJI BAGI
WANITA
A.
Mahram
menurut Depag
B.
Analisa
Penulis
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran-saran.
[1]
Moh. Isa Mansur, Fiqh Ma’arif, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1983), cet.
Ke-1, h, 252
[2]
Abulhasan Ali Abdul Hayyi al-Hasani an-Nadwi, Empat Sendi Agama Islam,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h. 258
[3]
Lahmuddin Nasution, Fiqh Ibadah, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),
Cet. Ke-2, h.
[4]
Fadhilah Syah Fadhil ibn Abdul Azis Ali Mubarak, Terjemahan Nail al-Authar,
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993), Cet. Ke-1, Jilid 3, h. 1370
[5]
Sofyan Hadi A.T, Kamus Ilmiah Kontemporer, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2000), Cet. Ke-1, h. 73
0 Comment