BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Islam
adalah agama Rahmatan Lil ‘Alamin, yaitu agama yang mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu menyembah Allah swt, dan selalu memberikan ketenangan,
keteduhan, dan kedamaian kepada seluruh umat manusia di muka bumi tanpa
memandang suku, ras, keturunan, bahasa dan bangsa manapun. Islam mengajarakan
untuk menghapus segala bentuk kesyirikan, dan memerangi kezaliman,
menghilangkan praktek ketidak adilan dan pemborosan.
Tabarruk
berasal dari kata (البركة) yang
artinyaزيادة الخير)) ; tambahan kebaikan. Dan bisa juga berarti di berkahi, selamat bahagia[1].
Di dalam istilah syari’at islam, arti berkah:
Artinya:
“Adanya suatu kebajikan Allah swt yang diletakan kepada sesuatu”
Kebajikan
Allah swt diletakan kepada sesuatu, ada yang diletakan pada diri Nabi–Nabi,
cangkir Nabi, baju Nabi. Ada yang diletakan pada diri ulama–ulama, Aulia–aulia,
orang–orang saleh, orang–orang yang mati syahid, dan adapula yang diletakan
pada ayat–ayat Al–Qur’an seperti pada surah Al–Kahfi, pada surah Yasin, ada
yang diletakan pada nasi, air, gantang, sukatan, timbangan[3].
Pendeknya, kebajikan Allah swt itu banyak sekali,
melimpah ruah dan diletakan pada sesuatu yang di kasihinya.
Di antara perbuatan tabarruk yang kebolehannya
telah menjadi Ijma’ Ulama, baik ulama salaf (ulama yang hidup 300 pertama tahun
hijriyah yaitu para sahabat, tabiin, tabi’it tabi’in) maupun ulama khalaf
hinggga sekarang adalah tabarruk kepada peninggalan–peninggalan Nabi saw, di
antara dalil kuat yang menunjukan hal ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Anas bin Malik bahwa ketika haji wada’ (haji
terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah saw) setelah melakukan jumrah (melempar
batu) dan Nahr (berkorban), Nabi saw memotong rambut dan memberikannya kepada
Abu Thalhah, kemudian menyuruhnya untuk dibagikan kepada orang banyak[4].
Barakah atau
berkah memang merupakan sebuah kata yang penuh makna, dari zaman ke zaman umat
Islam berlomba–lomba untuk mencari keberkahan tersebut di dalam setiap segi
kehidupannya. Ada yang mengharapkan keberkahan rizqi, keberkahan ilmu,
keberkahan tempat dan lain sebagainya[5].
Di dalam Al–Qur’an dan hadispun kata berkah ini
berulang kali dipakai dalam setiap kesempatan dan peristiwa, sebagaimana firman
Allah swt sebagai berikut:
qs9ur ¨br& @÷dr& #t�à)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍkön=tã ;M»x.t�t/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$2 tbqç7Å¡õ3t ( الاعراف:96)
Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya”.(QS. Al–A’raf: 96)
@Ï% ßyqãZ»t ñÝÎ7÷d$# 5O»n=|¡Î0 $¨ZÏiB BM»x.t�t/ur y7øn=tã #n?tãur 5OtBé& `£JÏiB �tè¨B 4ÖNtBé&ur öNßgãèÏnFyJãYy §NèO Oßg�¡yJt $¨ZÏiB ë>#xtã ÒOÏ9r& ( هود : 48)
Artinya: "Hai
Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari kami atasmu
dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. dan ada
(pula) umat-umat yang kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia),
Kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari kami.(QS. Hud : 48)
(#þqä9$s% tûüÎ7yf÷ès?r& ô`ÏB Ì�øBr& «!$# ( àMuH÷qu «!$# ¼çmçF»x.t�t/ur ö/ä3øn=tæ @÷dr& ÏMø�t7ø9$# 4 ¼çm¯RÎ) ÓÏHxq ÓÅg¤C.( هود : 73)[6]
Artinya:“Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa
heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya,
dicurahkan atas kamu, Hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Pemurah."(QS. Hud: 73)
Ayat ini menjelaskan bahwa ketika para malaikat
(Jibril, Mikail, Isrofil) telah datang kepada Nabi Ibrahim as dengan membawa
kabar gembira, bahwa “Isterinya (Siti Sarah) akan mempunyai keturunan
yaitu Nabi Ishaq as, dan Nabi Ishaq as ini akan mempunyai keturunan yaitu Nabi
Yakub as”. Mendengar berita tersebut siti sarah langsung berkata:“Mungkinkah aku akan melahirkan anak padahal aku
sudah tua (usianya 99 tahun) dan suamiku (Nabi Ibrahim as) ini sudah sangat tua
(usianya 120 tahun)? ini sangat mengherankan bagi kami (Nabi Ibrahim as dan
Siti Sarah) yang sudah tua akan melahirkan anak. Para malaikat (Jibril, Mikail,
Israfil) berkata: “Mengapa engkau merasa heran tentang ketetapan Allah swt? itu
adalah rahmat dan berkah dari Allah swt yang dicurahkan kepada kamu wahai Ahlul
Bait (keluarga Nabi Ibrahim as), sesungguhnya Allah swt Maha Terpuji lagi Maha
Pengasih”[7]. Dapat pula dilihat
pada: (Tafsir Munir, As-Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi. juz I h.389-390), (Hassiyah Al-Alamatus-Shawiy Ala Tafsir Al-Zalalain,
As-Syaikh Ahmad Shaawiy Al-Maki. Juz III h. 221-223)
ÓÍ_n=yèy_ur %º.u$t7ãB tûøïr& $tB àMZà2 ÓÍ_»|¹÷rr&ur Ío4qn=¢Á9$$Î/ Ío4q2¨9$#ur $tB àMøBß $|ym
( مريم: 31)
Artinya: “Dan Allah swt
menjadikan Aku (Nabi Isa as) seorang yang di berkati di mana saja Aku(Nabi Isa
as) berada, dan Allah swt memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama Aku hidup” ( QS. Maryam : 31 )
@è%ur Éb>§ ÓÍ_ø9ÌRr& Zwu\ãB %Z.u$t7B |MRr&ur çö�yz tû,Î!Í\ßJø9$# ( المِِؤمنون: 29 )
Artinya: “Dan berdoalah: Ya
Tuhanku, tempatkanlah Aku (Nabi Nuh as) pada tempat yang di berkati, dan Engkau
adalah sebaik-baik yang memberi tempat”. (QS. Al- mu’minun: 29)
Dapat pula dilihat pada: (Tafsir Zallalain,
Jallaluddin Muhammad Ibni Ahmad Al-Mahalli Wa Syekh Al-Mutazar Jallaluddin
Abdurrahman Ibni Abi Bakri As-Suyuthi h: 253, 283 - 284), (Tafsir Munir, As-Syekh Muhammad
Nawawi Al-Jawi Juz II h: 6, 65)
Sebenarnya masih banyak ayat yang menyebutkan kata
berkah, dalil di atas tersebut cukup untuk membuktikan bahwa keberkahan itu
diberikan pada tempat, waktu, manusia, benda, sebagaimana tampak dalam
ayat–ayat di atas.
Keberkahan itu juga banyak disebutkan dalam hadis
Rasulullah saw, di antaranya adalah sabda Rasulullah saw berikut ini:
حَدَّ ثَنَا
يَحْـيَ بْنُ يَحْـيَ: اَحْبَرَنَا عَبْـدُ الْعَـزِيْزِ بْنُ مُحَـمَّدِ الْمَدَ نِىُّ
عَنْ سُهَـيْلِ بْنِ اَبِيْ صَالِحِ, عَنْ اَبِـيْهِ عَنْ هُرَيْرَةَ أنَّ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ ةَسَلَّمَ : كَانَ يُؤْ تَى بِاَوَّلِ
الثَّمَرِ فَيَـقُوْلُ. اَللَّهُمَّ بَارِكْ لّنَا فِيْ مَدِ يْـنَـتِـنَأ وَفيْ
ثِـمَارِنَا. وَفيْ مُـدِّنَا وَفيْ صَاعِنَا بَرَكَةً مَعَ بَرَكَةٍ. ثُـمَّ
يُـعْـطِيْهِ اَصْـغَـرَ مَنْ يَحْـضُرُهُ مِنً الْوِلْـدَانِ. (رواه مسلم) وَفِيْ
قَوْلُ الاُخْرى: اَللَّهُمَّ بَارِكْ لّنَا فِيْ مَدِ يْـنَـتِـنَأ, اَللَّهُمَّ
بَارِكْ لّنَا فِيْ صَاعِنَا, َللَّهُمَّ بَارِكْ لّنَا فِيْ مُـدِّنَا,
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لّنَا فِيْ مَدِ يْـنَـتِـنَأ. اِجْعَلْ مَعَ الْبَرَكَـةِ
بَرَكَـتَيْنِ[8] .
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami oleh Yahya bin Yahya, telah
mengabarkan kepada kami oleh Abdul Aziz bin Muhammad Al-Madani dari Suhail bin
Abi Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“Apabila telah memetik buah maka orang madinah berkata: Ya Allah berkahilah
kami, dan berkahilah kota madinah kami, dan berkahilah buah-buahan kami, dan
berkahilah pada mud kami, dan berkahilah gantang (pada sha’) kami. Keberkahan
bersama keberkahan yang lain. Kemudian Nabi saw memanggil anak kecil dan
diberikan buah itu kepadanya” (HR. Muslim).Dan dalam riwayat lain dikatakan: Artinya: “Ya Allah berkahilah kami dan
berkahilah kota madinah kami, dan berkahilah satu gantang (satu Sha’) kami, Ya
Allah berkahilah pada Mud kami, Ya Allah berkahilah kami pada negeri madinah
kami, jadikanlah satu keberkahan menjadi dua keberkahan.
Berbagai ayat dan hadis di atas membuktikan bahwa berkah sangat penting
dan dibutuhkan, jika Allah swt memberikan keberkahan kepada sesuatu maka
sesuatu itu akan mendapatkan kebaikan yang banyak dan berkesinambungan, sebagai
contoh: Imam Syafi’i (Muhammad ibni Idris ibni Abbas ibni Ustman ibni Syafi’i
ibni Sa’ib ibni Abu Yazid ibni Hasyim ibni Abdul Muthalib ibni Abdul Manaf)
yang lahir di tengah–tengah keluarga miskin, ayahnya meninggal ketika beliau
masih kecil. Kemudian ibunya (yang bernama Fatimah binti Abdullah ibni Husain
ibni Ali ibni Abdul Muthalib) membawanya ke Mekkah, setelah dididik di Mekkah
beliau dimasukkan ke madrasah, berkat usaha ibunya, beliau telah menghapal Al–Qur’an
pada usia sembilan tahun[9].
Jadi, seseorang yang
memperoleh keberkahan waktu, dalam waktu yang singkat ia akan mampu melakukan
banyak kegiatan dan amal saleh yang biasanya tidak dapat dilakukan dalam waktu
yang sesingkat itu. Begitu pula makanan yang memperoleh berkah, meskipun hanya
sedikit, ia cukup untuk mengenyangkan banyak orang, karena manfaat berkah
sangat besar, maka umat Islam dari zaman ke zaman berusaha mencari keberkahan
tersebut dalam setiap celah kehidupan[10].
Namun, tabarruk di era sekarang ini banyak menampilkan di
majalah–majalah maupun media elektronik yang menunjukan jasa–jasa berupa :
benda–benda mistis ataupun transfer ilmu yang tujuannya untuk keselamatan,
tetapi setelah dia mendapatkan tanpa mempunyai aqidah yang kuat dan syari’at Islam
yang dianjurkan oleh agama bisa menjerumuskan ia menjadi sombong, riya,
takabbur kepada Allah swt.
Dan kenyataannya dalam kehidupan manusia, banyak mereka itu memperanakan
Allah swt dengan benda–benda tersebut, misalnya: keris, batu, jimat, dan
sejenisnya. Maka timbulah sifat ketergantungan, jadi hal ini menyalahi makna
tabarruk, dan Allah swt telah mengajarkan kepada kita di dalam shalat yang
terdapat dalam do’a Iftitah yang berbunyi:
ö ¨bÎ) ÎAx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$#
Artinya: “Sesungguhnya shlatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya bagi
Allah Tuhan Semesta Alam”
Jadi, apabila kita meminta kepada benda tersebut bisa menimbulkan sifat
ketergantugan dan kepercayaan yang dapat membuatnya terjerumus ke dalam
kemusyrikan, apabila tidak mempunyai aqidah yang kuat[11].
Adapun menyeru dan meminta selain kepada Allah swt
ada dua macam:
1.Meminta Kepada Orang Hidup Yang Hadir Apa Yang Di
Sanggupinya
Misalnya : dalam sebuah keluarga pak udin, ada yang
meninggal dunia yaitu isterinya, kemudian pak udin meminta kepada warga dan
para tetangga agar mau (bersedia) hadir di rumahnya, untuk membacakan tahlil
yang di niatkan untuk isterinya, kemudia pak udin meminta bantuan kepada salah
seorang ustadz setempat agar mau memimpin dalam membacakan tahlil beserta
do’anya. Maka hal ini di bolehkan selama ustadz tersebut mampu untuk memenuhi
permintaan pak udin sesuai dengan apa yang di sanggupinya[12]. Mahluk
boleh saja dimintai bantuan dalam persoalan yang ia sanggupi sebagaimana firman
Allah swt dalam surah Al–Qashash, pada kisah Nabi Musa as:
@yzyur spuZÏyJø9$# 4n?tã ÈûüÏm 7's#øÿxî ô`ÏiB $ygÎ=÷dr& yy_uqsù $pkÏù Èû÷,s#ã_u ÈbxÏGtFø)t #x»yd `ÏB ¾ÏmÏGyèÏ© #x»ydur ô`ÏB ¾ÍnÍirßtã ( çmsW»tótGó$$sù Ï%©!$# `ÏB ¾ÏmÏGyèÏ© n?tã Ï%©!$# ô`ÏB ¾ÍnÍirßtã ¼çntx.uqsù 4ÓyqãB 4Ó|Ós)sù Ïmøn=tã ( tA$s% #x»yd ô`ÏB È@uHxå Ç`»sÜø¤±9$# ( ¼çm¯RÎ) Arßtã @@ÅÒB ×ûüÎ7B (
الـقصص: 15 )
Artinya: “Dan Musa as masuk ke kota (Memphis) ketika
penduduknya sedang lengah, Maka didapatinya di dalam kota itu dua orang
laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan
seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya
meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu
Musa as menamparnya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah
perbuatan syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi
nyata (permusuhannya). (QS. Al–Qashash: 15)
Ayat tersebut
mengisahkan tentang Nabi Musa as, yang pada suatu hari Nabi Musa as
berjalan–jalan ke dalam kota, lalu ia berjumpa dengan dua orang yang sedang
berkelahi, yang seorang dari bangsa Bani Israil (bangsa Nabi Musa as) dan yang
seorang lagi dari bangsa Qubthi (bangsa Fir’aun). Maka Nabi Musa as.,
mendamaikan keduanya, akan tetapi seorang yang dari bangsa Qubthi tidak mau
berdamai karena ia sombong dan congkak merasa dirinya bangsa raja. Karena yang
seorang itu tak mau berdamai, maka marahlah Nabi Musa as kepadanya, lalu
ditamparnya orang itu dan matilah orang yang ditamparnya itu. Melihat hal yang
demikian itu Nabi Musa as menyesali dirinya berbuat salah membunuh orang,
padahal perbuatannya membunuh itu tidaklah disengaja. Beliaupun berdoa memohon
ampun kepada Allah swt atas perbuatannya yang telah terlanjur itu dan Allah swt
telah mengampuni dosa Nabi Musa as[13].
Jadi, meminta bantuan, meminta seseorang untuk
mendo’akan kepada orang yang hadir sesuai dengan apa yang di sanggupinya, maka
hal itu di bolehkan sebagaimana di firmankan dalam surah Al–Qashash: 15 pada
kisah Nabi Musa as tersebut. Dan sebagaimana juga para sahabat meminta syafa’at
kepada Nabi Muhammad saw, lalu Nabi saw memberikan syafa’atnya, dan para
sahabat pula minta di doa’akan oleh Nabi saw, maka Nabi saw mendoa’kannya[14].
2.Meminta
Kepada Mayit, Ghaib (Orang Yang Tidak Ada), dan Selain Keduanya
Dengan
Sesuatu Yang Tidak Di Sanggupi Oleh Selain Allah swt.
Misalnya :
sepasang suami isteri yang tidak mempunyai keturunan setelah menikan selama
lima tahun, selama lima tahun itu sepasang suami isteri telah berobat ke dokter
dan rumah sakit ternama. Namun tidak membuahkan hasil sama sekali, bahkan
mereka juga telah berobat kepada ustadz yang sering mengobati orang–orang sakit
dengan berbagai keluhan yang dirasakan, itupun tidak membuahkan hasil. Yang
pada akhirnya mereka mencoba berobat kepada dukun dan disarankan agar mereka
meminta di sebuah makam (kuburan) eyang jongrot dengan membawa sesaji dan
persyaratan lainnya seperti setiap malam jum’at harus menyediakan sesaji pada
makam eyang jongrot tersebut dan harus menyediakan ayam hitam dan sebagainya.
Padahal
perbuatan yang mereka lakukan adalah perbuatan yang di larang oleh agama karena
mereka meminta kepada kuburan (orang yang sudah meninggal) yang tidak dapat
mendatangkan dan memberikan manfaat maupun mudharat sedikitpun, yang mana
kuburan tersebut tidak akan mungkin dapat mengabulkan permintaan tersebut dan
kalau dipikir buat mengurus nasib di dalam kubur saja tidak dapat mengurusnya
(misalnya lagi disiksa) apalagi buat memberikan anak kepada mereka (suami
isteri) yang masih hidup ini jelas sesuatu yang tak mungkin.
Jadi minta
tercapainya hajat, melepaskan kesusahan dan menyelamatkan jiwa, semua hal ini
perbuatan haram dan munkar berdasarkan kesepakatan imam–imam kaum muslimin,
tidak diperintahkan oleh Allah swt dan Rasulnya, tidak pernah ada sahabat dan
pengikut mereka di dalam kebaikan yang melakukannya, serta tidak seorang pun
yang melakukannya, serta tidak seorang imam pun yang memandangnya sebagai
kebaikan, ini adalah persoalan yang sangat jelas bahwasanya hal itu bukan dari
ajaran agama islam.
Perbuatan
tabarruk yang diperbolehkan adalah perbuatan tabarruk yang sesuai dengan
syariat islam dan bukan yang bertentangan dengan syariat, namun tabarruk ini
sering kali disalah artikan khususnya yang terjadi pada masyarakat kampung duri
mereka masih mempercayai benda–benda keramat, sering kali benda tersebut
dijadikan alat untuk menyembuhkan sesuatu seperti penyakit dan mereka
mengistimewakan benda keramat tersebut. Oleh karenanya, dalam penelitian ini
penulis berusaha mengangkat judul yang berkaitan dengan tabarruk dan benda
keramat dengan judul:
“Tabarruk Terhadap Benda Keramat Dalam Prespektif Hukum Islam” (Studi
Kasus Pada Masyarakat Kampung Duri Kecamatan Kalideres)
dengan dasar
pemikiran yaitu:
- Masyarakat kampung duri sangat percaya akan
adanya tabarruk tetapi di saat di hadapkan kepada beberapa masalah yang
tidak dapat diselesaikan dengan bermunajat kepada sang khaliq, maka
tabarruk terhadap benda keramat menjadi sebuah solusi pada masyarakat
kampung duri untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga adanya
penyimpangan yang dilakukan.
- Adanya kepercayaan
mereka terhadap benda keramat yang berlebihan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis perlu memberikan
pembatasan masalah. Penelitian ini berfokus pada “Tabarruk Terhadap Benda
Keramat Pada Masyarakat Kampung Duri” yang di maksud di sini adalah yang
terjadi pada masyarakat kampung duri yang khususnya kepada para normalnya.
Perumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek tabarruk yang dilakukan masyarakat cengkareng?
2. Hukum tabarruk kepada benda keramat dalam Islam?
C. Tujuan dan
Manfaat Penelitian
Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan
pembatasan dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak di capai dalam
penelitian ini adalah:
- Untuk mengetahui bagaimana Praktek tabarruk
yang dilakukan masyarakat kampung duri dalam menggunakan benda keramat.
- Untuk mengetahui
hukum yang jelas tentang tabarruk dengan menggunakan benda keramat dalam
ajaran Islam.
Manfaat Penelitian
Melalui analisa dari hasil penelitian ini, maka manfaat yang diwujudkan
adalah:
- Untuk memberikan
informasi kepada seluruh masyarakat mengenai tabarruk yang di bolehkan dan
tabarruk yang di larang dalam Islam.
- Agar menjadi
sumbangan pemikiran yang di harapkan akan menambah khazanah ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa jurusan Perbandingan Mazhab fiqh untuk
mengetahui tabarruk yang dibolehkan dalam Islam.
D. Metode
Penelitian
Dalam penyusunan
skiripsi ini, penulis lebih memilih studi kepustakaan (library research). Penulis mencari bahan–bahan dari sumber tulisan yang berhubungan dengan
tabarruk dan benda keramat. Field Research (penelitian lapangan), yaitu data
yang diambil langsung melalui wawancara (interview) dan pada interview ini
penulis mengajukan beberapa pertanyaan sekilas tentang tabarruk kepada beberapa
ulama dan benda keramat kepada beberapa para normal selaku objek dalam
penelitian ini.
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu
penulis berusaha memaparkan suatu kejadian dan peristiwa. Metode ini berguna
untuk melahirkan teori–teori tentative, metode deskriptif berusaha mencari
bahan bukan mengujinya, penelitian ini lahir karena kebutuhan. Penulis ingin
mengetahui sesuatu yang berhubungan antara tabarruk dan benda keramat.
Penelitian ini memerlukan kualifikasi, yaitu peneliti harus memiliki
sifat yang reseptif (mau menerima) yang berarti harus selalu mencari informasi,
bukan menguji kebenaran suatu teori dan peneliti harus memiliki kekuatan
integrative, yaitu kekuatan untuk memadukan berbagai informasi yang diperoleh
menjadi satu kesatuan penafsiran.
Adapun tekhnik yang digunakan adalah mengikuti ketentuan–ketentuan yang
ada dalam buku pedoman penulisan skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membahas dengan membagi bab dan
kemudian penulis membagi ke dalam beberapa sub bab, adapun perinciannya sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, pembatasan,
perumusan masalah, tujuan dan manfa’at penelitian, metode penelitian dan
sisitematika penelitian.
Bab II Disini penulis akan membahas tentang sekilas tabarruk, hukum
tabarruk.
Bab III Disini penulis akan memaparkan bagaimana praktik tabarruk pada
masyarakat cengkareng, yang isinya tentang gambaran umum tabarruk di
cengkareng, cara tabarruk yang dilakukan masyarakat cengkareng, apa sebab
tabarruk yang dilakukan masyarakat cengkareng, .
Bab IV Merupakan inti dari pembahasan yaitu praktek tabarruk yang
dilakukan masyarakat cengkareng, hukum tabarruk dengan benda keramat dalam
Islam.
Bab V Adalah bab penutup yang merupakan hasil kesimpulan dari pengkajian
bab–bab sebelumnya. Disini, penulis juga membuat usulan–usulan untuk
perbaikan–perbaikan dalam masalah tabarruk dengan menggunakan benda keramat. Di
samping itu dilengkapi juga dengan satu lampiran, yaitu tentang silabus mata
kuliah dan beberapa hasil wawancara (interview) dengan beberapa ulama serta
daftar pustaka yang menjadi rujukan penulis ditempatkan pada akhir penulisan.
[1] Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia Moderen, (Jakarta: Pnerbit Pustaka Amani, 1998 ), h. 477
[2] Ala Udin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al–Bagdadi, Tafsir Khazin,
(Beirut: Da’arul Fikr, tt), Cet. Ke–II, h. 218
[3] Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama,
(Jakarta: Penerbit Pustaka Tarbiyah, 2000), Cet. Ke–III, h. 200
[4] Imam Abi Husain Muslim Ibni Hajjaji Ibni Muslim Qusyairi Naysaburi, Shahih
Muslim, (Bandung: Dahlan, tt), Cet. Ke-I, h. 545-546
[5] Novel bin Muhammad Alaydrus, Mana
Dalilnya, (Surakarta: Penerbit Taman Ilmu, 2005), Cet. Ke–I, h. 137-138
[7] Jalaluddin Muhammad Ibni Ahmad Al-Mahalli
Wa Syekh Al-Mutajar Jalaluddin Abdurrahman Ibni Abi Bakri As-Suyuthi, Tafsir
Jalalain, (Semarang: Toha Putra, tt) h. 187
[8] Imam Abi Husain Muslim Ibni Hajjaz ibni Muslim Qusyairi Nasyaiburi,
Shahih Muslim, (Riyad: Darus Salam, 1998), Cet. Ke–I, h. 576-577
[9] Mahmud Syalthut Ali As–Sayis, Fiqih
Tujuh Madzhab, Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hazami, Kumpulan Madzhab
Salafi, (Bandung: Penerbit CV. Pustaka Setia, 2000), Cet. Ke – I, h. 17
[12] Asy Syaikh Hamd bin Nashir bin Usman Aali Mu’amar, Membantah Para
Penyembah Kubur, (Jogjakarta: Pustaka Al–Haura, 2006), Cet. Ke – I, h. 17
[13] Hadiyah Salim, Qishashul Anbiya, 25
Rasul, (Bandung: Penerbit PT Al–Ma’arif, 1984), Cet. Ke–VIII, h. 119
BAB II
SEKILAS TENTANG TABARRUK
A.Pengertian Tabarruk
I. Pengertian Tabarruk
Tabarruk berasal dari kata (البركة) yang
berarti berkah, kenikmatan, kebahagiaan, bertambah kesenangan[1], di berkahi, selamat bahagia[2], permohonan, bermanfaat,
kekal dan berterusan, sesuatu yang suci dan jauh dari kekurangan[3].
Dalam Al–Qur’an pun kata
barakah ini banyak disebutkan di antaranya:
@yèy_ur $pkÏù zÓźuru `ÏB $ygÏ%öqsù x8t�»t/ur $pkÏù u£s%ur !$pkÏù $pksEºuqø%r& þÎû Ïpyèt/ör& 5Q$r& [ä!#uqy tû,Î#ͬ!$¡¡=Ïj9 (فصلت : 1)
Artinya: “Dan Dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya
dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat
masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertany”.(QS. Fushillat : 10)
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 ÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#t�ysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t�»t/ ¼çms9öqym ¼çmtÎã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»t#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# ç�ÅÁt7ø9$# (الاسر: 1)
Artinya: “Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil
Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.( QS. Al Is’ra: 1 )
(#þqä9$s% tûüÎ7yf÷ès?r& ô`ÏB Ì�øBr& «!$# ( àMuH÷qu «!$# ¼çmçF»x.t�t/ur ö/ä3øn=tæ @÷dr& ÏMø�t7ø9$# 4 ¼çm¯RÎ) ÓÏHxq ÓÅg¤C ÇÐÌÈ
Artinya: “Para malaikat
itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu
adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait!
Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."( QS. Hud : 73 )
Ayat
ini menjelaskan bahwa ketika para malaikat (Jibril, Mikail, Isrofil) telah
datang kepada Nabi Ibrahim as dengan membawa kabar gembira, bahwa “Isterinya
(Siti Sarah) akan mempunyai keturunan yaitu Nabi Ishaq as, dan Nabi Ishaq as
ini akan mempunyai keturunan yaitu Nabi Yakub as”. Mendengar berita tersebut
siti sarah langsung berkata:“Mungkinkah
aku akan melahirkan anak padahal aku sudah tua (usianya 99 tahun) dan suamiku
(Nabi Ibrahim as) ini sudah sangat tua (usianya 120 tahun)? ini sangat
mengherankan bagi kami (Nabi Ibrahim as dan Siti Sarah) yang sudah tua akan
melahirkan anak. Para malaikat (Jibril, Mikail, Israfil) berkata: “Mengapa
engkau merasa heran tentang ketetapan Allah swt? itu adalah rahmat dan berkah dari
Allah swt yang dicurahkan kepada kamu wahai Ahlul Bait (keluarga Nabi Ibrahim
as), sesungguhnya Allah swt Maha Terpuji lagi Maha Pengasih”[4].
Dapat pula dilihat pada: (Tafsir Munir, As-Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi. juz I
h.389-390), (Hassiyah Al-Alamatus-Shawiy Ala Tafsir Al-Zalalain, As-Syaikh
Ahmad Shaawiy Al-Maki. Juz III h. 221-223)
#x»ydur ë=»tGÏ. çm»oYø9tRr& Ô8u$t6ãB çnqãèÎ7¨?$$sù (#qà)¨?$#ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqö�è? (الانعام: 155)
Artinya: “Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang di
berkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat, ( QS. Al – An’am :155 )
Jadi dapat disimpulkan bahwa tabarruk adalah seseorang memohon limpahan
manfaat yang bertambah dan berterusan dari Allah dengan sesuatu yang suci dan
jauh dari sifat kekurangan, supaya mendapat kebahagiaan dan kebaikan yang
melimpah di dalam kehidupan ini.
a. Dalil–Dalil dan Ciri–Ciri Adanya Tabarruk
Suatu persoalan agama yang harus dibahas dan diperjelas ialah masalah
“berkat”, dalam bahasa Indonesia kita menulis dan menyebutnya dengan “berkat”
dan dalam bahasa Arab dibaca “barakat” atau “berkah”. Persoalan
yang timbul ialah sekitar pertanyaan–pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah, adakah, siapakah yang diberi dan dari manakah datangnya berkat
itu?
2. Apakah ada dalil–dalilnya? Buktikan!
Inilah masalahnya yang harus dibahas karena dalam masyarakat Islam
terdapat simpang siur pikiran dan pendapat menghadapi masalah ini, khususnya
masyarakat awam yang selalu menuntut adanya dalil. Ibarat kata jangan hanya
bicara namun tidak ada buktinya yang di ibaratkan seperti seseorang yang
mencari kayu di tengah malam, dia membawa seikat kayu bakar padahal di dalamnya
ada ular yang siap mematoknya sementara dia tidak mengetahuinya[5].
Untuk mengetahui bahwa berkah
itu ada, di bawah ini terdapat dalil dari ayat–ayat Al–Qur’an dan hadis–hadis
yang mengatakan bahwa berkah itu ada, yaitu[6]:
1. Allah swt berfirman:
öqs9ur ¨br& @÷dr& #t�à)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍkön=tã ;M»x.t�t/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$2 tbqç7Å¡õ3t (الاعراف: 96)
Artinya: “Dan kalau penduduk negeri beriman dan bertaqwa kepada Tuhan,
niscaya akan kami bukakan “barakah” dari langit dan dari bumi. (QS. Al–A’raf:
96)
Barakah dari langit itu di bawa kebumi melalui
hujan dan barakah dari bumi melalui tumbuh–tumbuhan dan buah–buahan.
$uZøOu÷rr&ur tPöqs)ø9$# úïÏ%©!$# (#qçR%x. cqàÿyèôÒtFó¡ç XÍ�»t±tB ÇÚöF{$# $ygt/Ì�»tótBur ÓÉL©9$# $uZø.t�»t/ $pkÏù ( ôM£Js?ur àMyJÎ=x. �În/u 4Óo_ó¡ßsø9$# 4n?tã ûÓÍ_t/ @ÏäÂuó Î) $yJÎ/ (#rçy9|¹ ( $tRö�¨Byur $tB c%x. ßìuZóÁt Ücöqtãö�Ïù ¼çmãBöqs%ur $tBur (#qçR$2 cqä©Ì�÷èt (الاعراف: 137)
Artinya: “Dan kami pusakakan Timur dan Barat yang telah kami berkati,
dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu ( sebagai janji ) untuk bani
israil disebabkan kesabaran mereka. Dan kami hancurkan apa yang telah dibuat
fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka bangun”. (QS. Al–A’raf: 137)
Maksud dari perkataan “Dan kami pusakakan Timur dan Barat” ialah
negeri Syam dan negeri Mesir dan negeri–negeri sekitar keduanya yang pernah
dikuasai fir’aun dahulu, setelah kerajaan fir’aun runtuh negeri–negeri itu
diwariskan kepada bani israil. Sedangkan maksud dari perkataan “Dan kami
hancurkan apa yang telah dibuat fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah mereka
bangun” ialah bangunan–bangunan yang didirikan mereka dengan menindas bani
israil, seperti kota ramses, menara yang dibangun Haman atas perintah fir’aun[7].
Maksud ayat ini ialah bahwa
kaum yang lemah karena diinjak dan dijajah, pada akhirnya akan mendapatkan
kemenangan dan bumi yang telah di berkahi Allah swt akan diberikan kepadanya.
Orang yang sombong dan takabbur akan dijatuhkan Allah swt[8].
!$£Jn=sù $yg8s?r& ÏqçR `ÏB ÃÏÜ»x© Ï#uqø9$# Ç`yJ÷F{$# Îû Ïpyèø)ç7ø9$# Ïp2t�»t7ßJø9$# z`ÏB Íot�yf¤±9$# br& #ÓyqßJ»t þÎoTÎ) $tRr& ª!$# �Uu úüÏJn=»yèø9$# (القصص: 30)
Artinya: “Maka setelah Musa datang kesana, terdengar ia dipanggil dari
sebelah kanan lembah, tempat yang sudah diberi barakat dari pohon kayu : Hai
Musa ! Sesungguhnya Aku ini Allah, Tuhan semesta alam “.(QS. Al–Qashash: 30).
Ayat ini mengisahkan tentang Nabi Musa beserta isterinya yang bernama
Sopuria ke Mesir dengan melalui jalan–jalan kecil karena takut akan ditangkap
oleh mata–mata Fir’aun, di dalam perjalanan Nabi Musa melihat api dari jauh dan
ia bermaksud ingin mengambil api itu untuk pedoman ia berjalan, tetapi setelah
Nabi Musa sampai di tempat itu bukan main herannya melihat api itu, sebab api
itu melekat di sebuah pohon, tetapi pohon itu tidak terbakar oleh api dan
apipun tidak padam oleh pohon. Kemudian didengarnya suara dari tepi lembah yang
sebelah kanan, di tempat yang diberi berkat (oleh Allah swt) di bawah pohon
kayu Zaitun, katanya : “Hai Musa! Aku ini Allah swt, Tuhan sekalian alam”[9].
Di tempat dan saat itulah Nabi
Musa a.s. mulai diangkat menjadi Rasul[10]. Dalam ayat ini jelas, bahwa ada
tempat yang diberi barakat.
ÓÍ_n=yèy_ur %º.u$t7ãB tûøïr& $tB àMZà2 ÓÍ_»|¹÷rr&ur Ío4qn=¢Á9$$Î/ Ío4q2¨9$#ur $tB àMøBß $|ym (مريم: 31)
Artinya: “Dan dijadikannya aku, di berkati di mana saja aku berada” (QS.
Maryam : 31 ).
Jadi, Nabi ‘Isa as. Diberi barakah oleh Allah swt di mana saja beliau
berada. Selain diberi barakah, beliau juga pembawa barakah kemana saja beliau
pergi. Kesimpulannya, barakah itu diberikan tuhan kepada Nabi Musa, Nabi ‘Isa,
Nabi Muhammad saw, ya’ni orang–orang yang dikasihinya.
¨bÎ) tA¨rr& ;Møt/ yìÅÊãr Ĩ$¨Y=Ï9 Ï%©#s9 sp©3t6Î/ %Z.u$t7ãB Yèdur tûüÏJn=»yèù=Ïj9 (ال عمران: 96)
Artinya:
“Bahwasanya rumah pertama yang didirikan untuk beribadat bagi manusia adalah
yang berada di Mekkah, yang diberi barakah dan menjadi petunjuk bagi alam
semesta” (QS. ‘Ali Imran : 96 ).
Ahli kitab
mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis,
oleh karena itu Allah swt membantahnya[11]. Memang ada beberapa tempat
tertentu di atas bumi ini yang oleh Allah swt diciptakan mengandung berkah yang
agung, barang siapa mencari berkah pada tempat–tempat tersebut. Maka dia akan
mendapatkannya dengan izin Allah swt, dan dengan syarat harus benar–benar
ikhlas dan tetap mengikuti Rasulullah saw. Tempat tersebut seperti Masjid,
tetapi mencari berkah terhadap masjid bukan dengan cara mengusap–usap pasirnya,
dinding–dindingnya dan sebagainya tetapi dengan cara melakukan I’tikaf di
dalamnya, menunggu dilaksanakannya sembahyang secara berjamaah, menghadiri majlis–majlis
dzikir dan sebagainya yang termasuk amalan–amalan yang di syariatkan[12].
Adapun amalan yang tidak di syariatkan maka tidak ada berkahnya sama
sekali di dalamnya bahkan itu termasuk perbuatan bid’ah, di antara
masjid–masjid yang memiliki kelebihan dan nilai–nilai tambah berkah ialah
masjid Al–Haram, Masjid Nabawiah, Masjid Aqsha dan masjid Quba[13]. Terang dan jelas bahwa barakah itu ada juga yang diberikan pada
ka’bah.
$uZø9¨tRur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB %Z.t�»t6B $uZ÷Gu;/Rr'sù ¾ÏmÎ/ ;M»¨Zy_ ¡=ymur ÏÅÁptø:$# (ق : 9)
Artinya: “Dan kami
turunkan dari langit air yang diberi barakah dan kami tumbuhkan dengan air itu
tumbuh–tumbuhan perkebunan dan biji–bijian tanaman untuk di panen “ (QS. Qaf : 9 ).
2. Tersebut dalam Hadis :
هَدَّ
ثَنَايَحْيَ بْنُ يَحْيَ: اَخْبَرَنَاعَبْدُ الْعَزِيْزِبْنُ
مُحَمَّـدِالْمَدَنِيُّ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ اَبِى صَالِحِ, عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَانُ يُؤْتَى
بِاَوَّلِالثَّمَرِفَيَقُوْلُ.اَللّهُمَّ بَارِكْ
لَنَافِىمَدِيْـنَتِـنَاوَفِىثِمَارِنَا,وَفِىمُدِّنَاوَفِى صَاعِنَابَرَكَةً مَعَ
بَرَكَةٍ.ثُمَّ يُعْطِيْهِ اَصْغَرَ مَنْ يَحْضُرُهُ مِنَ الْوِلْدَانِ (رواه
مسلم)[14]
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami oleh Yahya bin Yahya, telah mengabarkan kepada
kami oleh Abdul Aziz bin Muhammad Al-Madani dari Suhail bin Abi Shalih dari bapaknya
dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:Apabila telah memetik
buah maka orang madinah berkata: Ya Allah Berkatilah kami, dan berkahilah kota
madinah kami, dan berkahilah buah-buahan kami, dan berkahilah mud kami, dan
berkahilah gantang (pada sha) kami,keberkahan bersama keberkahan yang lain. Kemudian Nabi saw memanggil anak kecil dan diberikan buah itu kepadanya
(HR. Muslim)
Biasa orang–orang jika melihat pohon yang pertama berbuah maka dibawa
kepada Nabi saw, kemudian jika diterima oleh Nabi saw lalu berdoa “ Ya Allah
berkatilah buah–buahan kami ini, berkatilah kota madinah ini dan berkatilah
takaran gantang kami dan katian kami” kemudian Nabi saw memanggil anak
kecil dan diberikan buah itu kepadanya.
Ayat–ayat Qur’an dan Hadis–hadis Nabi yang sahih ini telah menjawab
pertanyaan–pertanyaan yang tersebut, yang kesimpulannya sebagai berikut :
1. Berkat itu adalah kebajikan Allah swt yang diberikannya kepada sesuatu
yang dikasihinya dan disukainya.
2. Berkat itu ada dan yakin ada, sekalipun tidak dapat dilihat dengan mata.
3. Berkat itu semata–mata datangnya dari Allah swt.
b. Ciri–Ciri Adanya Tabarruk
Keberkahan menurut kepercayaan agama ada, bagi orang–orang agama yang
sudah biasa mempercayai yang ghaib, mempercayai sesuatu yang tidak dapat
dilihat, masalah berkah ini tidak begitu sulit untuk memfahamkannya. Tetapi
bagi orang–orang materialis, yaitu orang–orang yang hanya mengaku sesuatu benda
yang ada yang dapat dilihat dengan mata, maka hal ini agak sulit untuk
difahamkannya. Mereka akan
bertanya:[15]
1. Apakah berkah
itu?
2. Bagaimana
bentuknya?
3. Dapat dilihat dengan mata atau dengan teropong?
4. Dapatkah
diwujudkan keluar?
Kalau belum dapat diwujudkan, maka mereka belum percaya. Tetapi adalah
menjadi suatu keheranan, kaum materialis percaya adanya Vitamin, vitamin A,
vitamin B dan C, Vitamin D dan lain–lain. Menurut mereka Vitamin A terletak
dalam tumbuh–tumbuhan yang hijau, vitamin B terletak dalam ragi, hati dan susu,
vitamin C terletak dalam jeruk, sirup, vitamin D terletak dalam minyak ikan,
susu, mentega, kuning telur, vitamin E terletak dalam padi yang sedang
berkecambah (umbut) dan lain–lain.
Tetapi kalau mereka didesak dengan pertanyaan–pertanyaan :
1. Apakah
vitamin itu?
2. Bagaimana
bentuknya?
3. Dapat dilihat dengan mata dengan teropong?
4. Bagaimana
warnanya?
5. Dapatkah
diwujudkan keluar?
Tentu mereka juga tidak akan dapat menjawab dengan tegas, hanya akan
menjawab dengan keyakinan kita saja bahwa vitamin itu ada dengan kata–kata dan
tanda–tanda. Nah, begitu jualah dengan keadaan berkah ini. Kita tidak dapat
memperlihatkan bentuk dan rupanya, tetapi dengan melihat tanda–tandanya
yakinlah kita bahwa berkah itu ada[16].
Adapun ciri–ciri adanya berkah yaitu:
1) Manusia yang di berkahi Allah swt, ialah hidupnya selalu membawa
manfa’at kepada manusia, ia saleh, ramah tamah, senyum simpul. Manusia yang
tidak di berkahi Allah swt ialah yang hidupnya membawa bencana, malapetaka
kepada manusia, bengis, kejam dan tak menaruh kasihan sesama manusia.
2) Tempat yang di berkahi Allah swt ialah tempat yang aman, hati
penduduknya senang sentosa, bebas dari ketakutan dan kemelaratan, subur dan
makmur. Tempat yang tidak di berkahi Allah swt ialah tempat serupa neraka,
penduduknya resah gelisah, rasa terancam ketakutan selalu, tidak enak tidur
siang dan malam.
3) Makanan dan minuman yang di berkahi Allah swt ialah kalau dimakan
walaupun sedikit sudah merasa puas dan nikmat. Makanan yang tidak di berkahi
oleh Allah swt ialah makanan yang kalau sudah dimakan menjadikan perut gelisah,
tidak merasa puas dan nikmat sekalipun sudah dimakan sekenyangnya atau
sebanyak–banyaknya, bahkan dalam waktu sebentar sudah lapar atau sudah haus
lagi.
4) Harta yang di berkahi Allah swt ialah harta yang membikin kita jadi
tenang, aman damai, bahagia, nikmat dan senang, baik buat diri dan keluarga
maupun famili yang ada sekeliling kita. Harta yang tidak di berkahi oleh Allah
swt walaupun sudah banyak, tetapi ia membikin gelisah, membikin hati susah,
membikin tidur tidak nyenyak, membikin berantakan, membikin orang menjadi penipu,
perampok, pencuri dan dibenci oleh masyarakat.
5) Ilmu yang di berkahi oleh Allah swt ialah ilmu yang berfaedah untuk
dunia dan akhirat, walau satu titik ilmu diajarkan kepada orang. Maka banyak
sekali faedah dan manfa’atnya dirasakan oleh masyarakat. Ilmu yang tidak di
berkahi oleh Allah swt ialah ilmu keduniaan yang dipergunakan untuk membunuh
manusia, untuk mengadakan kekacauan di atas bumi, untuk menjauhkan diri dari
Allah swt, untuk menginjak–injak yang lemah, untuk memeras fakir miskin.
6) Keluarga yang di berkahi Allah swt ialah keluarga yang baik–baik, yang
hidupnya penuh harmonis, aman dan damai, penuh dengan kerelaan dan kesenangan
hati. Keluarga yang tidak di berkahi oleh tuhan ialah keluarganya yang selalu
silang–sengketa, penuh dengan dendam kesumat, heboh dengan upat dan gunjing,
tidak luput dari rasa curiga dan cemburu[17].
c. Bukti Sejarah Adanya Tabarruk
Setelah melihat dalil–dalil dari Al–Qur’an dan hadis maka yakinlah kita
bahwa tabarruk itu memang ada, banyak bukti–bukti sejarah yang menunjukan bahwa
tabarruk itu ada, yaitu:
1. Allah berfirman:
tA$s%ur óOßgs9 öNßgÎ;tR ¨bÎ) spt#uä ÿ¾ÏmÅ6ù=ãB br& ãNà6uÏ?ù't ßNqç/$G9$# ÏmÏù ×puZÅ6y `ÏiB öNà6În/§ ×p¨É)t/ur $£JÏiB x8t�s? ãA#uä 4yqãB ãA#uäur tbrã�»yd ã&é#ÏJøtrB èps3ͳ¯»n=uKø9$# 4 ¨bÎ) Îû �Ï9ºs ZptUy öNà6©9 bÎ) OçFZä. úüÏZÏB÷sB (البقرة: 248)
Artinya: “Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka : Sesungguhnya tanda
ia (Thalut) akan menjadi raja ialah kembalinya Tabut kepada kalian. Didalamnya
terdapat ketenangan dari Tuhan kalian dan sisa dari peninggalan keluarga Musa
dan keluarga Harun, Tabut itu dibawa oleh para malaikat. Sesungguhnya yang
demikian itu terdapat tanda–tanda bagi kalian, jika kalian orang yang beriman”.
( QS. Al–Baqarah: 248)
Ayat ini mengisahkan bahwa ketika Nabi mereka menerangkan tanda
ketentuan dan pengangkatan Allah swt terhadap Thalut, yaitu kembalinya Tabut
yang mengandung rahmat, ketenangan, ketenteraman dan kehebatan. Sedang sisa
peninggalan Musa ialah tongkat dan pecahan dari lembaran Taurat. Ada beberapa
pendapat tentang hal ini, yaitu:
1. Athiyah As–Sa’di berkata “isi Tabut itu ialah sisa pakaian Musa dan
Harun, serta tongkat keduanya dan pecahan dari lauh Taurat”
2. Perkataan Tahmiluhul Malaikatu dalam ayat tersebut, menurut Ibnu Abbas
berkata “Malaikat tiba membawa Tabut diantara langit dan bumi (di Udara)
kemudian diletakannya didepan Thalut dan orang–orang pada melihatnya”.
3. As–Suddi berkata “ketika Tabut pada pagi harinya telah tiba di rumah
Thalut maka mereka percaya pada kesaksian Nabi Syam’un, dan mereka menyerah dan
taat kepada Thalut.
5. Imam Qurthubi menyebutkan bahwa Tabut tersebut diturunkan Allah swt
kepada Nabi Adam AS, dan disimpan olehnya hingga kemudian sampai ketangan Nabi
Ya’kub AS. Setelah Tabut tersebut disimpan oleh bani israil, selama membawa
Tabut tersebut bani israil selalu memenangkan pertempuran dengan orang–orang
yang memerangi mereka. Ketika mereka bermaksiat kepada Allah mereka kalah dan Tabut
dicuri oleh Jalut dan bala tentaranya[19].
Dalam surah Al–Baqarah ayat 248 diatas Allah swt mengajarkan kepada kita
dua hal yaitu:
1. Anjuran untuk menjaga peninggalan orang–orang yang saleh
2. Izin untuk bertawassul dan bertabarruk dengan peninggalan–peninggalan
para Nabi dan kaum Shalihin[20].
(#qç7ydø$# ÓÅÂÏJs)Î/ #x»yd çnqà)ø9r'sù 4n?tã Ïmô_ur Î1r& ÏNù't #Z�ÅÁt/ ÎTqè?ù&ur öNà6Î=÷dr'Î/ úüÏèyJô_r& (يوسف: 93)
Artinya:
“Bawalah baju saya ini dan usapkan kemuka bapakku, niscaya beliau akan dapat
melihat lagi dan bawalah kemari seluruh ahli kamu”. ( QS. Yusuf: 93 )
Ayat tersebut
mengisahkan tentang Nabi Yusuf as yang sangat rindu kepada Ayahnya Nabi Ya’kub,
karena itu Nabi Yusuf menyuruh saudara–saudaranya pulang ketempat bapaknya
Ya’kub dengan membawa baju Nabi Yusuf dengan mengatakan kepada
saudara–saudaranya supaya baju itu diusapkan kemuka bapaknya Ya’kub. Baju Yusuf
tersebut rupanya dapat membawa berkah bagi bapaknya sehingga mata bapaknya yang
buta menjadi sehat karenanya.
Sebagaimana sambungan ayat ini adalah:
!$£Jn=sù br& uä!%y` ç�ϱt6ø9$# çm9s)ø9r& 4n?tã ¾ÏmÎgô_ur £s?ö$$sù #Z�ÅÁt/ ( tA$s% öNs9r& @è%r& öNà6©9 þÎoTÎ) ãNn=÷ær& z`ÏB «!$# $tB w cqßJn=÷ès? (يوسف: 96)
Artinya:
“Tatkala sampai yang memberi kabar suka itu, Ya’kub mengusapkan baju Yusuf
kemuka beliau, maka kembali Ya’kub melihat”. ( QS. Yusuf : 96 )
Walaupun
cerita ini sebagai hikayat Nabi Yusuf dan Nabi Ya’kub tetapi karena tertulis
dalam kitab suci Al–Qur’an, maka itu suatu perbuatan Nabi yang baik yang dapat
ditiru dan ditauladani.
2. Sejarah
Jasad
Rasulullah saw bukanlah jasad biasa. Jasad beliau pernah menembus tujuh lapis langit dan bertemu dengan Allah
swt. Apakah jasad yang mulia ini dapat disamakan dengan jasad manusia lainnya?
Di alam ini tidak ada jasad yang lebih mulia dari jasad Nabi Muhammad saw. Oleh
karena itulah, Rasulullah membiarkan dan menganjurkan para sahabat untuk
mengambil keberkahan jasad beliau saw. Dalam sebuah Hadits diceritakan bahwa
ketika Rasulullah potong rambut, beliau saw membagikan rambutnya kepada para
sahabat. Anas bin Malik ra menyebutkan bahwa pada saat umrah, setelah
menyembelih kurban, Rasulullah memerintahkan tukang cukur untuk mencukur rambut
kepala beliau bagian kanan, setelah itu bagian kiri. Nabi saw kemudian
membagikan potongan rambut tersebut kepada para sahabat. Di antara mereka ada
yang mendapat sehelai rambut dan ada pula mendapat dua helai rambut[21].
Yang perlu dicermati ialah bahwa Rasulullah membagi–bagikan rambut,
pakaian atau yang lainnya jelas bukan untuk dikonsumsi karena bukan makanan
atau minuman, tapi untuk memberikan pemahaman bahwa seluruh apa yang terkait
dengan Rasulullah memiliki nilai kebaikan dan berkah.
Di kisahkan pula dalam pertempuran yarmuk, panglima besar islam Khalid
bin Walid kehilangan peci yang biasa ia kenakan. Beliau kemudian memerintahkan
laskar–laskar islam untuk mencarinya hingga ketemu. Setelah ditemukan, ternyata
itu adalah sebuah peci usang. Sayyidina Khalid berkata, “ketika Rasulullah
menunaikan ibadah umrah, beliau memetong rambut kepalanya. Umat Islampun segera
berdiri di sekeliling beliau menantikan rambutnya. Aku mendapatkan rambut
ubun–ubun beliau yang kemudian kuletakkan di peci ini. Selama rambut beliau
bersamaku, maka dalam setiap pertempuran Allah swt memberiku kemenangan[22].”
Para Sahabat ra juga menjadikan rambut Rasulullah sebagai obat utama
penyakit ‘ain, bahwa seorang sahabat yang bernama ‘Abdullah bin Mauhib datang
membawa segelas air menemui Ummu Salamah ra, istri Nabi saw. Ummu salamah
kemudian mengeluarkan sehelai rambut Rasulullah yang berwarna kemerahan, dan
memasukkannya ke dalam air tersebut selama beberapa waktu. Setelah itu air
tersebut segera diminumkan kepada seseorang yang terkena penyakit ‘ain atau
penyakit lainnya[23].
Kedua contoh di atas cukup sebagai bukti bahwa Rasulullah saw
mengizinkan dan menganjurkan para sahabat untuk mengambil berkah dari rambut
beliau. Buktinya, beliau saw membagikan rambutnya kepada para sahabat. Keberkahan
rambut Rasulullah ini tidak berhenti dengan wafatnya beliau, terbukti Ummu
Salamah, istri beliau menjadikannya sebagai obat bagi berbagai penyakit. Di
samping itu, Khalid bin Walid, seorang sahabat besar, juga menyatakan bahwa
rambut beliau membawa keberkahan dalam berbagai pertempuran yang ia hadapi.
Abu Said
Al–Khudri r.a. berkata, Ketika kita dalam berpergian dan berkemah, tiba–tiba
datang budak perempuan dan berkata “Sesungguhnya pemimpin suku ini digigit
binatang berbisa, dan tidak ada orang. Apakah diantara kalian ada yang dapat
menjampi? Maka berdirilah salah seorang dari kami, kami tidak menyangka bahwa
ia dapat menjampi, tiba–tiba dijampinya dan sembuh.
Maka
diberinya dia hadiah tiga puluh domba dan diberinya kami susu, ketika ia
kembali kami bertanya “Apakah anda pandai menjampi? Jawabannya “tidak, aku tidak menjampi kecuali dengan Ummul kitab
(Al–Fatihah)”. Maka kami pun memberitahu agar domba–domba itu jangan diganggu
sehingga kami bertanya kepada Rasulullah, kemudian setelah kami kembali ke
Madinah, kami ceritakan kejadian itu kepada Nabi saw. Maka Nabi bertanya “dari
mana ia mengetahui bahwa fatihah itu sebagai jampi (untuk di jampi)? Bagilah
domba–domba itu dan berilah aku bagian[24].
Di atas di kisahkan dengan jelas bahwa Rasulullah mengajarkan kepada
para sahabat dan umatnya untuk mencari keberkahan para shalihin, baik dalam
diri, tempat, benda yang berhubungan dengan mereka maupun amalan mereka. Beliau
tidak pernah mengatakan bahwa para sahabat tersebut telah mengkultuskannya dan
berbuat syirik, semua ini menunjukkan bahwa tabarruk dengan diri Rasulullah saw
serta peninggalan–peninggalan para Rasul dan kaum shalihin merupakan bagian
dari tauhid islam.
B.Hukum Tabarruk
Perkataan Tabarruk bukanlah suatu perkataan yang sekarang ini timbul,
tetapi dalam Al–Qur’an dan hadits perkataan tabarruk ada di dalamnya. Namun
perkataan tabarruk ini bukan hanya suatu perkataan kosong, akan tetapi ini
suatu perbuatan yang dilakukan oleh para Nabi, sahabat, dan orang–orang shaleh.
Adapun pendapat para ulama yang membolehkan tabarruk yaitu:
1. Al–Hafidz Ibnu Hajar membolehkan tabarruk dengan ayat–ayat Al–Qur’an
bahkan dalam hal ini tidak terdapat larangan, karena tujuannya untuk memperoleh
berkah dengan adanya ayat–ayat Al–Qur’an[25].
2. Imam Muhammad bin Abdul Wahab membolehkan tabarruk yang berasal dari
ayat–ayat Al–Qur’an karena mengharap berkah[26].
3. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (putra Imam Ahmad) membolehkan tabarruk
dengan peninggalan–peninggalan Nabi. Bahkan ayahnya sendiri yaitu Imam Ahmad
mengambil berkah dengan rambut Nabi saw, yang pada saat itu Imam Ahmad menaruh
sehelai rambut Nabi di atas bibirnya dan mengecupnya, kemudian meletakan rambut
tersebut di atas matanya dan memasukan rambut tersebut pada sebuah bejana yang
berisi air kemudian meminumnya dengan tujuan meminta kesembuhan[27].
4. Syekh Az–Zarqoni Al–Maliki menfatwakan bahwa mencium kuburan hukumnya
makruh, kecuali jika bertujuan untuk tabarruk maka tidak makruh.
5. Syekh Ar–Ramli As–Syafi’i berfatwa bahwa jika kuburan Nabi, wali atau
orang alim disentuh atau pun dicium untuk tujuan tabarruk maka tidak mengapa[28].
6. Ali bin Nafi Al–Alayani membolehkan tabarruk dari peninggalan–peninggalan
Nabi saw, untuk mengharapkan berkahnya.
7. Al–Ustadz Sofyan Hadi mengatakan bahwa tabarruk terhadap
peninggalan–peninggalan Nabi saw itu dibolehkan, bahkan banyak para Ulama yang
membolehkan tabarruk dengan peninggalan Nabi[29].
8. Al–Ustaz Dr. Hassan As–Syekh Al–Fatih As–Syekh Qaribullah, beliau
mengatakan bahwa perbuatan tabarruk adalah suatu pengamalan yang ada dalam
syara’, karena tabarruk di terangkan dalam Al–Qur’an. Bahkan amalan ini
dikuatkan dengan wujudnya peninggalan–peninggalan serta benda–benda yang orang
bertabarruk dengannya, tanpa mengira masa dan ketika, bagi keseluruhan umat
Nabi Muhammad saw. tabarruk diperkuat lagi dengan kenyataan yang terkandung di
dalam hadis–hadis dalam bentuk kata–kata Nabi, perbuatan Nabi serta persetujuan
Nabi untuk menguatkan apa yang tertera di dalam Al–Qur’an mengenai kewujudan
serta pengamalan tabarruk ini[30].
9. SYAHAMAH (Syabab Ahlussunnah Wal Jama’ah) yang diwakilkan oleh Ust.
Muhyiddin Fattah, Lc. Beliau mengatakan bahwa tabarruk itu di bolehkan dan
tidak ada larangan selama tidak ada unsur yang menyalahi sya’ra. Beliau pun
mengatakan tentang tabarruk melalui nadzam yang mengatakan sebagai berikut:
مِنْ فَضْلِ النَّبِـيِّ تَبَرَّ كُوْا
اَبْـدَؤُهَا بِقَـوْلِ بِسْـمِ اللهِ # تَـنَـزَّهُ
الرَّحْمَـنُ عَنْ اَشْبَـاهُ
وَاَحْمَـدُ الاِلهَ ذاالجَلاَلِ # لِـفَضْلِهِ
بِتَهْـدِي وَالنَّـوَالِ
ثُـمَّ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ مِنّـَا # عَلىَ
النَّـبِيِّ لِلْـفَـلاَحِ سَنَّـا
طَرِيْقَـةُ التَّبـَرُّكِ اْلمَيْمُوْنَةِ # فِىْ
ذلِكَ اَهْلُ اْلعِلْمِ يَتْبَـعُوْنَهْ
فَاِنْ رَاَيْـتُمْ مَنْ اتَاكُمْ يَدَّعِى #
بِانَّهُ غَيْرَالهُـدَى لَمْ يَتْـبَعْ
وَقَـدْ اَحَلَّ حُرْمَة ضَلاَلاَ # مِنْ جَهْلِهِ
اَوْحَرَّمَ ْالحَـلاَلاَ
قُـولُوا لهُ اِذْ حَرَّمَ التّـبَرُّكاَ # بِاَثْرُ
النّبِـيِّ " زَادَ شَرَّكَا "
اِنَّ اقْتِسـَامَ الشَّعْرِيَامَمَارِي # َروَاهُ
مُسْلِمُ كَذَا البُخَـارِي
وَقِسْمَةُ الاَظْـفَارِ اَيْـضًاتُسْنَـدُ #
صَحِيْحَة كَمَارَوَاهَا اَحْمَدُ
وَجُبَّـةُالنَّـبِىِّ سَلْ اَسْمَاءاَ # أَمَارَاتْ
فِى مَائِهَاالشِّـفَاءَا
هَاكَ دَلِيـْلاَمِن اَبِي اَيُّـوبِ # يـَمَسُّ
بِالخَـدِّ ثَرَى اْلمَحْبُوْبِ
اَنْعِمْ ِبهِ رَدَّا عَلىَ مَنْ اَنْكَرَا # جِئْتُ
رَسُولُ اللهَ لَـيْسَ الحَجَرَا
فَـمُسْلِمُ اَوْلاَهُمَارَوَاهَـا # صَحِيْحَةُ
اْلاِسْنَادِ عَنْ مَوْلاَهَا
وَاَحْمَدُ رَوَى ْالحَدِيْثَ الثـَانِى # رَدَّ
الصّـَـنَابِيّ عَلَى مَرْوَانِ
وَخَالِـدُ
لِلْجَيْـشِ فِى قَـلَنْسُوَه # قَالَ " اُطْلُـبُوْا " سَبَبُ ذَاكَ
مَاهُوَ ؟!
وَمَا الَّـذِي حَرَّكَ فِيْهِ قَـلْقَـه # وَاِذْ
تَوَابَهَا رَوَاهَا خُلِقَـهُ
لاَنَّ فِى
الطَّــيِـبَاتِ سَعَرَاتِ النَّـبِىِّ #
وََذَاكَ فِى اْليَرْمُوْكِ يَرْوِي اْلبَيْـهَقِى
وَمَسْحُ اَحْمَدِ لِرَأسِ حَنْظَلَهُ # بَِكْـفّـِهِ
وَدَاعِـيًا بِاْلخَيْرِ لَهُ
مَنْ جَاءَهُ وَالوَجْهُ مِنْهُ وَارِمُ #
بَِمَسْحَةٍ يَعُوْدُ وَهُوَ سَالِمُ
بَرَكَةُ النَّـبِيِّ طَابَ عَرْفُهُ # مَوْضِعُ
كَـفِّـهِ فَكَـيْفَ كَـفُّـهُ
الطَّبْـرَانى رَوَى وَاَحْمَدُ # مُطَـوَّلاً عَنِ
الثِّــقَاتِ يُسْنِدُ
وَثَابِتُ قَدْ كَرَّرَالتَّـقْـبِيْلاَ # يَدًا
وَعَيْنًا رَاتِ الرَّسُوْلاً
وَاَنَسٌ عَنْ مِثْلِ ذَاكَ مَا زَجَر # مُجَوِّزًا
رَوَى اَبُو يَعْلىَ اْلاَثَرْ
يَا اِخْوَتِى مِنْ فَضْلِهِ تَبَرَّكُوْا #
تَمَسَّكُـــوْا بِهَـدِيْهِ لاَ تَتْرُكُوا
اَجَازَهُ
نَبِيُّــنَا اْلمُــعَـظَّم # فَـفَـتّـــشُوا عَنْ ذَ يـْلِ مَنْ يُحَرِّمُ
فَاِنَّـهُ اَخُو اْلجَهُـوْلِ فِى اْلغَبَا #
وَمِثْلُهُ يَأبـَى ْالكَرِيْمُ يَصْحَبَا
نَظَمْـتُهَا مُرْشِدَةً عَزِيْزَه # اَكْرِمْ بِهَا
فِى ْالخَيْرِ مِنْ اَرْجُوْزَه
Penjelasan yang terkandung
dalam nadzam ini antara lain:
Artinya: “Keutamaan bertabarruk kepada Nabi saw”
Saya memulai dengan menyebut Bismillah # Maha Suci Allah swt dari segala
yang menyerupainya.
Dan aku memuji Allah swt yang Maha Agung # karena keutamaannya sebagai
petunjuk dan pelindung.
Salawat dan salam kami haturkan # kepada Nabi saw untuk kemenangan kami
Metode/jalan tabarruk maimunah # yang di ikuti oleh para ahli ilmu/yang
mempunyai ilmu
Jika kamu melihat seseorang datang mengajak kamu # janganlah kamu ikuti
karena itu bukanlah petunjuk.
Sungguh Nabi saw mengharamkan jalan kesesatan # karena kebodohan
seseorang dan mengharamkan yang halal
Katakanlah kepadanya apabila kamu mengharamkan tabarruk # terhadap yang
Nabi saw lakukan “maka bertambah syiriklah kamu”
Sesungguhnya
Nabi saw membagikan rambut kepalanya # riwayat Imam Muslim dan Imam Bukhari
Dan juga membagikan kuku sebagaimana yang di sanadkan # dan diriwayatkan
oleh Imam Ahmad
Begitulah dalil dari Abi Ayub # yang menyentuh pipi orang yang di cintai
Berikan nikmat dengan dia (Nabi saw) kepada orang yang mengingkari # aku
datang kepada Rasulullah saw bukan untuk mencegah
Meriwayatkan akan Imam Muslim akan keduanya # shohih isnadnya dari
tuannya
Dan Imam Ahmad sebagai perawi hadis kedua # menolak pendapat Imam
As-Sinabi atas pendapat Imam Marwan
Dan Imam Khalid tentara yang memakai peci di kepalanya # berkata
“carilah apa penyebab yang demikian itu?
Dan apa yang menggerakan padanya akan kesedihan # apabila mereka datang
dengan dia, mereka melihat dia dengan keadaan sedih.
Karena di dalam bagian depan ada rambut-rambut Nabi saw # meriwayatkan
akan Imam Baihaqi yang demikian itu pada perang yarmuk
Dan mengusap Imam Ahmad akan kepala Handzalah # dengan telapak tangannya
dan mengajak berbuat baik kepadanya (Handzalah)
Seseorang datang kepadanya (Nabi saw) dan wajahnya dalam keadaan terluka
# dan Nabi saw menempelkan telapak tangannya di wajah orang itu maka hilanglah
luka itu
Keberkahan Nabi saw sungguh terkenal dan amat baik # meletakan telapak
tanganya sebagaimana Nabi saw meletakannya
Meriwayatkan Imam Thabrani dan Imam Ahmad dari perawi-perawi yang di
percaya # dengan panjangnya yang disandarkan kepada perawi-perawi yang
dipercaya
Dan sungguh telah berulang-ulang Imam Sabit # mencium tangan dan mata
Rasulullah saw ketika ia melihat Rasulullah saw
Dan yang seperti itu juga Imam Anas tidak menyalahi # telah meriwayatkan
Abu Ya’la akan Atsar
Wahai saudaraku dari keutamaan tabarruk adalah # kamu berpegang teguh
dengan petunjuknya dan jangan kamu tinggalkan
Membolehkan ia akan Nabi saw kami yang agung # mereka memeriksa hingga
ke ujung orang yang melarang
Maka sesungguhnya dia itu saudara yang jahil dalam kebodohan # seperti
orang yang mulia enggan bersahabat dengannya
Aku susunnya nadzham ini sebagai petunjuk yang agung # Aku memuliakannya
di dalam kebaikan bagi orang yang mengharapkannya
Syabab Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah
Inti sari yang terkandung
dalam nadzham ini antara lain:
Bahwa bertabarruk kepada Nabi saw itu diperbolehkan selama tidak
menyalahi hukum yang berlaku, contohnya seperti “Imam Ahmad mengambil berkah
dengan rambut Nabi saw yang pada saat itu, Imam Ahmad menaruh sehelai rambut
Nabi saw di atas bibirnya dan mengecupnya, kemudian meletakan rambut tersebut
di atas matanya dan memasukan rambut tersebut pada sebuah bejana yang berisi
air kemudian ia meminumnya dengan tujuan meminta kesembuhan.
Seperti juga Nabi Muhammad saw meletakan tangannya ke kepala handzalah
kemudian Nabi saw mengatakan “Barakallah Fikum” (Semoga Allah swt
memberkatimu). Tujuannya adalah mendatangkan kebaikan untuk orang yang
bersangkutan yaitu Handzalah melalui do’anya orang saleh yaitu Nabi saw.
Melihat kenyataan di atas bahwa bertabarruk diperbolehkan dalam Islam
terutama kepada orang-orang yang saleh seperti Nabi Muhammad saw, sahabat Nabi
saw, dan para waliyullah.
Adapun pendapat ulama yang melarang secara mutlak baik menggunakan
ayat–ayat Al–Qur’an yang dibuat jimat–jimat atau ditulis dan sebagainya dengan
berbagai macam pendapat, pendapat–pendapat tersebut ialah:
1. Yusuf Qardhawy melarang pemakaian jimat–jimat keseluruhannya, pemilihan
ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu: Pertama. Keumuman larangan
menggunakan jimat, yang mana nash–nash yang ada tidak memebedakan antara jenis
jimat yang satu dengan jimat yang lainnya, dan juga tidak di dapatinya nash
yang mengkhususkannya. Kedua, Tindakan pencegahan, sehingga tidak
melebar kepada pemakaian jimat yang bukan berasal dari Al–Qur’an dan
dzikrullah. Ketiga, Jika seseorang menggantungkan (memakai) jimat, maka
pasti ia akan menghinakannya, dengan membawanya ketika membuang hajat, atau
ketika dalam keadaan junub dan sebagainya. Keempat, Bahwasanya Al–Qur’an
hanya di turunkan agar menjadi hidayah dan manhaj (pedoman hidup) bagi
kehidupan, bukan untuk di ambil sebagai jimat atau penyekat–penyekat (sejenis
jimat) dan lain–lainnya.[32]
2. Bin Baz (Abdul Aziz) mengatakan bahwa meletakan Al–Qur’an dalam
kendaraan (Mobil) untuk mencari berkah (tabarruk) adalah sesuatu yang tidak
beraras (tidak ada asalnya) dalam syari’at islam. Dengan kata lain Abdul Aziz
bin Baz menyatakan bahwa perbuatan semacam itu (tabarruk) merupakan perbuatan
bid’ah.
3. Ibn Utsaimin mengatakan bahwa mengambil berkah dari kisa (kain yang
melingkar) ka’bah dan mengusap–usapnya termasuk perbuatan bid’ah karena Nabi
tidak pernah mengajarkannya.
4. Ibn Fauzan menyatakan tabarruk mempunyai arti mencari berkah, penetapan
kebaikan, meminta tambahan kebaikan. Permintaan ini harus di minta dari sesuatu
yang pemiliknya adalah yang memiliki kemampuan yang tak lain hanyalah Allah swt
semata, hanya ia yang mampu menurunkan dan menetapkannya, tiada satu mahluk pun
yang mampu memberikan ampunan, memberi berkah, dan menetapkannya. Atas dasar
itu tidak boleh mengambil berkah dari tempat–tempat, peninggalan–peninggalan
atau pun seseorang, baik yang masih hidup atau pun yang telah mati karena hal
itu bisa masuk kategori syirik[33].
Meskipun begitu tidak seyogyanya bagi seorang muslim bersikap keras di
dalam mengingkari jimat–jimat jika berasal dari Al–Qur’an dan dzikrullah dalam
mencari berkah, atau menganggapnya merupakan kemungkaran yang harus di ubah
dengan tangan (kekuasaan), karena sudah menjadi keputusan bahwa : “Tidak
(boleh) ada pengingkaran dalam masalah–masalah Ijtihadiyah Khilafiyah
(masalah–masalah yang masih menjadi perbedaan pendapat dan berpeluang untuk
melakukan ijtihad)”. Walaupun hak setiap muslim yang puas dengan suatu
pendapat untuk membuktikan dalil yang kuat atas kebenaran pendapat yang
dianutnya, dan menerangkan kesalahan pendapat yang lain dengan cara yang lemah
lembut dan bijaksana tanpa mencela atau melukai hati orang lain dan tanpa di
sertai kekerasan di dalam menjelaskannya.
[1] Muhammad Idris Abdurrauf Al-Marbawy, Idris
Al-Marbawy, (Bandung: Syarikat Al-Ma’arif, tt), Cet-I. h, 50
[2] Muhammad Ali, Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, (Jakarta: Penerbit Pustaka Amani, 1997),
h. 477
[4] Jalaluddin Muhammad
Ibni Ahmad Al-Mahalli Wa Syekh Al-Mutazar Jalaluddin Abdurrahman Ibni Abi Bakri
As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Semarang: Toha Putra, tt) h. 187
[6] Siradjuddin Abbas, 40
Masalah Agama, (Jakarta: Penerbit Pustaka Tarbiyah, 2000), Cet. Ke–III, h.
202
[9] Hadiyah Salim, Qishashul Anbiya, Sejarah 25
Rasul, (Bandung: Penerbit PT Al–Ma’arif, 1984), Cet. Ke–VIII, h. 124
[12] Ali bin Nafi’ Al–Alayani, Tabarruk
Yang Disyariatkan dan Tabarruk Yang Dilarang, (Jakarta: Pustaka Al–Kautsar,
1993), Cet. Ke – II, h. 48
[14]
Imam Abi Husain Muslim Ibni Hajjaz ibni Muslim Qusyairi Naysaiburi, Shahih
Muslim, (Riyad: Darus Salam, 1998), Cet. Ke–I, h. 576
[18]
Imadudin Abi Fida Ismail Ibnu Katsir Al-Qurasyi Addamsiqi, Tafsir Qur’anul
Adzhim, (Semarang :
Maktabah Wamutiah Toha Putra, tt), Cet. Ke-I, h. 301-302
[19]
Abu Ishaq Ahmad Ibni Ibrahim Annaisaburi, Qishashul Anbiya, (Beirut : Darul Fikr, tt), h. 356-357
[22]
Asy Syaihk Nabil Syarif Azhari, I’lammul Muslimin Bibatlaani Fatwa Al
Qardhawy Bitahrimit Tawassul Bil Anbiya Was Shalihin, (Beirut : Darul Masarih, 2000), h. 63
[24]
Imadudin Abi Fida Ismail Ibnu Katsir Al-Qurasyi Addamsiqi, Tafsir Qur’anul
Adzhim, Cet. Ke-I, h. 10-11
[25]
Yusuf Al–Qardhawy, Sikap Islam Terhadap Ilham, Kasyaf, Mimpi, Jimat,
Perdukunan dan Jampi–Jampi. (Jakarta: Bina Tsaqafah, 1999), Cet. Ke-I, h.
198
[27]
Asy Syaihk Abdullah Al Hariri, Al Maqolaatis Sunniyyah Fi Dhalalati Ahmad
Ibnu Taimiyyah, (Beirut :
Da’arul Masaa’rih, 2002 ), h. 279
[28]http://salafyindonesia.wordpress.com/2007/06/21/mengambil-berkah-tabarruk-merupakan-perbuatan-bidah-atau-syirik-bag-4/
[32]
Yusuf Al–Qardhawy, Sikap Islam Terhadap Ilham, Kasyaf, Mimpi, Jimat,
Perdukunan dan Jampi–Jampi. h.198
0 Comment